commit to user
122 berwujud kata-kata, tetapi berupa ciri atau tanda atau ungkapan yang abstrak,
untuk menyatakan sesuatu hal kepada orang lain, serta merupakan perantara pemahaman terhadap sesuatu obyek, mengenai mana simbolik secara umum dan
diungkap lagi menjadi makna kekinian dapat dipaparkan pada beberapa hal : busana, waktu, sesaji sesajen, karawitan, dan penyajiannya.
4.3.8 Pengaruh Perubahan Sosial Budaya pada Tari Srimpi Ludiramadu
Perkembangan kebudayaan menyesuaikan ruang dan waktu dimana budaya itu berada. Perubahan karya yang berupa tari keraton tidak luput dari perubahan.
Perubahan-perubahan tersebut adalah :
4.3.8.1 Perubahan dalam ritus atau ritual
Pertunjukan pementasan Tari Srimpi Ludiramadu yang awalnya dilakukan berbagai macam ritual sekarang sudah mengalami perubahan dan bersifat praktis
yaitu hanya bancakan dan sesaji
sa jen
untuk penari dan abdi dalem serta pada waktu pagelaran menyalakan dupa
kemenya n.
Sementara tujuan bancaan dan penyalaan dupa hanyalah seperti suatu rangkaian tradisi. Dengan adanya
perubahan ini mengakibatkan sifat ritual pada Tari Srimpi Ludiramadu yang sakral hilang dan religius lebih hanya sebagai pementasan sebuah karya tari.
Seorang penari Srimpi Ludiramadu tidak lagi seorang yang perawan dan menjalani tirakat
la ku prihatin
seperti pada saat srimpi diciptakan, bahkan ada yang sudah bersuami, punya anak lebih dari satu. Usia penari tidak ada ketentuan
bahkan tidak memandang dari kalangan bangsawan, abdi dalem, rakyat biasa atau kalangan akademika yang terpenting penari memiliki bakat dan kemampuan untuk
menarikan tari tradisi Jawa.
commit to user
123 Penari tidak lagi melakukan berbagai ritual seperti pada masa
Hamengkunagara III yang terikat oleh aturan-aturan seperti harus puasa, tuturan, tidak haid dan lain-lain. Pada upacara-upacara wetonan dan untuk penyambutan
tamu penari lebih cenderung lebih bebas dalam aturan dibandingkan pada jaman dulu yaitu tidak ada keharusan harus puteri keraton, abdi dalem, kerabat keraton,
yang terpenting memiliki kemampuan dalam menari dapat bergerak yang
luwes, ga ndhes, kewes, prenes.
Melakukan gerakan sesuai dengan estetika dalam menari dan dapat menerapkan wiraga, wirama, wirasa selain itu juga mampu bergerak
sesuai hasta sawanda.
4.3.8.2 Perubahan fungsi
Tari Srimpi Ludiramadu sekarang ini sudah berubah fungsi yang awalnya digunbakan untuk wetonan, penyambutan tamu raja sekarang hanya menjadi
pertunjukan sebagai atraksi pariwisata budaya, pentas seni, misi kesenian, lomba seni dan budaya, festifal seni, sebagai materi perkuliahan, materi mata pelajaran
seni tradisi di SMK Sekolah Menengah Kejuruan sampai keresepsi pernikahan sekarang pementasan tidak terbatas di lingkungan keraton melainkan di luar
keraton semua orang dapat melihat dan menikmati pertunjukan Tari Srimpi Ludiramadu. Tari Srimpi Ludiramadu yang awalnya memiliki nilai dalam budaya
yang tinggi karena ada di dalam keraton sekarang memiliki budaya yang rendah karena masyarakat umumpun dapat melihat secara bebas.
Perubahan dapat dilihat juga pada penonton pada saat pertunjukan Tari Srimpi Ludiramadu ada, proses pemadatan gerak menimbulkan penonton
mengambil pertunjukan tari hanya sebagai hiburan semata tidak lagi ada unsur
commit to user
124 rasa baik rasa penari, rasa gerak, rasa gendhing, dan juga suasana karena tidak lagi
di pendopo keraton Surakarta. Kostum tata panggung, tata rias mempengaruhi minat penonton sehingga hanya bersifat menghibur semata. Perubahan yang
terjadi pada nama masing-masing penari
ba ta k, gulu, dha dha , buncit.
