c. Data aktivitas harian trenggiling di penangkaran
Pengamatan aktivitas harian trenggiling di penangkaran dilakukan dengan metode focal animal sampling dan scan sampling yang biasa
digunakan dalam pengamatan aktivitas dan perilaku satwa menurut frekuensi waktu tertentu Altmann 1974. Pengamatan dilakukan per 5 menit selama
tiga hari untuk masing-masing unit kandang kandang berpasangan dan kandang individu. Total unit kandang yang diamati sebanyak 6 unit kandang.
Pengamatan dilakukan mulai pukul 06.00−18.00 WIB dan dilanjutkan pada pukul
18.00−24.00 WIB. Seluruh trenggiling yang ada di dalam kandang diasumsikan dapat teramati pada waktu tersebut.
3.5 Analisis Data
Data dan informasi yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dianalisis berdasarkan jenis dan klasifikasi data yang dikumpulkan. Data yang dikumpulkan
tersebut terbagi dalam kelompok, yakni a aspek teknis penangkaran, b tingkat konsumsi dan palatabilitas pakan, dan c aktivitas harian trenggiling di
penangkaran.
3.5.1 Aspek Teknis Penangkaran
Data dan fakta mengenai pengadaan bibit dan perkandangan disajikan secara naratif kualitatif sedangkan data dan informasi mengenai perawatan
kesehatan dan penyakit termasuk teknik reproduksi trenggiling di penangkaran disajikan secara naratif deskriptif dan naratif kualitatif yang ditunjang dengan
bagan-bagan, tabel, dan gambar.
3.5.2 Tingkat Konsumsi dan Palatabilitas Pakan
1. Tingkat konsumsi pakan
Untuk mendapatkan besaran konsumsi, data dilakukan analisis secara kuantitatif. Banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh masing-masing
trenggiling per hari dihitung rata-ratanya selama pengamatan dan dihitung selisih antara sebelum dan sesudah pemberian pakan. Besaran konsumsi setiap
jenis pakan dihitung dengan cara sebagai berikut:
- ; BK
adalah berat kering pakan mula-mula, BK
1
adalah berat kering pakan sisa.
Rancangan Acak Lengkap RAL pola faktorial digunakan untuk mengetahui beda nyata antara faktor macamjenis ransum P1 dan P2 yang
diberikan terhadap konsumsi dan pengaruh faktor tipe pemeliharaan kandang individu dan kandang berpasangan terhadap konsumsi maupun interaksi
antara kedua faktor. Interaksi dapat dikatakan sebagai bentuk hubungan yang timbul antara dua tipe pemeliharaan yang dianggap sebagai variabel respon
yang berbeda pada masing-masing jenis ransum yang diberikan Sudjana 1991. Adapun desain eksperimen tersebut berupa desain eksperimen faktorial
dengan dua buah faktor, faktor pertama terdapat dua taraf dan faktor ke-2 juga memiliki dua taraf. Desainnya menjadi desain faktorial 2 2 atau eksperimen
faktorial 2
2
. Rancangan analisis data konsumsi disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Skema peletakan analisis data penelitian
Tipe pemeliharaan Ulangan
Jenis perlakuan Jumlah
Rata-rata P1
P2
Kandang berpasangan a
1 Ya11
Ya21 2
Ya12 Ya22
Jumlah Ja1n
Ja2n
Ja12 Rata-rata
Ỹa1n Ỹa2n
Ỹa12
Kandang individu b a
Yb1a Yb2a
b Yb1b
Yb2b c
Yb1c Yb2c
d Yb1d
Yb2d
Jumlah Jb1n Jb2n
Jb12 Rata-rata
Ỹb1n Ỹb2n
Ỹb12 Jumlah besar Jab1n
Jab2n Jab12
Rata-rata besar
Ỹab1n Ỹab2n
Ỹab12
Model linear yang digunakan untuk desain faktorial 2 2 atau
eksperimen faktorial 2
2
adalah:
Ket: i = kandang berpasangan, kandang individu
j = ransum P1, ransum P2 = pengamatan pada pengaruh perlakuan ke-k yang terjadi karena pengaruh
bersama tipe pemeliharaan ke-i dan efek pemberian ransum ke-j. = rataan umum pada pengamatan.
