sehingga tidak terjadi buyer driven harga ditentukan pembeli. Berbeda dengan distribusi manfaat saluran satu tingkat untuk bibit mahoni, serta saluran dua dan
tiga tingkat, di mana pengelola sumber benih menyesuaikan dengan harga pasar yang menyamakan antara bibit dari SB bersertiifikat dengan non sertifikat. Ini
terjadi karena ketidakseimbangan informasi assymetric information yang dimiliki pengelola sumber benih dengan pengumpul atau pemborong.
Ketidakseimbangan informasi ini meliputi jenis, harga, kuantitas, dan kualitas bibit yang dikehendaki pasar, serta waktu tender pengadaan bibit. Faktor waktu
memegang peranan penting karena bibit memiliki masa kadaluarsa. Bibit yang terlalu tua biasanya tidak laku terjual sehingga penangkar bibit merugi. Aspek
infomasi pasar sangat penting agar dapat mendekati kondisi pasar sempurna Kotler, 2002, yang dapat menghasilkan kepuasan bagi semua pelaku tataniaga,
baik pengelola sumber benih, penangkar, pedagang pengumpul, dan pemborong.
4. Analisis distribusi informasi
Distribusi informasi memegang peranan penting dalam kegiatan sertifikasi sumber benih. Dalam penelitian ini informasi yang dikomunikasikan antar pelaku
perbenihan dikategorikan menjadi tiga, yaitu : a informasi mekanisme sertifikasi yang berlaku; b informasi mengenai teknologi perbenihan; dan c informasi
pemasaran benihbibit. Distribusi informasi antar pelaku perbenihan disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Distribusi informasi antar pelaku dalam sertifikasi sumber benih No Tipe
informasi Distribusi
informasi Sumber
informasi BPTH
Banjarbaru Dinas Pengada
benihbibit
1 Mekanisme sertifikasi
Permenhut No P.12009
Tahu Belum tahu
Belum tahu Ditjen RLPS
2 Teknologi :
a. Pengelolaan SB
b. Pembibitan persemaian
Ada pengetahuan
dan keterampilan
Ada pengetahuan,
kurang dalam praktek
Ada pengetahuan
dan keterampilan,
merasa masih kurang
BPTH, buku, pendidikan
formal, pelatihan
Tabel 16 lanjutan No Tipe
informasi Distribusi
informasi Sumber
informasi BPTH
Banjarbaru Dinas Pengada
benihbibit
3 Informasi pasar
: a. Stok dan lokasi
bibit b. Waktu dan
jenis bibit yang
diperlukan pasar
c. Harga benihbibit
Ada informasi stok meskipun
tidak lengkap, kurang info
waktu, jenis, dan harga bibit
yang diperlukan pasar
Tidak ada informasi
selain tender yang
diadakan oleh Dinas
sendiri Ada yang
punya informasi,
ada yang tidak
BPTH, BPDAS,
sesama pengada bibit
Berdasarkan Tabel 16 dapat disimpulkan bahwa distribusi informasi antar pelaku perbenihan masih belum merata. BPTH yang bertugas medistribusikan
informasi kebijakan belum menyampaikannya kepada pihak lain. Untuk informasi teknologi BPTH telah berfungsi sebagai pemberi informasi, namun Dinas belum
melakukan fungsinya sebagai pembina. Sementara untuk informasi pemasaran, tidak ada pihak tertentu yang berfungsi sebagai pengumpul datainformasi
pemasaran dan mendistribusikannya kepada pihak-pihak lain. Kasim 1993 menyatakan bahwa efektivitas komunikasi tukar menukar
informasi dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu dari : 1 relevansi infomasi yang disampaikan; 2 efisiensi jaringan komunikasi yang dipakai; dan 3 tingkat
kepuasan penerima informasi. Mengenai relevansi informasi yang disampaikan
dalam bidang perbenihan, semua informan pengada benihbibit yang ditemui menyatakan masih memerlukan informasi mengenai kebijakan perbenihan,
teknologi perbenihan, serta informasi pasar. Informasi pasar yang dimaksudkan di sini berupa informasi mengenai waktu tender pengadaan bibit, jenis bibit, harga,
kuantitas permintaan, serta keterangan mengenai jumlah dan jenis bibit yang tersedia di pasaran. Karena semua informan menyatakan masih memerlukan
informasi, bisa disimpulkan bahwa informasi yang didapat selama ini masih belum cukup atau belum memuaskan.
Peran Dinas KabupatenKota dalam pembinaan dan fasilitasi belum dirasakan di daerah. Dinas sendiri masih kekurangan informasi mengenai
kebijakan dan teknologi perbenihan. Dalam Permenhut No P.12009, pengelola
informasi perbenihan adalah BPTH. Karena itu peran BPTH Banjarbaru sebagai pengelola informasi menjadi penting agar pihak Dinas dan swasta mengetahui
mekanisme sertifikasi, perankewajiban masing-masing pihak, serta teknologi dan informasi pemasaran yang diperlukan untuk mengembangkan kegiatan perbenihan
di daerah. Hal ini mengurangi kemungkinan terjadinya assymetric information seperti kasus dalam distribusi manfaat tataniaga bibit saluran dua dan tiga. Karena
tugas penerbitan sertifikasi, pembinaan dan pengawasan didesentralisasikan, BPTH lebih memfokuskan diri pada pengelolaan informasi perbenihan melalui
penerbitan dan distribusi berbagai media, seperti liflet, buletin, petunjuk teknis teknologi perbenihan, buku statistik perbenihan mencantumkan daftar pengada
benihbibit, kuantitas produksi, kisaran harga benih dan bibit, mengaktifkan website, melakukan pameran dan sosialisasi kebijakan termasuk ketentuan
mengenai harga benihbibit bersertifikat yang dtetapkan pemerintah ke daerah secara tertulis maupun dengan kunjungan, dan sebagainya.
Untuk memudahkan pengelolaan perbenihan, BPTH dapat bekerja sama dengan asosiasi atau forum komunikasi perbenihan di daerah. Mengenai jaringan
komunikasi, semua informan pengusaha perbenihan yang ditemui sepakat tentang perlunya dibentuk suatu forum komunikasi perbenihan. Di Kaltim dan Kalsel
sebelumnya sudah ada asosiasi pengusaha benihbibit, namun tidak aktif karena berbagai sebab seperti ketidaksepakatan masalah harga dan akses pasar. Karena
itu perlu dibentuk forum baru sebagai wahana pertukaran informasi teknologi perbenihan, informasi pasar dan ketersediaan bibit, penetapan etikaperaturan tata
niaga bibit agar tidak terjadi monopoli, dan menetapkan harga kesepakatan. Agar kelembagaan forum komunikasi baru tersebut dapat efektif, maka perlu
dirumuskan dan disepakati peraturan yang dapat melindungi kepentingan bersama, lengkap dengan sanksinya.
Dengan berdirinya forum komunikasi perbenihan, informasi perbenihan dapat dipertukarkan antar pihak seperti tersaji dalam Gambar 16.
Keterangan : garis pelaporan produksi dan distribusi
garis pertukaran informasi kebijakan, teknologi, dan informasi pasar Pertukaran informasi penawaran dan permintaan
Gambar 16. Pertukaran informasi antar pelaku perbenihan
4. Penilaian Efisiensi Kelembagaan Sertifikasi Sumber Benih