Nama tersebut menurut pandangan orang Jawa merupakan tubuh orang Jawa.
Ba ta k
digambarkan sebagai kepala yang mewujudkan pikir dan jiwa,
gulu
menunjukkan bagian leher,
dha dha
menunjukkan bagian dada, dan
buncit
menunjukkan bagian organ bawah yaitu dubur atau anus organ pengeluaran di era sekarang berubah
ba ta k, gulu, buncit, dha dha
hanya istilah dalam bahasa untuk menunjukkan jumlah penari tidak ada hubungannya dengan anggota tubuh manusia.
Seorang penari memiliki sifat nafsu
a ma ra h
, nafsu
a lua mah,
nafsu
supia h,
nafsu
mutmainah
dapat dipaparkan bahwa nafsu amarah manusia memiliki sifat yang mudah marah sulit mengendalikan emosi, mengambil emosi tampa berpikir
yang matang. Nafsu
a lua ma h :
manusia sulit menyeimbangkan kehidupan didunia dan akhirat akhirnya bersifat serakah. Nafsu
supiah :
memiliki sifat pelupa, lupa akan yang menciptakan sehingga bersifat sombong, merasa dirinya pintar, cantik,
kaya dan lain-lain. Nafsu
mutmainah
: nafsu ini sebagai penyeimbang sikap-sikap kehidupan sehingga manusia bersifat sabar menrima keadaan walaupun sangat
sulit dan mempersiapkan untuk kehidupan diakhirat. Berbanding terbalik dalam kehidupan sekarang sifat-sifat diatas sudah dimiliki manusia baik dulu maupun
sekarang. Dalam Tari Srimpi Ludiramadu empat penari dimaksudkan sebagai
ka ka ng ka wa h, adi a ri-a ri, getih putih, getih a ba ng.
Hal ini ada hubungannya menurut
commit to user
125 kepercayaan orang Jawa bahwa yang mengelilingi manusia adalah
ka ka ng ka wa h, a di a ri-a ri
juga istilahnya
pa jupat lima pa ncer
yang ditengah atau pusat adalah Allah, Nanik Srihartini, 1988:10-11. Di dalam kehidupan masyarakat Jawa
sekarang ini hal itu hanya sebagai sebuah cerita yang berhubungan dengan mitos sulit untuk dibuktikan dalam kehidupan nyata sekarang ini.
Penari yang
ha sta sa wa nda , wiraga , wira ma , wirasa
yang memiliki arti yang sangat dalam kehidupan penari yang harus dimiliki waktu didalam keraton
sekarang ini sudah berubah menyesuaikan kebutuhan, tuntutan jaman dan dimana tari itu akan dipentaskan dan dalam acara apa. Hal ini makna keseluruhan
diungkap oleh penulis secara mendalam yang diberikan pada lampiran hal. ….. a
Sebagai legitimasi raja untuk eksistensi keraton Tari Srimpi Ludiramadu pertama kali keluar dari tembok keraton pada
tahun 1970-an, pada waktu itu ada proyek penggalian dan pengembangan seni dan budaya keraton bekerja sama antara keraton, kalangan akademika, dan pemerintah
PKJT Pengembangan Kesenian Jawa Tengah, pada waktu itu Tari Srimpi Ludiramadu tidak hanya perubahan pada bentuk saja tetapi pada fungsi dan makna
banyak perubahan. Tari Srimpi Ludiramadu semula dipentaskan didepan raja tidak sembarang
dipergelarkan disembarang tempat dan waktu. Hal ini menegaskan bahwa Tari Srimpi Ludiramadu merupakan tari ritual magis yang tak terpisahkan oleh
keberadaan raja sebagai penguasa pemerintahan pada waktu itu. Sesuai perkembangan bahwa keraton sekarang hanya sisa-sisa pemerintahan tradisional
sudah tidak dapat lagi memenuhi semua hal yang berhubungan dengan hak dan
commit to user
126 kewajiban raja dibidang kekuasaan politik. Kekuasaan yang dulunya dimiliki raja
sudah lepas karena pemerintahan dipindah alihkan ke pemerintah republik Indonesia setelah kemerdekaan pada tahun 1945, sekarang pemerintahan ditangan
walikota. Kekuasaan yang ditangan raja tidak dimiliki lagi karena pemindahan kekuasaan.
