Pengadaan Bibit dan dan Perkembangannya di Penangkaran

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Manajemen Penangkaran Trenggiling di UD Multi Jaya Abadi

Secara umum ada beberapa aspek teknis manajemen penangkaran satwa yang diketahui sangat menentukan keberhasilan penangkaran suatu jenis satwa. Diantara aspek teknis penangkaran tersebut adalah pengadaan bibit, manajemen perkandangan, manajemen pakan, perawatan kesehatan dan pengendalian penyakit, serta manajemen reproduksi breeding. Adapun deskripsi lengkap tentang praktek pengelolaan setiap aspek teknis penangkaran trenggiling Manis javanica yang dilakukan di UD Multi Jaya Abadi berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak pengelola disajikan di bawah ini.

5.1.1 Pengadaan Bibit dan dan Perkembangannya di Penangkaran

Pengadaan bibit merupakan kegiatan awal dari rangkaian pelaksanaan suatu usaha penangkaran satwa. Sumber bibit satwa untuk penangkaran pada prinsipnya dapat berasal dari dua sumber utama yakni hasil penangkapan dari alam wild caugth danatau hasil pembiakan reproduksi di penangkaran captive bred. Terkait dengan usaha penangkaran trenggiling di UD Multi Jaya Abadi, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sumber bibit yang digunakan semuanya berasal dari alam. Semua bibit tersebut merupakan hasil tangkapan dari alam yang dilakukan oleh masyarakat Sibolga. Berdasarkan hasil wawancara dan laporan Bismark 2009 diketahui bahwa jumlah bibit trenggiling yang dipelihara pada awal pembangunan penangkaran tahun 2009 yang berlokasi di Sibolga sebanyak 110 ekor terdiri dari 45 ekor jantan dan 65 ekor betina. Namun dalam perkembangannya, ternyata jumlah trenggiling yang dipelihara di Sibolga ini terus mengalami penurunan drastis akibat kematian sehingga jumlah yang tersisa menjadi 26 ekor. Dari 26 ekor bibit trenggiling yang tersisa di penangkaran Sibolga, 12 ekor 6 ekor jantan dan 6 ekor betina dipindahkan dan dijadikan sebagai bibit untuk pengembangan penangkaran trenggiling di Kecamatan Sunggal pada tahun 2009. Hasil pengamatan, wawancara dan penelusuran dokumen recording management diketahui bahwa dari 12 ekor bibit trenggiling yang ditangkarkan di penangkaran UD Multi Jaya Abadi Kecamatan Sunggal selama 2 tahun 2009- 2010 ternyata jumlah bibit induk juga terus mengalami penurunan akibat kematian meskipun juga diketahui ada kelahiran anak trenggiling di penangkaran. Gambaran mengenai perkembangan jumlah bibit dan anak trenggiling yang lahir di penangkaran seperti disajikan pada Tabel 5. Secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa perkembangan jumlah induk trenggiling menunjukkan trend penurunan. Ada dua faktor yang diduga sebagai penyebab utama dari kematian induk trenggiling tersebut, yakni penyakit caplak yang dibawa dari habitat asalnya dan infeksi luka yang timbul karena penangkapan dengan jerat oleh masyarakat Sibolga Lampiran 8. Tabel 5 Perkembangan induk trenggiling Manis javanica dan keturunan yang dihasilkan di penangkaran UD Multi Jaya Abadi, Kecamatan Sunggal Perkembangan Generasi Jumlah Induk Anak F1 ♂ ♀ ♂ ♀ Stok induk awal 2009 6 6 - - 12 Stok Januari 2010 5 5 4 - 14 Stok Februari 2010 5 5 4 - 14 Stok Maret 2010 5 5 4 - 14 Stok April 2010 5 5 4 - 14 Stok Mei 2010 5 5 4 - 14 Stok Juni 2010 5 5 4 - 14 Stok Juli 2010 5 3 1 2 11 Stok Agustus 2010 4 2 1 2 9 Stok September 2010 4 2 1 2 9 Sumber: laporan