Penerapan Konsep TQM dalam Perencanaan

3. WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN 65 4 merumuskan tujuan berdasarkan visi, misi, dan prinsip- prinsip. Langkah-langkah Operasional 2. Langkah-langkah operasional dalam perumusan rencana strategis dimaksud antara lain 1 mengadakan studi tentang pelanggan untuk mengetahui siapa-siapa pelanggan, apa kebutuhan mereka, baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang. 2 Mengadakan studi tentang keberadaan lembaga untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, kesempatan, kendala, ancaman, dan faktor- faktor penting untuk mencapai keberhasilan. 3 Menyusun rencana lembaga yang memuat langkah-langkah dan program yang didasarkan pada visi, misi, tujuan, prinsip, dan hasil-hasil penelitian tentang para pelanggan dan penelitian tentang keberadaan lembaga. 4 Menentukan kebijaksanaan dan rencana mutu yang hendak dicapai sesuai dengan kebutuhan para pelanggan dengan berpedoman pada visi, misi, prinsip, dan tujuan lembaga. Kurikulum merupakan bagian inti dari kebijakan rencana kelembagaan sekolah. 5 Menentukan atau memperkirakan biaya yang diperlukan untuk mencapai mutu yang ditentukan. Rencana Anggaran Penerimaan dan Belanja RAPB adalah inti dari langkah ini yang sudah tentu didasarkan pada program kerja. 6 Menentukan dan menyusun rencana dan alat-alat untuk mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan lembaga serta menentukan sebab-sebab keberhasilan dan ketidakberhasilan lembaga Diadaptasi dari Dirjen Dikti 1994:24–5. 7 Memberdayakan fasilitator penunjang program seperti kelompok kerja wajib belajar dan gerakan nasional orang tua asuh ke arah penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan dasar. 8 Membentuk kelompok untuk mendorong dan menunjang ke arah penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan dasar. 9 Menunjuk koordinator untuk membantu dan mengarahkan tim guna mendorong penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan. 10 PERENCANAAN PENDIDIKAN 66 Menyelenggarakan seminar manajemen untuk mengevaluasi kemajuan. 11 Menganalisis dan mendiagnosis situasi yang sedang berkembang. 12 Mencontoh dan menggunakan atau mencoba model-model yang telah diterapkan oleh lembaga atau daerah lain. 13 Menggunakan konsultan dari luar. 14 Semua pihak selalu berpegang pada upaya secara total dan berorientasi pada mutu atau berbudaya mutu. 15 Menyebarluaskan program penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan dasar kepada semua pihak yang terkait. 16 Mengevaluasi program pada setiap periode tertentu. Kriteria Keunggulan Rencana Strategis 3. Rencana strategis dipandang memiliki keunggulan apabila: 1 mempunyai visi yang jelas dan spesiik; 2 memiliki misi yang lebih mengutamakan kepentingan penggunapelanggan; 3 menggunakan cara yang tepat untuk melaksanakan misi lembaga; 4 melibatkan para penggunapelanggan dalam pengembangan strategi; 5 terbuka peluang bagi pengembangan kekuatan bagi seluruh staf dengan jalan menghilangkan kendala dan membantu mereka dalam meningkatkan kontribusi terhadap lembaga dengan mengembangkan kelompok kerja yang efektif dan eisien; serta 6 adanya instrumen pemantauan dan evaluasi terhadap efektivitas dan eisiensi kelembagaan. Penuntasan Wajib Belajar dan Peningkatan Mutu 4. Pendidikan Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan, antara lain 1 mengetahui apa yang harus dilakukan oleh setiap bagian; 2 mempelajari, memperbaiki, dan menyempurnakan prosedur dan cara kerja secara terus- menerus; 3 mencatat apa yang dilakukan; 4 melaksanakan apa yang telah direncanakan; dan 5 mengumpulkan bukti keberhasilan upaya yang telah dilakukan dan menyebarluaskannya. 3. WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN 67 Unsur-unsur yang perlu dijadikan acuan dalam penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan dasar antara lain 1 rencana strategis atau rencana induk pengembangan pendidikan, baik secara nasional, regional, maupun kelembagaan; 2 mengutamakan mutu masukan, mutu layanan, mutu hasil pendidikan dan lulusan, serta optimalisasi aksesabilitas lembaga; 3 pemberdayaan tim pengelola; 4 tim pengendali yang menguasai masalah dan dapat membantu memecahkan masalah-masalah kelembagaan; 5 mempublikasikan kebijakan, keadaan, dan hasil-hasil yang dicapai lembaga kepada pelanggan; 6 informasi tentang penerimaan peserta didik baru; 7 program pengenalan bagi calon peserta didik dan tenaga kerja baru; 8 penjelasan tentang kurikulum; 9 layanan peserta didik; 10 pengelolaan tentang kurikulum yang lengkap; 11 pengelolaan pengajaran; 12 kurikulum yang menunjukkan tujuan dan spesiikasi program; 13 program pengembangan staf; 14 pemerataan kesempatan bagi peserta didik dan staf untuk mengembangkan diri; 15 pemantauan dan evaluasi yang terencana dan berkesinambungan; 16 ketentuan administrasi yang jelas; serta 17 pengkajian terhadap keberhasilan dan kegagalan yang dihadapi, yang seharusnya dilakukan oleh para pengawas dari luar eksternal auditor.