Usaha-usaha yang
dilakukan pihak
keraton untuk
tetap mempertahankan sisa-sisa kekuasaan dan untuk legitimasi raja walaupun keraton
hanya sekedar identitas budaya belaka, misalnya: 1
Pembuatan silsilah terlihat bahwa Hamengkunagara, Pakubuwana sampai sekarang masih digunakan sebagai bukti bahwa mereka keturunan dari
kalangan keluarga keraton yang memiliki hak untuk tetap bertahta dan berkuasa. Pada era sekarang hal ini hanya sebagai simbolisasi untuk
memperkuat kedudukan
belia u
dalam masyarakat Jawa. 2
Pengembangan budaya keraton dengan mengusahakan dan melestarikan dengan cara menggali tari-tari srimpi keraton, tari bedhaya keraton dan yang
terpenting menggali Tari Srimpi Ludiramadu untuk menjelaskan pada masyarakat sebagai usaha bahwa keraton sangat peduli dengan tari tradisional
yang merupakan warisan leluhur yang patut selalu ada sampai kapanpun, dulu sekarang dan sampai nanti. Dikehidupan sekarang ini pembinaan selalu
dilakukan walupun kekuasaan raja tidak lagi dimiliki oleh keraton. Pembinaan dan penggalian paling tidak untuk mencapai tujuan agar mereka tetap
dihormati oleh masyarakat, khususnya masyarakat Jawa. Perubahan yang terjadi secara fisik pada Tari Srimpi Ludiramadu dapat
dipaparkan untuk kepentingan secara umum yang sudah tidak mempedulikan
commit to user
127 secara ritual. Tari Srimpi Ludiramadu yang ditarikan di luar tembok keraton sudah
terlepas dari
pa kem ha sta sa wa nda , wira ga , wira ma , wira sa
. Bahkan makna sudah hilang akhirnya tidak memiliki makna sama sekali, kehilangan
ra sa
para tari yang dulunya bersifat
prenes, kewes, kenes,
dan
ga ndes.
Keraton tidak hanya menggali dan memelihara pada bentuk tari srimpi maupun bedhaya tetapi memelihara juga pada pusaka-pusaka keraton yang setiap
tahun diadakan ritual jamasan pusaka walaupun sudah berubah fungsi juga
sebagai pariwisata budaya. Tari Srimpi Ludiramadu juga merupakan pusaka yang patut dijaga dan dilestarikan seperti menjaga pula pusaka keraton hal ini
merupakan lambang bahwa raja walaupun sudah tidak berkuasa masih memberikan perhatian, perlindungan terhadap rakyatnya.
Tari Srimpi Ludiramadu untuk upacara resepsi pernikahan, lomba seni, pentas seni dan budaya, festifal, misi kesenian, wisata budaya akan dikurangi dan
dirubah sesuai dengan kebutuhan. Dibawah ini hal-hal yang berubah juga pada Srimpi Ludiramadu sebagai berikut:
1 Durasi waktu hanya 15-18 menit
2 Kostum, rias disesuaikan dengan kebutuhan seniman karena sekarang hanya
untuk profan, praktis dan menghibur tidak sampai hayatan seni. Tari Srimpi Ludiramadu merupakan tarian kelompok yang dilakukan oleh
empat orang penari wanita dengan komposisi berpasangan, srimpi berasal dari kata
sri
dan
impi, sri
berarti raja,
impi
berarti angan-angan, harapan, gagasan, dan cita-cita sedangkan ludiramadu, ludira yang berarti darah, madu dari kata Madura
memiliki asal atau tempat merupakan letak yang berasal dari Sumenep Madura
commit to user
128 jadi Srimpi Ludiramadu dapat diartikan tari yang diciptakan oleh raja yang berupa
impian dan pengharapan karena yang menciptakan tari memiliki aliran darah Madura.