hasil Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam P3HKA Tahun 2009. Sumber: laporan perkembangan penangkaran satwaliar dilindungi undang-undang, Manis javanica milik UD Multi Jaya Abadi tahun 2010. Sumber: pengamatan Takandjandji dan Sawitri 2010, komunikasi pribadi. Terkait dengan syarat-syarat bibit dalam proses pengadaannya, diketahui bahwa pengelola penangkaran UD Multi Jaya Abadi belum menetapkan syarat atau kriteria khusus dalam pengadaan trenggiling sebagai bibit. Hal ini karena masih terbatasnya sumber bibit dan pengetahuan mengenai pengelolaan trenggiling di penangkaran. Akibatnya bibit trenggiling yang diadakan umumnya berkualitas rendah karena hampir semuanya mengalami luka jerat. Disamping itu, melihat populasi trenggiling yang digunakan berjumlah 8 ekor, maka sebagai bibit di penangkaran jumlah ini diperkirakan memiliki variabilitas genetik yang rendah dan dapat berdampak pada kualitas genetik turunannya. Menurut Thohari 1988, kualitas bibit dalam usaha penangkaran penting diperhatikan, khususnya dalam hal variasi genetiknya karena berkaitan dengan kualitas keturunan yang akan dihasilkan. Makin tinggi variasi genetik dari bibit yang digunakan maka makin tinggi kualitasnya sebagai induk, demikian pula keturunannya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan variasi dan mutu genetik induk di penangkaran, maka perlu upaya penambahan bibit sebagai indukan dari berbagai sumber khususnya dari habitat alami yang berbeda. Meskipun tingkat kematian indukan yang berasal dari alam cukup tinggi, namun dengan adanya keberhasilan kelahiran anak di penangkaran sebanyak 4 empat ekor menunjukkan bahwa secara teknis penangkaran trenggiling mempunyai prospek yang baik. Hal ini terutama anak yang dilahirkan di penangkaran berpotensi dijadikan sebagai sumber bibit untuk menggantikan induk yang berasal dari alam. Dengan demikian pada masa mendatang, UD Multi Jaya Abadi diharapkan dapat memenuhi bibit dari hasil penangkaran sendiri, tidak lagi mengandalkan bibit dari alam atau hasil sitaan yang ditangkap dengan jerat karena umumnya tidakkurang memenuhi syarat kesehatan sebagai bibit yang baik. Salah satu prinsip yang harus diperhatikan setiap pengelola di dalam pengembangan penangkaran satwa terutama dalam hal pengadaan bibit adalah jaminan keberlanjutan penangkaran satwa sangat ditentukan oleh keberhasilan penyediaan bibit dari hasil reproduksi breeding di penangkaran sendiri. Alikodra 2010 menyatakan bahwa pada dasarnya prinsip kegiatan penangkaran adalah kemampuan tindakan penangkaran dalam memelihara dan mengembangbiakkan satwa yang ditangkarkan. Pada batas tertentu bibitnya dapat diambil dari alam, namun untuk pengembangan selanjutnya bibit yang digunakan harus berasal dari keturunan hasil pengembangbiakan di penangkaran. Berdasarkan uraian tentang pengadaan bibit tersebut di atas, dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut: 1 pengadaan trenggiling untuk bibit harus memenuhi syarat atau kriteria sehat karena kesehatan bibit sangat berpengaruh terhadap tingkat kematian bibit di penangkaran, 2 ada dua faktor yang diduga sebagai penyebab utama kematian bibit induk trenggiling di penangkaran yakni penyakit caplak dan infeksi luka bekas jeratan, 3 pengadaan bibit trenggiling untuk penangkaran dalam jangka panjang sebaiknya berasal dari hasil pembiakan breeding di penangkaran.

5.1.2 Manajemen Perkandangan