Teknik Mengawinkan Trenggiling Manajemen Reproduksi

pasangan trenggiling tersebut dibiarkan kawin secara alami tanpa campur tangan pengelola di dalam penyatuan spermatozoa dan sel telur ovum. Salah satu pertimbangan penting pada saat pemasangan trenggiling adalah masuknya masa estrus karena memberikan efek yang lebih efektif terhadap keberhasilan pembentukan pasangan dan proses perkembangbiakannya. Menurut pengelola trenggiling yang dapat dipasangkan dengan berhasil adalah trenggiling yang sudah masuk masa estrus baik jantan maupun betina. Menurut animal keeper seekor trenggiling betina dinyatakan sedang estrus apabila di sekitar vulvanya menunjukkan tanda-tanda perubahan warna, yaitu berwarna kemerahan. Berdasarkan hasil wawancara dengan animal keeper, diketahui bahwa sebagai mamalia trenggiling juga mengalami menstruasi setiap bulannya. Hal ini terlihat dari darah yang dikeluarkan trenggiling di bagian vulva dan biasanya berlangsung tidak lama. Pada trenggiling jantan, gejala birahi atau libido seksual juga ditunjukkan dengan bentuk vulva yang memerah dan menujukkan perilaku yang jauh lebih aktif daripada biasanya. Selain itu gejala birahi juga dapat diketahui berdasarkan penampakan fisik lain seperti kecerahan sisik kulit trenggiling, kekentalan feses dan nafsu makan yang meningkat. Tanda-tanda atau gejala birahi dan reproduksi pada trenggiling betina di penangkaran dapat terjadi pada usia minimal minimum breeding age 2 tahun, sedangkan menurut Medway 1969 trenggiling di habitat aslinya dapat bereproduksi pada usia minimal satu tahun. Gejala birahi estrus yang dapat disebut sebagai dimulainya masa pubertas dan tanda-tanda keinginan untuk kawin pada satwa dipengaruhi oleh faktor nutrisi, musim, dan faktor sosial pemeliharaan Wodzicka-Tomaszewska et al. 1991. Perbedaan waktu minimum seekor trenggiling dapat bereproduksi di penangkaran dengan di habitat aslinya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah makanan baik jenis pakan maupun jumlah konsumsi, suhu dan kelembaban serta teknik penangkaran yang digunakan.

5.1.5.2 Teknik Mengawinkan Trenggiling

Di penangkaran, teknik mengawinkan trenggiling belum diketahui. Data dan informasi mengenai teknik mengawinkan trenggiling di penangkaran juga masih terbatas. Secara umum, pengelola penangkaran UD Multi Jaya Abadi hanya mengetahui morfologi trenggiling dan perilakunya berdasarkan pengalaman tanpa melalui proses pendidikan danatau pelatihan khusus, sehingga benar-benar dijalankan berdasarkan coba-coba trial and error. Tidak ada teknik khusus yang digunakan untuk membantu reproduksi dan breeding trenggiling. Trenggiling yang berada di dalam kandang pemeliharaan berpasangan dan tidak menunjukkan perilaku antagonistik terhadap pasangannya dapat ditetapkan oleh animal keeper sebagai trenggiling yang akan dikawinkan. Secara alami, trenggiling termasuk satwa kawin bermusim seasonal breeder yakni kawin pada bulan April −Juni, namun di penangkaran tidak menutup kemungkinan terjadi perkawinan sepanjang tahun non seasonal breeder. Secara alami kondisi ini dapat dimungkinkan terutama karena ketersedian pakan di penangkaran yang selalu ada sementara di alam sangat tergantung pada musim. Dengan adanya anggapan bahwa trenggiling sulit dikembangbiakkan di penangkaran Wilson 1994, maka diperlukan suatu upaya atau teknik khusus yang dapat mempercepat dan meningkatkan kelahiran serta menekan tingkat kematian. Untuk itu, teknik perkawinan trenggiling perlu diketahui dan dikembangkan dengan baik. Di penangkaran, kemajuan teknologi reproduksi dimungkinkan untuk dilakukan. Bentuk-bentuk teknologi reproduksi yang dapat dipertimbangkan untuk diterapkan dalam upaya meningkatkan perkembangbiakan trenggiling di penangkaran adalah inseminasi buatan IB, transfer embrio TE, pemisahan jenis kelamin, pemisahan spermatozoa X dan Y, In Vitro Fertilization IVF atau lebih dikenal dengan bayi tabung, kloning dan sebagainya.

5.1.5.3 Pemantauan Perkembangan Reproduksi