3.4.2 Observasi Lapang
Observasi lapang dilakukan secara langsung di lokasi penangkaran trenggiling. Ada tiga kelompok data dan informasi yang dikumpulkan melalui
kegiatan observasi lapang. Ketiga data dan informasi tersebut terdiri dari a aspek-aspek teknis penangkaran, b tingkat konsumsi dan palatabilitas pakan, dan
c aktivitas harian trenggiling di penangkaran.
a. Data Aspek Teknis Penangkaran
Data dan informasi mengenai teknis penangkaran diperoleh dengan cara mengamati setiap trenggiling di dalam kandang dan aktivitas
pengelolaannya oleh animal keeper. Disamping mengamati, informasi mengenai tekns penangkaran juga dilakukan dengan wawancara terhadap
animal keeper selama penelitian. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi perkandangan, pengelolaan pakan di penangkaran, manajemen
kesehatan dan penyakit, manajemen reproduksi dan breeding, dan adaptasi trenggiling di penangkaran.
Data mengenai kandang atau habitat buatan trenggiling dilakukan dengan cara mengukur panjang, lebar, dan tinggi kandang. Selain itu
dilakukan pengukuran terhadap suhu dan kelembaban di dalam kandang pada pagi hari 08.00, siang 13.00, sore hari 17.30, dan malam hari 22.30
dengan menggantungkan thermo-hygrometer di areal yang diukur. Informasi mengenai jenis kandang, konstruksi, dan daya tampung kandang serta
perawatan kandang dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan wawancara dengan animal keeper.
Demikian juga untuk data dan informasi mengenai pengelolaan pakan, manajemen kesehatan dan penyakit, serta manajemen reproduksi dan breeding
dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lokasi dan wawancara dengan animal keeper, termasuk mengenai daya adaptasi trenggiling di penangkaran.
Disamping pengamatan secara langsung dan wawancara dengan animal keeper, perolehan data juga dilakukan dengan penelusuran dokumen-dokumen
mengenai kegiatan penangkaran di UD Multi Jaya Abadi karena merupakan salah satu bagian dari system recording di penangkaran.
b. Data Tingkat Konsumsi dan Palatabilitas Pakan
1 Tingkat Konsumsi Pakan
Data dan informasi mengenai tingkat konsumsi pakan diperoleh melalui pengamatan secara langsung pada setiap trenggiling di penangkaran.
Untuk mengetahui besarnya tingkat konsumsi trenggiling dilakukan melalui studi pendahuluan. Hal ini disebabkan oleh jenis pakan di dalam ransum yang
diberikan harus memiliki berat yang sama untuk mempermudah konversi pakan. Kondisi ini disesuaikan dengan berat ransum yang diberikan pengelola.
Disamping itu, mengingat bahwa pakan trenggiling merupakan faktor penting dalam penangkaran, besarnya konsumsi per ekor trenggiling di penangkaran
UD Multi Jaya Abadi menjadi dasar rancangan percobaan yang terkait dengan aspek ekonomi penangkaran.
Pengamatan pendahuluan dilakukan selama lima hari dengan jumlah trenggiling percobaan sebanyak 10 ekor. Rataan konsumsi pakan trenggiling
di penangkaran UD Multi Jaya Abadi sebelum dilakukan treatment terdapat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Rataan konsumsi pakan trenggiling pada pengamatan pendahuluan di Penangkaran UD Multi Jaya Abadi
Objek Pengamatan Rata-rata Konsumsi ghari
T1 119
T2 62
T3 128
T4 71
T5 59
T6 141
T7 123
T8 149
T9 137
T10 112
Jumlah 1101
Rata-rata 110.1
Pengukuran dilakukan selama lima hari pemberian pakan dengan jumlah pemberian 200 gekorhari.
