Peran Kelembagaan Agribisnis Kakao

diperoleh nilai rata-rata sebesar 2,12 hektar dengan nilai minimum sebesar 0,30 hektar dan nilai maksimum 8,42 hektar. Berdasarkan umur tanaman kakao pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan diperoleh nilai rata-rata yaitu 21,30 tahun dengan nilai minimum umur tanaman kakao yaitu 15 tahun dan nilai maksimum umur tanaman kakao yaitu 30 tahun. Penggunaan input produksi dan produksi yang dihasilkan petani terkadang berbeda antara petani satu dengan yang lainnya. Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelompok petani yang berbeda dalam penerapan teknologi yaitu teknologi pengolahan biji kakao dengan difermentasi dan tidak difermentasi. Uji beda penggunaan input produksi dan produksi biji kakao antara kelompok yang menerapkan teknologi fermentasi dan tidak menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao terdiri dari tujuh variabel yaitu: produksi, tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, pupuk K, pestisida, dan umur tanaman kakao. Uji beda penggunaan input produksi dan produksi kakao yang dihasilkan antara kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi dan tidak menerapkan teknologi fermentasi dalam proses pengolahan biji kakao dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Uji Beda Penggunaan Input Produksi dan Produksi Kakao per Hektar antara Kelompok yang Menerapkan Teknologi Fermentasi dengan Tidak Menerapkan Teknologi Fermentasi di Kabupaten Tabanan, Bali Tahun 2012 No. Variabel Input – Output Rata-rata t-hitung Fermentasi Tidak Fermentasi 1. Produksi kg 301,13 325,55 -1,376 2. Tenaga kerja HOK 26,61 26,48 0,081 3. Pupuk N kg 117,74 118,59 -0,138 4. Pupuk P kg 61,41 62,19 -0,177 5. Pupuk K kg 60,61 60,76 -0,036 6. Pestisida liter 4,47 8,18 -5,035 7. Umur tanaman Thn 21,62 21,30 0,563 Keterangan: = berbeda nyata pada taraf α 10 = berbeda nyata pada taraf α 5 = berbeda nyata pada taraf α 1 Berdasarkan hasil uji beda dari ketujuh variabel tersebut hanya penggunaan input pestisida yang berbeda nyata antara kedua kelompok tersebut yaitu dengan nilai t-hitung sebesar -5,035 yang berbeda pada taraf α sebesar 1 persen. Jika dilihat dari penggunaan input pestisida per hektar pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan memiliki nilai rata-rata sebesar 4,47 liter. Sedangkan penggunaan input pestisida per hektar pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi memiliki nilai rata-rata sebesar 8,18 liter. Penggunaan pestisida pada kelompok yang menerapkan teknologi lebih kecil dan berbeda secara nyata terhadap penggunaan pestisida pada kelompok yang tidak menerapkan teknologi fermentasi. Hal ini disebabkan karena pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi lebih banyak terkena serangan hama dan penyakit. Hal ini juga diduga yang menyebabkan petani tidak menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao karena sulitnya memisahkan biji kakao pada cangkang buah kakao yang terkena serangan hama penyakit terutama penggerek buah kakao. Keenam variabel lainnya yaitu produksi, tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, pupuk K, luas lahan garapan dan umur tanaman antara kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi dan tidak menerapkan teknologi fermentasi tidak berbeda secara nyata, walaupun dari hasil rata-rata yang diperoleh berbeda. Hasil rata-rata produksi per hektar yang diperoleh kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi sebesar 301,13 kg lebih kecil dibandingkan kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu sebesar 325,55 kg. Hal ini disebabkan karena produksi kakao yang dihasilkan pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi memperoleh kehilangan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan tidak menerapkan teknologi fermentasi. Berdasarkan hasil rata-rata curahan tenaga kerja per hektar pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi sebesar 26,61 HOK lebih besar dibandingkan kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu sebesar 26,48 HOK. Hal ini disebabkan karena adanya tambahan curahan tenaga kerja pada proses kegiatan melakukan fermentasi pada biji kakao selama lima hari. Hal tersebut diduga pula yang menyebabkan petani kakao banyak yang tidak menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakaonya. Hasil rata-rata penggunaan pupuk N per hektar pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi yaitu sebesar 117,74 kg lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata penggunaan pupuk N per hektar pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu sebesar 118,59 kg. Begitu pula dengan rata-rata penggunaan pupuk P per hektar pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi yaitu sebesar 61,41 kg lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata penggunaan pupuk P per hektar pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu sebesar 62,19 kg. Sedangkan rata-rata penggunaan pupuk K per hektar pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi yaitu sebesar 60,61 kg lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata penggunaan pupuk K per hektar pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu sebesar 60,76 kg. Ketiga penggunaan pupuk tersebut antara kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi dan kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi memiliki nilai rata- rata penggunaan pupuk yang tidak berbeda nyata. Hasil rata-rata umur tanaman kakao yang diusahakan pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi yaitu sebesar 21,62 tahun lebih besar dibandingkan dengan rata-rata umur tanaman kakao yang diusahakan pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu sebesar 21,30. Variabel umur tanaman kakao yang diusahakan antara kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi dan kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi memiliki nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata. Dalam penelitian ini faktor internal disebut faktor inefisiensi produksi. Faktor inefisiensi yang diamati dalam penelitian ini adalah umur responden, pendidikan responden, pengalaman responden dalam berusahatani kakao dan jumlah persil yang diusahakan petani responden dalam berusahatani kakao. Berdasarkan umur petani responden pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan diperoleh nilai rata-rata yaitu 45,13 tahun dengan nilai minimum yaitu 24 tahun dan nilai maksimum yaitu 65 tahun. Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan responden, kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan diperoleh nilai rata-rata yaitu 7,15 tahun lulus sampai dengan tingkat SD dengan nilai minimum yaitu 0 tahun tidak sekolah dan nilai maksimum yaitu 12 tahun lulus sampai dengan tingkat SLTA. Faktor inefisiensi produksi kakao pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Faktor Inefisiensi Produksi Kakao pada Kelompok yang Menerapkan Teknologi Fermentasi di Kabupaten Tabanan, Bali Tahun 2012 No. Variabel Inefisiensi Produksi Minimum Maksimum Rata- rata Standar Deviasi 1. Umur Responden Thn 24,00 65,00 45,13 10,06 2. Pendidikan Responden Thn 0,00 12,00 7,15 3,54 3. Pengalaman Usahatani Thn 10,00 30,00 20,42 5,78 4. Jumlah Persil persil 1,00 3,00 1,95 0,83 Berdasarkan pengalaman berusahatani kakao pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan diperoleh nilai rata-rata pengalaman responden berusahatani kakao yaitu 20,42 tahun dengan nilai minimum pengalaman responden berusahatani kakao yaitu 10 tahun dan nilai maksimum pengalaman responden berusahatani kakao yaitu 30 tahun. Sedangkan berdasarkan jumlah persil yang diusahakan respoden dalam berusahatani kakao, kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan diperoleh nilai rata-rata jumlah persil yang diusahakan yaitu 1,95 persil dengan nilai minimum jumlah persil yang diusahakan yaitu 1 persil dan nilai maksimum jumlah persil yang diusahakan yaitu 3 persil. Sedangkan pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan, berdasarkan umur petani responden diperoleh nilai rata-rata umur petani responden yaitu 43,03 tahun dengan nilai minimum umur petani responden yaitu 27 tahun dan nilai maksimum umur petani responden yaitu 70 tahun. Jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan responden pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan diperoleh nilai rata-rata tingkat pendidikan responden yaitu 7,35 tahun lulus sampai dengan tingkat SD dengan nilai minimum tingkat pendidikan responden yaitu 0 tahun tidak sekolah dan nilai maksimum tingkat pendidikan responden yaitu 12 tahun lulus sampai dengan tingkat SLTA. Faktor inefisiensi produksi kakao pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Faktor Inefisiensi Produksi Kakao pada Kelompok yang Tidak Menerapkan Teknologi Fermentasi di Kabupaten Tabanan, Bali Tahun 2012 No. Variabel Inefisiensi Produksi Minimum Maksimum Rata- rata Standar Deviasi 1. Umur Responden Thn 27,00 70,00 43,03 9,93 2. Pendidikan Responden Thn 0,00 12,00 7,35 3,03 3. Pengalaman Usahatani Thn 10,00 40,00 20,40 7,35 4. Jumlah Persil persil 1,00 3,00 2,00 0,82 Berdasarkan pengalaman responden dalam berusahatani kakao pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan diperoleh nilai rata-rata yaitu 20,40 tahun dengan nilai minimum pengalaman responden berusahatani kakao yaitu 10 tahun dan nilai maksimum pengalaman responden berusahatani kakao yaitu 40 tahun. Sedangkan berdasarkan jumlah persil yang diusahakan pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao yang dihasilkan diperoleh nilai rata-rata yaitu 2,00 persil dengan nilai minimum jumlah persil yang diusahakan yaitu 1 persil dan nilai maksimum jumlah persil yang diusahakan yaitu 3 