Strukturisasi Sistem Kelembagaan Kemitraan

Gambar 28. Pemetaan driver power-dependent sub-elemen perubahan yang diinginkan pada sistem kelembagaan kemitraan industri gula tebu Hasil analisis dengan ISM menunjukkan bahwa sub elemen L1 Soliditas kemitraan sebagai inti klaster industri gula tebu, L4 Pola budidaya tebu secara GAP dan proses produksi secara GMP dan L5 Harga gula lebih stabil, merupakan sub-sub elemen yang menjadi pendorong utama yang menjadi perubahan yang diinginkan dari sistem Kelembagaan Kemitraan Pabrik gula dengan petani tebu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sub-sub elemen tersebut menjadi sub elemen kunci dari elemen perubahan yang diinginkan dari sistem Kelembagaan Kemitraan Pabrik gula dengan petani tebu antara pabrik gula dengan petani tebu. Pola budidaya tebu petani dengan menggunakan prinsip-prinsip Good Agricultural Practises GAP serta proses produksi gula dengan menggunakan prinsip-prinsip good manufacturing practises GMP merupakan tuntutan yang sebaiknya dilakukan oleh petani maupun pabrik gula untuk menghasilkan tebu dan gula yang bermutu. Melalui penggunaan prinsip-prinsip GAP, petani tebu mengacu pada Standard Operating Procedure SOP terkait dengan pola usahatani yang optimum, mulai dari penggunaan varietas unggul, perencanaan tanam, pemeliharaan tanaman, sampai dengan penanganan pasca panennya. Sementara, penggunaan prinsip-prinsip GMP oleh pabrik gula, dapat menjadikan pabrik gula beroperasi secara lebih efektif dan efisien. Kemitraan antara pabrik gula dengan petani merupakan hubungan yang saling menguntungkan, dibangun dengan rasa saling percaya trust dan sudah berlangsung cukup lama, khususnya bagi pabrik gula yang memiliki ketergantungan tinggi pada pasokan tebu rakyat TR. Kepercayaan telah menjadi prinsip nilai yang dibangun bersama oleh kedua belah pihak, sehingga hubungan kemitraan masih berjalan sampai saat ini. Namun demikian, dari observasi lapangan masih terdapat ketidakpuasan dari kedua belah pihak. Petani menganggap pabrik gula kurang adil dalam penentuan rendemen tebu milik petani dan pabrik gula masih merasakan petani seringkali melakukan tindakan yang kurang patut moral hazard dengan memasukkan berbagai kotoran tebu trash dari tebu yang dipasok ke pabrik. Dengan demikian, soliditas kemitraan antara pabrik gula dengan petani tebu dengan meningkatkan jalinan komunikasi dan transparansi agar relasi fungsional tersebut berkelanjutan. Beragam faktor yang telah menyebabkan harga gula domestik berfluktuasi. Selain akibat kebijakan impor, harga gula yang rendah juga dipengaruhi oleh karena inefisiensi pabrik gula serta fluktuasi harga gula dunia. Bagi kedua belah pihak yang bermitra, harga gula yang lebih stabil merupakan harapan agar petani maupun pabrik gula memperoleh pendapatan sesuai dengan hasil yang diharapkan. Untuk itu, pemerintah perlu menetapkan harga dasar gula yang tidak saja mempertimbangkan kapasitas produksi nasional, namun juga kebutuhan konsumsi gula oleh masyarakat.

