Indikator-indikator Pembangunan Analysis of the Leading Sectors and Development Disparity within Development Areas (DA) in Ciamis Regency West Java

dan pertumbuhan growth; 2 pemerataan keadilan dan keberimbangan equity dan 3 keberlanjutan sustainability. Pembangunan juga harus dilihat sebagai suatu upaya secara terus-menerus untuk meningkatkan dan mempertahankan kapasitas sumberdaya-sumberdaya pembangunan, sehingga kapasitas sumberdaya pembangunan sering menjadi indikator yang penting dalam pembangunan. Sumberdaya adalah segala sesuatu yang dapat menghasilkan utilitas kemanfaatan baik melalui proses produksi atau penyediaan barang dan jasa maupun tidak. Dalam perspektif ekonomi sumberdaya, sumberdaya juga diartikan sebagai segala sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Terdapat berbagai cara mengelompokkan atau mengklasifikasikan sumberdaya. Salah satu cara mengklasifikasikan sumberdaya yang paling umum adalah dengan memilah sumberdaya atas sumberdaya yang dapat diperbaharui renewable resources dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui non renewable resources. Pendekatan lain dalam klasifikasi sumberdaya adalah dengan memilah atas: 1 sumberdaya alam natural resources, 2 sumberdaya manusia human resources, 3 sumberdaya fisik buatan man-made resources, mencakup prasaran dan sarana wilayah dan 4 sumberdaya sosial. Masing- masing sumberdaya memiliki sifat kelangkaan dan berbagai bentuk karakteristik unik yang menyebabkan pengelolaannya memerlukan pendekatan yang berbeda- beda Rustiadi et al. 2009 Sumber: Rustiadi et al. 2007 Gambar 4 Struktur proses pembangunan Input ImplementasiProses Output Outcome Benefit Impact Tabel 4 Indikator-indikator pembangunan wilayah berdasarkan basis pendekatan pengelompokkannya BasisPendekatan Kelompok Indikator-indikator Operasional Tujuan Pembangunan 1. Produktivitas, Efisiensi dan Pertumbuhan Growth a. Pendapatan wilayah 1 PDRB 2 PDRB per Kapita 3 Pertumbuhan PDRB b. Kelayakan FinansialEkonomi 1 NPV 2 BC Ratio 3 IRR 4 BEP c. Spesialisasi, Keunggulan KomparatifKompetitif 1 LQ 2 Shift and Share d. Produksi-produksi Utama tingkat produksi, produktivitas, dll 1 Migas 2 Produksi PadiBeras 3 Karet 4 Kelapa Sawit 2. e. 3. Pemerataan, Keberimbangan dan Keadilan Eqiuty a. Pendapatan wilayah 1 Gini Ratio 2 Struktural Vertikal b. KetenagakerjaanPengangguran 1 Pengangguran Terbuka 2 Pengangguran Terselubung 3 Setengah Pengangguran c. Kemiskinan 1 Good-Service Ratio 2 Konsumsi Makanan 3 Garis Kemiskinan Pendapatan setara beras, dll d. Regional Balance 1 Spatial Balance primacy index, entropy, index Williamson 2 Sentral Balance 3 Capital Balance 4 Sector Balance Tujuan Pembangunan 4. Keberlanjutan a. Dimensi Lingkungan b. Dimensi Ekonomi c. Dimensi Sosial Sumberdaya 1. Sumberdaya Manusia a. Knowledge b. Skill Keterampilan c. Competency d. Etos kerjaSosial e. PendapatanProduktivitas f. Kesehatan g. Indeks Pembangunan Manusia IPM atau Human Development Indeks HDI 2. Sumberdaya Alam a. Tekanan Degradasi b. Dampak 3. Sumberdaya BuatanSarana dan Prasarana a. Skalogram Fasilitas Pelayanan b. Aksesibilitas Terhadap Fasilitas 4. Sumberdaya Sosial Social Capital a. RegulasiAturan-aturan AdatBudaya norm b. Organisasi Sosial network c. Rasa Percaya trust Proses Pembangunan 1. Input 2. ProsesImplementasi 3. Output 4. Outcome 5. Benefit 6. Impact a. Input Dasar SDA, SDM, Infrastruktur, SDS b. Input Antara Sumber: Rustiadiet al. 2007 Pembangunan adalah suatu proses, yang kadangkala kinerja pembangunan tetap perlu dievaluasi meskipun prosesnya masih pada tahap dini atau belum memperlihatkan hasil yang dapat ditunjukkan. Sampai tahap ini, penilaian kinerja proses pembangunan setidaknya dapat dilihat input-inputnya. Keragaan dari input setidaknya akan menentukan keragaan pembangunan pada tahap-tahap selanjutnya. Di sisi lain, evaluasi atau kinerja pembangunan seringkali hanya dilakukan pada pencapaian-pencapaian jangka pendek yang tidak bersifat esensial atau mendasar. Akibatnya tidak menghasilkan manfaat-manfaat jangka panjang atau bahkan merugikan akibat dampak-dampak yang bersifat jangka panjang. Oleh karenanya, pencapaian output jangka pendek belum memberi jaminan tercapainya tujuan-tujuan jangka panjang yang lebih hakiki. Proses pembangunan sebagai bagian dari aliran proses digambarkan oleh Rustiadi et al. 2007 seperti ditunjukkan pada Gambar 3, yang dimulai dari tahap input, implementasi, output, outcome, benefit dan impact. Masing-masing pencapaian tahap output, outcome, benefit dan impact dapat mempengaruhi kembali pada faktor input. Deskripsi indikator-indikator pembangunan wilayah ke dalam kelompok- kelompok indikator berdasarkan klasifikasi tujuan pembangunan, kapasitas sumberdaya pembangunan dan proses pembangunan terlihat pada Tabel 4 diatas.

