Nilai 1 berarti ada hubungan kontekstual antara elemen ke i dan elemen ke j, sedangkan eij = 0 berarti tidak ada hubungan kontekstual antara elemen ke i
dengan elemen ke j. Kemudian SSM diubah menjadi Reachability Matrix RM dengan merubah VAXO menjadi 1 dan 0 dan selanjutnya dilakukan
pengujian terhadap aturan transivity sampai terbentuk matriks yang tertutup. Matriks yang telah memenuhi kaidah transivity dilanjutkan pengolahannya
untuk mendapatkan matriks reachability untuk memperoleh Driver Power DP dan Dependent D.
Tahapan selanjutnya adalah mengelompokkan sub-sub elemen ke dalam empat sektor, yaitu : 1. Weak driver, weak dependent variables
Autonomous, peubah pada sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem atau memiliki hubungannya yang kecil, 2. Weak driver, strong
dependent Dependent, peubah yang masuk kedalam kelompok ini
merupakan peubah tidak bebas terikat, 3 Strong driver, strong dependent variabel
Linkage, perubah pada sektor ini harus dikaji secara hati-hati karena interkasinya dapat memberikan dampak dan umpan balik terhadap sistem, dan
4. Strong driver, strong dependent variables Independent, perubah sektor ini memiliki pengaruh yang kuat dalam sistem dan sangat menentukan
keberhasilan program. Secara garis besar pengembangan model ISM meliputi tiga langkah,
yaitu : 1. Menentukan elemen penting yang harus dikaji sesuai dengan visi dan misi, 2. Menguraikan elemen-elemen terpilih menjadi sub elemen yang
lebih rinci, dan 3. Melakukan pengolahan matriks dan dilanjutkan dengan pengelompokkan sub elemen berdasarkan Driver Power DP dan Dependent
D. Alur analisis ISM secara garis besar tersaji pada Gambar 8 berikut :
PROGRAM REKAYASA KELEMBAGAAN
KEMITRAAN PERENCANAAN REKAYASA
KELEMBAGAAN KEMITRAAN TRANSFORMASI ELEMEN SISTEM MENJADI SUB ELEMEN
RELASI KONTEKSTUAL ANTAR SUB ELEMEN PADA SETIAP ELEMEN
KONSTRUKSI MATRIKS SSIM UNTUK SETIAP ELEMEN
DESAIN MATRIKS REACHABILITY SETIAP ELEMEN
PENGUJIAN MATRIKS DENGAN KAIDAH TRANSIVITY
OK ?
MODIFIKASI SSIM
STRATIFIKASI LEVEL MELALUI PEMILAHAN
TRANSFORMASI REACHABILITY MATRIX MENJADI FORMAT LOWER
TRIANGULAR REACHABILITY MATRIX
PENYUSUNAN DRIVER DAN DRIVER POWER SETIAP SUB ELEMEN
TIDAK YA
LEVELITAS MELALUI PEMILAHAN
STRUKTUR ISM DARI SETIAP ELEMEN
RANKING DAN HIERARKHI DARI SUB ELEMEN
PENYUSUNAN DRIVER POWER DAN DEPENDENT MATRIKS
PLOTTING SUB ELEMEN PADA EMPAT SEKTOR
KLASIFIKASI SUB ELEMEN PADA EMPAT PEUBAH KATEGORI
Gambar 8. Diagram Alir Analisis Kelembagaan Dengan Metode ISM Diadaptasi Dari Kholil, 2008
3. Analisis Klaster Industri Gula Tebu Nasional
Pada hekakatnya klaster industri berkembang sesuai dengan kematangannya. Secara teoritik, terdapat empat tahapan dalam pengembangan
klaster industri, yaitu sebagai berikut Munir, 2008:
a. Klaster Statis Sentra
Sebetulnya klaster statis tersebut belum dapat dikatakan sebagai klaster, tetapi sentra produksi yang pasif. Sentra merupakan kelompok atau kumpulan para
produsen suatu produk sejenis di kawasan yang sama. Kerjasama usaha antar pelaku masih terbatas persaudaraan. Sebagian besar produsen tersebut belum
mampu menggali peluang pasar, bahkan tidak mampu mengenali siapa target pasar mereka di luar kawasannya, berapa volume permintaannya. Para
produsen ini hanya mengetahui pelanggan tertentu atau tengkulak, yang biasanya datang ke masing-masing produsen.
b. Klaster Pemula
Klaster pemula disebut juga klaster aktif. Klaster ini sudah mampu melakukan pengembangan PUD dalam hal teknik produksi, serta sudah mampu
mengembangkan pemasaran domestik atau ekspor ke luar daerah. Tapi klaster jenis tersebut masih terkendala dengan masalah kualitas dan kuantitas produk,
serta kontinitas permintaan. Pelaku klaster ini mencari pasar biasanya melalui perantaraan jasa pedagang dari luar daerah.
c. Klaster Dinamis
Pada klaster ini pemarasan produk sudah menjangkau ke luar negeri, tidak hanya domestik. Heterogenitas internal merupakan kata kunci kemajuan
klaster dinamis. Namun msih ada kendala yang menghambat, yaitu biasanya pelaku usaha yang menjadi pelopor umumnya jauh lebih berkembang pesat
dibanding dengan pelaku-pelaku usaha atau anggota lainnya dalam klaster ini. Pada umumnya pelaku usaha pelopor cenderung lebih mudah menjalin
hubungan dengan pihak di luar klaster.
d. Klaster Maju advance
Hanya sedikit klaster yang sudah masuk dalam kategori ini. Cirinya adalah mereka sudah dapat mengembangkan kerjasamanya dengan berbagai
pemangku kepentingan lain yang terlibat dalam perkembangannya, yaitu sektor perbankan atau lembaga keuangan, lembaga pendidikan, penyedia
bahan baku, Business Development Service BDS, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dan Pemerintah Daerah. Bahkan kelompok ini sudah
mampu memanfaatkan kerjasama dengan lembaga riset dan perguruan tinggi dalam pengembangan produk dan inovasi untuk meningkatkan daya saingnya.
Klaster kelompok ini mampu memperluas keunggulan geografisnya dengan semakin menyebar dan membuat kerja sama dengan daerah sekitarnya.
Kata kunci keberhasilan kelompok ini adalah derajat spesialisasi antar-pelaku usaha yang tinggi, diimbangi tingkat kerjasama atau kemitraan di antara
mereka. Selain itu mereka secara kelompok sudah mampu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak penunjangnya. Namun sebenarnya tingkat pencapaian
tertinggi dari klaster jenis ini adalah apabila sudah mampu membentuk sinergitas antar daerah dan saling melengkapi komplementer. Kerjasama ini
diperluas menjadi antar daerah antar sektor, misalnya klaster-klaster produksi kerajinan tertentu, akan bisa dirangkai menjadi klaster besar kepariwisataan,
dalam wujud daerah tujuan wisata, sehingga berbagai klaster produksi lainnya, baik industri kerajinan atau klaster produk pertanian. Sehingga secara
keseluruhan membentuk sinergi daya saing daerah yang kokoh dan kuat. Penjelasan tentang tahapan perkembangan klaster umum, mulai dari sentra
sebagai tahap awal sampai dengan klaster maju dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah ini :