7.1.5. Elemen Kebutuhan Dari Program Sistem Kelembagaan Kemitraan

Elemen yang digunakan pada kebutuhan dari program dalam kelembagaan kemitraan pabrik gula dengan petani tebu adalah : 1. Dukungan kebijakan perkreditan dan bongkar ratoon K1 2. Sertifikasi varietas tebu unggul K2 3. Jaminan keamanan gula HACCP K3 4. Audit teknologi secara menyeluruh pada pabrik gula K4 5. Pembinaan dari pemerintah daerah yang lebih intensif K5 6. Pengembangan kearah klaster industri gula tebu K6 7. Adanya implementasi SOP Pertebuan dan pergulaan yang memadai K7 8. Diversifikasi produk gula K8 9. Implementasi peta jalan roadmap pengembangan industri gula secara konsisten K9 10. Regulasi Peraturan pemerintah pusat dan daerah yang kondusif K10. Hasil strukturisasi sub elemen tujuan sistem kelembagaan kemitraan pabrik gula dengan petani tebu dari hasil analisis dengan menggunakan ISM dapat dilihat pada Gambar 29 berikut. Gambar 29. Pemetaan driver power-dependent sub-elemen kebutuhan program pada sistem kelembagaan kemitraan industri gula tebu Dari Gambar 29 terlihat bahwa bahwa sub elemen K1 Dukungan kebijakan perkreditan dan bongkar ratoon, K6 Pengembangan kearah klaster industri gula tebu, dan K7 Adanya implementasi SOP Pertebuan dan pergulaan yang memadai, merupakan sub-sub elemen yang menjadi pendorong utama dari kebutuhan program dari sistem Kelembagaan Kemitraan Pabrik gula dengan petani tebu. Kedepannya, pengembangan industri gula nasional perlu diarahkan dalam rangka memperkuat sistem klaster industri gula tebu. Kendati industri gula termasuk jenis industri yang telah lama berkembang, namun penguatan unsur- Independent Linkage Autonomus Dependent K7 K1 K6 K9 K5 K2 K10 K8 K4 K3 unsur pembentuk klaster industri gula tebu seperti : pemasok, pemroses, perbankan, jasa transportasi, lembaga penelitian dan pengembangan dan sebagainya belum merupakan sistem yang saling mendukung. Melalui penguatan sistem klaster industri gula tebu, unsur-unsur dari sub sistem pembentuk klaster industri dapat saling bersinergi sesuai dengan kapasitas sumberdaya yang dimiliki masing-masing. Kedepannya, pengembangan industri gula nasional perlu diarahkan dalam rangka memperkuat sistem klaster industri gula tebu. Kendati industri gula termasuk jenis industri yang telah lama berkembang, namun penguatan unsur- unsur pembentuk klaster industri gula tebu seperti : pemasok, pemroses, perbankan, jasa transportasi, lembaga penelitian dan pengembangan dan sebagainya belum merupakan sistem yang saling mendukung. Melalui penguatan sistem klaster industri gula tebu, unsur-unsur dari sub sistem pembentuk klaster industri dapat saling bersinergi sesuai dengan kapasitas sumberdaya yang dimiliki masing-masing. Kebutuhan program lainnya yang diperlukan dalam rangka memperkuat sistem kelembagaan kemitraan antara pabrik gula dengan petani tebu adalah implementasi dari SOP pertebuan oleh petani dan SOP dalam proses produksi oleh pabrik gula. Dengan penerapan SOP pertebuan, maka jumlah dan mutu produksi tebu akan sesuai dengan target yang diharapkan. Demikian halnya dengan penerapan SOP pada proses produksi pabrik gula, maka kapasitas pabrik dapat dioptimalkan, kehilangan kandungan sukrosa dalam blotong ataupun molasses dapat ditekan. Struktur permodalan petani masih memerlukan penguatan khususnya dari sumber kredit pemerintah yang bunganya telah disubsidi, termasuk juga dengan keberlanjutan program bongkar ratoon yang telah dilaksanakan selama ini. Dengan permodalan yang kuat, petani dapat memobilisir sumberdaya modalnya untuk menggunakan bibit unggul, sewa membeli traktor, membeli pupuk dan obat-obatan dengan tepat waktu, membayar tenaga kerja untuk penyulaman, pemeliharaan tanaman dan penanganan pasca panenya. Kebutuhan program yang juga sebaiknya terus dilanjutkan adalah bongkar ratoon, mengingat tanaman tebu berdasarkan ketentuan yang ada maksimal 3 tiga kali dilakukan bongkar keparasan. Jika kebijakan bongkar keprasan terus dilanjutkan dan menjangkau lebih besar jumlah petani tebu, maka produktivitas tebu dapat ditingkatkan.

