Rasional Peningkatan Mutu Pendidikan

7. PERENCANAAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN 161 Kedua, perencanaan wajib belajar berbasis kabupaten kota perlu ditindaklanjuti dengan: 1 penyediaan lahan untuk pembangunan UGBRKB sesuai dengan rekomendasi hasil analisis kohor kependudukan dan pemetaan sekolah; 2 pengadaan perabot sekolah sesuai dengan paket UGBRKB yang direkomendasi; 3 pengadaan buku bacaan dan alat praktik pendidikan SLTP yang pengadaannya dilaksanakan atas usulan masing-masing sekolah; 4 bantuan biaya transpor danatau pemondokan bagi murid dan guru SD MI dan SLTP yang tempat tinggalnya jauh atau berasal dari daerah terpencil; 5 penyelenggaraan SD Kecil, SD Pamong, kelas jauh, Paket A, Ujian Persamaan SD, SLTP Terbuka, SLTP Kecil, kelas jauh, Paket B, ujian persamaan SLTP, dan program penyetaraan pendidikan dasar; 6 beasiswa dan subsidi silang untuk siswa SDMI dan SLTP yang berasal dari keluarga yang secara ekonomi kurang mampu, terutama bagi murid di pedesaan atau daerah terpencil; dan 7 penggalangan orang tua asuh bagi siswa yang berasal dari keluarga yang secara ekonomis dipandang kurang mampu. Akan lebih berhasil lagi jika pelaksanaan langkah strategis tersebut didasari oleh komitmen yang kuat untuk melaksanakan desentralisasi perencanaan dan manajemen pendidikan dasar serta fungsionalisasi atau profesionalisasi perencana dan manajer pendidikan di daerah. Strategi 2 : Pengembangan Model Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah School-Based Quality Management Model Model manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dapat dijadikan sebagai pedoman dasar bagi para kepala sekolah, pengawas, dan kepala dinas pendidikan dalam mengembangkan sekolah dan meningkatkan mutu sekolah secara berkelanjutan. Kegiatannya meliputi: 1 peningkatan profesionalitas kepala sekolah melalui pendidikan dan pelatihan pra jabatan, pendidikan, dan pelatihan dalam jabatan, studi lanjut ataupun pendidikan dan pelatihan PERENCANAAN PENDIDIKAN 162 terprogram lainnya; 2 peningkatan profesionalitas guru penyetaraan atau studi lanjut minimum hingga S-1 sesuai dengan persyaratan jabatan profesional bagi guru SDMI dan bagi guru SLTP; 3 peningkatan mutu masukan dasar lulusan SDMI; 4 peningkatan efektivitas pembelajaran; 5 peningkatan mutu gedung termasuk pengadaan dan pemeliharaan perabot baik berupa tambahan maupun pengganti perabot yang rusak; 6 pemenuhan kebutuhan buku paket, alat peraga, dan alat praktik pendidikan; 7 mengupayakan pemenuhan kebutuhan layanan kemuridan; 8 peningkatan pelibatan partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk bantuan yang relevan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah; 9 pengembangan materi, media, program pelatihan, dan pemberian kesempatan untuk peningkatan profesionalitas guru; 10 mengaktifkan kegiatan kelompok kerja Gugus: KKGMGMP, KKKSMKKS, dan KKPSMKPS; dan 11 penciptaan iklim sekolah yang kondusif bagi pembelajaran yang berkualitas, menjalin hubungan dengan masyarakat, ketepatan dalam mengambil keputusan dan memecahkan masalah, serta mengembangkan program penelitian tindakan kelas classroom action research. Strategi 3 : Pengembangan Model Sinergis Penuntasan Wajib Belajar dan Peningkatan Mutu Pendidikan Ketika kita berupaya meningkatkan jumlah kuantitas peserta didik, maka upaya untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan menjadi beban yang amat berat. Ketika kita lebih berorientasi pada kualitas, maka jumlah siswa menjadi beban yang memberatkan. Pertanyaannya adalah dapatkah kedua upaya tersebut digalang sedemikian rupa, sehingga keduanya dapat bersinergi dan saling mendukung. Ketiga model tersebut akan dikembangkan secara lebih detail seperti pada uraian di bawah ini. 7. PERENCANAAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN 163

F. Pemodelan Perencanaan Strategis

Model 1 PERENCANAAN PENDIDIKAN BERBASIS KABUPATENKOTA MODEL INTERVENSI BAGI PERCEPATAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR

1. Asumsi Dasar

Perencanaan penuntasan wajib belajar berbasis kabupaten dengan penekanan pada penguatan SIM merupakan salah satu alternatif strategi bagi percepatan penuntasan anak usia sekolah 7–15 tahun agar terakomodasikan ke dalam sistem pendidikan nasional, baik melalui jalur persekolahan maupun jalur pendidikan luar sekolah. Batasan kabupaten dipandang merupakan ukuran wilayah yang paling tepat dijadikan sebagai unit analisis bagi penuntasan wajib belajar pendidikan dasar. Pertimbangannya adalah 1 kabupaten atau kota merupakan unit birokrasi pemerintahan yang memiliki otonomi dalam pengelolaan wilayahnya; 2 keputusan tentang pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan kewenangan kabupatenkota; 3 DPRD merupakan lembaga yang memiliki legitimasi yang kuat dan mampu mengambil keputusan yang lebih baik, bukan kepanjangan tangan pemerintah atau lembaga yang harus melegalkan usulan pemerintah seperti malpraktik di masa lalu; 4 keputusan-keputusan pada tingkat kabupaten akan lebih rasional dan realistis jika dibandingkan dengan keputusan yang ditetapkan pada tingkat provinsi sebab aspirasi dan potensi daerah akan lebih terakomodasikan; 5 rentang kendali dan jalur birokrasi antara pengambil keputusan