Berdasarkan hasil pengamatan pendahuluan Tabel 1 diketahui rata- rata konsumsi trenggiling di penangkaran 110 gekorhari atau berkisar antara
62−149 gekorhari. Berdasarkan data tersebut, ransum yang diberikan dalam
percobaan ditetapkan 150 gekorhari. Jumlah ini ditetapkan dengan pertimbangan bahwa jumlah tersebut adalah batas maksimal ransum yang
dikonsumsi disamping juga mengingat ketersediaan kroto yang mahal dan terbatas, strategi ini diasumsikan tepat agar efisiensi dan efektivitas pakan
yang diberikan dapat tercapai dan memenuhi kebutuhan trenggiling. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap RAL pola faktorial dengan dua perlakuan masing-masing memiliki dua taraf. Kedua perlakuan tersebut adalah tipe pemeliharaan dan jenismacam
ransum. Tipe pemeliharaan memiliki dua taraf yakni kandang individual satu ekor dan kandang berpasangan dua ekor sedangkan macamjenis ransum
terdiri dari ransum P1 kandungan kroto 50 g, dedak 100 g dan P2 kandungan kroto 80 g, dedak 70 g. Berikut rancangan percobaan dengan
perlakuan t = 2 dan ulangan r = 6 dalam masing-masing kandang: K1
K2 I1
I2 I3
I4 P1
P1 P1
P1 P1
P1 P2
P2 P2
P2 P2
P2
Ket: P1= ransum dengan komposisi kroto 50g; P2= ransum dengan komposisi kroto 80g; K1= kandang perlakuan ke-1; K2= kandang perlakuan ke-2; I1= kandang
perlakuan individu ke-1; I2= perlakuan individu ke-2; I3= perlakuan individu ke-3; I4= perlakuan individu ke-4.
Kedua jenis perlakuan P1 dan P2 diberikan setiap hari pada pukul 19.00 WIB pada masing-masing tipe pemeliharaan baik kandang berpasangan
maupun kandang individu. Ransum P1 dan P2 disajikan secara prasmanan di dalam piring-piring plastik yang ada di penangkaran. Di dalam kandang,
ransum diletakkan berjauhan dari tempat aktivitas memanjat trenggiling. Keesokan harinya ransum sisa yang terdapat di dalam masing-masing piring
pada hari sebelumnya ditimbang untuk mengetahui jumlah konsumsi ransum tersebut.
Posisi piring dalam pemberian pakan dalam kandang individu I1, I2, I3, dan I4 dapat diletakkan dimana saja. Untuk perlakuan berpasangan, posisi
piring pakan yang diberikan dibedakan mengingat bahwa dengan adanya dua individu dalam satu pengamatan, bias yang diperoleh mungkin akan jauh lebih
besar. Oleh karena itu, untuk memudahkan mengetahui besarnya pakan yang
dikonsumsi oleh masing-masing individu, pemberian pakan harus dipisahkan. Adapun posisi piring tersebut dapat dilihat dalam Gambar 6:
Ket: P1 ♂: Pakan P1 komposisi kroto 50 g untuk ♂
P2 ♂: Pakan P2 komposisi kroto 80 g untuk ♂ P1 ♀: Pakan P1 komposisi kroto 50 g untuk ♀
P2 ♀: Pakan P2 komposisi kroto 80 g untuk ♀
Gambar 6 Posisi piring dalam pemberian pakan trenggiling untuk perlakuan pasangan.
Pada Gambar 6 di atas, posisi piring dalam pemberian pakan diatur sedemikian rupa setelah peletakan tempat minum. Pemisahan pakan untuk
jantan dan betina dilakukan untuk mengatasi adanya kemungkinan intervensi terhadap pakan dari jantan ke betina atau dari betina ke jantan sehingga
diperlukan upaya pengawasan lebih dalam pemberian pakan untuk perlakuan ini. Disamping itu, pemisahan dilakukan agar pengamatan palatabilitas
terhadap ransum P1 dan P2 yang diberikan di dalam kandang berpasangan mudah dilakukan.
2 Palatabilitas Pakan
Data dan informasi mengenai palatabilitas diperoleh dengan cara pengamatan langsung dan pengukuran terhadap besarnya konsumsi pakan dari
masing-masing trenggiling dengan metode cafetaria. Dalam hal ini, palatabilitas ditentukan berdasarkan banyaknya ransum yang dikonsumsi,
bukan jenis pakan kroto atau dedak. Pengamatan dilakukan selama 13 hari untuk memperoleh nilai konsumsi yang diukur dari selisih berat ransum awal
dengan berat ransum sisa. Selanjutnya dihitung tingkat konsumsi ransum dengan menggunakan persentase perbandingan antara konsumsi dengan berat
ransum awal. Tingkat konsumsi ransum tertinggi pada setiap trenggiling yang diamati dinyatakan sebagai pakan yang disukai oleh trenggiling.
P1 ♂
P1 ♀
P2 ♂
P2 ♀
c. Data aktivitas harian trenggiling di penangkaran