7.1.6. Elemen Dari Sektor Masyarakat Yang Terpengaruh Dari Sistem Kelembagaan Kemitraan

Elemen yang digunakan pada sektor masyarakat yang terpengaruh dalam kelembagaan kemitraan adalah : 1. Sektor industri kecil dan rumahtangga makanan dan minuman M1 2. Sektor retail perdagangan M2 3. Sektor transportasi M3 4. Sektor Perbankan M4 5. Sektor usaha pembibitan tebu rakyat M5 6. Sektor industri pupuk dan obat-obatan M6 7. Sektor koperasi M7 8. Sektor Pemerintah Daerah M8 9. Sektor industri permesinan M9 10. Sektor litbang dan sertifikasi M10. Hasil strukturisasi sub elemen tujuan sistem kelembagaan kemitraan pabrik gula dengan petani tebu dari hasil analisis dengan menggunakan ISM dapat dilihat pada Gambar 30 berikut. Gambar 30. Pemetaan driver power-dependent sub-elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pada sistem kelembagaan kemitraan industri gula tebu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 D a ya D o ro n g Ketergantungan Grafik Daya Dorong Ketergantungan Sektor Masyarakat Yang Terpengaruh Kunci Kelembagaan Kemitraan Independent Autonomous Dependent M5 M6 M10 M3, M7 M1 M2, M8 M4, M9 Dari Gambar 30 terlihat bahwa sub elemen M5 sektor usaha pembibitan tebu rakyat, M6 sektor industri pupuk dan obat-obatan dan M10 sektor litbang dan sertifikasi merupakan sub-sub elemen yang menjadi pendorong utama dari sistem kelembagaan kemitraan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sub- sub elemen tersebut menjadi sub elemen kunci dari elemen masyarakat yang terpengaruh dari sistem kelembagaan kemitraan antara pabrik gula dengan petani tebu. Sektor usaha pembibitan tebu rakyat cukup banyak berkembang di sekitar lokasi pabrik gula. Dari usaha pembibitan inilah kebutuhan bibit tanaman tebu rakyat diperoleh. Namun demikian, kedepannya usaha pembibitan tersebut perlu dilakukan pembinaan, baik oleh pabrik gula maupun oleh Pemerintah Daerah Dinas Pertanian. Sektor usaha lainnya yang juga terpengaruh adalah industri pupuk dan obat-obatan. Industri ini telah berperan besar dalam memberikan kontribusinya dalam peningkatan produksi dan produktivitas tebu rakyat selama ini. Ketersediaan pupuk dan obat-obatan yang tepat jumlah, tepat harga dan tepat waktu distribusi sangat menentukan jumlah dan mutu produksi tebu rakyat. Permasalahan distribusi pupuk yang selama ini menjadi kendala bagi petani tebu perlu untuk disempurnakan agar tidak terjadi kelangkaan pupuk pada saat petani memerlukannya. Kegiatan penelitian dan pengembangan serta sertifikasi, khususnya dalam kaitan dengan penemuan varietas unggul dan perbaikan sistem operasi dalam proses produksi cukup siginifikan membantu petani dan pabrik gula dalam peningkatan kinerja produksinya. Kegiatan litbang baik di institusi Pemerintah maupun di pabrik gula sendiri perlu terus diperkuat, sehingga ditemukan varietas unggul baru dan metode yang lebih efektif dan efisien dalam proses produksi gula.