Karya Tari Srimpi Ludiramadu diciptakan Hamengkunagara III yang memiliki aliran darah Madura dari Ibunda dan Ayah seorang Raja Surakarta yang
bernama Paku Buwana IV. Perselisihan dan perpisahan kedua orang tua yang melatar belakangi terciptanya Tari Srimpi Ludiramadu, diawali dari pinciptaan
gendhing ludiramadu pada tahun 1718 – 1748 1790-1820 Masehi. Pradjapangrawit 1990: 110-111.
Dalam Tari Srimpi Ludiramadu adalah impian seorang anak yang berharap Ibu dan Bapak dapat kembali bersatu, rukun tidak terpisahkan oleh masalah
apapun dan keadaan apapun. Kedua orang tua Hamengkunagara III adalah Kanjeng Ratu Anom Putri Cakraningrat, Bupati Pamekasan Madura
Pradjapangrawit 1990:196. Proses penciptaan Tari Srimpi Ludiramadu tidak terlepas dari tempat
wilayah dimana pencipta itu berada. Tari Srimpi Ludiramadu diciptakan Hamengkunagara III beliau Putra Paku Buwana IV, waktu menciptakan belum
duduk sebagai Raja. Kemampuan berkarya diperoleh tidak serta merla melainkan melalui proses latihan, gemblengan dan pengaruh lingkungan sebagai penentu.
Karya yang diciptakan Hamengkunagara berwujud sastra, tari, seni rupa, karawitan. Pada tari karya yang diciptakan tari penthul
gecul
dan Tari Srimpi Ludiramadu.
commit to user
129 Kebudayaan yang diciptakan di Keraton selalu memiliki makna dan simbol
disini makna sakral, magis, religius tidak terlepas dari kebudayaan keraton memiliki perbedaan dengan karya budaya yang berada pada luar keraton dan di
dalam Tari Srimpi Ludiramadu mempunyai simbol-simbol yang sangat kaya tentang falsafah manusia Jawa yang berada disekitar kosmologis Jawa.
Masyarakat Jawa memiliki kepercayaan bahwa keraton dijaga oleh kekuatan roh halus dari empat arah dan di dalam srimpi jumlah empat itu untuk
menghormati roh-roh atau biasa disebut
pepundhen
roh nenek moyang zaman dulu diempat penjuru mata angin, semua
pepundhen
bertugas melindungi dan menjaga keselamatan keraton Surakarta dan sekitarnya selain itu Tari Tradisi
Jawa juga memiliki konsep
Ha sta Sa wa nda
delapan unsur yang menjadi satu kesatuan dan lebih penting dalam tari tradisi keraton tidak terlepas juga pada
konsep
wiraga , wira ma , wira sa
Prabowo, 1991:12-13 Hal diatas yang membuat Tari Tradisi keraton disini Tari Srimpi
Ludiramadu memiliki makna dan berkonsep
a di luhung
yang sesuai dengan nilai- nilai kehidupan manusia Jawa.
Masyarakat Jawa memiliki aktivitas religi yang berhubungan dengan penguasa alam yang tujuannya untuk mengucap rasa syukur dan terima kasih
kepada penciptaNya bahwa manusia ada karena ada yang menciptakan disini dengan melakukan berbagai upacara yang berhubungan dengan kelahiran,
kehidupan dan kematian. Soepardi dan Atmadibrata 1977:70. Manusia menciptakan kebudayaan karena manusia memiliki akal, pikiran,
daya, cipta dan karsa yang dapat diwujudkan dalam bentuk tari, karawitan,
commit to user
130 upacara, sastra dan lain-lain. Selain itu sifat manusia secara lahiriah ingin
bersosialisasi hidup berkelompok, bekerja sama, dan mencipta. Soekanto, 1982:22.
