E. Pembelajaran dari Sistem Sertifikasi Sumber Benih Departemen
Pertanian
Sistem sertifikasi produk sebenarnya merupakan amanat Undang-undang Nomor 81999 tentang Perlindungan Konsumen, yang di dalamnya mensyaratkan
pencantuman label pada kemasan produk yang dipasarkan oleh produsen dan pelaku usaha. Ini menjadi dasar hukum untuk melindungi hak-hak konsumen dan
mengharuskan pelaku usaha untuk lebih bertanggung jawab. Mutu dan kondisi produk yang tidak sesuai dengan penjelasan pada label kemasan dapat
mengakibatkan tuntutan konsumen yang merasa dirugikan dan berdampak pada kerugian pihak perusahaan. Demikian pula dalam sistem sertifikasi sumber benih
tanaman hutan yang konsumen akhirnya adalah masyarakat umum yang perlu mendapatkan jaminan mengenai mutu bahan tanaman yang mendukung
keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan. Departemen Pertanian Deptan sudah lebih dulu menerapkan sistem
sertifikasi dalam upaya melindungi konsumen produk pertanian. Dalam Peraturan Menteri Pertanian Permentan No 38 Tahun 2006 tentang Pemasukan dan
Pengeluaran Benih, terdapat beberapa ketentuan mengenai pengawasan mutu benih yang dapat menjadi bahan pembelajaran bagi sistem sertifikasi perrbenihan
tanaman hutan. Tujuan utama dari pengawasan mutu benih di Departemen Pertanian adalah mencegah beredarnya benih yang berkualitas rendah di pasaran.
Sistem pengawasan benih menyangkut kegiatan yaitu : a sertifikasi yang meliputi kegiatan pemeriksaan di lapangan, di tenpat pengolahan, di tempat penyimpanan
sampai ke pasar, dan pelabelan; b pengujian benih. Beberapa ketentuan yang dapat menjadi bahan pembelajaran dari Deptan
antara lain : 1.
Untuk sumber benih yang disertifikasi adalah sistem manajemen mutu sumber benih, sedang untuk produk dari sumber benih tersebut dilakukan
pelabelan. Menurut Kotler 1997, label merupakan bagian dari kemasan, yang memiliki beberapa fungsi, yaitu mengidentifikasikan produk atau merek,
menentukan kelas produk, menjelaskan tentang produk yang meliputi identitas produsen, lokasi dan waktu produksi, komposisi, penggunaan, tanggal
kadaluarsa, dan menyatakan mutu produk. Untuk produk berupa benih, label
diberikan per kemasan benih dengan warna yang berbeda menurut kelas sumber benih. Sedangkan untuk produk berupa bibit, label diberikan per
batang bibit. Adanya label akan memperkecil kemungkinan pencampuran produk dari sumber benih bersertifikat dengan non sertifikat.
Dalam Permenhut No P.12009, pelabelan bibit hanya diberikan apabila penjualan bibit dalam jumlah kecil. Sedang apabila penjualan bibit berjumlah
besar hanya diberikan surat keterangan mutu bibit, yang rawan terhadap kemungkinan pencampuran bibit dari sumber benih bersertifikat dengan non
sertifikat. Di Deptan, sertifikasi diberikan per batang bibit dengan memungut biaya pelabelan. Besarnya biaya pelabelan tergantung pada harga produk.
2. Adanya petugas fungsional pengawas perbenihan yang dapat mengawasi
produksi dan peredaran benihbibit sehingga keaslian mutu produk sumber benih lebih terjamin. Ketentuan tertinggi mengenai pengawas perbenihan
tercantum dalam PP NO 44 Tahun 1995 mengenai Perbenihan Tanaman. Dalam kebijakan tersebut, Menteri berwenang menetapkan persyaratan
pengawas benih pasal 46 ayat 2. Pengawas benih berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap proses produksi, sarana, tempat
penyimpanan dan cara pengemasan benih, memeriksa dokumen dan catatan produsen, pemasok, dan pengedar benih, pemeriksaan terhadap kegiatan
sertifikasi serta mengambil contoh benih guna pemeriksaan mutu.
F. Prospek Pengusahaan Sumber benih Bersertifikat di Masa Mendatang