Karakteristik Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan dari Pangkalan Prndaratan Ikan Cituis Tangerang.

(1)

CITUIS TANGERANG

Oleh :

FIRMAN SANTOSO C54104054

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN

OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN

CITUIS TANGERANG

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

FIRMAN SANTOSO C54104054

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG

adalah benar merupakan hasil karya sendiri berupa skripsi yang diarahkan dan dibimbing oleh dosen pembimbing serta belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, 27 Januari 2009

Firman Santoso C54104054


(4)

ABSTRAK

FIRMAN SANTOSO C54104054. Karakteristik Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan dari Pangkalan Prndaratan Ikan Cituis Tangerang. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS.

Pelabuhan merupakan penghubung bagi terlaksananya segala aktivitas pendaratan, perdagangan dan pendistribusian barang-barang ke daerah konsumen. Aktivitas pendistribusian merupakan salah satu fungsi pelabuhan untuk memasarkan hasil tangkapan dari produsen ke konsumen menurut UU No. 31 tahun 2004. Produk perikanan yang terdiri dari beberapa tipe, antara lain ikan hidup, ikan segar, dan beraneka ragam ikan olahan dihasilkan di pelabuhan. Dengan demikian pelabuhan perikanan harus dapat menjamin pemasaran dan pendistribusian produk perikanan, sehingga hasil tangkapan tetap dalam kualitas baik sampainya di konsumen.

Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2008 di Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis, Tangerang. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik pendistribusian ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang.

Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan aspek penelitian yaitu distribusi hasil tangkapan ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik pendistribusian ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang.

Volume dan nilai produksi ikan segar masing-masing berjumlah 628.4 ton dan 2.835.9 juta pada tahun 2007. Jenis ikan hasil tangkapan yang di peroleh antara lain adalah alu-alu, biji nangka, cumi-cumi, kurisi, pari, sebelah, tiga waja, kembung, dan kuniran. Saluran pemasaran ikan segar di PPI Cituis terdiri dari 3 jalur yaitu saluran nol tingkat, saluran satu tingkat dan saluran tiga tingkat dengan tujuan distribusi ikan segar dijual secara lokal ke pasar-pasar tradisional di Tangerang dan luar kota seperti Pasar Tanah tinggi, Cikokol, Sepatan, Kampung Melayu, Mauk, Pakuhaji, Tangerang, Karawaci, Kota Bumi. Pendistribusian hasil tangkapan segar dari PPI Cituis Tangerang secara lokal menggunakan sarana transportasi darat berupa mobil

pick up/colt dan motor.

Volume dan nilai ikan olahan (ikan asin) 1.765.8 ton dan 1.959.5 juta. Asal bahan baku ikan asin di PPI Cituis berasal dari nelayan setempat. Jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan asin adalah swanggi, peperek, kuniran, beloso, teri, selar, kurisi, mujaer, bilis, tembang, layur, dan tongkol. Saluran pemasaran industri pengolahan ikan asin terdiri dari 2 jalur yaitu saluran satu tingkat dan saluran dua tingkat dengan tujuan distribusi olahan dijual secara lokal ke pasar-pasar tradisional di Tangerang dan luar kota seperti Pasar Cikokol, Pasar Kemis, Cikupa, Sepatan, Rangkas Bitung, Tanah Tinggi. Pendistribusian hasil tangkapan olahan dari PPI Cituis Tangerang secara lokal menggunakan sarana transportasi darat berupa mobil pick up/colt dan motor.


(5)

Nama Mahasiswa : Firman Santoso

NRP : C54104054

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA NIP. 131 123 999

Diketahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 08 Juli 1986. Penulis merupakan putra tunggal dari pasangan Bapak Paiman dan Ibu Djinem. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Kebon Pala 03 Pagi Jakarta pada tahun 1998, kemudian menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SLTPN 268 Kebon Pala, Makasar, Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2001. Tahun 2004 Penulis lulus dari SMUN 09 Kebon Pala, Makasar, Jakarta Timur.

Penulis diterima pada program sarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. Semasa kuliah, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain staf Kemirausahaan Himpunan Profesi Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2005/2006. Selain itu Penulis juga sebagai ketua pelaksana Field Trip m.k Pelabuhan Perikanan tahun 2006.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul: “Karakteristik Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan Dari Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang ” di bawah bimbingan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA.


(7)

KATA PENGANTAR

Skripsi yang berjudul “Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan Dari Pangakalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku pembimbing atas arahan, motivasi, waktu serta kesabarannya selama penyusunan skripsi ini hingga selesai;

2. Kepada Bpk Sukma, Bpk Suryadi dan Bpk Alwani selaku pengurus KUD Mina Samudera PPI Cituis Tangerang yang membantu dalam kelancaran penelitian; 3. Kedua orang tuaku, Mba Pung dan keluarga serta teman-teman khususnya

PSP’41 yang saya cintai atas do’a dan pengorbanannya sehingga skripsi ini dapat selesai;

4. Kepada Nurul Yuniyanti dan keluarga yang saya cintai yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat selesai.

Penulis sangat senang sekali menerima saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukan.

Bogor, 27 Januari 2009


(8)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……….. i

DAFTAR ISI ……….. ii

DAFTAR TABEL ……….……... iv

DAFTAR GAMBAR ……….……….. v

DAFTAR LAMPIRAN ……….… vii

1 PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ... 3

2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ... 4

2.3 Distribusi ... 5

2.3.1 Penanganan (handling) ... 6

2.3.2 Pengawasan pencatatan (inventory control) ... 9

2.4 Saluran dan Skema Pemasaran ... 9

2.5 Ikan Segar ... 11

2.6 Produk Ikan Olahan ………...……… 12

2.6.1 Penggaraman ikan ……….. 13

2.6.2 Perebusan (pemindangan) ……….. 14

2.7 Kualitas Ikan ... 16

2.7.1 Pengertian kualitas ikan ... 16

3 METODOLOGI ... 20

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

3.2 Metode Penelitian ……….. 20

3.3 Metode Pengumpulan Data ……….. 20

3.4 Jenis Data yang Dikumpulkan ……… 20

3.5 Analisis Data ……….. 21

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ……….. 23

4.1 Keadaan Umum Kota Tangerang ……… 23

4.1.1 Letak geografis dan topografi ..………...……… 23

4.1.2 Penduduk ……….. 24

4.1.3 Penyebaran PPI di Kota Tangerang ……….. 24

4.1.4 Daerah penangkapan ikan ……… 25

4.1.5 Unit penangkapan ……….. 26


(9)

Halaman

4.2 Keadaan Umum Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang ………… 33

4.2.1 Lokasi PPI Cituis ……….. 33

4.2.2 Unit penangkapan ……….. 34

4.2.3 Fasilitas PPI Cituis ……… 39

4.2.4 Kelembagaan terkait di PPI Cituis ……….. 46

4.2.5 Proses pelelangan ikan ……….. 48

5 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI IKAN SEGAR ……….. 51

5.1 Ikan Segar ... 51

5.1.1 Volume dan nilai produksi ikan segar ……….. 52

5.1.2 Asal hasil tangkapan didaratkan ………....………… 55

5.1.3 Penyimpanan (warehousing) hasil tangkapan ……….. 56

5.1.4 Pengangkutan hasil tangkapan ………..……… 57

5.1.5 Informasi pasar ……….. 58

5.1.6 Mutu ikan segar ………..……… 59

5.1.7 Daerah distribusi ikan segar dari PPI Cituis Tangerang..…..……….. 61

5.6.8 Jalur pemasaran dan skema ikan segar di PPI Cituis ...….…… 64

6 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI IKAN OLAHAN ……….. 66

6.1 Ikan Olahan ………...…. 66

6.1.1 Volume dan nilai produksi ikan olahan …...……...………… 67

6.1.2 Mutu ikan olahan …………...……..……… 69

6.1.3 Asal bahan baku ……….. 71

6.1.4 Penyimpanan (warehousing) produk olahan ikan asin ………….. 73

6.1.5 Pengangkutan ikan olahan ………..………...……… 74

6.1.6 Daerah distribusi ikan olahan dari PPI Cituis Tangerang ...….. 75

6.1.7 Jalur pemasaran dan skema ikan olahan di PPI Cituis ..…...… 78

7 KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 80

8.1 Kesimpulan ……… 80

8.2 Saran ……….. 81

DAFTAR PUSTAKA ……… 82


(10)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel pengaruh pendinginan terhadap mutu ... 11

2. Kriteria mutu ikan segar ……….. 18

3. Jumlah penduduk bekerja terkait dengan perikanan ……… 24

4. Penyebaran daerah PPI di Tangerang ……….. 25

5. Perkembangan jumlah kapal/perahu perikanan di Kabupaten Tangerang, 2003-2007 ……….. 26

6. Perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Tangerang, 2003-2007 ……….. 28

7. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Tangerang ……….. 30

8. Perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi di Kabupaten Tangerang, 2001-2007 ……….. 31

9. Perkembangan jumlah kapal/perahu di PPI Cituis, 2003-2007 ……… 34

10.Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Cituis, 2003-2007 ……… 36

11.Perkembangan jumlah nelayan di PPI Cituis, 2003-2007 ……… 38

12.Perkembangan volume dan nilai produksi ikan segar di PPI Cituis, 2004-2007 ……….. 52

13.Volume dan nilai produksi hasil tangkapan PPI Cituis, 2007 ...………….. 54

14. Perkembangan harga ikan laut di PPI Cituis Tangerang, 2007…...…..….. 59

15.Volume ikan dan persentase terhadap daerah distribusi ikan hasil tangkapan dari PPI Cituis Tangerang, 2007 ...……….…… 61

16.Perkembangan volume dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis, 2005-2007 ……… 67

17. Volume ikan dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis, 2007 ……...….. 68

18. Jumlah bahan baku ikan asin, 2007 …...……….. 72

19.Volume ikan dan persentase terhadap daerah distribusi produk olahan ikan asin dari PPI Cituis Tangerang, 2007 ...………..……… 76


(11)

CITUIS TANGERANG

Oleh :

FIRMAN SANTOSO C54104054

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(12)

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN

OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN

CITUIS TANGERANG

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

FIRMAN SANTOSO C54104054

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(13)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG

adalah benar merupakan hasil karya sendiri berupa skripsi yang diarahkan dan dibimbing oleh dosen pembimbing serta belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, 27 Januari 2009

Firman Santoso C54104054


(14)

ABSTRAK

FIRMAN SANTOSO C54104054. Karakteristik Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan dari Pangkalan Prndaratan Ikan Cituis Tangerang. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS.

