2. Penangkar bibit sekaligus berperan sebagai pengedar bibit. Sedangkan benih untuk keperluan non proyek pemerintah rehabilitasi lahan,
biasanya digunakan untuk keperluan pengusahaan HTI, Hutan Tanaman Rakyat HTR, atau reklamasi lahan tambang. Jalur peredaran benih untuk keperluan non
proyek pemerintah disajikan dalam Gambar 5.
Gambar 5. Jalur peredaran benih di Kalimantan untuk keperluan selain proyek pemerintah sumber : Falah et al., 2007
Keterangan gambar :
a. Produsen bibit untuk keperluan pengusahaan HTI atau reklamasi lahan tambang adalah pengelola sumber benih serta penangkar bibit.
b. Konsumen bibit adalah pemegang hak pengusahaan HTI, pengelola tambang, atau pengelola HTR.
c. Pengelola HTR dapat berperan sekaligus sebagai penangkar dan konsumen bibit tanpa pengedar, bisa juga membeli bibit dari pengedar.
F. Konsep Tataniaga
Menurut Kohl dan Uhl 2002, tataniaga merupakan suatu peragaan dari aktivitas bisnis dan aliran barang dan jasa mulai dari titik produksi sampai ke
konsumen akhir. Ada dua kelompok yang berbeda kepentingan dalam memandang tataniaga. Konsumen ingin mendapatkan harga yang rendah dan
produsen ingin memperoleh penerimaan yang besar atas penjualan produk. Dalam kegiatan tataniaga terdapat saluran pemasaran. Menurut Limbong
dan Sitorus 1987, saluran tataniaga atau saluran pemasaran merupakan rangkaian lembaga-lembaga niaga yang dilalui barang dalam penyalurannya dari
produsen dan konsumen. Dalam pelaksanaan aktivitas distribusi dari produsen kepada konsumen, produsen kerapkali harus bekerjasama dengan berbagai
perantara, lembaga pemasaran sebagai perantara. Perantara atau lembaga pemasaran adalah orang atau badan yang menyelenggarakan kegiatan pemasaran,
menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen serta mempunyai
Pengelola sumber benih pengada benih
Penangkar bibit
Pengedar bibit
Konsumen bibit
Penanaman bibit
hubungan organisasi satu dengan lainnya Stanton, 2003. Terlibatnya lembaga pemasaran dalam pergerakan produk dari produsen kepada konsumen
menghasilkan marjin tataniaga. Marjin terjadi karena adanya biaya-biaya pemasaran pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, dan lain-
lain dan keuntungan lembaga pemasaran yang akhirnya menjadi faktor yang mempengaruhi pembentukan harga Tomek dan Robinson, 1987 dalam Nurasa,
2003. Berdasarkan Gambar 3, dapat disimpulkan bahwa dalam tataniaga benih di
Kalimantan terdapat dua macam saluran : 1. Saluran satu tingkat, yaitu apabila benih di sumber benih berupa bahan
vegetatif bibit sehingga pengada benih kemudian juga berperan sebagai penangkar dan pengedar bibit.
2. Saluran dua tingkat two level channel yang mencakup dua perantara antara produsen pengada benih hingga konsumen. Kedua perantara tersebut adalah
pengada bibit serta pengedar bibit. Pengada bibit biasanya melakukan kegiatan pengolahan benih menjadi bibit penangkaran bibit, sedang pengedar bibit
melakukan kegiatan pengumpulan dan distribusi bibit kepada konsumen. Kotler 2002 dalam Rachma 2008 menyatakan bahwa berdasarkan
strukturnya, pasar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna. Pasar yang tidak sempurna berarti mengalami
kegagalan pasar market failure. Ciri-ciri pasar bersaing sempurna antara lain sebagai berikut :
1. terdapat banyak penjual dan pembeli. 2. Harga mencerminkan biaya produksi dan konsumsi.
3. Pertukaran informasi sempurna symetric information. 4. Penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar.
Tataniaga yang efisien dicirikan oleh tercapainya kepuasan bagi semua pihak, yaitu produsen, lembaga pemasaran, dan konsumen. Efisiensi tataniaga
dapat diukur melalui dua cara, yaitu efisiensi harga dan efisiensi operasional. Efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam
pelaksanaan fungsi dasar tataniaga, yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolaham, distribusi, serta fasilitas. Pendekatan efisiensi
operasional dapat dilakukan melalui marjin tataniaga, farmer’s share, dan biaya tataniaga Kohl dan Uhl, 2002. Marjin tataniaga adalah perbedaan harga yang
diterima produsen dibanding harga yang dibayar konsumen. Efisiensi sistem tataniaga dapat dilihat dari distribusi marjin tataniaga yang merata antar tiap-tiap
pelaku.
G. Biaya Transaksi