7.2. Mekanisme Kelembagaan Kemitraan

Dari hasil strukturisasi terhadap elemen-elemen kunci dari sistem kelembagaan kemitraan antara pabrik gula dengan petani, maka skema yang tersusun untuk penyempurnaan mekanisme kerjasama kedepannya adalah sebagai berikut Gambar 31 : Gambar 31. Strukturisasi Elemen-Elemen Kunci Rekayasa Kelembagaan Kemitraan Setelah diketahui struktur dari elemen-elemen kunci yang mempengaruhi Kelembagaan Kemitraan Pabrik Gula dengan petani tebu peserta kemitraan, maka ilustrasi bentuk struktur Kelembagaan Kemitraan Pabrik Gula dengan petani tebu dapat disajikan pada Gambar 32 sebagai berikut : Meningkatkan Mutu Bahan Baku Tebu dan Produksi Gula 1 Penghargaan dan Sangsi yang seimbang 2 Koordinasi Pemangku Kepentingan 3 Pungutan di Daerah 4 Kebijakan Pemerintah yang belum terintegra 1 Pembibitan Tebu Rakyat 2 Industri pupuk dan obat-obatan 3 Litbang dan sertifikasi 1 Usahatani Dengan GAP dan Proses Produksi Dengan GMP 2 Soliditas Kemitraan Sebagai Inti Klaster Industri 3 Stabilitas Harga Jual Gula 1 Mengarah pada klaster industri 2 Implementasi SOP Pertebuan dan Pergulaan 3 Kebijakan kredit dan bongkar keprasan 1 Peningkatan Rendemen 2 Peningkatan Pendapatan 3 Akses Informasi Harga Jual 4 Peningkatan Kapasitas Produksi 5 Jaminan jumlah dan pasokan Tebu REKAYASA KELEMBAGAAN KEMITRAAN PABRIK GULA DAN PETANI TEBU TUJUAN KUNCI TOLOK UKUR KEBERHASILAN KUNCI PERUBAHAN KUNCI PROGRAM KUNCI SEKTOR MASYARAKAT KUNCI KENDALA KUNCI Gambar 32. Ilustrasi Struktur Kelembagaan Kemitraan Pabrik gula dengan petani tebu Hakekat dari kemitraan antara pabrik gula dan petani tebu peserta kemitraan adalah pada pencapaian tujuan kunci berupa peningkatan mutu tebu dan produksi gula secara periodik dan berkelanjutan. Dengan adanya peningkatan mutu tebu rendemen tebu tinggi dan kemasakan tebu terjamin, maka pabrik gula dapat meningkatkan produksi dan produktvitas gulanya. Dengan meningkatnya produksi dan produktivitas gula berarti akan banyak pendapatan yang diperoleh pabrik gula dan berpengaruh terhadap peningkatan bagian gula milik petani dalam sistem bagi hasil. Oleh karena itu, dengan tercapainya tujuan kunci tersebut, maka kedua belah pihak Pabrik gula dan petani tebu akan sama-sama meningkat pendapatan dan kesejahteraannya. Meningkatkan Mutu Bahan Baku Tebu dan Produksi Gula 1 Penghargaan dan Sangsi yang seimbang 2 Koordinasi Pemangku Kepentingan 3 Pungutan di Daerah 4 Kebijakan Pemerintah yang belum terintegra 1 Pembibitan Tebu Rakyat 2 Industri pupuk dan obat-obatan 3 Litbang dan sertifikasi 1 Usahatani Dengan GAP dan Proses Produksi Dengan GMP 2 Soliditas Kemitraan Sebagai Inti Klaster Industri 3 Stabilitas Harga Jual Gula 1 Mengarah pada klaster industri 2 Implementasi SOP Pertebuan dan Pergulaan 3 Kebijakan kredit dan bongkar keprasan 1 Peningkatan Rendemen 2 Peningkatan Pendapatan 3 Akses Informasi Harga Jual 4 Peningkatan Kapasitas Produksi 5 Jaminan jumlah dan pasokan Tebu TUJUAN KUNCI TOLOK UKUR KEBERHASILAN KUNCI PERUBAHAN KUNCI PROGRAM KUNCI SEKTOR MASYARAKAT KUNCI KENDALA KUNCI PABRIK GULA PG [Kepercayaan] [Penghargaan] [Penghargaan] [Sistem Kontrak] [Sanksi] [Sanksi] PETANI TEBU PETANI TEBU

VIII. PRIORITAS STRATEGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI GULA TEBU NASIONAL

8.1. Formulasi Strategi Peningkatan Produktivitas

Untuk mendapatkan strategi peningkatan produktivitas industri gula tebu nasional yang tepat, digunakan metoda SWOT yang di kombinasikan dengan metode AHP, baik untuk tingkat kebun maupun tingkat pabrik seperti dijelaskan dibawah ini :

8.1.1. Analisis Lingkungan Strategis

Dalam melakukan analisis lingkungan strategis, analisis dilakukan dengan membagi kondisi lingkungan strategis menjadi dua, yaitu : lingkungan mikro usahatani tebu dan pabrik gula dan lingkungan makro atribut-atribut lingkungan luar negeri yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap dinamika pergulaan nasional.