2.5 Sektor Unggulan

Di Indonesia, pembangunan ekonomi secara umum dibagi ke dalam sembilan sektor dan untuk mengembangkan semua sektor tersebut secara bersamaan, diperlukan investasi yang sangat besar. Jika modal investasi tidak mencukupi, maka perlu ada penetapan prioritas pengembangan. Biasanya sektor yang mendapat prioritas tersebut adalah sektor unggulan Suripto 2003, yang diharapkan dapat mendorong menjadi push factor bagi sektor-sektor lain untuk berkembang Tarigan 2006. Oleh sebab itu, identifikasi dan penentuan sektor unggulan menjadi sangat penting bagi setiap daerah dalam memacu pertumbuhan ekonominya. Namun demikian, tidak ada ketentuan yang baku mengenai definisi sektor unggulan tersebut. Suripto 2003 mendefinisikan sektor unggulan sebagai sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan. Keunggulan-keunggulan tersebut selanjutnya dijadikan indikator dalam menentukan sektor unggulan itu sendiri dan tidak lepas dari tujuan pembangunan secara umum yaitu pertumbuhan ekonomi dengan tidak mengabaikan distribusi pendapatan dan tantangan di era globalisasi. Indikator tersebut diantaranya adalah: 1 memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB; 2 merupakan sektor basis; 3 mengalami pertumbuhan yang tinggi dan 4 memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Menurut Widodo 2006, pembangunan ekonomi akan optimal bila didasarkan pada keunggulan komparatif comparative advantage dan keunggulan kompetitif competitive advantage. Keunggulan komparatif suatu sektor bagi suatu daerah adalah bahwa sektor tersebut lebih unggul secara relatif dengan sektor lain di daerahnya. Pengertian unggul disini adalah dalam bentuk perbandingan, bukan dalam bentuk nilai tambah. Sedangkan keunggulan kompetitif menganalisis kemampuan suatu daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah Tarigan 2006. Berdasarkan indikator tersebut di atas, penentuan sektor unggulan dapat di dasarkan pada kriteria sebagai berikut Suripto 2003: 1 Share terhadap PDRB: suatu sektor dikatakan unggul jika memberikan kontribusi minimal 10, sedangkan subsektor minimal 2,5. 2 Nilai LQ: sektor subsektor dikatakan unggul jika mempunyai LQ1. 3 Pertumbuhan PDRB: suatu sektor dikatakan unggul jika mengalami rata-rata pertumbuhan minimal 5 per tahun dan terus mengalami pertumbuhan positif setidaknya pada 3 tahun, atau mengalami kenaikan pada dua tahun terakhir secara berturut-turut. 4 Selisih antara pertumbuhan share sektor subsektor terhadap PDRB wilayah kajian dan wilayah yang lebih besar bernilai positif. Alat analisis yang umum digunakan untuk menentukan potensi relatif perekonomian suatu wilayah diantaranya adalah metode location quotient LQ dan metode analisis shift share SSA. Menurut Bendavid-Val 1991 bahwa location quotient LQ adalah suatu indeks untuk mengukur tingkat spesialisasi relatif suatu sektor ekonomi wilayah tertentu. Pengertian relatif di sini diartikan sebagai tingkat perbandingan suatu wilayah dengan wilayah yang lebih luas referensinya, dimana wilayah yang diamati merupakan bagian dari wilayah yang lebih luas. Lebih lanjut dikatakan bahwa LQ dapat dinyatakan dalam beragam ukuran, namun yang sering digunakan adalah ukuran kesempatan kerja employment sektor atau sub sektor dan ukuran nilai tambah value added. Selain itu, LQ juga digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif suatu wilayah yakni mengetahui kapasitas ekspor suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang dan jasa dari produk lokal suatu wilayah. Secara operasional, LQ di definisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas sub wilayah ke-i terhadap persentase aktivitas wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah: 1 kondisi geografis relatif homogen; 2 pola-pola aktivitas bersifat seragam dan 3 setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Analisis shift share SSA merupakan salah satu dari sekian banyak teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu, dibandingkan dengan suatu referensi cakupan wilayah yang lebih luas dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis shift share juga menjelaskan kemampuan berkompetisi competitiveness aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah yang lebih luas. Analisis shift share mampu memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu aktivitas di suatu wilayah. Sebab-sebab yang dimaksud dibagi dalam tiga bagian yaitu sebab yang berasal dari dinamika lokal sub wilayah, sebab dari dinamika aktivitas atau sektor total wilayah dan sebab dari dinamika wilayah secara umum. Selain itu, hasil analisis shift share juga mampu menjelaskan kinerja performance suatu aktivitas di suatu subwilayah dan membandingkannya dengan kinerjaanya di dalam wilayah total. Gambaran kinerja tersebut dapat dijelaskan dari tiga komponen hasil analisis, yaitu: a komponen laju pertumbuhan total regional share yang merupakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah; b komponen pergeseran proporsional proportional shift yang merupakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor aktivitas total dalam wilayah; c komponen pergeseran diferensial differential shift yang menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi competitiveness suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor aktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika keunggulan atau ketidak-unggulan suatu sektor aktivitas tertentu di subwilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub wilayah lain.

