Morfologi dan Anatomi Habitat dan Penyebaran

terutama dalam proses perolehan pakan trenggiling hanya menggunakan lidahnya. Melihat dari pola pencarian pakan dan jenis pakan yang digunakan yaitu semut, trenggiling dapat dikatakan dekat dengan mamalia Myrmecophagidae dari hutan tropis di dataran tinggi timur Brazil. Giant anteater atau trenggiling raksasa Myrmecophaga tridactyla Linnaeus, 1758 merupakan mamalia pemakan semut yang memiliki kecepatan memangsa semut 30,8 detik atau sebanyak 0,6 ekor semut per menit dengan kemampuan jelajah rata-rata 1-2 km Shaw et al. 1985. Trenggiling di dunia terdapat tujuh spesies yaitu empat spesies tersebar di Afrika Manis tricuspis, Manis tetradactyla, Manis gigantea dan Manis temmincki dan tiga spesies tersebar di Asia Manis javanica, Manis crassicaudata dan Manis pentadactyla dan di Indonesia hanya terdapat satu spesies yakni Manis javanica Rahm 1990. Tetapi menurut Gaubert dan Antunes 2005 terdapat satu spesies lain yang ada di Palawan, yaitu Manis culionensis. Sebelumnya spesies ini dianggap sebagai spesies Manis javanica, tetapi morfologi spesies ini menunjukkan beberapa perbedaan dengan Manis javanica. Keanekaragaman trenggiling bukan hanya terlihat dari spesiesnya yang cukup banyak melainkan juga terlihat dari jumlah sub spesies yang beragam. Selain Manis javanica ternyata masih terdapat beberapa sub spesies trenggiling dari spesies Manis pentadactyla, Manis tetradactyla, dan Manis tricuspis yakni 1 M. pentadactyla aurita, M. pentadactyla dalmanni, M. pentadactyla pentadactyla Chinese Pangolin, M. pentadactyla pusilla; 2 M. tetradactyla longicaudus; 3 M. tricuspis tricuspis Tree Pangolin Alamendah 2009.

2.1.2 Morfologi dan Anatomi

Trenggiling merupakan satwa sexual dimorphism. Berdasarkan penampakan fisiknya, trenggiling betina lebih pendek dari trenggiling jantan Payne dan Francis 1998. Tubuh jantan berukuran lebih besar dibandingkan trenggiling betina. Trenggiling memiliki moncong dan hidung yang merupakan daerah sensitif dan aktif. Berdasarkan analisis skeleton dan limbus alveolaris, moncong hidung yang panjang dan lubang mulut yang sempit menandakan bahwa otot pengunyah tidak berkembang dengan baik sehingga makanan yang masuk ke dalam mulutnya akan langsung ditelan dan dicerna di dalam lambung. Selain itu, tulang lidahnya os hyoideus yang berukuran panjang namun lebih sederhana dibandingkan dengan os hyoideus pada karnivora lainnya berfungsi untuk membantu menelan atau memasukkan makanan Cahyono 2008. Trenggiling memiliki lidah yang panjangnya hampir sama dengan tubuhnya, mencapai 56 cm Attenborough dalam Ruhyana 2007 dan dapat menjulur hingga 25 cm Breen 2003. Karena tidak memiliki gigi, diduga trenggiling memiliki kebiasaan makan dan kebutuhan serta palatabilitas pakan tertentu sehingga menarik untuk diteliti. Lidah trenggiling mempunyai dua prinsip kerja yaitu memanipulasi makanan yang berada di mulut serta membantu dalam mengambil dan memilih pakan di habitatnya Yapp 1965 dalam Sari 2007. Berdasarkan hal tersebut, Sari 2007 juga menemukan bahwa jenis makanan trenggiling merupakan makanan yang tergolong keras karena adanya lapisan kithin pada semut, sesuai dengan anatomi lidahnya yang dilapisi oleh keratin yang tebal untuk mengolah dan menyerap kithin.

2.1.3 Habitat dan Penyebaran

Trenggiling hidup di berbagai habitat seperti di hutan primer, hutan sekunder, bahkan di areal perkebunan seperti perkebunan karet dan di daerah- daerah terbuka Foenander 1953; Lekagul dan McNeely 1977; Zon 1977; Bain dan Humphrey 1982; Davies dan Payne 1982. Di Indonesia trenggiling tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan dan beberapa pulau kecil di Kepulauan Riau, Pulau Lingga, Bangka, Belitung, Nias, Pagai, Pulau Natuna, Karimata, Bali dan Lombok Corbet dan Hill 1992 dalam Junandar 2007. Selain itu trenggiling juga terdapat di Malaysia, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam. Trenggiling memiliki wilayah jelajah yang luas dan biasanya menempati sarang selama beberapa bulan saja. Trenggiling memiliki kekerabatan dekat dengan trenggiling raksasa Myrmecophaga tridactyla sehingga diduga pola daerah jelajah trenggiling menyerupai daerah jelajah trenggiling raksasa. Menurut Medri dan MourĂ£o 2005, trenggiling raksasa giant anteater betina memiliki wilayah yang lebih luas dari pada jantan. Hasil yang sama juga ditunjukkan dari pengamatan sarang trenggiling yang berada di atas pohon, di lubang-lubang yang berada di bagian akar-akar pohon besar atau membuat lubang di dalam tanah yang digali dengan menggunakan cakar kakinya. Trenggiling juga seringkali ditemukan menempati lubang-lubang bekas hunian binatang lain dan pintu masuk ke lubang sarang selalu tertutup Lim dan Ng 2008.

2.1.4 Aktivitas Harian dan Perilaku