kelancaran operasional penilaian sertifikasi di lapangan. Oleh karena itu akan lebih baik apabila ketentuan pasal 34 tidak
dihapus, hanya saja komponen biaya lapangan dan besarannya harus ditentukan dalam peraturan teknis tersendiri sehingga merupakan tarif resmi.
2. Adanya ketentuan dalam Lampiran 7 Permenhut No P.722009 yang
menyebutkan bahwa : a Tim Penilai untuk TBT, TBS, dan APB harus melibatkan tenaga terampil atau ahli dari BPTH dan UPT Balitbanghut; b
Tim Penilai untuk TBP, KBS, KBK, dan KP dibentuk oleh BPTH dengan melibatkan tenaga terampil atau ahli dari BPTH dan Balitbanghut. Ketentuan
ini merupakan penyempurnaan dari Permenhut No P.12009, sebab pelibatan tenaga terampil dan ahli ini akan lebih menjamin efektivitas sertifikasi
sumber benih. 3.
Penyempurnaan standar khusus sumber benih kelas KBS, KBK, dan KP sebagaimana yang diusulkan oleh Balitbanghut revisi dari Balitbanghut
mengenai standar khusus sertifikasi sumber benih dapat dilihat pada Lampiran 7 tesis ini. Adanya penyempurnaan standar khusus KBS, KBK,
dan KP ini akan lebih menjamin efektivitas sertifikasi sumber benih.
H. Permasalahan dan Alternatif Solusi dalam Sertifikasi Sumber Benih
Permasalahan yang membuat kelembagan sertifikasi sumber benih tanaman hutan menjadi tidak efektif dan tidak efisien, serta alternatif solusinya
disampaikan dalam Tabel 17.
Tabel 17. Problema dan rekomendasi solusi dalam kegiatan sertifikasi sumber benih tanaman hutan di Kaltim dan Kalsel
Uraian Permasalahan
Usulan Rekomendasi
A. 1.
Efektivitas Mengenai isi kebijakan terkait mekanisme sertifikasi
a. Belum ada ketentuan teknis mengenai besaran pungutan
jasa penerbitan sertifikasi perbenihan b.
Biaya penilaian sertifikasi di lapangan ditanggung penerbit sertifikasi, sedang realisasi di lapangan pemohon
sertifikat tetap mengeluarkan biaya penilaian lapangan yang menjadi biaya transaksi sertifikasi
c. Belum ada ketentuan teknis mengenai lembaga yang
berwenang melakukan akreditasi kepada Dinas serta mekanisme akreditasinya
d. Belum ada pedoman teknis mengenai jabatan fungsional
pengawas perbenihan bagi staf DinasBPTH e.
Peraturan yang ada belum menjamin keaslian produk dalam peredaran benih dan bibit dari sumber bersertifikat
a. Ditjen RLPS menerbitkan petunjuk teknis mengenai besaran pungutan
jasa penerbitan sertifikasi perbenihan yang tidak memberatkan pengusaaha perbenihan namun dapat mengurangi beban anggaran dan
menghasilkan manfaat bagi penerbit sertifikasi, serta tarif resmi untuk biaya penilaian lapangan revisi lagi dari Permenhut No P.722009
b. Ditjen RLPS segera menerbitkan ketentuan mengenai wewenang
lembaga dan mekanisme akreditasi. Wewenang akreditasi sebaiknya diberikan kepada Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan instansi
pemerintah pusat, bukan unit pelaksana teknis di daerah c.
Ditjen RLPS menerbitkan pedoman mengenai jabatan fungsional pengawas perbenihan bagi staf DinasBPTH
d. Ditjen RLPS agar segera menerbitkan pedoman teknis perbenihan yang
memuat ketentuan berikut : i Penerbit sertifikasi benih dan bibit agar melakukan pelabelan per
batang bibit, bukan hanya surat keterangan mutu bibit ii Penerapan sanksi yang tegas, yaitu pencabutan sertifikat bagi
pengusaha benihbibit bersertiifikat yang tidak melaporkan produksi dan distribusi benihbibitnya
89
Tabel 17 lanjutan
Uraian Permasalahan Usulan Rekomendasi
2 Implementasi kebijakan :
a. Komunikasi : Dinas belum mengetahui prosedur dan
manfaat melakukan sertifikasi bagi daerah 1.
a. i Ditjen RLPS memprakarsai penelitian kebijakan mengenai prospek dan manfaat penerbitan sertifikasi bagi daerah yang berpotensi sebagai
penerbit sertifikasi ii
BPTH Banjarbaru menyelenggarakan sosialisasiroadshow ke daerah apabila hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa penerbitan
sertifikasi bermanfaat bagi daerah
b. Sumberdaya : Dinas belum memiliki sumberdaya
manusia yang kompeten, sarana yang memenuhi syarat, dan anggaran untuk melakukan sertifikasi, serta
melakukan pembinaan dan pengawasan perbenihan c.
