Konsep Strategi dan Daya Saing

menyebabkan rendahnya tingkat rendemen yang dihasilkan. Pemikiran yang sama dikemukakan oleh Kuntohartono et al. 1998 dalam Anindita 2007, yang menemukan bahwa rendahnya produktivitas tebu lebih disebabkan oleh lemahnya sistem usahatani yang dilakukan oleh petani tebu dalam menggarap lahan pertaniannya dan menghasilkan rendahnya produktivitas gula dan tingkat kandungan sukrosa. Dalam penelitianya tersebut, membandingkan antara produktivitas tebu di lahan basah di Jawa dan tingkat produktivitas tebu dilahan kering di luar jawa, dengan hasil yang relatif tidak berbeda. Pada kenyataannya, hampir sebagian besar industri gula masih menggunakan mesin-mesin produksi yang tua dari warisan era Belanda. Namun ironisnya, pemerintah percaya bahwa pabrik-pabrik gula yang ada dapat bekerja dengan menghasilkan produksi yang baik. Padahal, jika kinerja industri gula masih beroperasi secara inefisien, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap kandungan sukrosa yang dihasilkan dan menyebabkan rendahnya tingkat produktivitas tebu. Penelitian yang dilakukan Mardianto et al, 2005 dalam Anindita 2007 juga memperkuat temuan para peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa rendahnya tingkat produktivitas industri gula diduga disebabkan oleh masih digunakannya mesin produksi yang tua dan berpotensi menyebabkan pabrik-pabrik gula cenderung memproduksi gula secara inefisien. Jika pada akhirnya pabrik-pabrik gula memproduksi gula dengan tingkat kandungan sukrosa rendah, maka hal tersebut potensial menyebabkan terjadinya konflik kepentingan antara pabrik gula dengan petani, terutama jika pabrik gula lebih memprioritaskan keuntungan dan menyebabkan menurunnya pendapatan petani tebu Dalam perspektif perdagangan gula internasional, Rusastra 1999 dalam penelitiannya menemukan bahwa telah terjadi perbaikan yang sangat berarti dari kelayakan ekonomis industri gula di dalam negeri, walaupun pada tingkat koefisien DCRC Domestic Resouerces Cost Ratio yang relatif marjinal. Sedikit saja terjadi penurunan produktivitas atau peningkatan harga gula di pasar dunia, maka pengembangan gula untuk memenuhi kebutuhan domestik menjadi tidak layak secara ekonomis. Dari perspektif kebijakan, Malian et al. 2001 menemukan bahwa deregulasi industri gula yang berlangsung sejak tahun 1998 telah menyebabkan penurunan luas areal pertanaman tebu dan produksi gula nasional. Dalam jangka panjang kecenderungan penurunan ini diduga akan terus berlanjut, karena tidak efektifnya penerapan tarif impor akibat penguatan nilai tukar rupiah, kurang mampu bersaing dengan komoditas pesaingnya, serta kurang efisiennya usahatani tebu dan pada industri pabrik gula. Dari sisi kemitraan antara pabrik gula dengan petani tebu, Sriati et al. 2007 dalam penelitiannya tentang kelembagaan kemitraan antata petani tebu dengan pabrik gula PG menemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan keputusan petani menjadi anggota TRK adalah faktor modal, akses ke lahan, dan pengalaman. Sedangkan faktor luas lahan tidak berhubungan dengan keputusan petani menjadi anggota TRK Tebu Rakyat Kredit, dan Pendapatan rata-rata petani TRK lebih besar dari pendapatan rata-rata petani TRB yaitu Rp 15.969.443,23 untuk petani TRK dan Rp 13.591.636,84 untuk petani TRB Tebu Rakyat Bebas. Terkait dengan analisis daya saing usahatani tebu, Abidin et al. 2004 dalam penelitiannya di Propinsi Lampung menemukan bahwa kebijakan pemerintah dalam melindungi kebijakan proteksi produksi gula telah meningkatkan keuntungan baik petani tebu peserta TRI maupun pabrik gula. Namun, kebijakan pemerintah tersebut telah menyebabkan konsumen gula harus membayar dua kali lebih mahal dari harga gula impor consumers transfer. Dalam kaitannya dengan tata niaga pergulaan, penelitian Maria 2007 menemukan bahwa ketersediaan gula pasir secara signifikan dipengaruhi oleh luas areal, jumlah pabrik gula dan selisih antara harga domestic dengan harga gula dunia. Sedangkan Harga gula domestic dipengaruhi oleh kebijakan tata niaga di setiap periode produksi, konsumsi, harga gula dunia dan nilai tukar rupiah. Kinerja industri gula nasional telah dikaji dalam penelitian yang dilakukan oleh Priyono 2008 menemukan bahwa : a. Produksi gula nasional dipengaruhi secara signifikan