Karya kebudayaan sendiri memiliki perkembanganyang bersifat dinamis sehingga tiap individu-individu dan generasi melakukan penyesuaian-penyesuaian
dengan penyesuaian desain zaman. Tradisi dan kebudayaan masa lampau banyak ditinggalkan, terkadang diperlukan beberapa penyelarasan, karena tidak sesuai
dengan tuntutan zaman baru. Generasi baru tidak hanya mewarisi suatu edisi kebudayaan baru, tetapi juga suatu versi kebudayaan yang direvisi, hal ini juga
dialami pada Tari Srimpi Ludiramadu yang sebenarnya lahir, diciptakan dari kebudayaan keraton menjadi kebudayaan yang berkembang ke luar keraton
sehingga terjadi perubahan. Perubahan dalam berbagai hal yaitu bentuk, fungsi bahkan tidak luput dari perubahan makna. Soemardjan, 1962:30.
Perubahan yang dialami kebudayaan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu lingkungan alam, misalnya iklim kekurangan bahan makanan atau bahan bakar
dan berkurangnya jumlah penduduk. Hal tersebut memaksa manusia untuk beradaptasi. Mereka tidak dapat mempertahankan cara hidup lama, tetapi harus
menyesuaikan dengan situasi baru. Perubahan disebabkan juga adanya kontak dengan kelompok masyarakat yang memiliki norma-norma, nilai-nilai, dan
teknologi berbeda. Kontak budaya dapat terjadi secara damai atau bermasalah, sukarela atau terpaksa, dan timbal balik hubungan perdagangan atau progam
pertukaran pelajar dan mahasiswa atau sepihak invasi militer.
commit to user
131 Kebudayaan berubah disebabkan juga
discovery
penemuan dan invention penciptaan bentuk baru.
Discovery
adalah suatu bentuk penemuan baru yang berupa persepsi mengenai hakikat suatu gejala atau hakikat hubungan antara dua
gejala atau lebih.
Discovery
biasanya membuka pengetahuan baru tentang sesuatu yang pada dasarnya suda ada, misalnya penemuan untuk membangun pemahaman
manusia bahwa kebudayaan lama yang saral berubah menjadi tidak sakral, memiliki makna bahkan tidak bermakna.
Masyarakat atau bangsa mengadopsi beberapa elemen kebudayaan material yang telah dikembangkan oleh bangsa di tempat lain. Pengadopsian elemen-
elemen kebudayaan bersangkutan dari satu ke masyarakat lainnya, misalnya teknologi komputer yang dikembangkan oleh bangsa Barat di adopsi berbagai
bangsa di dunia. Gejala tersebut menunjukkan adanya keterkaitan atau jaringan antara kebudayaan yang satu dengan lainnya.
Bangsa Indonesia memodifikasi cara hidup dengan suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau disebabkan perubahan dalam pandangan hidup dan
konsepsinya tentang realitas. Perubahan tersebut berkaitan dengan munculnya pemikiran atau konsep baru dalam pandangan hidup serta konsepsinya tentang
realitas, bidang filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama serta kepercayaan. Raga, 2000:23-24
Hasil karya kebudayaan lebih khusus ke seni Tari Tradisi tidak bisa lari dari perkembangan sehingga mengalami bentuk, fungsi, dan makna pada tari karena
pada saat itu keadaan ekonomi di keraton terjadi konflik internal yang membuat kekuasaan raja berubah dan berpindah ke pemerintah Republik. Keraton sebagai
commit to user
132 pusat kebudayaan sulit mengendalikan dan menstabilkan laju ekonomi sehingga
pada saat itu sekitar tahun 1949-1945 ekonomi keraton morat-marit. Pemerintah hanya memberikan subsidi untuk menyelenggarakan acara-acara keraton dan
keraton sendiri tidak memiliki hak untuk mengelola keuangan apalagi pemerintahan.
Keraton tidak lagi memiliki pemasukan dari pabrik tebu, pajak, semua ditangani pemerintah daerah dengan keadaan keraton yang tidak konsudif lagi
ternyata mempengaruhi regenerasi penari keraton. Putri keraton dan kerabat hanya sedikit yang
kersa
meluangkan waktu untuk berlatih menari, pada akhirnya untuk acara penyambutan tamu dan acara-acara di keraton terpaksa mengambil
pihak luar atau penari di luar keraton untuk menutupi jumlah kekurangan pada penari.
