Volume dan nilai produksi ikan olahan

Nilai produksi ikan asin mengalami kenaikan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,11 per tahun. Kenaikan nilai produksi disebabkan biaya produksi pembuatan semakin besar terutama harga bahan baku. Nilai produksi terendah terdapat pada tahun 2006 sebesar 1.936,6 juta rupiah dan nilai produksi tertinggi terdapat pada tahun 2007 yaitu sebesar 1.959,5 juta rupiah. Penurunan nilai produksi periode 2005-2006 sebesar 0,96 yang disebabkan oleh penurunan volume produksi yang dihasilkan oleh para pengolah pada tahun 2006. Selanjutnya kenaikan nilai produksi pada tahun berikutnya disebabkan naiknya harga perkg bahan baku hal ini dikarenakan naiknya biaya operasional terutama bahan bakar solar dan sebanding dengan naiknya volume produksi pada tahun berikutnya. Perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis tahun 2007 ditunjukkan pada Tabel 17 dan Gambar 26. Tabel 17 Volume dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis, 2007 Bulan Produksi kg Nilai Produksi juta rupiah Januari 129.400 123,2 Februari 164.000 130,3 Maret 104.400 92,3 April 163.000 152,5 Mei 207.000 172,5 Juni 105.000 112,2 Juli 110.000 162,7 Agustus 131.500 172,7 September 158.000 199,4 Oktober 164.500 213,5 November 183.500 236,1 Desember 145.500 192,0 Jumlah 1.765.800 1.959,5 Sumber :TPI PPI Cituis, 2008 Tabel 17 menunjukkan bahwa jumlah produksi di PPI Cituis pada tahun 2007 sebesar 1765,8 ton dengan nilai produksi 1959,5 juta rupiah. Jumlah produksi berfluktuasi setiap bulannya dan tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu 207.000 kg dengan nilai produksi sebesar 172,5 juta rupiah dan jumlah produksi terendah terdapat pada bulan Juli sebesar 110.000 kg dengan nilai produksi 162,7 juta rupiah. Menurut hasil wawancara nelayan, pengolah di PPI Cituis produksi ikan asin dipengaruhi oleh hasil tangkapan nelayan setempat dan cuaca. Hasil tangkapan yang dihasilkan nelayan tinggi maka produksi ikan asin juga banyak dan jika hasil tangkapan nelayan sedikit maka produksi ikan asin juga seadanya atau sedikit. Cuaca juga berpengaruh terhadap produksi ikan asin terutama pada proses penjemuran ikan bergantung pada sinar matahari. Tingkat kekeringan ikan sangat berpengaruh terhadap harga jual ikan dan nilai produksi ikan asin. 50000 100000 150000 200000 250000 Ja nu ar i Fe bru ar i Ma re t Apr il Me i Ju ni Ju li Ag us tu s Se pt emb er O kto be r No ve mb er De se mb er Bulan V o lu m e k g Gambar 26 Perkembangan volume ikan asin di PPI Cituis, 2007.

6.1.2 Mutu ikan olahan

Mutu produksi olahan sangat penting untuk diperhatikan karena dapat mempengaruhi harga. Mutu yang baik pada produk olahan yang dihasilkan akan berdampak pada harga ikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai harga hasil olahan yang lebih tinggi, harus disertai dengan hasil olahan yang bermutu tinggi, yang disediakan oleh para pengolah. Ikan asin yang bermutu baik adalah jika memenuhi syarat Standar Industri Indonesia SII Margono, 2000, yaitu : a. Mempunyai bau, rasa, dan warna normal, serta bentuk yang baik; b. Berkadar air paling tinggi 25 ; c. Berkadar garam NaCl antara 10 - 20 ; d. Tidak mengandung logam jamur, juga tidak terjadi pemerahan bakteri. Mutu ikan asin yang diproduksi oleh para pengolah di PPI Cituis apabila dibandingkan dengan Standar Industri Indonesia SII memiliki kualitas baik. Hal ini diidentifikasi menurut hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, ikan asin yang dihasilkan dilihat dari tekstur ikan bagus tidak ada yang rusak, bening, mudah patah ikan tidak lentur dan tahan hanya sampai 2 minggu. Proses pembuatan ikan asin di PPI Cituis tidak menggunakan obat pengawet oleh karena itu kualitas ikan asin yang diproduksi sangat baik Gambar 27. Banyak PPI lain yang memproduksi ikan asin dengan menggunakan obat pengawet formalin. Penggunaan formalin pada pengolahan ikan asin, dapat meningkatkan jumlah rendemen pada produk, sehingga produk akhir ikan asin yang dihasilkan dapat lebih berat bobotnya dibandingkan dengan penggunaan garam DKP Banten, 2008. Menurut penuturan pengolah yang sering menggunakan formalin, bahwa dengan menggunakan garam, bahan baku ikan seberat 100 kg setelah diproses menjadi produk akhir ikan asin, akan terjadi penyusutan sebesar 60 atau tersisa 40 kilogram. Apabila digunakan formalin sebanyak 1 liter, maka penyusutan hanya sebesar 25 atau akan menghasilkan produk akhir sebanyak 75 kilogram. Menurut Dinas Kelautan Perikanan Banten, ciri- ciri ikan asin yang menggunakan formalin dan obat pengawet lain adalah tekstur keras seperti karet dan tidak beraroma, warna bagus cerah bening, cepat kering dan bila digoreng keras, lalat tidak mau hinggap, tidak ada jamur atau belatung, tahan hingga berbulan-bulan, susut 60 dari berat awal dan harga lebih mahal. Kualitas ikan asin yang diproduksi sangat baik tetapi dalam penanganan ikan asin terutama dalam proses pengangkutan kurang diperhatikan sehingga dapat menurunkan mutu ikan. Ikan asin yang dimasukkan ke dalam pick upcolt terinjak- injak oleh petugas pengangkut mengakibatkan ikan akan berubah bentuk atau patah.