Tujuan Kajian Masalah Pendidikan
5. KAJIAN MASALAH PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
129 tersebut diperlukan adanya intervensi pemberdayaan bagi
akselerasi penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan, terlebih dahulu perlu ditetapkan persyaratan
ambang bagi penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan. Ketiga,
kajian tentang proil pendidikan pada tingkat wilayah meliputi upaya dan capaian target
penuntasan wajib belajar, seperti a ketersediaan dan akurasi data kependudukan; b ketersediaan dan akurasi
data kependidikan; c capaian target daya tampung; dan d capaian target partisipasi pendidikan dalam bentuk
APK, DO, dan angka melanjutkan. Sementara upaya dan capaian target mutu kelembagaan pendidikan tercermin
pada: a NEM lulusan SDMI; b jumlah dan kualiikasi guru; c jumlah dan kondisi fasilitas; d frekuensi dan
mutu layanan; serta e jumlah dan mutu lulusan yang tercermin dalam NEMNUAN SLTP. Keempat, deviasi antara
persyaratan ambang dengan proil pendidikan diidentiikasi sebagai kesenjangan implementasi perencanaan, yang
memerlukan model intervensi perencanaan strategis bagi percepatan penuntasan wajib belajar dan peningkatan
mutu pendidikan.
Proposisi Tentang Wajib belajar dan Mutu Pendidikan 2.
Berdasarkan kerangka pemikiran sebelumnya, berikut ini dikemukakan proposisi-proposisi yang dapat dijadikan
acuan dalam mengkaji, memaknai, dan menganalisis fenomena
berkaitan dengan
implementasi sistem
perencanaan dan manajemen pendidikan dasar guna perumusan model intervensi pemberdayaan perencanaan
strategis bagi penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan.
Urgensi dan Ruang Lingkup Penuntasan Wajib Belajar a.
dan Peningkatan Mutu Pendidikan 1. Penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu
pendidikan merupakan prioritas dalam pembangunan pendidikan. Penuntasan wajib belajar yang berdimensi
PERENCANAAN PENDIDIKAN
130 pemerataan serta mengandung misi pembebasan dan
pemberdayaan masyarakat. Keberhasilan penuntasan wajib belajar diduga akan melipatgandakan kualitas dan
produktivitas penduduk, memberi peluang yang lebih besar bagi mereka untuk meraih jenjang pendidikan yang
lebih tinggi, serta dapat meningkatkan kualitas dan taraf kehidupan mereka.
2. Dalam banyak hal, upaya penuntasan wajib belajar pendidikan masih banyak menemui kendala, baik karena
keterbatasan kemampuan pemerintah maupun karena keterbatasan dalam masyarakat. Pemerintah mempunyai
keterbatasan dalam penyediaan sumber daya manusia dan nonmanusia, baik secara kualitatif maupun kuantitatif
Sanusi 1998:45. Sementara sebagian masyarakat belum dapat memenuhi anjuran wajib belajar pendidikan karena
keterbatasan kemampuan ekonomi, kelemahan persepsi akan pentingnya pendidikan, ataupun karena daya jangkau
sekolah, sarana transportasi, dan lokasi pemukiman atau lokasi sekolah yang kurang mendukung.
3. Upaya percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan di satu sisi, cenderung memperlemah mutu
proses dan mutu hasil pendidikan di sisi lain. Masukan siswa semakin banyak dan bervariasi, sedangkan kapasitas dan
kualitas layanan cenderung tetap atau bahkan menurun. Jika hal tersebut terus berlangsung, maka dalam jangka
panjang akan timbul persoalan-persoalan baru yang jauh lebih kompleks dan sukar untuk diatasi. Jadi, gerakan kearah
perbaikan mutu harus dimulai sejak dini. Semua pihak perlu membudayakan prinsip “mencegah lebih baik dari pada
memperbaiki” sebagaimana diisyaratkan Demming, Juran, dan Phillip Depdikbud 1994:100.
4. Berkat ketiga alasan rasional tersebut, maka percepatan penuntasan wajib belajar dan peningkatan
mutu pendidikan harus didasarkan pada hasil analisis posisi pendidikan. Dalam analisis posisi tersebut dikaji: 1 kondisi-
kondisi eksternal sistem pendidikan yang berpengaruh