karena  efisiensi  alokatif  yang  sangat  rendah.  Sementara  efisiensi  teknis  sudah relatif  tinggi  yaitu  sebesar  0,945.  Usahatani  kakao  pada  kelompok  petani  yang
tidak  menerapkan  teknologi  fermentasi  masih  perlu  meningkatkan  efisiensi ekonomis  sebesar  79,25  persen  {1-0,2010,611}.  Rendahnya  efisiensi  alokatif
yang kemudian menyebabkan rendahnya efisiensi ekonomis, menunjukkan bahwa usahatani  kakao  dengan  tidak  menerapkan  teknologi  fermentasi  belum  mampu
memberikan  keuntungan  yang  maksimum.  Hal  ini  dimungkinkan  yang  menjadi penyebab menurunnya minat petani untuk mengusahakan kakao karena tingginya
serangan hama dan penyakit yang menyebabkan tingginya biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan tanaman.
Berdasarkan sebaran tingkat efisiensi alokatif pada kelompok petani kakao yang  tidak  menerapkan  teknologi  fermentasi  pada  biji  kakao  sebagian  besar
berada pada tingkat efisiensi lebih kecil dari 0,50 yaitu sebanyak 34 petani 85. Selebihnya  sebanyak  4  petani  10  berada  pada  tingkat  efisiensi  alokatif  pada
kisaran  0,50-0,69  dan  pada  kisaran  0,70-0,90  dan  lebih  besar  dari  0,90  masing- masing  sebanyak  1  petani.  Sedangkan  berdasarkan  sebaran  tingkat  efisiensi
ekonomis  pada  kelompok  petani  kakao  yang  tidak  menerapkan  teknologi fermentasi pada biji kakao sebagian besar berada pada tingkat efisiensi ekonomis
lebih  kecil  dari  0,50  yaitu  sebanyak  34  petani  85.  Selebihnya  sebanyak  5 petani  12,50  berada  pada  tingkat  efisiensi  di  kisaran  0,50-0,69  dan  1  petani
2,50 berada pada tingkat efisiensi lebih besar dari 0,90. Hal ini berarti secara ekonomis  sebagian  besar  petani  kakao  yang  tidak  menerapkan  teknologi
fermentasi  tidak  efisiensi,  karena  belum  mampu  memberikan  keuntungan  yang maksimum.
Hasil  efisiensi  teknis,  efisiensi  alokatif  dan  efisiensi  ekonomis  antara kelompok  petani  yang  menerapkan  teknologi  fermentasi  dan  kelompok  petani
yang  tidak  menerapkan  teknologi  fermentasi  terlihat  berbeda.  Rata-rata  efisiensi teknis  dari  kelompok  petani  kakao  yang  menerapkan  teknologi  fermentasi
diperoleh  hasil  sebesar  0,890  yang  lebih  kecil  dibandingkan  dengan  rata-rata efisiensi  teknis  kelompok  petani  yang  tidak  menerapkan  teknologi  fermentasi
yaitu  sebesar  0,945.  Uji  beda  efisiensi  teknis,  alokatif  dan  ekonomis  antara kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi dengan kelompok petani
yang  tidak  menerapkan  teknologi  fermentasi  di  Kabupaten  Tabanan,  Bali  tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Uji  Beda  Efisiensi  Teknis,  Alokatif  dan  Ekonomis  antara  Kelompok yang  Menerapkan
Teknologi  Fermentasi  dengan yang
Tidak Menerapkan  Teknologi  Fermentasi  di  Kabupaten  Tabanan,  Bali  tahun
2012 No.
Jenis Efisiensi Rata-rata
t-test Fermentasi
Tidak Fermentasi
1. Efisiensi Teknis TE
0,8900 0,9451
3,744 2.