Pelabuhan merupakan penghubung bagi terlaksananya segala aktivitas pendaratan, perdagangan dan pendistribusian barang-barang ke daerah konsumen. Aktivitas pendistribusian merupakan salah satu fungsi pelabuhan untuk memasarkan hasil tangkapan dari produsen ke konsumen menurut UU No. 31 tahun 2004. Produk perikanan yang terdiri dari beberapa tipe, antara lain ikan hidup, ikan segar, dan beraneka ragam ikan olahan dihasilkan di pelabuhan. Dengan demikian pelabuhan perikanan harus dapat menjamin pemasaran dan pendistribusian produk perikanan, sehingga hasil tangkapan tetap dalam kualitas baik sampainya di konsumen.

Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2008 di Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis, Tangerang. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik pendistribusian ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang.

Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan aspek penelitian yaitu distribusi hasil tangkapan ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik pendistribusian ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang.

Volume dan nilai produksi ikan segar masing-masing berjumlah 628.4 ton dan 2.835.9 juta pada tahun 2007. Jenis ikan hasil tangkapan yang di peroleh antara lain adalah alu-alu, biji nangka, cumi-cumi, kurisi, pari, sebelah, tiga waja, kembung, dan kuniran. Saluran pemasaran ikan segar di PPI Cituis terdiri dari 3 jalur yaitu saluran nol tingkat, saluran satu tingkat dan saluran tiga tingkat dengan tujuan distribusi ikan segar dijual secara lokal ke pasar-pasar tradisional di Tangerang dan luar kota seperti Pasar Tanah tinggi, Cikokol, Sepatan, Kampung Melayu, Mauk, Pakuhaji, Tangerang, Karawaci, Kota Bumi. Pendistribusian hasil tangkapan segar dari PPI Cituis Tangerang secara lokal menggunakan sarana transportasi darat berupa mobil

pick up/colt dan motor.

Volume dan nilai ikan olahan (ikan asin) 1.765.8 ton dan 1.959.5 juta. Asal bahan baku ikan asin di PPI Cituis berasal dari nelayan setempat. Jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan asin adalah swanggi, peperek, kuniran, beloso, teri, selar, kurisi, mujaer, bilis, tembang, layur, dan tongkol. Saluran pemasaran industri pengolahan ikan asin terdiri dari 2 jalur yaitu saluran satu tingkat dan saluran dua tingkat dengan tujuan distribusi olahan dijual secara lokal ke pasar-pasar tradisional di Tangerang dan luar kota seperti Pasar Cikokol, Pasar Kemis, Cikupa, Sepatan, Rangkas Bitung, Tanah Tinggi. Pendistribusian hasil tangkapan olahan dari PPI Cituis Tangerang secara lokal menggunakan sarana transportasi darat berupa mobil pick up/colt dan motor.


(15)

Nama Mahasiswa : Firman Santoso

NRP : C54104054

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA NIP. 131 123 999

Diketahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 08 Juli 1986. Penulis merupakan putra tunggal dari pasangan Bapak Paiman dan Ibu Djinem. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Kebon Pala 03 Pagi Jakarta pada tahun 1998, kemudian menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SLTPN 268 Kebon Pala, Makasar, Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2001. Tahun 2004 Penulis lulus dari SMUN 09 Kebon Pala, Makasar, Jakarta Timur.

Penulis diterima pada program sarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. Semasa kuliah, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain staf Kemirausahaan Himpunan Profesi Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2005/2006. Selain itu Penulis juga sebagai ketua pelaksana Field Trip m.k Pelabuhan Perikanan tahun 2006.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul: “Karakteristik Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan Dari Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang ” di bawah bimbingan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA.


(17)

KATA PENGANTAR

Skripsi yang berjudul “Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan Dari Pangakalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku pembimbing atas arahan, motivasi, waktu serta kesabarannya selama penyusunan skripsi ini hingga selesai;

2. Kepada Bpk Sukma, Bpk Suryadi dan Bpk Alwani selaku pengurus KUD Mina Samudera PPI Cituis Tangerang yang membantu dalam kelancaran penelitian; 3. Kedua orang tuaku, Mba Pung dan keluarga serta teman-teman khususnya

PSP’41 yang saya cintai atas do’a dan pengorbanannya sehingga skripsi ini dapat selesai;

4. Kepada Nurul Yuniyanti dan keluarga yang saya cintai yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat selesai.

Penulis sangat senang sekali menerima saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukan.

Bogor, 27 Januari 2009


(18)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……….. i

DAFTAR ISI ……….. ii

DAFTAR TABEL ……….……... iv

DAFTAR GAMBAR ……….……….. v

DAFTAR LAMPIRAN ……….… vii

1 PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ... 3

2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ... 4

2.3 Distribusi ... 5

2.3.1 Penanganan (handling) ... 6

2.3.2 Pengawasan pencatatan (inventory control) ... 9

2.4 Saluran dan Skema Pemasaran ... 9

2.5 Ikan Segar ... 11

2.6 Produk Ikan Olahan ………...……… 12

2.6.1 Penggaraman ikan ……….. 13

2.6.2 Perebusan (pemindangan) ……….. 14

2.7 Kualitas Ikan ... 16

2.7.1 Pengertian kualitas ikan ... 16

3 METODOLOGI ... 20

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

3.2 Metode Penelitian ……….. 20

3.3 Metode Pengumpulan Data ……….. 20

3.4 Jenis Data yang Dikumpulkan ……… 20

3.5 Analisis Data ……….. 21

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ……….. 23

4.1 Keadaan Umum Kota Tangerang ……… 23

4.1.1 Letak geografis dan topografi ..………...……… 23

4.1.2 Penduduk ……….. 24

4.1.3 Penyebaran PPI di Kota Tangerang ……….. 24

4.1.4 Daerah penangkapan ikan ……… 25

4.1.5 Unit penangkapan ……….. 26


(19)

Halaman

4.2 Keadaan Umum Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang ………… 33

4.2.1 Lokasi PPI Cituis ……….. 33

4.2.2 Unit penangkapan ……….. 34

4.2.3 Fasilitas PPI Cituis ……… 39

4.2.4 Kelembagaan terkait di PPI Cituis ……….. 46

4.2.5 Proses pelelangan ikan ……….. 48

5 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI IKAN SEGAR ……….. 51

5.1 Ikan Segar ... 51

5.1.1 Volume dan nilai produksi ikan segar ……….. 52

5.1.2 Asal hasil tangkapan didaratkan ………....………… 55

5.1.3 Penyimpanan (warehousing) hasil tangkapan ……….. 56

5.1.4 Pengangkutan hasil tangkapan ………..……… 57

5.1.5 Informasi pasar ……….. 58

5.1.6 Mutu ikan segar ………..……… 59

5.1.7 Daerah distribusi ikan segar dari PPI Cituis Tangerang..…..……….. 61

5.6.8 Jalur pemasaran dan skema ikan segar di PPI Cituis ...….…… 64

6 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI IKAN OLAHAN ……….. 66

6.1 Ikan Olahan ………...…. 66

6.1.1 Volume dan nilai produksi ikan olahan …...……...………… 67

6.1.2 Mutu ikan olahan …………...……..……… 69

6.1.3 Asal bahan baku ……….. 71

6.1.4 Penyimpanan (warehousing) produk olahan ikan asin ………….. 73

6.1.5 Pengangkutan ikan olahan ………..………...……… 74

6.1.6 Daerah distribusi ikan olahan dari PPI Cituis Tangerang ...….. 75

6.1.7 Jalur pemasaran dan skema ikan olahan di PPI Cituis ..…...… 78

7 KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 80

8.1 Kesimpulan ……… 80

8.2 Saran ……….. 81

DAFTAR PUSTAKA ……… 82


(20)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel pengaruh pendinginan terhadap mutu ... 11

2. Kriteria mutu ikan segar ……….. 18

3. Jumlah penduduk bekerja terkait dengan perikanan ……… 24

4. Penyebaran daerah PPI di Tangerang ……….. 25

5. Perkembangan jumlah kapal/perahu perikanan di Kabupaten Tangerang, 2003-2007 ……….. 26

6. Perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Tangerang, 2003-2007 ……….. 28

7. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Tangerang ……….. 30

8. Perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi di Kabupaten Tangerang, 2001-2007 ……….. 31

9. Perkembangan jumlah kapal/perahu di PPI Cituis, 2003-2007 ……… 34

10.Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Cituis, 2003-2007 ……… 36

11.Perkembangan jumlah nelayan di PPI Cituis, 2003-2007 ……… 38

12.Perkembangan volume dan nilai produksi ikan segar di PPI Cituis, 2004-2007 ……….. 52

13.Volume dan nilai produksi hasil tangkapan PPI Cituis, 2007 ...………….. 54

14. Perkembangan harga ikan laut di PPI Cituis Tangerang, 2007…...…..….. 59

15.Volume ikan dan persentase terhadap daerah distribusi ikan hasil tangkapan dari PPI Cituis Tangerang, 2007 ...……….…… 61

16.Perkembangan volume dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis, 2005-2007 ……… 67

17. Volume ikan dan nilai produksi ikan asin di PPI Cituis, 2007 ……...….. 68

18. Jumlah bahan baku ikan asin, 2007 …...……….. 72

19.Volume ikan dan persentase terhadap daerah distribusi produk olahan ikan asin dari PPI Cituis Tangerang, 2007 ...………..……… 76


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram saluran pemasaran barang-barang konsumsi ... 10

2. Perkembangan jumlah kapal/perahu perikanan di Kabupaten Tangerang 2003-2007 ……….. 27

3. Perkembangan alat tangkap dominan di Kabupaten Tangerang, 2003-2007 ……….. 29

4. Perkembangan nelayan di Kabupaten Tangerang, 2003-2007 ...……….. 30

5. Perkembangan jumlah volume produksi di Kabupaten Tangerang, 2001-2007 ……….. 32

6. Perkembangan jumlah nilai produksi di Kabupaten Tangerang, 2001-2007……….. 33

7. Perkembangan jumlah kapal/perahu di PPI Cituis, 2003-2007 ...……..……… 35

8. Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Cituis, 2003-2007 ……...……….. 37

9. Perkembangan jumlah nelayan di PPI Cituis, 2003-2007 ……...……… 38

10.Kolam Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis ……… 39

11.Dermaga PPI Cituis ……….……….. 40

12.Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) ………...……….. 41

13.Instalasi penampung air minum ……….……… 42

14.Station Package Dealer Nelayan (SPDN) ……… 43

15.Bengkel mesin kapal/perahu ……… 44

16.Masjid ……… 45

17.Kantor kesyahbandaran PPI Cituis ……….... 47

18.Suasana saat pelelangan di TPI PPI Cituis ………...…... 49

19.Perkembangan volume produksi PPI Cituis, 2004-2007 ……...………...… 53

20.Perkembangan nilai produksi PPI Cituis, 2004-2007 ………...…... 53

21.Perkembangan volume produksi PPI Cituis, 2007 ……….……...………....… 55

22. Box penyimpanan ikan di PPI Cituis ………...….……….. 57

23.Daerah distribusi ikan segar dari PPI Cituis Tangerang ... 63

24.Jalur pemasaran ikan segar di PPI Cituis ...……….. 64


(22)

vi

Halaman 26.Perkembangan volume ikan asin di PPI Cituis, 2007 ...………….. 69 27.Produk ikan asin yang dihasilkan di PPI Cituis ……… 71