Sehingga berpengaruh pada perubahan makna, misal : penari harus keturunan dan kerabat keraton, suci gadis, belum pernah menikah, umur + - 20
tahun, sebelum menari berpuasa, bahkan harus bisa
Ngadisarira Ngadi Busana .
Hal ini tidak dapat diwujudkan dengan keterbatasan jumlah penari, disini mereka sama sekali tidak ada hubungan darah atau persaudaraan dengan keraton bahkan
mereka hanya rakyat biasa rakyat jelata. Keadaan ekonomi pada saat itu yang tidak mendukung akhirnya putri
keraton tidak duduk manis, tinggal diam berpangku tangan mereka akhirnya menjadi putri keraton yang berkarier tidak hanya di dalam keraton, misalnya
kegiatan membatik, berhias, menari, memasak, akhirnya bekerja di berbagai
commit to user
133 bidang negeri atau swasta, ada yang menjadi staff pengajar dosen, politisi,
anggota DPR Dewan Perwakilan Rakyat, dan lain-lain. Veeger, 1992:55. Keraton merasa sangat membutuhkan pihak luar dalam membantu
melestarikan budaya Jawa karena keraton tidak mampu untuk melakukan sendiri sehingga pada tahun 1970 pihak keraton memanggil pengelola ASKI Akademi
Seni Karawitan Indonesia Surakarta pada saat itu Gendhon Humardani untuk ikut serta dalam melestarikan budaya Jawa sehingga beban yang ada pada pundak Raja
sedikit ringan dengan bantuan lembaga kesenian, di sini terbukti bahwa Raja yang awalnya memiliki kekuasaan penuh untuk memerintah, mengelola dan punya
kekuatan seelah tidak duduk pada singgasana akhirnya memerlukan bantuan orang lain dan bahkan menjalin hubungan dengan pihak luar keraton pada dasarnya Raja
dan kerabat serta abdi dalem keraton memiliki jiwa sosial dan tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain sesuai dengan pernyataan Malinowski, 1960:37.
Manusia sebagai pelaku budaya yang disalurkan dengan karya budaya yang diciptakan karena manusia sendiri mempunyai rasa cipta untuk dapat mencukupi
berbagai kebutuhan baik batiniah atau lahiriah. Keutuhan yang bersifat lahiriah dan batiniah diusahakan seimbang sehingga kehidupan sebagai makluk individu
dan sekaligus makluk sosial akan berjalan seimbang, manusia merupakan pencipta budaya dengan melahirkan budaya baik meniru budaya lama, memperbarui atau
malah merusak kebudayaan yang sudah ada dengan kebudayaan yang diciptakan dianggab benar walaupun kadang diterapkan dalam kehidupan tidak sesuai dengan
norma, nilai dan tata keakuan masyarakat Jawa. Soerjono Soekanto dalam Williams, 1982:177.
commit to user
134 Pencipta karya dibidang tari, karawitan, pedalangan yang mengabdikan
hidupnya untuk seni biasa disebut seniman: faktor seniman berpengaruh dalam perubahan bentuk, fungsi, dan makna bedhaya selain faktor ekonomi, sosial yang
ada. Setelah kekuasaan tidak lagi ditangan Raja, para seniman bagaikan burung lepas dari sangkar, era keterbukaan dan kebebasan berseniman mulai ada. Sekitar
tahun 1970-1971 seniman tari yang berada di keraton dan di luar keraton berlomba menciptakankarya-karya baik memperbarui karya lama dengan karya
baru atau bahkan menciptakan karya yang sama sekali lepas dari pakem baku “
Hasta Sa wa nda
atau
wira ga , wira ma , wira sa .