oleh luas areal lahan tebu, produktivitas lahan, dan rendeman tebu. b. Konsumsi gula nasional dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah penduduk, dan harga gula dalam negeri c. Impor gula nasional dipengaruhi secara signifikan oleh konsumsi gula, dan produksi gula. Terkait dengan daya saing industri gula, penelitian yang dilakukan oleh Arkeman et al. 2001 menemukan bahwa faktor utama yang sangat berperan dalam meningkatkan daya saing industrigila di Jawa adalah biaya produksi bobot 0,31, aktor utama yang berperan adalah manajemen perusahaan bobot 0,26 dan tujuan yang ingin dicapai dalam peningkatan daya saing industri gula di Jawa adalah maksimalisasi laba bobot 0,36. Tabel 7. Penelitian Terdahulu Tentang Industri Gula Nasional No Nama Judul Metoda Analisa Hasil Penelitian 1 Anindita 2008 Inefficiency Source of Indonesian Sugar Mill Industry Total Factors Productivity TFP Menemukan bahwa Produksi pabrik gula secara signifikan dipengaruhi oleh jumlah produksi tebu,tingkat rendemen dan teknologi. 2 Rusastra 1999 Keunggulan Komparatif, Struktur Proteksi dan Perdagangan Internasional Policy Analysis Matrix PAM Menemukan bahwa telah terjadi perbaikan yang sangat berarti dari kelayakan ekonomis industri gula di dalam negeri, walaupun pada tingkat koefisien DCRC yang relatif marjinal. 3 Malian dan Saptana 2001 Dampak Peningkatan Tarif Impor Gula Terhadap Pendapatan Petani Tebu Analisis pendapatan usahatani tebu dan analisis biaya pokok Menemukan bahwa deregulasi industri gula yang berlangsung sejak tahun 1998 telah menyebabkan penurunan luas areal pertanaman tebu dan produksi gula nasional. 4 Sriyati 2007 Pola Kemitraan Petani Tebu rakyat Dengan PTPN VII Unit Usaha PG Bunga Mayang Dalam Usahatani Tebu Uji Chi – Kuadrat Menemukan bahwa Faktor yang berhubungan dengan keputusan petani menjadi anggota TRK adalah faktor modal, akses ke lahan, dan pengalaman. Lanjutan Tabel 7 5 Abidin dan Ismono 2004 The Impact of Government Policy On The Competitiveness of Sugarcane Farming in Lampung Province Policy Analysis Matrix PAM Menemukan bahwa kebijakan pemerintah dalam melindungi produksi gula telah meningkatkan keuntungan baik petani tebu peserta TRI maupun pabrik gula . 6 Maria 2007 Analisa Kebijakan Tata Niaga Gula Terhadap Ketersediaan dan Harga Domestik Gula Pasir Di Indonesia Persamaan Regresi LInear Ketersediaan gula pasir secara signifikan dipengaruhi oleh luas areal, jumlah pabrik gula dan selisih antara harga domestic dengan harga gula dunia. Sedangkan Harga gula domestic dipengaruhi oleh kebijakan tata niaga di setiap periode produksi, konsumsi, harga gula dunia dan nilai tukar rupiah. Lanjutan Tabel 7. 7 Priyono 2008 Analisis Kebijakan Industri Gula Nasional Dengan Model Ekonometrika Persamaan Two Stage Least Square Hasil yang diperoleh menunjukkan keragaan hasil empiris pendugaan model ekonominya cukup baik. Sedangkan hasil dari persamaan strukturalnya adalah : a. Produksi gula nasional dipengaruhi secara signifikan oleh luas areal lahan tebu, produktivitas lahan, dan rendeman tebu. b. Konsumsi gula nasional dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah penduduk, dan harga gula dalam negeri c. Impor gula nasional dipengaruhi secara signifikan oleh konsumsi gula, dan produksi gula. 8 Arkeman et al. 2002 Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Gula Di Jawa Metode AHP Faktor utama yang sangat berperan dalam meningkatkan daya saing industrigila di Jawa adalah biaya produksi bobot 0,31, aktor utama yang berperan adalah manajemen perusahaan bobot 0,26 dan tujuan yang ingin dicapai dalam peningkatan daya saing industri gula di Jawa adalah maksimalisasi laba bobot 0,36 Dari berbagai kajian yahg telah dilakukan oleh para peneliti tersebut diatas, dapat disintesakan bahwa rendahnya daya saing maupun produktivitas baik di tingkat kebun maupun di pabrik gula disebabkan oleh faktor kebijakan pemerintah yang belum menyentuh akar permasalahan sebenarnya yang dihadapi oleh industri gula yang ada parsial serta belum terintegrasinya antara kebun dan pabrik dalam satu manajemen. Atas dasar pemikiran tersebut, maka posisi penelitian yang dilakukan dalam kaitan dengan penelitian sebelumnya adalah mendapatkan rumusan strategi peningkatan produktivitas industri gula tebu nasional, dengan mempertimbangkan kebijakan makro macro side dan perbaikan produktivitas di level mikro kebun dan pabrik gula secara terintegrasi.