28.Perkembangan jumlah bahan baku ikan asin, 2007 ...……….. 73 29.Mobil pick up yang digunakan untuk pengangkutan ikan asin di PPI Cituis

Tangerang ...………..…... 75

30.Daerah distribusi ikan asin dari PPI Cituis

Tangerang ……… 77 31.Jalur pemasaran produk olahan ikan asin di PPI Cituis ……… 78


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta penyebaran PPI di Tangerang ... 86 2. Lokasi penelitian Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang ... 87 3. Foto aktivitas ikan segar ..…...……….. 88 4. Foto aktivitas pengolahan ikan asin ... 89 5. Tabel spesifikasi dan hasil Pengujian nilai organoleptik ikan segar ... 90 6. Data produksi ikan segar, 2007 ...……...……… 92 7. Data harga rata-rata/kg ikan segar, 2007 ... 93 8. Data nilai produksi ikan segar, 2007 ... 94 9. Data produksi ikan asin, 2007 ... 95


(24)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelabuhan merupakan penghubung bagi terlaksananya segala aktivitas pendaratan, perdagangan dan pendistribusian barang-barang ke daerah konsumen. Pelabuhan perikanan juga merupakan pusat perpaduan aktivitas penangkapan ikan di laut dan akivitas pendistribusian ke daerah konsumen, sehingga pelabuhan harus dapat menjamin hasil tangkapan yang didaratkan agar tetap dalam kualitas baik.

Kebutuhan akan ikan dengan kualitas baik merupakan tuntutan konsumen dunia. Indonesia yang merupakan salah satu negara pengekspor produk perikanan harus dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan merupakan salah satu fungsi pelabuhan perikanan menurut UU No. 31 tahun 2004. Dengan demikian pelabuhan perikanan harus dapat menjamin pemasaran dan pendistribusian, sehingga hasil tangkapan tetap dalam kualitas baik sampai di konsumen.

Pelabuhan merupakan penghasil produk perikanan yang terdiri dari beberapa tipe, antara lain ikan hidup, ikan segar, dan beraneka ragam ikan olahan. Distribusi atau penyaluran produk perikanan dengan kualitas baik sesampainya di konsumen membutuhkan penanganan yang baik mulai dari pembongkaran hingga pengangkutan.

PPI Cituis merupakan salah satu diantara tujuh PPI yang ada di Kabupaten Tangerang yang memiliki prospek perkembangan terbaik. PPI Cituis juga terkenal sebagai tempat penjualan ikan laut segar dan ikan asin di Tangerang. Ikan segar merupakan komoditi utama dalam industri penangkapan ikan karena ikan segar adalah ikan yang belum atau tidak diawet dengan apa pun kecuali semata-mata didinginkan dengan es. Selain ikan segar yang merupakan komoditi utama, di PPI Cituis juga terdapat pusat kegiatan pengolahan ikan diantaranya adalah ikan asin. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang bahwa operasional PPI Cituis sangat aktif yang hampir setiap hari melaksanakan kegiatan pelelangan. Berdasarkan statistik PPI Cituis Tangerang tahun 2007, perkembangan produksi


(25)

perikanan pada periode 2004-2007 mengalami peningkatan rata-rata 5,37% per tahun. Produksi perikanan tahun 2007 berjumlah 628.465 kg dengan nilai 2.835,9 juta. Mengingat cukup tingginya jumlah ikan yang dihasilkan setiap hari dan juga kelengkapan fasilitas yang ada, menjadikan PPI Cituis ini sebagai salah satu pusat pemasaran dan distribusi ikan di daerah Tangerang.

Dalam proses pendistribusian ikan sering ditemukan kekurangan yang dapat mempengaruhi kelancarannya. Kekurangan yang terjadi dalam proses menyalurkan produksi hasil tangkapan kepada konsumen baik secara langsung maupun melalui perantara antara lain adalah dalam hal aktivitas pengangkutan hasil tangkapan. Mengingat produk perikanan merupakan produk yang cepat membusuk maka perlu perhatian dalam pendistribusiannya agar kualitasnya tetap baik. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai “Studi Pendistribusian Ikan Segar dan Olahan dari Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang”.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik pendistribusian ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai informasi atau bahan pertimbangan bagi :

(1) Pihak swasta dalam hal pendistribusian ikan segar dan olahan.

(2) Pengelola PPI Cituis untuk memperbaiki distribusi hasil tangkapan ikan yang didaratkan.


(26)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

Pelabuhan perikanan tipe D dikatakan pula dengan istilah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). PPI ini dilihat dari segi konstruksi bangunannya yang sebagian besar termasuk dalam pelabuhan alam atau semi alam, artinya tipe pelabuhan ini umumnya terdapat di muara atau di tepi sungai, di daerah yang menjorok ke dalam atau terletak di suatu teluk bukan bentukan manusia atau sebagian hasil bentukan manusia (Lubis, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa PPI tipe D memiliki beberapa kriteria yaitu tersedianya lahan seluas 10 Ha, ditujukan untuk tempat berlabuh atau bertambatnya perahu-perahu penangkapan ikan tradisional < 30

gross tonage (GT), melayani bongkar muat kapal-kapal perikanan 15 unit/hari, jumlah ikan yang didaratkan > 10 ton/hari, tersedianya fasilitas pembinaan mutu dilengkapi dengan sarana pemasaran serta lahan kawasan industri perikanan dan dekat dengan pemukiman nelayan.

Direktorat Jenderal Perikanan (1991) mendefinisikan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah suatu tempat bagi para nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya atau pelabuhan perikanan dalam skala yang lebih kecil (tipe-D). PPI pada dasarnya tidak berbeda dengan pelabuhan perikanan (PP), hanya kualitas bobot kerja, produktivitas, kapasitas fasilitas pokok, fungsional dan penunjangnya yang lebih kecil dibandingkan dengan pelabuhan perikanan, baik tipe-A, B maupun C. Adapun kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan adalah :

1) PPI merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan kegiatan perikanan yang dilakukan masih bersifat tradisional;

2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan dibawah 5 GT; 3) Jumlah produksi ikan yang didaratkan mencapai 5 ton per hari; 4) Mampu menampung 20 kapal sekaligus; dan


(27)

2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

Pada umumnya, PPI ditujukan untuk tempat berlabuhnya atau bertambatnya perahu-perahu penangkapan ikan teradisional yang berukuran lebih kecil dari 5 GT dan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan (Lubis, 2006).

Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1991), PPI berfungsi sebagai penunjang untuk meningkatkan kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Fungsi PPI meliputi berbagai aspek, sebagai berikut :

1) Pusat pengembangan masyarakat nelayan; 2) Tempat berlabuh kapal perikanan;

3) Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan;

4) Tempat untuk memperlancar kegiatan bongkar muat kapal-kapal perikanan; 5) Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan;

6) Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil tangkapan; dan 7) Pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data.

Selanjutnya dikatakan bahwa PPI selain berfungsi seperti yang disebutkan diatas juga mempunyai peranan sebagai pusat pengembangan yang mempunyai efek meluas terhadap daerah sekitarnya. Peranan PPI sebagai pusat pengembangan tersebut terutama akan mencangkup tiga aspek pokok, yaitu :

1) Aspek pengembangan ekonomi perikanan, baik yang berskala nasional maupun regional;

2) Aspek pengembangan industri penunjang usaha perikanan, baik hulu maupun hilir; dan

3) Aspek pengembangan sumberdaya manusia, yakni masyarakat perikanan.

Hutajulu (1997) mengatakan bahwa, sehubungan dengan luasnya fungsi pelabuhan/PPI dan menyangkut berbagai aspek kegiatan perikanan, maka dapat dikatakan bahwa pelabuhan perikanan/PPI merupakan ”barometer” tingkat kemajuan perikanan di daerah yang bersangkutan.


(28)

5

2.3 Distribusi

Menurut McDonald (1993) dikutip oleh Darmawan (2006), distribusi merupakan elemen keempat dari traditional marketing atau pemasaran tradisional yang mengacu pada cara suatu produk atau layanan dirancang sedemikian rupa sehingga bisa didapatkan oleh pelanggan. Distribusi meliputi beberapa kegiatan seperti : pengawasan pencatatan (inventory control), proses pemesanan (order processing) dan penanganan (handling) yang terbagi dua yaitu penyimpanan (warehousing) dan transportasi (transportation). Sinaga (1988) menyatakan bahwa distribusi adalah manajemen pemindahan, pengendalian persediaan, perlindungan dan penyimpanan bahan mentah dan barang-barang yang sedang diproses atau barang jadi ke dan dari lini produksi. Definisi ini meliputi transportasi, penanganan bahan, pengemasan hasil produksi, pergudangan, pengendalian persediaan, pemrosesan pesanan, analisis lokasi, dan jaringan komunikasi yang diperlukan untuk manajemen yang efektif.

Sistem distribusi yang baik dapat menentukan kelancaran transaksi hasil tangkapan yang sifatnya lekas busuk (perishable), jadi cepat lambatnya transaksi sangat menentukan kesegaran hasil tangkapan hingga ke tangan konsumen. Cepatnya transaksi dipengaruhi oleh besarnya permintaan (demand). Besar pemintaan (demand) sendiri tergantung pada banyaknya konsumen dan besarnya preferensi masyarakat terhadap jenis hasil tangkapan tertentu (Hanafiah dan Saefuddin, 1983).

Pada aktivitas pendistribusian hasil tangkapan terdapat beberapa istilah yang sering digunakan yaitu :

1) Pasar (market) yaitu suatu tempat atau rangkaian kegiatan dari penjual dan pembeli, baik berhadapan satu sama lain secara langsung atau melalui suatu alat penghubung maupun dengan perantaraan agen atau pedagang perantara untuk melakukan pembelian, penjualan, tukar-menukar barang dan jasa;

2) Perdagangan besar (whole sale), cara penjualan barang komoditi perikanan secara besar-besaran atau dalam jumlah besar;


(29)

3) Pedagang besar (whole saler), pengusaha atau badan usaha yang melakukan penjualan barang dagangan atau komoditi perikanan secara langsung kepada pedagang eceran atau orang lain untuk dijual kembali;

4) Perdagangan eceran (retail), cara penjualan dalam jumlah yang kecil untuk konsumsi; dan

5) Pedagang eceran (retailer), pedagang kecil yang menjual langsung kepada konsumen akhir.