Seniman berlomba-lomba mengungkapkan imajinasi, pengngkapan jiwa, selera pribadi bahkan menciptakan
kaya sebagai identitas diri si pekarya seni seniman. Soemardjan, 1964:120-123 Perkembangan kebudayaan selalu mengikuti dimana zaman dan manusia
yang menciptakan kebudayaan itu berada, karena kebudayaan selalu mengalami perubahan-perubahan secara kontinu, dengan kata lain, tidak ada satu kebudayaan
pun yang tidak mengalami perkembangan kecuali kebudayaan itu telah mati. Pada hakekatnya kebudayaan mengisi serta menentukan jalan kehidupan manusia,
walaupun hal ini jarang disadari oleh manusia sendiri. Wulansari dalam William, 2009:83.
Kebudayaan yang ada yang dicptakan lewat Tari Srimpi Ludiramadu juga mengalami perkembangan yang secara tidak sadar mempengaruhi perkembangan
pemikiran manusia itu sendiri tentang Tari Srimpi Ludiramadu yang awalnya didalam keraton akhirnya sampai keluar keraton. Politik yang terjadi di
Indonesiab sebagai penyumbang bahkan membuat dampak pada tata kehidupan
commit to user
135 kebudayaan di keraton mengalami masa-masa kritis. Peralihan pemerintah
membuat kehidupan di bidang budaya menjadi kocar-kacir. Kegiatan yang biasanya dapat dilaksanakan tanpa mengalami kendala sama sekali menjadi
permasalahan yang harus ada jawaban dan harus ada penyelesaian serta solus. Tari Tradisi berupa Srimpi Ludiramadu pada awalnya hanya untuk wetonan dan
penyambutan tamu Raja akhirnya dengan keadaan politik yang tidak kondusif makanya tari tidak hanya di dalam keraton waktu pentas akhirnya untuk tujuan
komersial, dipergunakan untuk lomba, misi kesenian, festival seni, apresiasi seni bahkan hiburan.
Keraton sebagai tempat wadah kebudayaan terkena dampak politik, keluarga keraton sendiri sibuk berpolitik dengan masuk partai sebagai solusi
untuk mencukupi kehidupan memperhitungkan tingkat kehidupan yang cukup mentereng daripada mereka tetap sebagai putri keraton hanya menari,
nyinden,
belajar
ga mel.
Keadaan politik perpengaruh dalam hal kekuasaan Raja tidak dapat menjalankan roda pemerintahan dan hanya cagar budaya ang hanya perlu
dilestarikan keberadaannya, sehingga keraton sendiri memutar otak untuk mencukupi kebutuhan dan kelangsungan keraton akhirnya seni tradisi sebagai
obyek penghasil alat untuk mendapatkan uang dengan cara pariwisata budaya. Mengkomersilkan kebudayaan bersifat tradisi bahkan sakral, magis menjadi
sebuah paket pariwisata budaya yang memberikan hiburan tersendiri bagi para wisatawan. Untuk kebutuhan pariwisata tidak mungkin srimpi tetap pada wujud
semula, bentuk penyajiannya akhirnya disesauikan dengan kebutuhan pasar dimana penonton tidak jenuh tetapi terhibur dan tetap dapat melestarikan tari
commit to user
136 walaupun ada pertentangan istilahnya pro dan kntra mempertahankan makna atau
menghlangkan makna karena dalam pariwisata budaya makna itu hilang sama sekali yang ada hanya apresiasi seni, bisnis saling menguntungkan. Di sini
penyelenggarakan dapat untung penari dapat honor, wisatawan dapat hiburan dan wawasan tentang kebudayaan dan Tari Tradisi Keraton. Hal ini sesuai dengan
Dirdjosisworo, 197:73. Kesenian tradis yang berada pada wilayah pariwisata ada beberapa hal yang
mutlak harus ada bahwa kesenian di sini Srimpi Ludiramadu harus memiliki sajian yang hanya berupa tiruan pada bentuk aslinya, durasi singkat, penuh variasi
pada vokabuler gerak tidak memiliki nilai sakral, magis, religius karena bersifat profan pertunjukan sebagai hiburan, walaupun ada sesaji di saat pertunjukan
hanya untuk kegiatan antara manusia dengan kekuatan alam sekitar dan Allah sebagai pencipta manusia. Rochana, 1993:82.