= efek berbagai jenis tipe pemeliharaan. = efek berbagai jenis pemberian ransum.
= efek interaksi antara tipe pemeliharaan dengan berbagai jenis ransum.
= efek unit eksperimen ke-k dalam kombinasi antara jenis tipe pemeliharaan dan jenis pemberian ransum.
Tabel 3 Daftar analisis sidik ragam eksperimen faktorial a x b
Sumber Keragaman
Derajat bebas JK
KT F
hitung
Rata-rata 1
R
y
R Perlakuan
A a-1
A
y
A AE
B b-1
B
y
B BE
AB a-1 b-1
AB
y
AB ABE
Galat ab n-1
E
y
E Total
abn ΣY
2
- -
Analisis sidik ragam dari tabel 4 dilakukan dengan menggunakan Model Tetap atau Model I karena semua faktor dan taraf yang ada digunakan
seluruhnya dalam eksperimen Sudjana 1991. Hipotesis nol yang harus diuji dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut:
H
01
: A
i
= 0 ; i = kandang berpasangan, kandang individu H
02
: B
j
= 0 ; j = ransum P1, ransum P2 H
03
: AB
ij
= 0 ; i = kandang berpasangan, kandang individu dan j = ransum P1, ransum P2
Hipotesis alternatifnya adalah : H
11
: A
i
≠ 0 ; i = kandang berpasangan, kandang individu H
12
: B
j
≠ 0 ; j = ransum P1, ransum P2 H
13
: AB
ij
≠ 0 ; i = kandang berpasangan, kandang individu dan j = ransum P1, ransum P2
Daerah kritis pengujian hipotesis ini ditentukan oleh: Fαa-1, abn-1 ; untuk H
01
, Fαb-1, abn-1 ; untuk H
02
, dan Fαa-1b-1, abn-1 ; untuk H
03
. Jika hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa Fα F
hitung
F
tabel
maka tolak H dan terima H
1
. Jika H ditolak maka dalam pengujian ini berarti
terdapat pengaruh atau efek yang ditimbulkan oleh faktor pemeliharaan, faktor pemberian pakan, atau faktor interaksi antara pemeliharaan dan pemberian
pakan.
2. Palatabilitas pakan
Palatabilitas pakan diketahui dengan melihat jenis pakan yang disukai berdasarkan bentuk dan komposisi pakan yang diberikan. Untuk mengetahui
komposisi pakan yang diberikan, masing-masing jenis pakan dalam berbagai bentuk diambil sampelnya dan dilakukan analisis proximat. Analisis proximat
ini dilakukan untuk mengetahui kandungan nilai gizi sebelum menentukan persentase kebutuhan pakan dan menyusun ransum sesuai kebutuhan energi
yang diperlukan. Tingkat palatabilitas merupakan tingkat konsumsi masing-masing jenis
ransum sedangkan untuk menghitung besarnya tingkat konsumsi adalah dengan rumusan sebagai berikut:
Keterangan: K
: Konsumsi pakan trenggiling dalam keadaan kering g BK
: Berat kering pakan sebelum diberikan g BK
1
: Berat kering pakan setelah diberikan pakan sisa g TK
: Tingkat Konsumsi kering pakan
Untuk mengetahui perbedaan tingkat palatabilitas pada tiap-tiap jenis ransum, maka dilakukan uji t:
Hipotesa: H : μ
1
= μ
2
; H
1
: μ
1
≠ μ
2
, dengan μ
1
= tingkat palatabilitas ransum 1 dan μ
2
= tingkat palatabilitas ransum 2.
Untuk ragamnya dihitung dengan formulasi sebagai berikut:
Keterangan: = tingkat konsumsi ransum 1
= tingkat konsumsi ransum 2 = ragam contoh ransum 1
= ragam contoh ransum 2 = jumlah pengamatan ransum 1
= jumlah pengamatan ransum 2
Jika t
hitung
≠ t
tabel
maka terima H
1
, berarti tingkat palatabilitas ransum 1 berbeda nyata dengan palatabilitas ransum 2.
3.5.3 Aktivitas Harian Trenggiling di Penangkaran