2.3.1 Penanganan (handling)

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), dalam melakukan kegiatan distribusi hasil tangkapan, hal yang pertama kali dilakukan adalah menangani hasil tangkapan untuk mencegah kebusukan. Kegiatan penanganan hasil tangkapan dalam proses distribusinya adalah sebagai berikut :

1) Transportasi (pengangkutan)

Transportasi adalah pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Proses transportasi merupakan gerakan dari tempat asal, dari mana kegiatan transportasi dimulai dan kemana kegiatan transportasi diakhiri. Transportasi memberikan jasanya kepada masyarakat, yang disebut jasa angkutan. Transportasi dikatakan sebagai ”derived demand’, karena keperluan jasa angkutan bertambah dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dan berkurang jika terjadi kelesuan ekonomi (Siregar, 1990).

Salim (2000) mengemukakan bahwa transportasi secara umum adalah rangkaian kegiatan memindahkan atau mengangkut barang dari produsen sampai kepada konsumen dengan menggunakan salah satu moda transportasi, yang dapat meliputi moda transportasi darat, laut/sungai maupun udara. Rangkaian kegiatan yang dimulai dari produsen sampai kepada konsumen lazim disebut rantai transportasi (chain of transportation). Tiap sektor kegiatan disebut mata rantai (link) yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Kelancaran dan kecepatan arus transportasi ditentukan oleh mata rantai yang terlemah dari rangkaian kegiatan transportasi


(30)

7

tersebut sampai pada mata rantai yang terkuat. Transportasi mempunyai fungsi yaitu mengangkut barang dari produsen ke konsumen.

Hanafiah dan Saefuddin (1983) membedakan fasilitas pengangkutan menjadi empat, yaitu :

(1) Pengangkutan melalui darat

Kereta api dan truk yang diperlengkapi dengan pendingin merupakan alat angkutan jarak jauh terpenting didarat. Keuntungan utama penggunaan kereta api dibandingkan dengan penggunaan alat angkut lainnya adalah bahwa perusahaan kereta api memberikan pelayanan pengangkutan lebih lengkap dan bervariasi. Lubis (2006) juga mengungkapkan terdapat beberapa tahapan pada sistem transportasi darat mulai ikan didaratkan sampai dipasarkan ke konsumen. Tahapan-tahapan tersebut adalah :

a.Transportasi dari kolam ke darmaga dan dari dermaga ke tempat pelelangan ikan;

b.Transportasi dari tampat pelelangan ikan ke tempat perusahaan olahan atau grosir; dan

c.Transportasi dari tempat pelelangan ikan atau perusahaan olahan atau penangkapan di dan sekitar pelabuhan ke hinterland baik lokal, nasional maupun ekspor.

(2) Pengangkutan melalui perairan pantai dan melalui terusan atau sungai.

Pengangkutan ini diselenggarakan dengan menggunakan kapal air (water carries). Biaya pengangkutan melalui perairan lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan kereta api atau truk. Faktor ini dianggap sebagai keuntungan dan alasan mengapa pengangkutan melalui perairan ini lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan penggunaan kereta api dan truk. Kerugian pokok dari pengangkutan melalui perairan adalah lebih lamban.

(3) Pengangkutan melalui laut

Pengangkutan ini diselenggarakan dengan menggunakan kapal (pelayaran tetap dan pelayaran tramp). Pelayaran tetap (dinas) adalah pelayaran antar tempat pada waktu-waktu yang telah ditetapkan pemerintah, yang harus diadakan secara


(31)

kontinu dengan tidak bergantung pada ada atau tidak adanya muatan. Pelayaran

tramp (kapal tambang) adalah pelayaran yang jurusan dan waktunya tidak tetap, pelayaran ini dilakukan bila ada muatan (Hanafiah dan Saefuddin, 1983). Keuntungan yang diperoleh dari pelayaran tramp jika dibandingkan dengan penggunaan pelayaran tetap adalah :

a.Ongkos angkutan lebih rendah;

b.Dapat mengangkut barang dalam jumlah besar; dan

c.Dapat mengangkut dengan cepat (langsung) ke pelabuhan yang dituju. (4) Pengangkutan melalui udara

Merupakan pengangkutan paling cepat dengan menggunakan pesawat udara. Tetapi kerugian pokok adalah tingginya biaya, disamping terbatasnya ruangan (pembatasan fisik) sehingga pengangkutan dalam volume besar tidak dapat dilakukan.

2) Penyimpanan (warehousing)

Hanafiah dan Saefuddin (1983) menyebutkan bahwa penyimpanan merupakan kegiatan menahan produk dalam jangka waktu antara dihasilkan atau diterima sampai dengan dijual. Terdapat empat alasan untuk melakukan penyimpanan yaitu :

(1) Sifat musiman dari kebanyakan produksi;

(2) Permintaan untuk berbagai produk berlangsung sepanjang tahun;

(3) Alasan-alasan yang terdapat pada waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan berbagai pelayanan distribusi; dan

(4) Mendapatkan harga yang lebih baik.

Irzal dan Wawan (2006) mengatakan bahwa pengumpulan (holding)

merupakan kegiatan mengumpulkan produk dari produsen, sebelum dijual ke konsumen, sehingga kegiatan ini tidak terlepas dari kegiatan penyimpanan. Beberapa pertimbangan pengumpulan dan penyimpanan produk perikanan, antara lain menstabilkan pasokan produk perikanan ke pasar, lokasi produsen dan konsumen, serta skala ekonomis pengangkutan. Pedagang pengumpul berkomitmen untuk menyediakan produk yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat mutu, dan tepat harga (4T)


(32)

9

kepada pasar, baik domestik maupun ekspor. Oleh karena itu, pedagang pengumpul harus memiliki jaminan ketersediaan (stok) produk dengan cara mengumpulkan dan menyimpan (menimbun).

2.3.2 Pengawasan pencatatan (inventory control)

Jeannet dan Hennessey (2000) dikutip oleh Darmawan (2006) menyatakan bahwa pengawasan pencatatan berguna dalam mengurangi jumlah pemasok, meningkatkan quality control dan mendapatkan sistem logistik yang lebih efisien.

Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang menempati urutan yang paling bawah, tetapi bukan berarti bahwa fungsi ini kalah penting artinya dari fungsi-fungsi yang lain karena pangawasan justru sudah ada sejak penetapan struktur organisasi itu sendiri. Pengawasan berarti mendeterminasikan apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Pengawasan dalam suatu perusahaan merupakan suatu rangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk meyakinkan atau mengukur apakah pelaksanaan kegiatan telah sesuai dengan apa yang telah digariskan semula dimana manajemen rnenginginkan agar rencana organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai dengan baik. Akhirnya apabila pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan, harus diambil suatu tindakan. (http://www.library.usu.ac.id/manajemen syahyunan5.pdf).

2.4 Saluran dan Skema Pemasaran

Dalam perekonomian dewasa ini, sebagian besar produsen tidak menjual barang-barang mereka kepada pembeli akhir. Antara produsen dan pemakai akhir terdapat sekelompok perantara pemasaran yang memerankan bermacam-macam fungsi dan memakai berbagai macam nama. Perantara tersebut membentuk sebuah saluran pemasaran. Saluran pemasaran terdiri dari seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikannya dari produksi ke konsumsi. Pengguna perantara ini akan sangat mengurangi pekerjaan perusahaan sehingga bisa mencapai efisiensi sangat tinggi


(33)

dalam membuat barang hingga banyak tersedia dan bisa memenuhi pasar sasaran (Kotler, 1993).

Ada dua jenis strategi struktur saluran distribusi, yaitu (Jain, 1994) : 1) Strategi saluran distribusi langsung

Strategi saluran distribusi langsung berarti strategi penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen tanpa memiliki perantara (middleman).

2) Strategi saluran tidak langsung

Strategi saluran distribusi tidak langsung berarti strategi penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen memakai perantara.

Berdasarkan jenis barang atau produk yang ditawarkan oleh produsen, maka secara umum dapat dilihat bahwa saluran pemasaran untuk barang-barang konsumsi (consumer goods) tidak sama dengan saluran pemasaran untuk barang-barang industri (industrial goods). Saluran pemasaran barang dilihat pada Gambar 1.

Agen

Pedagang besar

Pengecer Pengecer Pengecer

Pedagang besar

Pengecer Agen

Konsumen Akhir/Pengguna Barang Konsumsi Pabrik/Produsen

Gambar 1 Diagram saluran pemasaran barang-barang konsumsi (Pieter, 1982).

Saluran -nol- tingkat disebut pula saluran pemasaran langsung terdiri dari seorang produsen yang menjual langsung kepada konsumen. Tiga cara penting dalam penjualan langsung adalah penjualan dari rumah ke rumah, penjualan lewat pos, dan


(34)

11

penjualan lewat toko perusahaan (Kotler, 1993). Selanjutnya dikatakan bahwa saluran -satu- tingkat mempunyai satu perantara penjualan. Dalam pasar konsumen, perantara itu sekaligus merupakan pengecer. Dalam pasar industri sering kali ia bertindak sebagai agen penjualan atau makelar. Saluran -dua- tingkat mempunyai dua perantara penjualan. Dalam pasar konsumen, mereka merupakan grosir atau pedagang besar dan sekaligus pengecer. Dalam pasar industri mereka mungkin merupakan sebuah penyalur tunggal dan penyalur industri. Saluran -tiga- tingkat mempunyai tiga perantara penjualan. Dari kacamata produsen, masalah pengawasan semakin meningkat sesuai dengan angka tingkat saluran, walaupun biasanya produsen tersebut hanya berhubungan dengan saluran yang berdekatan dengannya.

2.5 Ikan Segar

Ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawet dengan apa pun kecuali semata-mata didinginkan dengan es. Penanganan ikan segar dimaksudkan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan terhadap ikan segar sejak ditangkap sampai saat diterima oleh pemakainya (Muljanto, 1982). Selanjutnya dikatakan bahwa dengan mendinginkan ikan sampai sekitar 0ºC kita dapat memperpanjang masa kesegaran (daya simpan, shelf life) ikan sampai 12-18 hari sejak saat ikan ditangkap dan mati, tergantung pada jenis ikan, cara penanganan dan keadaan pendinginannya. Pengaruh pendinginan terhadap mutu dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Tabel pengaruh pendinginan terhadap mutu

Suhu Penyimpanan Ikan Cod Tidak Layak Lagi Setelah

16º C 1-2 hari

11º C 3 hari

5º C 5 hari

0º C 14-15 hari

Pendinginan dapat menghambat kegiatan bakteri. Bakteri itu masih hidup dan melakukan perusakan terhadap ikan, tetapi lebih lambat. Kegiatannya akan normal jika suhu -12º C. suhu ini dapat dicapai dengan cara membekukan ikan.


