berada di bagian akar-akar pohon besar atau membuat lubang di dalam tanah yang digali dengan menggunakan cakar kakinya. Trenggiling juga seringkali ditemukan
menempati lubang-lubang bekas hunian binatang lain dan pintu masuk ke lubang sarang selalu tertutup Lim dan Ng 2008.
2.1.4 Aktivitas Harian dan Perilaku
Trenggiling termasuk satwa nocturnal yakni aktif mencari makan pada malam hari. Umumnya ditemukan hidup soliter sendiri, meskipun kadangkala
ditemukan hidup berpasangan Medway 1969. Trenggiling tidak banyak melakukan aktivitas pada siang hari. Biasanya, pergerakan mereka sangat
perlahan kecuali jika dalam keadaan terancam dan dapat bergerak cepat dengan bantuan ekornya dan membentuk bola untuk melindungi tubuh. Ekor tersebut juga
digunakan untuk membantu memanjat pohon Heath 1992 Gambar 3. Sebagai satwa yang aktif pada malam hari, maka trenggiling biasanya tidur sepanjang hari
dalam lubang-lubang yang dibuat sendiri di tanah atau berada pada cabang dan batang di atas pohon, dan pada malam hari mulai keluar dari lubangnya untuk
mencari mangsanya berupa semut atau rayap Breen 2003.
Gambar 3 Aktivitas trenggiling di atas pohon sumber: http:www.ksda-
bali.go.id?p=386 .
Trenggiling dapat berjalan dengan cepat, terkadang terlihat mengangkat kedua kaki depannya yang bertumpu pada kaki belakang untuk membaui sesuatu
di udara. trenggiling juga diketahui dapat berenang, memiliki kebiasaan memanjat yang baik dengan menggunakan kaki dan ekornya untuk berpegangan pada kulit
dan cabang pohon. Seluruh aktivitas dan perilaku trenggiling di habitatnya mengarahkan pada aktivitas mencari makan sedangkan aktivitas makan dilakukan
agar trenggiling mampu berkembang biak reproduksi dan breeding Dickman dan Richer 2001.
a Perilaku Makan
Ketersediaan pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan populasi satwa dan habitatnya penyebarannya Borror et al.
1992. Pakan utama trenggiling adalah semut Ordo Hymenoptera dan rayap Ordo Isoptera dan semut merah tanah diketahui adalah pakan yang disukai
Heryatin 1983 dalam Sari 2007. Sementara itu, pada trenggiling China Manis pentadactyla jenis rayap yang disukai adalah rayap tanah Coptotermes
formosanus, rayap kayu kering Macrotermes barneyi, dan weaver ants Polyrhachis dive Wu et. al 2005 yang terdapat pada Gambar 4.
Gambar 4 Weaver ants Polyrhachis dive yang disukai oleh Manis pentadactyla sumber:
http:www.discoverlife.org20q?search=Polyrhachis+dives [20 April 2011].
Trenggiling diketahui sangat kuat dalam menggali lubang terutama untuk mendapatkan semut dan rayap dengan menggunakan indera penciumannya.
Sebelum menemukan mangsa, trenggiling biasanya membaui daerah yang diduga merupakan tempat bersarangnya mangsa kemudian menggali sarang yang ada di
bawah permukaan tanah maupun di atas pohon dengan menggunakan cakar dari kaki depan hingga semut dan rayap keluar Gambar 5. Lidah trenggiling bersiap
untuk menangkap mangsanya dengan bantuan lendir yang ada pada lidah Rahm 1990; Nowak 1999. Selain itu, dengan perilaku ini juga menunjukkan bahwa
trenggiling dapat membantu dalam aerasi tanah Heath 1992. Perilaku minum pada trenggiling tidak jauh berbeda dengan cara memperoleh mangsanya.
Trenggiling mengeluarkan lidahnya dan memasukkannya kembali dengan cepat ketika minum Nowak 1999. Menurut Nisa 2005 makanan yang dicerna di
dalam lambung sepenuhnya dilakukan hingga menjadi halus dengan bantuan kerikil atau butiran pasir yang tertelan.
Gambar 5 Manis javanica memangsa semut dengan menggunakan cakar kaki sumber:
http:www.savepangolins.orgwhat-is-a-pangolin .
Ditambah lagi, ternyata trenggiling China Manis pentadactyla diketahui memiliki perilaku mencari makan yang dikategorikan ke dalam enam kategori
yakni berjalan
walking, mencari
searching, berjalanmencari
walkingsearching, menggali digging, makan feeding dan jeda pause. Tempat-tempat mencari makan berada di sekitar rumput, pohon-pohon dan
semak-semak, di bawah serasah, di pohon atau ranting dan cabang yang jatuh, tunggul mati, dan dalam sarang rayap Wu et. al 2005.
b Perilaku Reproduksi dan Breeding
Sistem perkawinan pada trenggiling adalah poligamus yang terjadi pada betina poliandri. Trenggiling jantan tidak memiliki peluang yang besar dalam
mengawini banyak betina. Antar jantan biasanya sering terjadi persaingan untuk
mendapatkan betina, bahkan tak jarang ada jantan yang tidak bisa kawin. Hal ini menjadikan betina memiliki peluang besar untuk berpoligini Medway 1969.
Trenggiling diperkirakan berkembangbiak pada musim gugur atau musim kemarau dan melahirkan di musim hujan atau musim semi. Tidak banyak
informasi reproduksi yang dapat dilaporkan. Lama kebuntingan rata-rata 130 hari atau sekitar 4 bulan. Jumlah anak yang dilahirkan umumnya satu ekor. Berat lahir
anak bisa mencapai 100-500 gram. Masa sapih anak sekitar 3 bulan dan kematangan seksual dicapai pada saat anak berumur satu tahun. Induk trenggiling
diperkirakan dapat bereproduksi sepanjang tahun Nowak 1999.
2.2 Nilai Ekonomi Trenggiling, Ekologi, dan Sosial Budaya