Efisiensi Alokatif AE 0,2014
0,2089 0,769
3. Efisiensi Ekonomis EE
0,1714 0,1980
0,193 Keterangan:
= berbeda nyata pada taraf α 10 = berbeda nyata pada taraf α 5
= berbeda nyata pada taraf α 1
Rata-rata  efisiensi  alokatif  yang  dihasilkan  kelompok  petani  kakao  yang menerapkan  teknologi  fermentasi  dihasilkan  sebesar  0,201  yang  lebih  kecil
dengan  rata-rata  efisiensi  alokatif  yang  dihasilkan  kelompok  petani  kakao  yang tidak  menerapkan  teknologi  fermentasi  yaitu  sebesar  0,209.  Sedangkan  rata-rata
efisiensi  ekonomis  pada  kelompok  petani  kakao  yang  menerapkan  teknologi fermentasi  dihasilkan  sebesar  0,171  yang  lebih  kecil  dibandingkan  rata-rata
efisiensi  ekonomis  pada  kelompok  petani  yang  tidak  menerapkan  teknologi fermentasi yaitu sebesar 0,1980.
Berdasarkan  Tabel  30,  hasil  uji  beda  dari  jenis  efisiensi  yang  diperoleh yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis, dihasilkan efisiensi
teknis  yang  terlihat  berbeda  nyata  pada  taraf  α sebesar 1  persen.  Hal  ini  berarti nilai  rata-rata  efisiensi  teknis  antara  kelompok  petani  kakao  yang  menerapkan
teknologi  fermentasi berbeda dengan  kelompok  petani  kakao  yang  tidak menerapkan teknologi fermentasi. Hasil dari efisiensi teknis menyebutkan bahwa
kelompok  petani  kakao  yang  menerapkan  teknologi  fermentasi  lebih  kecil efisiensinya  dibandingkan  kelompok  petani  kakao  yang  tidak  menerapkan
teknologi  fermentasi.  Sedangkan  berdasarkan  efisiensi  alokatif  dan  efisiensi ekonomis  pada  kelompok  petani  kakao yang  menerapkan  teknologi  fermentasi
dan  kelompok  petani  kakao  yang  tidak  menerapkan  teknologi  fermentasi  tidak
berbeda  nyata.  Kedua  kelompok  petani  kakao  tersebut  sama-sama  memperoleh nilai efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis yang tidak efisien.
6.5. Analisis Pendapatan Usahatani Kakao pada Perkebunan Rakyat di Bali
Berdasarkan hasil rata-rata produksi biji kakao per hektar pada kelompok petani  yang  menerapkan  teknologi  fermentasi  diperoleh  hasil  sebesar  301,13  kg
yang  lebih  kecil  dibandingkan  rata-rata  produksi  biji  kakao  per  hektar  yang dihasilkan  pada  kelompok  petani  yang  tidak  menerapkan  teknologi  fermentasi.
Hal  ini  disebabkan  karena  rata-rata  kehilangan  hasil  pada  kelompok  petani  yang menerapkan  teknologi  fermentasi  lebih  besar  dibandingkan  dengan  kehilangan
hasil  pada  kelompok  petani  yang  tidak  menerapkan  teknologi  fermentasi  yaitu sebesar  2-5  persen.  Tetapi  jika  dilihat  dari  rata-rata  penerimaaan  yang  diperoleh
pada  kelompok  petani  yang  menerapkan  teknologi  fermentasi  diperoleh  sebesar Rp.  6.925.947,30  yang  lebih  besar  dibandingkan  rata-rata  penerimaan  yang
dihasilkan  kelompok  petani  yang  tidak  menerapkan  teknologi  fermentasi  yaitu sebesar  Rp.  6.673.814,16.  Hal  ini  disebabkan  karena  harga  biji  kakao  yang
dihasilkan  kelompok  petani  yang  menerapkan  teknologi  fermentasi  sebesar Rp.  23.000kg  lebih  besar dibandingkan  harga  biji  kakao  yang  dihasilkan
kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi. Berdasarkan  rata-rata  total  biaya  produksi  per  hektar  yang  dikeluarkan
pada  kelompok  petani  yang  menerapkan  teknologi  fermentasi  yaitu  sebesar Rp.  1.911.069,86  yang  lebih  kecil  dibandingkan dengan  rata-rata  biaya  produksi
per  hektar  yang  dikeluarkan  pada  kelompok  petani  yang  tidak  menerapkan teknologi  fermentasi  sebesar  Rp.  2.019.00,92.  Besarnya  rata-rata  total  biaya
produksi per hektar yang dikeluarkan pada kedua kelompok tersebut dikarenakan besarnya  rata-rata  biaya  input  variabel  yang  dikeluarkan  per  hektar  per  tahun.