(35)

Efisiensi pengawetan dengan pendinginan sangat tergantung pada tingkat kesegaran ikan sesaat sebelum didinginkan. Pendinginan yang dilakukan sebelum rigor mortis berlalu merupakan cara yang paling efektif jika disertai dengan teknik yang benar, sedangkan pendinginan yang dilakukan setelah autolysis berjalan tidak akan banyak berguna. Muljanto (1982), pendinginan dapat dilakukan dengan salah satu atau kombinasi dari cara-cara berikut :

1) Pendinginan dengan es; 2) Pendinginan dengan es kering;

3) Pendinginan dengan air dingin yang dapat berwujud.

a.Air tawar bercampur dengan air dingin yang didinginkan dengan mesin pendingin;

b.Air laut dingin bercampur es (chilled seawater, CSW); dan

c.Air laut yang didinginkan dengan mesin pendingin (refrigerated seawater, RSW).

4) Pendinginan dengan udara dingin.

Menurut Hadiwiyoto (1993) bahwa kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang jelek dan ikan yang baik kualitasnya. Ikan dikatakan masih segar jika perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologik, dan fisikawi yang terjadi belum menyebabkan kerusakan berat pada ikan. Selanjutnya dikatakan juga berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan yang kesegarannya baik sekali (prima), ikan yang kesegarannya masih baik

(advanced), ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang), dan ikan yang kesegarannya sudah tidak baik lagi (busuk).

2.6 Produk Ikan Olahan

Pelabuhan perikanan merupakan pusat kegiatan perikanan yang dapat merangsang timbulnya industri perikanan didalamnya. Industri pengolahan ikan adalah suatu aktivitas penanganan dan pengolahan lebih lanjut dari hasil tangkapan yang didaratkan, sehingga memiliki nilai tambah dengan menjadikan bahan baku mentah menjadi produk olahan (Irzal dan Wawan, 2006).


(36)

13

2.6.1 Penggaraman ikan

Penggaraman ikan merupakan cara pengawetan ikan yang banyak dilakukan diberbagai Negara. Ikan yang diawet dengan garam kita sebut ikan asin. Garam yang dipakai adalah garam dapur (NaCl), baik yang berupa kristal maupun yang berupa larutan. Fungsi pengawet yang dilakukan oleh garam berjalan melalui (Muljanto, 1982) :

1) Menunda autolisis;

2) Membunuh bakteri secara langsung.

Penggaraman seringkali tidak dilakukan sebagai metode pengawetan tunggal, melainkan masih dilanjutkan dengan proses pengawetan lain, misalnya dengan perebusan, atau dengan pengeringan. Oleh karena itu, kita dapat menjumpai tiga macam ikan asin, yaitu :

1) Ikan asin basah (tidak dikeringkan setelah digarami); 2) Ikan asin kering (dikeringkan setelah digarami); dan 3) Ikan asin rebus (direbus setelah digarami).

Pada dasarnya, metode-metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penggaraman kering dan penggaraman basah (Muljanto, 1982). 1) Penggaraman kering (dry salting)

Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampur dengan ikan. Pada umumnya, ikan-ikan yang besar dibuang isi perutnya terlebih dahulu dan, bila perlu, dibelah agar dagingnya menjadi tipis sehingga lebih mudah untuk ditembus oleh garam. Dalam penggaraman, ikan ditempatkan dalam wadah yang kedap air, misalnya bak dari kayu atau dari bata yang disemen. Didalam wadah itu, ikan disusun selapis demi selapis, diselingi dengan lapisan garam. Jumlah garam yang dipakai umumnya 10%-35% dari berat ikan.

2) Penggaraman basah (wet salting)

Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30%-50% (setiap 100 liter larutan garam berisi 30-50 kg garam). Ikan dimasukkan ke dalam larutan itu dan


(37)

diberi pemberat agar ikan semua ikan terendam, tidak ada yang terapung. Ikan direndam dalam jangka waktu tertentu tergantung pada :

(1) Ukuran atau tebal ikan;

(2) Derajat keasinan yang diinginkan.

Dalam proses osmosa, kepekaan makin lama makin berkurang karena air dari dalam daging ikan secara berangsur masuk ke dalam larutan garam, sementara sebagian molekul garam masuk ke dalam daging ikan. Karena kecenderungan penurunan kepekatan larutan garam itu, maka proses osmosa semakin lambat dan pada akhirnya berhenti. Untuk memperlambat kecenderungan ini, digunakan larutan garam yang lewat jenuh, yaitu memberikan garam lebih banyak dari jumlah yang dapat dilarutkan.

Menurut Soeseno (1978) bahwa penggaraman ikan sebetulnya pengeringan juga, tetapi masih dibantu lagi oleh garam. Garam memang bersifat menarik air. Oleh karena hasilnya terasa asin, maka cara pengawetan ini sering disebut pengasinan dan hasilnya disebut ikan asin. Selanjutnya dikatakan juga bahwa penggaraman biasanya dilakukan dengan 2 jenis, yaitu pengasinan kering, dan pengasinan dengan perebusan (pemindangan).

Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses, yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Ada pun tujuan utama dari penggaraman sama dengan tujuan proses pengawetan atau pengolahan lainnya, yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab pembusukan ikan. (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

2.6.2 Perebusan (pemindangan)

Perebusan yang dilakukan bersama-sama dengan penggaraman disebut pemindangan. Ikan yang direbus dengan garam disebut ikan pindang (Muljanto, 1982). Bahan mentah yang dapat digunakan untuk pembuatan ikan pindang dapat

berupa :


(38)

15

2) Ikan yang sudah digarami (ikan asin).

Daya awet ikan pindang ditentukan oleh faktor-faktor berikut :

1) Panas dan garam mengurungi kadar air pada bagian daging ikan sehingga mengganggu kehidupan bakteri;

2) Panas membunuh bakteri secara langsung, dan mengurangi aktivitas enzim; dan 3) Wadah (pembungkus) yang digunakan, melindungi ikan terhadap pengotoran dari

luar.

Ada dua macam pemindangan yaitu: 1) Pemindangan tradisional

Pemindangan tradisional dilakukan dengan menggunakan wadah yang terbuat dari tanah liat dengan berbagai bentuk dan ukuran. Kini, telah dikenalkan beberapa teknik baru dengan menggunakan besek, periuk tanah liat yang dibuat steril dengan sistem penutupan yang rapat, dan kantung plastik yang tahan panas.

2) Pemindangan modern

Salah satu cara pemindangan mengunakan wadah plastik yang tahan pada temperatur tinggi, misalnya laminasi poli-ester setebal 2 mm. Ikan biasanya diolah dalam bentuk fillet atau dressed (tanpa kepala dan ekor). Pemindangan dengan cara

ini membutuhkan ikan-ikan berukuran sedang. Ikan dalam jumlah berat tertentu (1/4-2 kg) dimasukan ke dalam kantung dan

diberi garam sebanyak 5%-25% dari berat ikan. Kemudian, ikan dipanaskan dengan uap 100º C-102º C selama ±1 jam perebusan, sejumlah drip (air yang keluar dari daging ikan) akan terkumpul dalam kantung. Drip dituangkan keluar, dan ikan dipanaskan lagi setelah ditambah garam. Garam yang diberikan pertama hanya sebagian, sedangkan sisanya digunakan untuk pemanasan kedua. Drip yang terbentuk pada pemanasan kedua juga dituang keluar. Kantung segera ditutup selama ikan pindang masih dalam keadaan panas.


(39)

2.7 Kualitas ikan

2.7.1 Pengertian kualitas ikan

Pengertian kualitas ikan secara sederhana dapat diidentikkan dengan tingkat kesegaran. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata lain ikan segar adalah ikan yang baru saja ditangkap, belum mengalami pengolahan lebih lanjut dan belum mengalami perubahan fisik maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika ditangkap (Anita, 2003).

Menurut Crosby (1979) dikutip oleh Aryadi (2007), kualitas adalah sesuatu yang memenuhi atau sama dengan persyaratan (conformance to requirements). Komoditas ikan unggulan yang kurang sedikit saja dari persyaratan, maka dapat dikatakan tidak berkualitas dan tidak dapat ditolak oleh perusahaan yang menjadi tujuan distribusi. Persyaratan itu sendiri dapat berubah sesuai dengan keinginan pelanggan dan kebutuhan sebuah perusahaan.

Kualitas biasanya tidak ditentukan oleh suatu atribut atau dimensi tunggal, melainkan oleh beberapa atribut atau dimensiyang menyatakan kualitas. Dimensi kualitas produk, menurut Gavin dikutip oleh Nurani (2007) adalah:

(1) Kinerja (performance) merupakan karakteristik operasi utama dari produk yaitu seberapa baik suatu produk melakukan apa yang seharusnya dilakukan;

(2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) merupakan karakteristik sekunder atau pelengkap, berupa pernak-pernik yang melengkapi atau meningkatkan fungsi dasar produk;

(3) Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akn mengalami kerusakan atau gagal pakai;

(4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification) yaitu seberapa baik karakteristik desain dan opersi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya;

(5) Daya tahan (durability) berkaitan dengan berapa lama produk dapat terus digunakan;


(40)

17

(6) Kemudahan perbaikan (service ability) meliputi kecepatan, kenyamanan, kompetensi, mudah direparasi dan penanganan keluahn yang memuaskan;

(7) Keindahan (aesthetics) yaitu daya tarik produk terhadap panca indera; dan

(8) Persepsi terhadap kualitas (perceived quality) tidak didasarkan pada produk tetapi pada citra atau reputasi.

Kualitas ikan lebih menunjukan pada penampilan estetika dan kesegaran atau derajat pembusukan sampai dimana telah berlangsung, termasuk juga aspek keamanan seperti bebas dai bakteri, parasit, atau bahan kimia. Kualitas kesegaran ikan dapat dievaluasi dengan metode sensori maupun instrumen. Kualitas ikan yang baik adalah ikan yang telah ditangkap dengan cara yang baik, diolah dan ditangani secara benar dipabrik serta mempunyai karakteristik tertentu, bentuk, ukuran, penampakan, warna, bau, komposisi dan tekstur yang dimiliki ikan (Hardjito, 2006).

