Penanganan Anak Pasca Kelahiran

ii suhu temperature dan kelembaban di dalam kandang. Suhu dan kelembaban juga termasuk dalam salah satu hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan reproduksi. Trenggiling yang sedang bunting biasanya tidak menyukai cuaca yang panas dan berkelembaban rendah kering. Hal ini terkait dengan mekanisme metabolisme tubuh trenggiling sehingga dapat mempengaruhi pola reproduksinya sebagaimana menurut Richard 1970 dalam Heruwatno 1982, mamalia dengan kelembaban lingkungan yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada pola reproduksinya. Diperkuat juga oleh Barnes dan Gemmell 1984 yang mengungkapkan bahwa suhu sangat mempengaruhi kecepatan breeding pada satwaliar. Dengan demikian, trenggiling di penangkaran dapat memiliki masa kebuntingan yang lebih lama akibat adanya peningkatan suhu dan kelembaban dalam kandang. iii jenis dan teknik pemberian pakan. Hal tersebut terkait dengan metabolisme tubuh trenggiling, kecepatan aliran energi dan perpindahan materi dari tubuh induk ke dalam tubuh janin. Untuk itu diperlukan suatu teknik pemberian pakan dan inovasi jenis pakan. Pengembangan kroto dan inovasi dalam pemberian pakan kroto di penangkaran dapat menjadi salah satu pilihan untuk mempercepat masa kebuntingan. Hal ini dianggap tepat dan mudah dilakukan karena menurut Wawo et al. 2009 berdasarkan hasil penelitiannya pada jalak Bali, kroto terbukti mempercepat jarak kawin dan bertelur pada jalak Bali di penangkaran tanpa mengurangi kualitas anak yang dihasilkan.

5.1.5.4 Penanganan Anak Pasca Kelahiran

Anak yang lahir di penangkaran UD Multi Jaya Abadi per kelahiran berjumlah satu ekor sebagaimana Medway 1969 menyatakan seekor induk trenggiling diperkirakan dapat beranak sepanjang tahun dengan jumlah anak lahir jarang sekali dua anak, biasanya hanya satu ekor. Setelah anak lahir pasca kelahiran, biasanya animal keeper akan membersihkan kandang terlebih dahulu sebelum induk mengambil tindakan terhadap anak. Anak trenggiling juvenile pangolin yang baru lahir akan hidup bersama dengan induknya dan sepanjang hari induk akan membawa anak kemanapun bergerak dengan meletakkan anak pada ekornya Gambar 16. Gambar 16 Induk menggendong anak selama masa penyapihan Foto: Bismark 2009. Berdasarkan wawancara dengan pengelola, anak yang baru lahir memiliki kulit yang memerah. Pada masa ini sisik belum terlihat jelas dan belum mengeras sehingga induk perlu menjaga anak secara ketat dan memiliki peran yang terlihat lebih dominan dibandingkan trenggiling jantan. Sebagaimana menurut Parr 2003 dalam Farida 2010, sisik anak yang baru lahir masih lembut dan akan mengeras pada umur dua hari. Mata anak baru akan terbuka pada umur 10 hari. Anak trenggiling mulai belajar makan rayap pada umur 1 bulan sehingga diperlukan perhatian khusus dari induk selama 3−4 bulan untuk meyapih anak.

5.2 Konsumsi dan Palatabilitas Pakan Trenggiling di Penangkaran

Pakan memegang peranan yang sangat penting sebagai sumber energi bagi hidup dan perkembangan satwa sehingga sangat menentukan keberhasilan penangkaran. Satwa secara bebas dapat bergerak mencari pakan di habitatnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbeda dengan di alam, di penangkaran dalam ruang kandang yang terbatas, pemenuhan kebutuhan pakan satwa sangat tergantung pada penyediaannya oleh keeper atau pengelola penangkaran, baik jumlah, mutu maupun jenis pakannya. Diantara faktor penting lain yang juga perlu dipertimbangkan dalam manajemen penyediaan pakan satwa di penangkaran agar tercapai efisiensi dan efektivitasnya adalah tingkat konsumsi dan kesukaan palatabilitas pakan. Berkenaan dengan itu, maka umumnya dilakukan percobaan-percobaan untuk