Rata-rata  biaya  input  variabel  yang  dikeluarkan  per  hektar  per  tahun  pada kelompok  petani  yang  menerapkan  teknologi  fermentasi  dan  tidak  menerapkan
teknologi fermentasi
masing-masing sebesar
Rp. 1.685.975,75
dan Rp.  1.777.799,60.  Sedangkan  untuk  biaya  tetap  yang  dikeluarkan  per  hektar  per
tahun  pada  kelompok  petani  yang  menerapkan  teknologi  fermentasi  dan  tidak menerapkan  teknologi  fermentasi  masing-masing  sebesar  Rp.  225.091,11  dan
Rp.  241.205,32. Hasil  rata-rata  penerimaan,  biaya  dan  pendapatan  usahatani kakao  per  hektar  antara  kelompok  petani  yang  menerapkan  teknologi  fermentasi
dengan  kelompok  petani  yang  tidak  menerapkan  teknologi  fermentasi  di Kabupaten Tabanan, Bali tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Rata-rata  Penerimaan,  Biaya  dan  Pendapatan  Usahatani  Kakao  per Hektar  antara  Kelompok  yang  Menerapkan  Teknologi  Fermentasi
dengan yang Tidak Menerapkan  Teknologi  Fermentasi  di  Kabupaten Tabanan, Bali Tahun 2012
No Uraian
Fermentasi Tidak Fermentasi
Jumlah Harga
Total Jumlah
Harga Total
I. Produksi kg
301,13 23.000,00
6.925.947,30 325,55
20.500,00 6.673.814,16
II. Biaya Variabel
1. Tenaga Kerja HOK
26,60 40.000,00
1.064.182,38 26,48
40.000,00 1.059.246,68
2. Pupuk N kg
117,74 2.000,00
235.478,82 118,59
2.000,00 237.176,79
3. Pupuk P kg
61,41 2.400,00
147.373,40 62,19
2.400,00 149.257,08
4. Pupuk K kg
60,61 2.100,00
127.273,84 60,76
2.100,00 127.596,09
5. Pestisida kg
4,47 25.000,00
111.667,30 8,18
25.000,00 204.522,96
Total Biaya Variabel 1.685.975,75
1.777.799,60 III.
Biaya Tetap 1.
Cangkul buah 1,41
27.194,44 38.504,78
1,53 28.708,33
42.752,63 2.
Gunting Pangkas buah 0,88
22.694,44 20.491,02
1,16 20.083,33
23.945,31 3.
Gergaji Pangkas buah 0,94
24.958,33 23.564,47
1,51 22.125,00
34.908,23 4.
Sprayer buah 0,62
41.666,67 25.586,74
0,91 40.000,00
36.290,78 5.
Sabit buah 1,48
29.916,67 44.038,81
2,32 26.625,00
60.390,41 6.
Karung Fermentasi buah
8,82 2.000,00
17.639,98 -
- -
7. Ember buah
0,75 15.000,00
11.280,20 0,94
15.000,00 14.039,13
8. Karung Kemasan buah
6,28 2.000,00
12.559,93 6,79
2.000,00 13.580,49
9. Mesin Pemotong Rumput
buah 0,21
83.583,33 31.428,18
0,12 44.375,00
15.298,34 Total Biaya Tetap
225.094,11 241.205,32
IV. Total Biaya Produksi
1.911.069,86 2.019.004,92
V. Pendapatan
5.014.877,44 4.654.809,24
VI. Total Biayakg
6.592,54 6.443,95
VII Pendapatankg
16.407,46 14.056,05
VIII. BC Ratio
2,61 2,36
Berdasarkan hasil rata-rata pendapatan per hektar per tahun yang diperoleh pada  kelompok  petani  yang  menerapkan  teknologi  fermentasi  yaitu  sebesar
Rp. 5.014.877,44 lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan per hektar