Mekanismestruktur birokrasi : Dinas perlu dukungan
Kepala Daerah dan DPRD untuk mendapatkan anggaran pengadaan sarana, pelatihan SDM, dan operasional
sertifikasi
b. Ditjen RLPS menyelenggarakan diklat perbenihan, terutama bagi penilai
sertifikasi dan pengawas perbenihan c. sama dengan poin 1.a.
B
1
Efisiensi
Distribusi informasi kebijakan, teknologi perbenihan, dan informasi pasar tidak merata
1. a Dibentuk forum komunikasi perbenihan daerah yang difasilitasi Dinas
dan atau BPTH Banjarbaru b Karena tugas penerbitan sertifikasi, pembinaan dan pengawasan
didesentralisasikan, BPTH lebih memfokuskan diri pada pengelolaan informasi perbenihan melalui penerbitan dan distribusi berbagai media,
dan sosialisasi kebijakan ke daerah secara tertulis maupun dengan kunjungan, dan sebagainya.
90
Tabel 17 lanjutan
Uraian Permasalahan
Usulan Rekomendasi
2. Distribusi manfaat antar pelaku tataniaga benihbibit dari sumber bersertifikat tidak seimbang
2. Solusinya sangat dipengaruhi oleh efektivitas distribusi infomasi pasar pada poin 1. Apabila distribusi informasi lebih merata, dan assymetric
information berkurang, sehingga posisi tawar produsen benihbibit dari
sumber benih bersertifikat dapat lebih baik dalam menetapkan harga jual benihbibit.
3. Pengusahaan sumber benih bersertifikat sensitif terhadap penurunan pendapatan yang bersumber dari turunnya
angka penjualan produk 3. Perlu kebijakan insentif pemerintah yang mewajibkan
instansi pelaksana
RHL mengacu pada standar mutu bibit di Permenhut No P.12009 dalam penentuan spesifikasi bibit untuk RHL, sehingga dapat
meningkatkan penggunaan produk dari sumber benih bersertifikat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan
Hasil penilaian efektivitas sertifikasi sumber benih tanaman hutan menunjukkan bahwa sebelum penerbitan Permenhut No P.722009, kebijakan
yang berlaku belum dapat menjamin kebenaran kelas sumber benih TBP, KBS, KBK, dan KP belum efektif. Sedangkan untuk kelas sumber benih TBT, TBS,
dan APB, kebijakan yang berlaku efektif dalam menjamin kebenaran kelas sumber benih. Dalam hal implementasi kebijakan, masih terdapat kelemahan pada
aspek kualitas staf dan sarana BPTH yang belum kompeten dalam melakukan penilaian sertifikasi sumber benih kelas TBP, KBS, KBK, dan KP. Hasil analisis
peran menunjukkan bahwa para pelaku dalam kegiatan sertifikasi sumber benih masih belum merealisasikan kewajibannya secara optimal sehingga distribusi
informasi perbenihan belum merata dan peredaran produk dari sumber benih bersertifikat tidak terpantau.
Dari segi isi kebijakan, Permenhut No P.722009 bisa lebih efektif dalam menjamin kebenaran kelas sumber benih meskipun standar khusus sumber benih
kelas TBP, KBS, KBK, dan KP masih perlu disempurnakan, dan juga lebih efisien dari segi waktu dan tenaga dari sudut pandang pemohon sertifikat. Namun
agar Permenhut No P.12009 yang direvisi dengan Permenhut No P.722009 dapat diimplementasikan secara efektif ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
yaitu : a Ditjen RLPS sudah mengeluarkan pedoman pelaksanaan sertifikasi dan menyelenggarakan diklat sertifikasi; b manfaat melakukan sertifikasi harus
benar-benar disepakati oleh Dinas; c ada persetujuan dari Kepala Daerah KabupatenKota dan DPR setempat untuk mengalokasikan anggaran bagi
sertifikasi perbenihan; d ada lembaga yang bertugas melakukan akreditasi kepada Dinas; dan e. sistem pengawasan peredaran benih harus disempurnakan.
Hasil penilaian efisiensi menunjukkan bahwa kelembagaan sertifikasi sumber benih tanaman hutan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan sudah
efisien dari sudut pandang pengelola sumber benih bersertifikat. Pengusahaan sumber benih bersertifikat ternyata layak dari segi finansial, dan biaya transaksi
sertifikasi yang dikeluarkan tidak signifikan dibanding dengan keuntungan yang diperoleh. Meski demikian pengusahaan sumber benih bersertifikat sensitif