Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kakao pada Perkebunan
Berdasarkan Tabel 27, yang menunjukkan bahwa petani yang melakukan proses pengolah biji kakao dengan difermentasi terdapat petani yang tidak efisien
dalam mengusahakan kakao yaitu sebanyak 4 petani 6,67. Berbeda dengan petani yang melakukan proses pengolahan biji kakao dengan tidak difermentasi
seluruhnya efisien dalam mengelola usahatani kakao dengan nilai efisiensi lebih besar dari 0,70. Selain itu, jika dilihat dari sebaran tingkat efisiensi terhadap status
pengolahan biji kakao dengan tidak difermentasi banyak terdapat pada nilai efisiensi lebih besar dari 0,90 yaitu sebanyak 36 petani 90,00 dan lainnya
tingkat efisiensi berada pada kisaran 0,70-0,90 yaitu sebanyak 4 petani 10,00. Sedangkan jika dilihat dari sebaran tingkat efisiensi terhadap status
pengolahan biji kakao dengan difermentasi banyak terdapat pada tingkat efisiensi lebih besar dari 0,90 yaitu sebanyak 40 petani 66,67 dan yang lainnya berada
pada kisaran tingkat efisiensi 0,70-0,90 yaitu sebanyak 16 petani 26,67. Artinya proses pengolahan biji kakao yang dilakukan dengan menerapkan
teknologi fermentasi tingkat inefisiensi produksinya akan lebih besar jika dibandingkan dengan proses pengolahan biji kakao dengan tidak menerapkan
teknologi fermentasi. Hal ini disebabkan karena terdapat kehilangan hasil dari proses pengolahan biji kakao dengan difermentasi lebih besar dibandingkan
dengan kehilangan hasil yang diperoleh dari proses pengolahan biji kakao dengan tidak difermentasi.
Efisiensi Alokatif dan ekonomis diperoleh melalui analisis dengan memperhitungkan rasio harga input dengan harga output. Usahatani kakao rakyat
dengan menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan memiliki nilai rata-rata efisiensi alokatif sebesar 0,201. Hal ini menunjukkan
bahwa efisiensi alokatif usahatani kakao rakyat dengan menerapkan teknologi fermentasi pada bjii kakao masih rendah. Peningkatan efisiensi alokatif yang
harus diupayakan masih tinggi yaitu sebesar 67,10 persen {1-0,2010,611}. Sebaran efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis usahatani kakao pada perkebunan
rakyat yang menerapkan teknologi fermentasi pada proses pengolahan biji kakao di Kabupaten Tabanan, Bali tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Sebaran Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomis Usahatani Kakao
pada Perkebunan Rakyat yang Menerapkan Teknologi Fermentasi pada Proses Pengolahan Biji Kakao di Kabupaten Tabanan, Bali
Tahun 2012
No. Tingkat Efisiensi
Fermentasi TE
AE EE
1. 0,5 0,00
57 95,00
60 100,00
2. 0,5 - 0,69 4
6,67 3
5,00 0,00
3. 0,70 - 0,90 16
26,67 0,00
0,00 4. 0,90
40 66,67
0,00 0,00
Total 60
100,00 60
100,00 60
100,00 Minimum
0,645 0,014
0,011 Maksimum
0,978 0,611
0,459 Rata-rata
0,890 0,201
0,171 Keterangan : TE = Efisiensi Teknis
AE = Efisiensi Alokatif EE = Efisiensi Ekonomis
Efek gabungan dari efisiensi teknis dan efisiensi alokatif menunjukkan bahwa rata-rata efisiensi ekonomis usahatani kakao pada kelompok petani yang
menerapkan teknologi fermentasi sebesar 0,171. Artinya usahatani kakao dengan menerapkan teknologi fermentasi di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali belum
efisien secara ekonomi. Penyebab rendahnya efisiensi ekonomis karena efisiensi alokatif yang sangat rendah. Sementara efisiensi teknis sudah relatif tinggi.
Usahatani kakao pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi masih perlu meningkatkan efisiensi ekonomis sebesar 62,75 persen {1-
0,2010,611}. Rendahnya efisiensi alokatif yang kemudian menyebabkan rendahnya efisiensi ekonomis, menunjukkan bahwa usahatani kakao dengan
menerapkan teknologi fermentasi belum mampu memberikan keuntungan yang maksimum. Hal ini dimungkinkan yang menjadi penyebab menurunnya minat
petani untuk mengusahakan kakao dengan menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao.
