PERENCANAAN PENDIDIKAN
184
Model 3
MODEL SINERGI PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN
DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DASAR
1. Asumsi Dasar
Upaya penuntasan wajib belajar yang berdimensi kuantitas dan peningkatan mutu dikdas yang berdimensi
kualitas “seolah-olah” sukar dipertemukan. Penetapan prioritas di satu sisi cenderung “mengabaikan” sisi lainnya.
Pandangan tersebut tidak sepenuhnya benar sebab jika dilihat dari dimensi yang lebih luas cakupannya atau esensinya,
ternyata keduanya tetap mengupayakan perbaikan mutu pendidikan. Peningkatan kewajiban belajar dari enam tahun
menjadi sembilan tahun pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan tingkat pendidikan penduduk, dari yang
semula dianggap cukup tamatan SD atau yang sederajat menjadi minimal harus menamatkan pendidikan hingga SLTP
atau yang sederajat. Dengan demikian, upaya penuntasan wajib belajar pendidikan dasar merupakan perwujudan dari
upaya peningkatan mutu pendidikan.
Peningkatan mutu pendidikan secara umum hanya dapat terwujud jika setiap sekolah beserta perangkatnya
melakukan upaya
perbaikan secara
terus-menerus. Sasarannya adalah setiap peserta didik mengalami proses
pembelajaran yang bermakna bagi dirinya. Setiap individu peserta didik harus dapat menyelesaikan tugas-tugas
belajarnya learning task dengan hasil yang optimal. Hasil belajar yang mudah terukur antara lain dalam bentuk nilai
hasil belajar NEM dan sejenisnya. Sementara hasil belajar dalam bentuk perubahan sikap dan perilaku sangat komplek
7. PERENCANAAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
185 pengukurannya. Oleh karena itu, NEM sering kali dijadikan
sebagai ukuran tingkat keberhasilan peserta didik dalam menyelesaikan tugas-tugas belajarnya.
Ada beberapa indikator tingkat keberhasilan suatu sekolah dilihat dari produk yang dihasilkannya, antara lain
sekolah dipandang berhasil jika: 1 dapat menghasilkan lulusan dalam jumlah yang optimal dan dengan nilai yang
rata-rata tinggi; 2 dapat menekan sekecil mungkin angka putus sekolah dan mengulang kelas; 3 banyak lulusan yang
dapat melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi, dengan pilihan ke sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan
yang dipandang terkemuka dan berbobot; 4 lulusan yang tidak melanjutkan memiliki keahlian yang memadai
untuk dapat bekerja secara mandiri. Akumulasi jumlah dan mutu lulusan suatu sekolah merupakan perwujudan “mutu
sekolah”. Gabungan dari nilai rata-rata nilai per sekolah di dalam suatu wilayah merupakan indikator mutu pendidikan
di wilayah itu. Kaitan antara mutu lulusan, mutu sekolah, dan mutu pendidikan suatu wilayah dapat dilukiskan sebagai
berikut.
Mutu Pendidikan Suatu wilayah
Mutu Pendidikan Suatu wilayah Mutu Sekolah
Mutu Sekolah Mutu
Lulusan
Diagram 7.3 Kaitan mutu lulusan, mutu sekolah, dan mutu
pendidikan suatu wilayah
PERENCANAAN PENDIDIKAN
186
2. Model Sinergi Penuntasan Wajib Belajar dan Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa antara penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendiikan dasar
pada akhirnya bermuara pada tujuan yang sama, yakni meningkatkan kualitas pendidikan, baik pada tataran
individu maupun masyarakat. Keduanya saling mendukung dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu dalam jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan. Perbedaan keduanya pada misi dan strategi yang ditempuhnya, penuntasan wajar
menggunakan unit analisis kependudukan dan kependidikan pada suatu wilayah kabupaten atau kecamatan. Dengan
teknik analisis kohor, perencana di tingkat kabupaten dapat menghitung berapa daya tampung yang diperlukan, berapa
daya tampung yang ada, dan berapa kekurangannya, di wilayah mana perlu dibangun unit gedung baru UGB,
sekolah mana yang memerlukan ruang kelas baru RKB, berapa banyak di suatu wilayah memerlukan tambahan
guru dan fasilitas pendidikan lainnya, serta layanan pendidikan apa saja yang perlu disediakan sesuai dengan
karakteristik wilayah dan masyarakat setempat. Itu sebabnya, perencanaan penuntasan wajib belajar lebih
tepat menggunakan pendekatan perencanaan berbasis kabupaten.