2.6 Kesenjangan Pembangunan antar Wilayah dan Berbagai Implikasinya

Pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan antar sektor, spasial, serta pelaku pembangunan di dalam maupun antar daerah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antar sektor pembangunan sehingga setiap program pembangunan sektoral selalu dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah Rustiadi dan Pribadi 2006. Namun demikian seringkali pembangunan wilayah yang dilaksanakan tidak merata, baik antar sektor maupun antar wilayah sehingga mengakibatkan terjadinya kesenjangan atau disparitas pembangunan antar wilayah. Menurut Chaniago et al. 2000 bahwa kesenjangan dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakseimbangan atau ketidakberimbangan atau ketidaksimetrisan. Sehingga bila dikaitkan dengan pembangunan antar sektor atau wilayah, maka kesenjangan disparitas pembangunan tidak lain adalah suatu kondisi ketidakberimbangan ketidaksimetrisan pembangunan antar sektor dan antar wilayah yang lazim ditunjukkan dengan perbedaan pertumbuhan antar wilayah. Kesenjangan pertumbuhan antar wilayah ini sangat tergantung pada perkembangan struktur sektor-sektor ekonomi dan struktur wilayah perkembangan sarana dan prasarana sosial-ekonomi, seperti sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi baik darat, laut maupun udara, telekomunikasi, air bersih, penerangan, dll serta keterkaitan dalam interaksi spasial secara optimal yang didukung dengan perkembangan peningkatan kualitas sumberdaya manusia pengetahuan dan keterampilan serta penguatan kelembagaan. Dalam tingkat yang tinggi, kesenjangan tersebut dapat mengakibatkan munculnya berbagai permasalahan baik masalah sosial, politik, ekonomi maupun lingkungan. Sebenarnya masalah kesenjangan pembangunan regional merupakan fenomena universal. Semua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat pembangunannya, kesenjangan pembangunan merupakan masalah regional yang tidak merata. Dalam banyak negara, pembagian ekonomi telah melahirkan tekanan sosial politik. Hampir di semua negara, baik pada sistem perekonomian pasar maupun ekonomi terencana serta terpusat, pembangunan diarahkan agar mengikuti kebijakan-kebijakan untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah Rustiadi et al. 2007. Skala nasional, proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini ternyata di sisi lain telah menimbulkan masalah pembangunan yang cukup besar dan kompleks. Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pada