Berdasarkan sebaran tingkat efisiensi alokatif pada kelompok petani kakao yang menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao banyak berada pada
tingkat efisiensi lebih kecil dari 0,50 yaitu sebanyak 57 petani 95. Selebihnya sebanyak 3 5 petani berada pada tingkat efisiensi alokatif pada kisaran 0,50-
0,69. Sedangkan berdasarkan sebaran tingkat efisiensi ekonomis pada kelompok
petani kakao yang menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao keseluruhan berada pada tingkat efisiensi ekonomis lebih kecil dari 0,50 yaitu sebanyak 60
petani 100. Hal ini berarti secara ekonomis seluruh petani kakao yang menerapkan teknologi fermentasi tidak efisiensi karena belum mampu
memberikan keuntungan yang maksimum. Sedangkan usahatani kakao rakyat dengan tidak menerapkan teknologi
fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan memiliki nilai rata-rata efisiensi alokatif sebesar 0,209. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi alokatif usahatani
kakao rakyat dengan tidak menerapkan teknologi fermentasi pada bii kakao masih rendah. Peningkatan efisiensi alokatif yang harus diupayakan masih tinggi yaitu
sebesar 78,99 persen {1-0,2010,611}. Sebaran efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis usahatani kakao pada perkebunan rakyat dengan tidak menerapkan
teknologi fermentasi pada proses pengolahan biji kakao di Kabupaten Tabanan, Bali tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Sebaran Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomis Usahatani Kakao
pada Perkebunan Rakyat yang Tidak Menerapkan Teknologi Fermentasi pada Proses Pengolahan Biji Kakao di Kabupaten
Tabanan, Bali Tahun 2012
No. Tingkat Efisiensi
Tidak Fermentasi TE
AE EE
1. 0,5 0,00
34 85,00
34 85,00
2. 0,5 - 0,69 0,00
4 10,00
5 12,50
3. 0,70 - 0,90 4
10,00 1
2,50 0,00
4. 0,90 36
90,00 1
2,50 1
2,50 Total
40 100,00
40 100,00
40 100,00
Minimum 0,841
0,014 0,013
Maksimum 0,980
0,995 0,954
Rata-rata 0,945
0,209 0,198
Keterangan : TE = Efisiensi Teknis AE = Efisiensi Alokatif
EE = Efisiensi Ekonomis
Rata-rata efisiensi ekonomis usahatani kakao pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi sebesar 0,198. Artinya usahatani kakao
dengan tidak menerapkan teknologi fermentasi di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali belum efisien secara ekonomi. Penyebab rendahnya efisiensi ekonomis
karena efisiensi alokatif yang sangat rendah. Sementara efisiensi teknis sudah relatif tinggi yaitu sebesar 0,945. Usahatani kakao pada kelompok petani yang
tidak menerapkan teknologi fermentasi masih perlu meningkatkan efisiensi ekonomis sebesar 79,25 persen {1-0,2010,611}. Rendahnya efisiensi alokatif
yang kemudian menyebabkan rendahnya efisiensi ekonomis, menunjukkan bahwa usahatani kakao dengan tidak menerapkan teknologi fermentasi belum mampu
memberikan keuntungan yang maksimum. Hal ini dimungkinkan yang menjadi penyebab menurunnya minat petani untuk mengusahakan kakao karena tingginya
serangan hama dan penyakit yang menyebabkan tingginya biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan tanaman.
Berdasarkan sebaran tingkat efisiensi alokatif pada kelompok petani kakao yang tidak menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao sebagian besar
berada pada tingkat efisiensi lebih kecil dari 0,50 yaitu sebanyak 34 petani 85. Selebihnya sebanyak 4 petani 10 berada pada tingkat efisiensi alokatif pada
kisaran 0,50-0,69 dan pada kisaran 0,70-0,90 dan lebih besar dari 0,90 masing- masing sebanyak 1 petani. Sedangkan berdasarkan sebaran tingkat efisiensi
ekonomis pada kelompok petani kakao yang tidak menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao sebagian besar berada pada tingkat efisiensi ekonomis
lebih kecil dari 0,50 yaitu sebanyak 34 petani 85. Selebihnya sebanyak 5 petani 12,50 berada pada tingkat efisiensi di kisaran 0,50-0,69 dan 1 petani
2,50 berada pada tingkat efisiensi lebih besar dari 0,90. Hal ini berarti secara ekonomis sebagian besar petani kakao yang tidak menerapkan teknologi
fermentasi tidak efisiensi, karena belum mampu memberikan keuntungan yang maksimum.
Hasil efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis antara kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi dan kelompok petani
yang tidak menerapkan teknologi fermentasi terlihat berbeda. Rata-rata efisiensi teknis dari kelompok petani kakao yang menerapkan teknologi fermentasi
diperoleh hasil sebesar 0,890 yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata efisiensi teknis kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi
yaitu sebesar 0,945. Uji beda efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis antara kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi dengan kelompok petani