8.1.1.1. Lingkungan Internal

Berdasarkan hasi kajian dan pengamatan observasi terhadap usahatani tebu dan pabrik gula yang diteliti, maka kekuatan Strength dan kelemahan Weaknesses yang dapat dihimpun adalah sebagai berikut :

A. Tingkat Internal Kebun

Kekuatan dan Kelemahan IFE Kekuatan 1. Potensi pengembangan areal tanam tebu khususnya pada lahan kering di luar pulau Jawa masih luas 2. Penelitian terhadap jenis varietas tebu unggul dilakukan secara kontinyu, baik yang dilakukan oleh pabrik gula sendiri, P3GI Pasuruan maupun oleh Perguruan Tinggi; 3. Kondisi Agroklimat tanaman tebu sangat kondusif baik pada lahan basah maupun lahan kering 4. Kemitraan Pabrik Gula – Petani telah terjalin lama dan signifikan dalam membangun interaksi usaha secara sinergis 5. Pemerintah telah merumuskan program revitalisasi kebijakan terkait dengan peningkatan mutu produksi tebu. Kelemahan Weaknesses 1. Budidaya usahatani tebu rakyat TR masih bersifat tradisional 2. Belum terstandarisasinya mutu produksi tebu rakyat 3. Sistem bagi hasil yang dilaksanakan belum sepenuhnya mengacu pada ketentuan 4. Produksi tebu petani berfluktuasi sebagai akibat adanya pengaruh terjadinya anomali cuaca 5. Struktur permodalan petani masih lemah dalam upaya meningkatkan volume dan mutu produksi.

B. Tingkat Internal Pabrik

Kekuatan 1. Dalam perkembangannya peremajaan peralatan mesin produksi di pabrik gula selalu dilakukan secara bertahap 2. Bisnis pergulaan memiliki tingkat pengembalian yang tinggi quick yielding 3. Keberadaan pabrik gula di suatu daerah telah memberikan dampak pengganda multiplier effect yang besar bagi perekonomian daerah 4. Eksistensi pabrik gula telah memperoleh dukungan penuh dari masyarakat sekitar dan berada dekat dengan sumber bahan baku tebu 5. Pemerintah secara kontinyu memberikan dukungan melalui program revitalisasi industri gula nasional. Kelemahan 1. Dibandingkan dengan negara exportir gula, harga pokok produksi HPP gula nasional masih relatif lebih tinggi 2. Kebijakan Pemerintah dalam pengembangan industri gula masih belum komprehensif dan menyentuh akar permasalahan yang dihadapi oleh industri gula nasional 3. Diperlukan pengembangan SDM khususnya dalam rangka diversifikasi produk 4. Manajamen pabrik gula masih dihadapkan lemahnya ketersediaan modal terutama untuk digunakan dalam penggantian mesin-mesin produksi baru secara total 5. Sebagian besar pabrik gula khususnya dibawah afiliasi BUMN masih banyak menggunakan mesin-mesin produksi yang relatif usang.

C. Tingkat Eksternal Kekuatan dan Kelemahan

Kekuatan 1. Telah dikeluarkannya aturan tentang standar nasional Indonesia SNI gula 2. Telah tersedianya lembaga penelitian dan pengembangan Litbang di lembaga pemerintah maupun swasta 3. Kebutuhan gula untuk pasokan pasar gula domestik masih relatif besar. Kelemahan 1. Koordinasi antar kementerian dalam menangani permasalahan gula nasional masih relatif parsial 2. Penelitian dan pengembangan varietas dan produk hilir relatif relatif belum terstandarisasi 3. Belum ada kebijakan pergulaan yang terintegrasi dan menjamin keberlangsungan industri gula nasional.