Peningkatan mutu akan lebih bermakna apabila dilakukan secara mandiri oleh masing-masing sekolah
School-Based Quality Manajement karena warga sekolah yang bersangkutan yang lebih tahu apa-apa yang harus
diperbaiki dan ditingkatkannya. Kepala sekolah merupakan faktor kunci keberhasilan dalam peningkatan mutu
pendidikan pada tataran sekolahnya, Sementara Kandep beserta perangkatnya berperan sebagai fasilitator dan
dinamisator bagi sekolah-sekolah yang ada di wilayahnya. Paduan keduanya diharapkan mampu memberi kesempatan
pendidikan kepada semua warga dengan mutu yang memadai baik. Model sinergi penuntasan wajib belajar
7. PERENCANAAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
187 dan peningkatan mutu pendidikan dasar dapat dilukiskan
sebagai pada Diagram 7.4 di bawah ini.
Perencanaan Manajemen Pend. Berbasis KabKodKec.
1. Akurasi Data Informasi 2. Analisis Kohort Kependudukan
3. Usulan Program Penuntasan 4. Pemetaan Pendidikan
Termasuk Pemerataan Mutu
Manajemen Mutu Berbasis Sekolah 1. Kepala Sekolah yang handalProf.
dan Mandiri 2. Jumlah Kualifikasi Guru Memadai,
Kesejahteraan Guru Diperhatikan 3. Murid2 Memenuhi Standar Minimal
4. Fasilitas Belajar Memadai 5. Keuangan Sekolah Memadai
6. Proses Belajar Aktual Bermakna
Mutu Pend. Wilayah : APK APM
X-NEM PHB Angka Transisi
Angka Kelulusan Angka Melanjutkan
Tk. Pend. Penduduk
Mutu Kelembagaan : X-NEM PHB
Angka Transisi Angka Kelulusan
Angka Melanjutkan Sekolah Terstandar
Strategi : Pemera-
taan Mutu
PROFIL Pendid.
Menurut Wilayah
PROFIL Kelem-
bagaan Pendid.
Diagram 7.4 Model sinergi
penuntasan wajar
dan peningkatan mutu Dikdas
3. Kriteria Keberhasilan
Upaya penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan dipandang berhasil apabila setiap orang
di setiap unit kerja selalu berupaya untuk menciptakan kondisi yang mendukug terjadinya perbaikan, dalam
jumlah dan kualitas sesuai keperluan, baik ditinjau dari segi input, proses, maupun hasil-hasil yang dicapainya.
Sedikit perbaikan akan lebih berarti daripada tidak ada perbaikan atau bahkan mengalami kemunduran. Hal ini
mengandung arti bahwa setiap orang tahun posisi diri dan lembaganya, tahu kekurangan dan kelebihannya, tahu apa
yang harus diupayakannya, dan bersama-sama berusaha untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.
Akses yang memadai, baik dari segi jumlah maupun model
PERENCANAAN PENDIDIKAN
188 pembelajaran yang dibutuhkan dan proses pembelajaran
dapat memenuhi kebutuhan dan harapan peserta didik dalam mengembangkan potensinya.
4. Prasarat Keterlaksanaan Model Sinergi Penuntasan Wajib Belajar dan Peningkatan Mutu Pendidikan
Dasar
Berdasarkan kriteria tersebut, maka evaluasi diri dan pertimbangan-pertimbangan kondisi lingkungan eksternal
pendidikan menjadi prasarat bagi keterlaksanaan model sinergi penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu
pendidikan dasar. Prasyarat bagi keterlaksanaan model sinergi penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu
pendidikan dasar adalah komitmen semua pihak terkait. Hal tersebut dimaksudkan untuk saling mendukung sesuai
dengan kemampuan dan kesempatan masing-masing serta mengutamakan pelibatan potensi dan partisipasi
masyarakat
untuk kepentingan
keterlaksanaan misi
wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan dasar. Peningkatan kemampuan profesional guru dan kepala
sekolah merupakan prasyarat utama yang memerlukan dukungan pimpinan instansi pembina Dinas Diknas.