Peningkatan kualitas tidak dapat dipisahkan dari usaha peningkatan produktivitas. Usaha yang berlebihan untuk mendorong produktivitas bisa mengorbankan kualitas dari output yang dihasilkan. Sebaliknya, fokus yang berlebihan pada peningkatan kualitas bisa mengurangi perhatian untuk memperbaiki produktivitas, bahkan mungkin akan mengorbankan produktivitas demi mengejar kualitas yang tinggi. Keduanya saling berhubungan dan saling melengkapi satu sama lain. Bila kualitas dari produktivitas dihubungkan dengan sungguh-sungguh maka akan menghasilkan laba yang besar (Nasution, 2004).

Kisaran kriteria kesegaran ikan menurut uji organoleptik biasanya dibagi tiga, yaitu segar, agak segar dan tidak segar (Sukarsa, 2007). Hasil tangkapan/ikan dapat dikatakan:

Segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 7-9 Agak segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknua 5-6 Tidak segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 1-4

Selanjutnya ikan secara organoleptik ditolak atau dianggap tidak segar bila memiliki nilai rata-rata pengujian dibawah lima. Batas mutu minimal kesegaran ikan berdasarkan SNI-01-2729-1992 adalah nilai tujuh. Batas ini biasanya digunakan oleh


(41)

eksportir ikan segar untuk memenuhi syarat mutu ekspor negara tujuan. Secara organoleptik, ikan segar mempunyai kriteria sebagai berikut (Sudarma, 2006).

Tabel 2 Kriteria mutu ikan segar

No Parameter Tanda-tanda

1

2. 3. 4. 5. 6.

Penampakan fisik

Mata Insang Bau Lendir

Tekstur dan daging

Ikan cemerlang mengkilap sesuai jenisnya, badan ikan utuh, tidak patah, tidak rusak fisik, bagian perut masih utuh dan liat serta lubang anus tertutup.

Cerah (terang), selaput mata jernih, pupil hitam dan menonjol. Insang berwarna merah, cemerlang atau sedikit kecoklatan, tidak ada atau sedikit lendir.

Bau segar spesifik jenis atau sedikit bau amis yang lembut. Selaput lendir dipermukaan tubuh tipis, encer, bening, mengkilap cerah, tidak lengket, berbau sedikit amis dan tidak berbau busuk.

Ikan kaku atau masih lemas dengan daging elastis, jika ditekan dengan jari akan cepat kembali, sisik tidak mudah lepas, jika disayat tampak jaringan antar daging masih kuat dan kompak, sayatan cemerlang dengan menampilkan warna daging asli. Sumber: FAO diacu dalam Sudarma, 2006


(42)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2008 di Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis, Tangerang.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan aspek penelitian yaitu distribusi hasil tangkapan ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis.

3.3 Metode Pengumpulan Data

1) Pengambilan data primer dilakukan secara purposive sampling yang mewakili tujuan penelitian. Data primer dikumpulkan melalui pengisian kuesioner dan wawancara terhadap beberapa responden yaitu pihak KUD, nelayan, industri pengolah ikan asin, kepala TPI dan pedagang/bakul. Jumlah responden dari pengelola KUD 5 orang, pihak pengolah 10 orang, nelayan 5 orang, TPI 1 orang dan pedagang 5 orang. Pengambilan jumlah ikan untuk uji organoleptik dilakukan secara sampling. Data yang diambil berdasarkan 3 jenis ikan dominan yang bervolume tinggi yaitu ikan mata besar, kurisi merah dan kurisi bali. Pengambilan ikan dilakukan di TPI yaitu dengan cara mengambil ikan dari 8 tumpukan. Pada setiap tumpukan diambil masing-masing satu jenis ikan. 2) Data sekunder meliputi data unit alat tangkap, data produksi ikan segar dan

ikan olahan dan organisasi KUD yang diperoleh dari KUD, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang dan TPI PPI Cituis.

3.4 Jenis Data yang Dikumpulkan

(1) KUD : Persentase jumlah produksi tiap daerah untuk ikan segar, daerah distribusi, jalur pemasaran ikan segar dan fasilitas yang digunakan dalam pendistribusian.


(43)

(2) Pengolah : Mutu ikan olahan, sarana dan prasarana yang digunakan, kebutuhan bahan baku, jenis produksi olahan dan distribusi atau pemasaran produk hasil perikanan.

(3) Nelayan : Jenis alat tangkap, jenis kapal dan ukuran (GT), lama trip, jenis ikan yang didaratkan, fasilitas dan waktu pendaratan ikan dan daerah penangkpan ikan.

(4) Pedagang : Jenis dan jumlah ikan yang diperjualbelikan, fasilitas yang digunakan dalam pendistribusian dan daerah atau tujuan distribusi.

(5) Kepala TPI : Proses pelelangan dan prosedur pelelangan.

3.5 Analisis Data

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik pendistribusian ikan segar dan ikan olahan di PPI Cituis Tangerang. Penentuan karakteristik pendistribusian ikan segar dan olahan dilakukan berdasarkan asal bahan baku, pendaratan hasil tangkapan, volume dan nilai produksi, penyimpanan, pengangkutan hasil tangkapan, informasi pasar, mutu hasil tangkapan segar dan olahan, kuantitas, tujuan distribusi dan skema pendistribusian. Selanjutnya distribusi akan dipetakan berdasarkan kuantitas dan tujuannya. Pemetaan dilakukan dengan menggunakan

Corel Draw.

Mutu hasil tangkapan yang ada di PPI Cituis ditentukan dengan menggunakan uji organoleptik yaitu dengan mengukur, menganalisis spesifikasi mata, insang, daging, perut dan konsistensi, selanjutnya menginterpretasikan reaksi yang timbul ketika karakteristik bahan pangan diterima oleh indera pengelihatan dan peraba. Metode yang digunakan dalam penilaian mutu hasil tangkapan secara organoleptik ialah dengan metode scoring test (uji skoring) dengan skala yang digunakan antara 1 sampai 9. Skala 1 merupakan skala terendah dan skala 9 merupakan skala tertinggi. Setiap angka dapat memberikan spesifikasi tertentu kepada panelis atau peneliti mengenai keadaan produk yang diuji, misalnya kesegaran ikan. Spesifikasi angka-angka ini tercantum dalam score sheet (Lampiran 4). Selanjutnya hasil dari pengujian organoleptik tersebut dibandingkan dengan kriteria mutu ikan segar. Kisaran kriteria


(44)

22

kesegaran ikan menurut uji organoleptik biasanya dibagi tiga, yaitu segar, agak segar dan tidak segar (Sukarsa, 2007). Hasil tangkapan/ikan dapat dikatakan:

Segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 7-9 Agak segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknua 5-6 Tidak segar : Jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptiknya 1-4

Selanjutnya ikan secara organoleptik ditolak atau dianggap tidak segar bila memiliki nilai rata-rata pengujian dibawah lima. Batas mutu minimal kesegaran ikan berdasarkan SNI-01-2729-1992 adalah nilai tujuh. Batas ini biasanya digunakan oleh eksportir ikan segar untuk memenuhi syarat mutu ekspor negara tujuan.

Penggunaan organoleptik dalam penilaian mutu hasil tangkapan yang didaratkan selain sebagai informasi kepada calon konsumen juga diharapkan akan menghasilkan kemudahan dalam pengklasifikasian distribusi ikan, misalnya nilai 7-9 didistribusikan untuk keperluan ekspor dan supermarket, nilai 5-6 didistribusikan ke pasar tradisional, nilai 4 hanya didistribusikan untuk ikan asin dan pupuk, dan 1-3 didistribusikan untuk pupuk dan pakan ternak.


(45)

4.1 Keadaan umum Kota Tangerang

4.1.1 Letak geografis dan keadaan topografi

Kabupaten Tangerang adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Banten dengan ibukota Tigaraksa. Secara geografis Kabupaten Tangerang terletak pada posisi 6°00´- 6°20´ LS dan 106°20´-106°43´ BT tepat di sebelah barat Jakarta. Menurut Dinas Perikanan Kota Tangerang (2008), batas wilayah Kabupaten Tangerang meliputi :

1) Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa;

2) Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Lebak; 3) Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta;

4) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupeten Serang.

Luas wilayah Kabupaten Tangerang sekitar ±1.110 km² dengan jumlah kecamatan 26 dan desa atau kelurahan 316. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Secara umum, Kabupaten Tangerang dapat dikelompokkan menjadi tiga wilayah pertumbuhan, yaitu : Pusat pertumbuhan wilayah Serpong, berada di bagian timur (berbatasan dengan Jakarta), difokuskan sebagai wilayah pemukiman dan komersial. Pusat pertumbuhan Balaraja dan Tigaraksa, berada di bagian barat difokuskan sebagai daerah sentra industri, pemukiman dan pusat pemerintahan. Pusat pertumbuhan Teluk Naga, berada di wilayah pesisir, mengedepankan industri pariwisata alam dan bahari, industri maritim, perikanan, pertambakan dan pelabuhan.

Topografi daerah Kabupaten Tangerang sebagian besar merupakan dataran rendah. Sungai Cisadane, sungai terpanjang di Tangerang, mengalir dari selatan dan bermuara di Laut Jawa. Dilihat dari kemiringan tanahnya, sebagaian besar Kota Tangerang mempunyai tingkat kerniringan tahan 0 - 30 % dan sebagian kecil (yaitu di bagian Selatan kota) kemiringan tanahnya antara 3 - 8% berada di Kelurahan Parung Serab, Kelurahan Paninggalan Selatan dan Kelurahan Cipadu Jaya.


(46)

24

4.1.2 Penduduk

Kabupaten Tangerang memiliki jumlah penduduk pada tahun 2003 sebanyak 3.187.000 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.870 jiwa/km². Sebagian besar penduduk Tangerang bekerja di Jakarta. Penduduk Tangerang yang berada di pesisir bekerja sebagai nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun hasil yang didapatnya kurang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penyebaran penduduk yang bekerja terkait dengan perikanan sangat beragam sesuai jenis pekerjaannya antara lain budidaya tambak, budidaya sawah, budidaya kolam, penangkapan laut, cilahan

Tabel 3 Jumlah penduduk bekerja terkait dengan perikanan, 2003

No. Jenis Rumah Tangga Perikanan Jumlah

1 Penangkapan Laut 825

2 Cilahan 67

3 Budidaya Tambak 750

4 Budidaya Kolam 1497

5 Budidaya Sawah 223

Total 3362

Sumber : http://www.Tangerangkab.go.id/, 2008

Tabel 3 menunjukan jumlah penduduk terbanyak bekerja sebagai budidaya kolam dengan jumlah 1.497 orang dan jumlah penduduk terendah bekerja sebagai cilahan (orang yang bekerja sebagai pengolah) dengan jumlah 67 orang. Total penyebaran jumlah penduduk di 5 rumah tangga perikanan berjumlah 3.362 orang.