8.1.1.2. Lingkungan Eksternal

Berdasarkan hasi kajian dan pengamatan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani tebu dan pabrik gula, maka peluang Opportunity dan ancaman Threat yang dapat dihimpun adalah sebagai berikut :

A. Tingkat Internal Kebun Peluang

1. Peningkatan produksi tebu rakyat masih memerlukan budidaya melalui pola intensifikasi 2. Program konsolidasi lahan dapat dilakukan dalam rangka penyeragaman mutu produksi tebu rakyat 3. Penguatan struktur permodalan petani memerlukan dukungan pemupukan modal melalui kelompok atau koperasi 4. Pemerintah secara kontinyu berupaya memberikan dukungan kebijakan bongkar keprasan ratoon, perkreditan dan subsidi input produksi 5. Untuk meningkatkan posisi tawar, diperlukan penguatan organisasi petani. Ancaman 1. Masih maraknya pungutan di daerah yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi 2. Lokasi kebun tebu milik petani yang berada dekat dengan kota cenderung terus mengalami alih fungsi lahan 3. Harga gula yang diterima petani seringkali kurang memuaskan karena turunnya harga gula di pasar akibat membanjirnya gula rafinasi ke pasar konsumsi 4. Penetapan harga gula dasar yang dilakukan oleh pemerintah masih relatif rendah dan berdampak terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani 5. Gula bagian petani dari hasil bagi yang dijual menghadapi struktur pasar yang oligopsonistik.

B. Pabrik Internal Gula Peluang

1. Proses produksi pada industri gula dapat dilakukan dengan sistem produksi bersih zero waste 2. Peningkatan mutu produksi gula dan efisiensi pabrik dapat dilakukan melalui pemanfaatan Good Manufacturing Practises GM 3. Semakin berkembangnya pusat-pusat pelatihan dan pendidikan bagi peningkatan kapasitas SDM 4. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan tingkat konsumsi total terhadap gula mengalami peningkatan 5. Kebutuhan produksi sampingan dari pengolahan gula menyebabkan diperlukan adanya diversifikasi produk. Ancaman 1. Peningkatan akses informasi masyarakat terhadap kesehatan akan menyebabkan perubahan pola konsumsi atas gula berubah 2. Tingkat Persaingan Industri gula PG dalam memperoleh bahan baku tebu relatif tajam 3. Kapasitas produksi masih banyak menganggur idle capacity sebagai akibat kerusakan mesin peralatan produksi. 4. Harga gula dalam negeri sering berfluktuasi sebagai pengaruh dari perkembangan harga gula internasional 5. Ketidakstabilan ekonomi nasional akibat baik akibat tekanan luar negeri maupun kebijakan makro ekonomi akan mempengaruhi perkembangan kinerja indsutri gula. C.Tingkat Eksternal Peluang 1. Terbangunnya sistem koordinasi antar kementerian terkait dalam menangani permasalahan yang dihadapi pergulaan nasional 2. Semakin berkembangnya penelitian dan pengembangan varietas tebu dan produk hilir 3. Mewujudkan komitmen nasional dalam membangun sistem pergulaan nasional yang lebih terintegrasi. Ancaman 1. Fluktuasi harga gula dunia dapat berpengaruh terhadap harga gula domestik 2. Kebijakan proteksi melalui subsidi harga input produksi dari negara- negara eksportir gula mempengaruhi tingkat daya saing harga gula domestik 3. Semakin langkanya pasokan gula dunia sebagai akibat dari berkembangnya konsumsi bioenergi berasal dari limbah tebu.

8.1.2. Analisis Matriks SWOT

Untuk menghasilkan alternatif strategi peningkatan produktivitas baik di tingkat kebun maupun di tingkat pabrik, maka digunakan matriks SWOT dengan cara mengkombinasikan strategi kekuatan dan peluang SO, strategi kekuatan dan ancaman ST, strategi kelemahan dan peluang WO dan strategi kelemahan dan ancaman WT.