H. Penggunaan Konsep Model dan Modeling

Deinisi Model dan Modeling 1. Law Kelton 1991:5 dan Sudarwan 1998:22 mendeinisikan model sebagai representasi suatu sistem yang dapat mewakili sistem sesungguhnya. Visualisasinya dirumuskan melalui aktivitas mental berupa berpikir ways of thinking tertentu untuk melakukan konkretisasi atas fenomena yang abstrak. Mills et al. 1989:4 berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi akurat, sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba PERENCANAAN PENDIDIKAN 68 bertindak berdasarkan model itu. Dalam dunia rekayasa engineering, Johansson 1993:2 mengemukakan bahwa model digunakan untuk keperluan interpretasi atas hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem pengkajian. Dilihat dari sisi kebijakan publik, Mazzoni 1991:116 mengemukakan bahwa “the central concept of the model is that of arena”. Arena ini merupakan saluran- saluran tindakan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah speciic governmental action channels, seperti ekonomi, politik, dan sosial. Kata modeling secara hariah berarti “art of making models” Hornby 1994:797. Johansson 1993:3 dan Sudarwan 1998:22–23 mendeinisikan modeling sebagai suatu proses yang diawali dengan pengidentiikasian perangkat komponen-komponen terkait dari sebuah model ideal. Sistem identiikasi merupakan proses melahirkan model sistem matematika dari data yang dapat diobservasi sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil identiikasi, dikembangkan model isikal berikut struktur jaringannya. Resultansi perilaku jaringan itu dapat ditentukan dari struktur jaringan dan sifat-sifat persamaan keseimbangan antarkomponen yang saling berinteraksi karena pada umumnya masalah modeling menjelaskan kondisi keseimbangan yang diasosiasikan dengan energi minimal minimum energy. Johanssen 1993:2–3 juga menegaskan bahwa perumusan model tersebut mempunyai tiga tujuan utama, pertama, memberikan penggambaran atau deskripsi kerja sistem untuk periode tertentu, di mana di dalamnya implisit terdapat seperangkat aturan untuk melaksanakan perubahan atau memprediksi cara sistem beroperasi di masa datang. Kedua, memberikan gambaran tentang fenomena tertentu menurut diferensiasi waktu atau memproduksi seperangkat aturan yang bernilai bagi keteraturan sebuah sistem. Ketiga, memproduksi model yang mempresentasikan data dan format ringkas pada tingkat kompleksitas yang rendah.