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Kecenderungan masih maraknya impor gula mengindikasikan belum mampunya produksi pada industri gula nasional memenuhi kebutuhan pasar domestik, baik untuk konsumsi rumahtangga maupun bagi kebutuhan industri makanan dan minuman. Pemerintah memiliki kekhawatiran besar atas besarnya impor gula nasional, karena dipandang sebagai ancaman riil terhadap kemandirian pangan. Bagi Indonesia, kemandirian pangan sangat strategis, mengingat jumlah penduduknya yang cukup besar namun memiliki daya beli yang rendah. Sementara itu, pasar internasional gula yang dikuasai hanya oleh sejumlah kecil negara produsen utama dan pedagang besar, menunjukkan bahwa struktur pasar bersifat oligopolisitik. Lebih jauh lagi, harga internasional tidak menggambarkan tingkat efisiensi artificial karena telah terdistorsi oleh berbagai bantuan, subsidi domestik, pembatasan akses pasar serta subsidi ekspor. Kebijakan pembatasan impor gula tidak saja dilakukan oleh negara net importir, tetapi juga oleh negara net eksportir Mardianto et al., 2005. Sebagai negara dengan basis sumberdaya agraris, Indonesia pernah menjadi salah satu produsen dan eksportir gula yang terbesar di dunia pada dekade 1930-an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula nasional, predikat negara pengekspor gula yang disandang Indonesia berganti menjadi negara pengimpor gula yang cukup besar saat ini. Perkembangan yang kurang menggembirakan tersebut menunjukkan bahwa industri gula nasional sedang menghadapi suatu permasalahan yang kompleks Simatupang et al.,2005. Beberapa faktor yang diduga menjadi faktor penyebab rendahnya tingkat produktivitas industri gula nasional adalah : 1 Mutu bahan tanam yang rendah. Kebanyakan petani tebu tidak melakukan peremajaan tanaman Plant Cane secara berkala, sehingga tanaman tebu umumnya adalah tanaman keprasan Ratoon Cane. 2 Sistem bagi hasil antara petani dengan pabrik gula. Sistem yang berlaku sekarang masih dianggap kurang adil dan merugikan petani tebu. Akibatnya, petani sebagai pemilik lahan yang memiliki kebebasan dalam berbudidaya dapat mengganti tanaman tebu ke tanaman lain yang lebih menguntungkan misalnya padi. Kondisi ini yang pada akhirnya menyebabkan pasokan tebu untuk pabrik gula menjadi berkurang dan kontinyuitas produksi tidak terjamin; 3 Harga gula yang rendah. Walaupun respon produktivitas terhadap harga inelastis, menurunnya harga gula akan menyebabkan penurunan produktivitas serta 4. Kebijakan pemerintah yang bias ke usahatani padi, pencabutan subsidi pupuk dan sering terjadi kesulitan dalam mengimplementasikan jaminan harga provenue price juga berdampak terhadap produktivitas tebu Susila dan Susmiadi, 2000; Abidin, 2000 Problematika rendahnya produktivitas industri gula nasional tersebut perlu dicarikan jalan keluar, agar target swasembada gula nasional yang telah dicanangkan oleh pemerintah dapat terealisir, sehingga impor gula dapat dikurangi dan devisa negara dapat dihemat. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dengan cara meningkatkan daya saing industri gula nasional melalui penyusunan strategi yang komprehensif dengan mengintegrasikan aspek kebun dan aspek pabrik gula khususnya dalam peningkatan produktivitasnya secara integratif. Dari aspek kebun, fokus penyusunan strategi diarahkan dalam upaya meningkatkan sistem budidaya, penggunaan bibit, pemupukan, alokasi tenaga kerja, pasca panen dan sistem bagi hasil yang proporsional. Sementara dari aspek pabrik gula, penekanan lebih pada tinjauan mengenai sistem tebang, muat dan angkut TMA, adopsi teknologi, struktur modal, manajemen, sistem produksi dan sumberdaya manusia SDM. Kedua aspek tersebut merupakan masukan penting dalam proses elaborasi melalui revitalisasi kebijakan dalam peningkatan keunggulan komparatif dan kompetitif aspek makro, penyempurnaan manajemen operasi, peningkatan mutu produksi gula, penurunan harga pokok HPP, inovasi teknologi, redesain kebijakan korporasi business policy dan pola kemitraan aspek mikro secara terintegrasi. Perumusan strategi peningkatan produktivitas industri gula nasional dapat dirumuskan dalam kerangka pikir berikut Gambar 6 :