4.1.3 Penyebaran PPI di Kota Tangerang

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah sebagai suatu tempat bagi para nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya atau pelabuhan perikanan dalam skala yang lebih kecil (tipe D) (Direktorat Jenderal Perikanan, 1991). PPI pada dasarnya tidak berbeda dengan pelabuhan perikanan (PP), hanya kualitas bobot kerja, produktifitas, kapasitas fasilitas yang lebih kecil dengan pelabuhan perikanan tipe A, B, C. Tangerang memiliki 7 PPI yang tersebar di berbagai kecamatan antara lain PPI Kronjo, Benyawakan, Ketapang, Karang Serang, Cituis, Tanjung Pasir dan Dadap


(47)

Tabel 4 dan Lampiran 1. Dari 7 PPI yang ada, sebanyak 3 PPI tergolong baik yaitu PPI Cituis, PPI Tanjung Pasir, dan PPI Kronjo. PPI tersebut mempunyai Tempat Pelelangan Ikan (TPI), yang setiap harinya sangat aktif melelang ikan jika dibanding- kan dengan 4 PPI lainnya.

Tabel 4 Penyebaran daerah PPI di Kab. Tangerang, 2008

No. Nama PPI Kecamatan

1 Kronjo Kronjo

2 Benyawakan Kemiri

3 Ketapang Mauk

4 Karang Serang Serang Sukadiri

5 Cituis Pakuhaji

6 Tanjung Pasir Teluk Naga

7 Dadap Kosambi

Sumber : http://www.Tangerangkab.go.id/, 2008

4.1.4 Daerah penangkapan ikan

Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan operasi penangkapan ikan. Daerah penangkapan ikan para nelayan di Kabupaten Tangerang meliputi: Pulau Seribu, Perairan Tanjung Priuk (Pulau Damar), Pulau Pari, Sumatra, Lampung (Maringge), dan Subang (Dinas Perikanan Tangerang, 2008).

Jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan Kabupaten Tangerang dari berbagai daerah penangkapan diatas sangat beragam, diantaranya jenis ikan yang banyak tertangkap adalah peperek (Secutor ruconius), manyung (Arius thalassinus), biji nangka (Upeneus sulphureus) , bambangan (Lutjanus spp), kerapu (Ephinephelus spp), kakap (Lates calcarifer), kurisi (Nemipterus spp), ekor kuning (Caesio pisang), tigawaja (Johnius dussumieri), cucut (Sphyrhinidae), pari (Trigonidae), selar (Caranx bucculentus), kuwe (Caranx sexfasciatus), tetengkek (Megalapis cordyla), belanak (Mugil cephalus), japuh (Dussumieria acuta), tembang (Sardinella fimbrinata), kembung (Rastrelliger kanagurta), tenggiri (Scomberomorus comersonii), layur (Trichiurus savala), cumi-cumi (Loligo spp), dan udang (Penaeus).


(48)

26

4.1.5 Unit penangkapan

Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk dengan kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan dan mengawetkan (UU No 31 Tahun 2004). Keberhasilan memperoleh ikan dalam suatu operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh unit penangkapan yang ada yang terdiri dari armada penangkapan (perahu/kapal perikanan), alat tangkap, dan nelayan.

(1) Armada penangkapan ikan

Kegiatan penangkapan ikan sangat tergantung oleh unit penangkapan ikan. Salah satu dari unit penangkapan adalah armada penangkapan ikan yang terdiri dari perahu atau kapal perikanan. Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Kabupaten Tangerang dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Perahu motor tempel adalah perahu yang pengoperasiannya menggunakan mesin motor tempel (outboard engine) dengan bahan bakar solar. Kapal motor adalah kapal yang pengoperasiannya menggunakan mesin yang disimpan di dalam badan kapal (inboard engine) dengan bahan bakar solar. Kapal motor yang banyak digunakan di Kabupaten Tangerang berukuran <5 GT, 5-10 GT, dan 10-20 GT. Jumlah perahu atau kapal perikanan di Kabupaten Tangerang tahun 2003-2007 dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 3

Tabel 5 Perkembangan jumlah kapal/perahu perikanan di Kab. Tangerang, 2003- 2007

Jumlah (unit) Tahun

PMT KM

Jumlah Total (unit)

Pertumbuhan (%)

2003 1.592 68 1.660 -

2004 1.658 73 1.731 4,28

2005 1.757 89 1.846 6,64

2006 2.444 99 2.576 39,54

2007 2.445 180 2.625 1,90

Pertumbuhan per tahun

(%) 1967,2 101,8 - 13,09


(49)

Tabel 5 jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Tangerang pada kurun waktu 2003-2007 mengalami perubahan dengan pertumbuhan total sebesar 13,09%. Jumlah kapal/perahu di Kabupaten Tangerang berasal dari 7 PPI yaitu Kronjo, Benyawakan, Ketapang, Karang Serang, Cituis, Tanjung Pasir dan Dadap. Jumlah kapal/perahu didominasi oleh perahu motor tempel (PMT) dikarenakan biaya operasional dan pembuatannya lebih murah dibandingkan dengan kapal motor (KM). Tiap tahunnya jumlah kapal atau perahu mengalami peningkatan. Peningkatan pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2005-2006 sebesar 39,54%. Peningkatan jumlah kapal atau perahu tersebut diakibatkan karena potensi perikanan Kabupaten Tangerang dinilai baik dan berbanding lurus dengan jumlah nelayan di Kabupaten Tangerang dimana semakin banyak kapal/perahu beroperasi maka jumlah nelayan juga meningkat.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

2003 2004 2005 2006 2007

Tahun

Ju

m

lah

(

u

n

it

)

KM PMT

Gambar 2 Perkembangan jumlah kapal atau perahu perikanan di Kab. Tangerang, 2003-2007.

Berdasarkan pada Gambar 2, jumlah kapal atau perahu perikanan di Kab. Tangerang selalu meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut antara lain dikarenakan adanya pembangunan fasilitas dermaga bongkar dan TPI di berbagai PPI di Kab. Tangerang. Pada umumnya PPI dilengkapi dengan fasilitas pokok, fungsional dan


(50)

28

tambahan yang sangat penting bagi aktivitas kegiatan nelayan, terutama dalam hal bongkar muat kapal. Dengan adanya fasilitas yang semakin memadai maka jumlah kapal/perahu akan semakin bertambah.

(2) Alat tangkap

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Tangerang selama kurun waktu 2003-2007 rata-rata berjumlah 2.311 unit (Tabel 6). Jenis alat tangkap yang digunakan adalah payang, dogol, purse seine, gillnet, bagan, rawai, pancing, sero, bubu, alat pengumpul kerang dan tombak. Dari berbagai jenis alat tangkap di atas yang dominan adalah gillnet, pancing, dogol, bubu dan alat pengumpul kerang.

Tabel 6 Perkembangan jumlah alat tangkap di Kab. Tangerang, 2003-2007

Tahun No. Alat Tangkap

2003 2004 2005 2006 2007 Rataan

1 PY 110 90 80 60 60 80

2 DG 256 145 119 445 445 282

3 PR - - 1 - 32 17

4 GT 1029 1041 1079 1280 1372 1161

5 BG 85 71 97 34 56 69

6 RW - 31 - 25 39 32

7 PC 439 450 401 468 468 445

8 SR - - 2 23 23 16

9 BU - - 39 156 156 117 10 APK 86 125 192 51 51 101

11 TBK 62 55 50 86 86 68

Jumlah (Unit) 2067 2008 2060 2628 2788 2311 Perkembangan (%) - -2,85 2,59 27,57 -6,09 5,30 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008

Keterangan:

PY: Payang; DG: Dogol; PR: Purse seine; GT: Gillnet; BG: Bagan; RW: Rawai; PC: Pancing; SR: Sero; BU: Bubu; APK: Alat pengumpul kerang; TBK; Tombak

Jumlah alat tangkap yang beroperasi berfluktuasi setiap tahunnya dan jumlahnya mengalami kenaikan rata-rata sebesar 5,30% setiap tahunnya selama kurun waktu 2003-2007 (Gambar 3). Jumlah alat tangkap terbanyak terjadi pada tahun 2007, sebanyak 2788 unit. Penurunan jumlah alat tangkap terjadi pada tahun


(51)

2003-2004 dan selanjutnya mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2006 dan turun kembali pada tahun 2007. Penurunan jumlah alat tangkap yang beroperasi dikarenakan naiknya harga BBM yang mengakibatkan kapal atau perahu tidak beroperasi. 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

2003 2004 2005 2006 2007 Tahun J um lah A lat T ang k ap ( U ni t) Gillnet Pancing Dogol Bubu Alat pengumpul kerang

Gambar 3 Perkembangan alat tangkap dominan di Kab. Tangerang, 2003-2007.

(3) Nelayan

Pelabuhan merupakan salah satu lahan pekerjaan yang dapat menyerap tenaga kerja melalui kegiatan industri perikanan dan industri penangkapan. Industri ini mendorong masyarakat khususnya nelayan agar dapat terlibat langsung. Nelayan adalah orang yang mengoperasikan unit penangkapan ikan atau sarana produksi. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Tangerang periode tahun 2003-2007 disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4.


(52)

30

Nelayan (orang) Tahun

Jumlah Pertumbuhan (%)

2003 8.854 -

2004 9.614 8,58 2005 9.716 1,06 2006 12.084 24,37

2007 12.084 0

Rata-Rata Pertumbuhan 8.50 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008

Jumlah nelayan di Kabupaten Tangerang selama kurun waktu 2003-2007 setiap tahunnya meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan 8,50%. Kenaikan yang relatif besar terjadi pada periode 2005-2006 dengan pertumbuhan 24,37%. Meningkatnya jumlah nelayan setiap tahunnya di Kabupaten Tangerang disebabkan semakin berkembangnya industri perikanan di daerah tersebut yang sangat menjanjikan sebagai mata pencaharian. Mayoritas penduduk Tangerang yang bekerja sebagai nelayan merupakan penduduk yang tinggal di wilayah pesisir. Menurut data dari Dinas Kelautan Kabupaten Tangerang, nelayan yang bekerja di Kabupaten Tangerang diklasifikasikan sebagai nelayan penuh yang berarti bahwa nelayan tersebut menggantungkan hidup sepenuhnya untuk menangkap ikan karena tidak mempunyai pekerjaan lain. 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

2003 2004 2005 2006 2007

Tahun Ju m lah N el ayan (Or an g )

Gambar 4 Perkembangan nelayan di Kab. Tangerang, 2003-2007. 4.1.6 Produksi dan nilai produksi


(53)

Produksi hasil tangkapan adalah banyaknya hasil tangkapan (satuan ton) yang didaratkan ditempat pendaratan ikan dalam hal ini PPI Cituis, sedangkan nilai produksi adalah nilai yang dihasilkan dari sejumlah hasil tangkapan yang didaratkan (satuan rupiah). Perkembangan volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Tangerang pada periode 2001-2007 ditunjukan pada Tabel 8.