persil. Faktor inefisiensi produksi dalam penelitian ini terdiri dari enam variabel yaitu umur responden, pendidikan responden, pengalaman berusahatani kakao, jumlah persil yang diusahakan untuk tanaman kakao, dummy status lahan yang digarap dan dummy penerapan teknologi fermentasi. Hasil rata-rata umur petani responden pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi yaitu 45,13 tahun lebih besar dibandingkan dengan rata-rata umur petani responden pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu 43,03 tahun. Begitu pula dengan rata-umur tingkat pendidikan responden pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi yaitu 7,15 tahun lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata tingkat pendidikan responden pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu 7,35 tahun. Kedua variabel tersebut yaitu umur petani responden dan tingkat pendidikan responden masing-masing memiliki nilai t-hitung sebesar 1,032 dan -0,293 yang lebih kecil dibandingkan nilai t-tabel pada taraf α sebesar 10 persen yaitu sebesar 1,661. Hal ini berarti rata-rata umur petani responden dan rata-rata tingkat pendidikan responden antara kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi dan kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi memiliki nilai rata- rata yang tidak berbeda nyata. Uji beda antar faktor inefisiensi yang dianalisis hanya empat variabel kecuali dummy status lahan yang digarap dan dummy penerapan teknologi fermentasi. Hasil uji beda dari keempat variabel tersebut dapat dilihat pada Tebel 23. Tabel 23. Uji Beda Faktor Inefisiensi Produksi Kakao antara Kelompok yang Menerapkan Teknologi Fermentasi dengan Tidak Menerapkan Teknologi Fermentasi di Kabupaten Tabanan, Bali Tahun 2012 No. Variabel Inefisiensi Rata-rata t-hitung Fermentasi Tidak Fermentasi 1. Umur Responden Thn 45,13 43,03 1,032 2. Pendidikan Responden Thn 7,15 7,35 -0,293 3. Pengalaman usahatani kakao Thn 20,42 20,40 0,013 4. Jumlah persil yang diusahakan persil 1,95 2,00 -0,297 Keterangan: = berbeda nyata pada taraf α 10 = berbeda nyata pada taraf α 5 = berbeda nyata pada taraf α 1 Hasil rata-rata pengalaman berusahatani kakao pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi yaitu 20,42 tahun lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pengalaman berusahatani kakao pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu 20,40 tahun. Begitu pula dengan rata- jumlah persil yang diusahakan dalam usahatani kakao pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi yaitu 1,95 persil lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata jumlah persil yang diusahakan dalam usahatani kakao pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu 2,00 persil. Kedua variabel tersebut yaitu pengalaman berusahatani kakao dan jumlah persil yang diusahakan masing-masing memiliki nilai t-hitung sebesar 0,013 dan -0,297 yang lebih kecil dibandingkan nilai t-tabel pada taraf α sebesar 10 persen yaitu sebesar 1,661. Hal ini berarti rata-rata pengalaman berusahatani kakao dan rata- rata jumlah persil yang diusahakan antara kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi dan kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi memiliki nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata.

6.2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kakao pada Perkebunan

Rakyat di Bali Produksi kakao ditentukan oleh penggunaan input-inputnya baik lahan, bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan umur tanaman. Analisis fungsi produksi menggambarkan hubungan produksi dengan input-inputnya dimana dalam penelitian ini menggunakan fungsi produksi model stochastic frontier Cobb Douglas. Analisis fungsi produksi dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kakao di lokasi penelitian. Variabel yang diamati dalam penelitian ini sebanyak tujuh variabel yaitu, tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, pupuk K, pestisida, luas lahan, dan umur tanaman. Penelitian ini menggunakan model stochastic frontier yang dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode Ordinary Least Square OLS untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi, dan tahap kedua menggunakan metode Maximum Likelihood Estimate MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi, intersep dan varians dari kedua komponen kesalahan vi dan ui. Hasil pendugaan dengan menggunakan OLS menunjukkan bahwa variabel-variabel tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, pupuk K, pestisida dan luas lahan bernilai positif. Sedangkan variabel umur tanaman bernilai negatif. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja, pupuk N, pestisida dan umur tanaman berpengaruh nyata terhadap produksi kakao Artinya, produksi masih bisa ditingkatkan dengan menambah variabel-variabel tersebut kecuali umur tanaman karena bernilai negatif Lampiran 3.