Tabel 8 Perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi di Kab. Tangerang, 2001-2007

Produksi Nilai Produksi

Tahun Volume (Ton)

Pertumbuhan (%)

Nilai (Juta Rupiah)

Pertumbuhan (%)

2001 16.895,0 - 80.069.050 -

2002 18.971,1 12,29 179.480.421 124.16 2003 15.731,0 -17,08 150.185.800 -16.32 2004 16.045,5 2,0 153.187.300 2.0 2005 16.532,7 3,04 157.838.132 3.04 2006 16.597,6 0,39 167.022.743 5.82 2007 17.426,0 5,0 175.367.828 5.0 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2008

Jumlah produksi di Kabupaten Tangerang selama kurun waktu 2001-2007 mengalami kenaikan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,94% dengan jumlah volume rata-rata sebesar 16.885,5 ton. Jumlah produksi mengalami penurunan pertumbuhan pada tahun 2002-2003 sebesar 17,08%. Penurunan tersebut disebabkan jumlah kapal yang melakukan operasi penangkapan sedikit sehingga hasil tangkapan yang diperoleh berkurang. Jumlah kapal yang beroperasi berbanding lurus dengan jumlah hasil tangkapan.

Jumlah nilai produksi di Kabupaten Tangerang selama kurun waktu 2001-2007 mengalami kenaikan rata-rata pertumbuhan sebesar 20,62% dengan rata-rata nilai produksi per tahun sebesar 151.878.753,4 juta rupiah. Pertumbuhan nilai produksi terbesar terjadi pada tahun 2001-2002 mencapai 124.16% dari Rp80.069.050,00 menjadi Rp179.480.421,00. Hal ini disebabkan harga ikan per kg pada tahun 2002 lebih besar dari pada tahun 2001. Dilihat dari data yang didapatkan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, harga ikan kerapu (Ephinephelus spp) pada tahun 2001 adalah Rp10.000,00, ikan kakap (Lates calcarifer) Rp9.000,00 dan ikan cucut


(54)

32

(Sphyrhinidae) Rp3.000,00 sedangkan pada tahun 2002 harga ikan kerapu adalah Rp30.000,00, ikan kakap Rp20.000,00, dan ikan cucut Rp12.000,00. Perbedaan harga yang terlalu tinggi ini menyebabkan pertumbuhan pada tahun 2001-2002 mencapai 124.16%. -2,000.0 4,000.0 6,000.0 8,000.0 10,000.0 12,000.0 14,000.0 16,000.0 18,000.0 20,000.0

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tahun V o lu m e ( to n )

Gambar 5 Perkembangan jumlah volume produksi di Kab. Tangerang, 2001-2007.

Pertumbuhan volume produksi hasil tangkapan periode 2003-2007 terus mengalami peningkatan sama halnya untuk pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapan pada periode yang sama seperti terlihat pada Gambar 6 dibawah ini

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tahun N ila i ( ju ta )

Gambar 6 Perkembangan jumlah nilai produksi di Kab. Tangerang, 2001-2007. 4. 2 Keadaan Umum Pangkalan Pendaratan Ikan Cituis Tangerang


(55)

4.2.1 Lokasi PPI Cituis

PPI Cituis terletak di Desa Surya Bahari, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang. Secara geografis PPI Cituis terletak pada posisi 61°58´ LS dan 106º34´33" BT. Menurut pemerintahan kabupaten Tangerang, batas wilayah PPI Cituis yang terletak di Desa Surya Bahari meliputi:

1) Sebelah utara berbatasan dengan Laut Utara Jawa; 2) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Rawasaban; 3) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Karang Serang; 4) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sukawali.

Luas wilayah PPI Cituis sekitar ± 5 ha dengan lebar sungai 20 m dan panjang 1000 m. PPI Cituis merupakan pelabuhan tipe D yang terbentuk secara alami. Berdasarkan surat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kab. Tangerang Nomor 523/620-Perk/1998 tanggal 17 Juli 1998, lokasi tersebut ditetapkan sebagai Pangkalan Pendaratan Ikan di Kabupaten Tangerang. PPI Cituis dari tingkat operasionalnya sangat aktif di Kabupaten Tangerang dibandingkan dengan PPI yang ada. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas TPI yang melelang ikan setiap harinya dan fasilitas yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan kegiatan perikanan antara lain SPDN, dermaga dan PDAM.

Aktivitas perikanan di daerah ini merupakan penghasilan utama penduduk di daerah Cituis. Namun demikian, tingkat kesejahteraan nelayan di PPI Cituis ini belum dapat dikatakan sejahtera karena rata-rata pendapatan nelayan setempat berkisar Rp. 20.000- 35.000 rupiah per hari dengan jumlah tanggungan keluarga rata-rata lebih dari 5 orang. Dalam memenuhi kebutuhan nelayan sebagai pengguna jasa pelabuhan, sarana dan prasarana yang ada belum dikatakan baik seperti akses jalan menuju pelabuhan dirasakan sangat jauh dari jalan utama dengan kondisi jalan rusak dan becek, maka perlu adanya perbaikan oleh pihak pengelola agar para pengguna jasa pelabuhan dapat memperoleh kepuasan dalam pelayanan yang diberikan oleh pelabuhan tersebut.


(1)

Bulan : Juli

Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008

Bahan baku (ikan basah) Hasil olahan (kering) Jenis ikan

Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Laba Keterangan

Samge 20.000 3.500 11.000 9.500 34.500.000

Perek 35.000 1.800 17.500 4.300 12.250.000

Kuniran Kapasan Utik Bloso

Teri 15.000 3.000 8.500 7.000 14.500.000

Selar 5.000 4.000 2.500 7.500 1.250.000

Kurisi bali 60.000 1.500 32.000 4.000 38.000.000

Kurisi merah

Bandeng 25.000 3.800 15.500 8.300 33.650.000

Mujaer 12.000 2.300 7.000 6.700 19.300.000

Bilis 8.000 1.000 4.500 3.000 5.500.000

Tembang Lemuru

Kembung 7.000 3.000 3.500 6.500 1.750.000

Layur 14.000 3.000 8.000 5.500 2.000.000

Jambal roti

Tongkol

Perek, k


(2)

Lampiran 9 (Lanjutan).

Bulan : Agustus

Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008

Bahan baku (ikan basah) Hasil olahan (kering) Jenis ikan

Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Laba Keterangan

Samge 60.000 3.500 30.000 9.500 75.000.000

Perek 75.000 1.800 37.500 4.300 26.250.000

Kuniran 35.000 2.000 17.500 6.000 35.000.000

Kapasan Utik Bloso Teri Selar

Kurisi bali 55.000 1.500 27.500 4.000 27.500.000

Kurisi merah

Bandeng Mujaer Bilis Tembang Lemuru

Kembung 30.000 3.000 15.000 6.500 7.500.000

Layur 6.000 3.000 3.000 6.500 1.500.000

Jambal roti

Tongkol

Perek, k


(3)

Lampiran 9 (Lanjutan).

Bulan : September

Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008

Bahan baku (ikan basah) Hasil olahan (kering) Jenis ikan

Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Laba Keterangan

Samge 30.000 3.500 15.000 9.500 37.500.000

Perek 60.000 1.800 30.500 4.300 23.150.000

Kuniran 55.000 2.000 27.500 6.000 55.000.000

Kapasan

Utik

Bloso

Teri

Selar

Kurisi bali 45.000 1.500 22.500 4.000 22.500.000

Kurisi merah 35.000 2.000 17.500 5.500 26.250.000

Bandeng

Mujaer

Bilis 50.000 1.000 25.000 3.000 25.000.000

Tembang

Lemuru

Kembung 40.000 3.000 20.000 6.500 10.000.000

Layur

Jambal roti

Tongkol

Perek, k


(4)

Lampiran 9 (Lanjutan).

Bulan : Oktober

Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008

Bahan baku (ikan basah) Hasil olahan (kering) Jenis ikan

Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Laba Keterangan

Samge 45.000 3.500 22.500 9.500 56.750.000

Perek 80.000 1.800 40.000 4.200 24.000.000

Kuniran 60.000 2.000 30.000 6.000 60.000.000

Kapasan

Utik

Bloso 35.000 3.700 17.500 8.500 18.250.000

Teri

Selar

Kurisi bali 50.000 1.500 25.000 3.200 12.500.000

Kurisi merah 65.000 2.000 32.500 5.500 39.000.000

Bandeng

Mujaer

Bilis

Tembang

Lemuru

Kembung 30.000 3.000 15.000 6.300 3.000.000

Layur

Jambal roti

Tongkol

Perek, k


(5)

Lampiran 9 (Lanjutan).

Bulan : November

Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008

Bahan baku (ikan basah) Hasil olahan (kering) Jenis ikan

Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Laba Keterangan

Samge 35.000 3.500 17.500 9.500 43.750.000

Perek 150.000 1.800 75.000 4.300 52.500.000

Kuniran 50.000 2.000 26.000 6.000 56.000.000

Kapasan

Utik 30.000 3.500 15.000 8.500 22.500.000

Bloso 22.000 3.700 12.000 8.500 20.600.000

Teri

Selar

Kurisi bali 55.000 1.500 27.500 4.000 27.500.000

Kurisi merah 10.000 2.000 5.500 5.500 10.250.000

Bandeng 5.000 4.000 2.500 8.500 1.250.000

Mujaer

Bilis

Tembang 7.000 1.500 3.500 3.500 1.750.000

Lemuru

Kembung

Layur

Jambal roti

Tongkol

Perek, k


(6)

Lampiran 9 (Lanjutan).

Bulan : Desember

Sumber: KUD Mina Samudera PPI Cituis, 2008

Bahan baku (ikan basah) Hasil olahan (kering) Jenis ikan

Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Jumlah (kg) Harga (Rp)/kg Laba Keterangan

Samge 40.000 3.500 20.000 9.500 50.000.000

Perek 30.000 1.800 16.000 4.300 14.800.000

Kuniran 80.000 2.000 40.000 6.000 80.000.000

Kapasan

Utik

Bloso

Teri

Selar

Kurisi bali 60.000 1.500 30.000 4.000

Kurisi merah 2.000 2.000 1.500 5.500 4.250.000

Bandeng

Mujaer 5.000 2.500 2.500 6.500 3.750.000

Bilis 6.000 1.000 3.000 3.000 3.000.000

Tembang 25.000 1.500 12.500 3.500 6.250.000

Lemuru

Kembung

Layur

Jambal roti

Tongkol

Perek, k