Perubahan pada fungsi Tari Srimpi Ludiramadu merupakan keinginan untuk berfikir secara luas dan pandangan ke depan dengan meninggalkan
pemikiran dahulu walaupun tidak semua fungsi ditinggalkan, dengan proses penyesuaian pada kondisi masyarakat pengguna kebudayaan tersebut.
Selosoemardjan, 1962:379. Tari Srimpi Ludiramadu juga mengalami perubahan tidak hanya pada
bentuk melainkan pada fungsi, dan makna Tari Srimpi Ludiramadu, makna yang dalam dari simbol-simbol dalam tari berubah menjadi makna baru bahkan menjadi
tidak bermakna karena masyarakat berfikiran realistis dengan gampangnya mengakses teknologi komunikasi dan pemikiran ke depan dengan berfikir luas,
commit to user
137 maju. Kebebasan berimajinasi dan menggunakan nalar yang berfikir positif
membuat pemikiran baru tentang makna pada Tari Srimpi Ludiramadu berubah. Masyarakat Jawa sadar kebudayaan itu yang menciptakan, mengadakan adalah
manusia sehingga yang memaknaipun manusia itu sendiri sebagai pencipta dan pelaku budaya. Perubahan makna juga dapat disebabkan adanya kontak individu
satu dengan individu lain sehingga saling mempengaruhi. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara kedua masyarakat, memiliki kecenderungan untuk
menimbulkan pengaruh timbal balik, artinya masing-masing masyarakat memengaruhi masyarakat yang lainnya dan menerima pengaruh dari masyarakat
yang lain. Apabila pengaruh itu diterima tidak karena paksaan dari pihak yang memengaruhi, maka hasilnya dalam ilmu ekonomi dinamakan
demonstration effect.
Perubahan dapat terjadi mungkin dengan sadar, mungkin juga tidak sadar oleh masyarakat dianggab tidak sesuai lagi dalam kehidupan sekarang dan perlu
diganti dengan makna baru bahkan tidak usah ada makna dalam seni tradisi keraton. Soemardjan, 1964:489-490.
Pada umumnya Tari Jawa merupakan “kitab adi” yang berisi muatan pengertian-pengertian yang berupa lambang-lambang gerak. Nama-nama gerak
memiliki pengertian-pengertian yang dapat ditafsirkan sebagai suatu ajaran tata kehidupan yang baik. Perlu disadari bahwa bangsa-bangsa Jawa sangat akrab
dengan bahasa simbol dan pralambang. Selian itu pada waktu dulu belum banyak catatan atau buku yang dapat dibaca juga belum banyak orang yang bisa
membaca, maka sistem pendidikan informal dalam bentuk simbol-simbol gerak dan tembang lebih effisien dan praktis. Menurut peneliti, dalam kehidupan
commit to user
138 sekarang hal ini tidak relevan lagi karena alat pendidikan kisi sudah banyak dan
serba canggih serta lebih praktis dan efisien. Dengan demikian tidak diperlukan dunia simbol pada Tari Srimpi Ludiramadu karena tidak sesuai dengan kehidupan
masyarakat sekarang yang serba modern, hidup dengan peralatan yang sudah mudah digunakan, diakses, dan tidak perlu waktu yang lama.
Masyarakat Jawa ikut berperan dan mempengarui terhadap perubahan sosial budaya. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya fenomena dalam
masyarakat Jawa yang berkeinginan ingin bebas dan tidak terbelenggu oleh kehidupan Tari Tradisi Keraton yang bermakna sakral, magis, religius menjadi
fungsi pariwisata, hiburan. Keberanian masyarakat Jawa menghilangkan ritus yang berhubungan dengan semedi, rasa,
ma nungga ling ka wula gusti
dengan lebih cenderung pada profan dan menitik beratkan pada estetik keindahan untuk
menarik minat wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Partisipasi kalangan akademika untuk menfasilitasi seniman serta penari untuk mengembangkan bakat
dan kemampuan serta memberikan wadah serta memfasilitasi demi kemajuan kesenian.
Pengetahan seniman keraton, dan masyarakat membaca peluang bisnis yang menjanjikan di bidang pariwisata yang bersumber pada kesenian Tradisi Keraton.
Secara tidak langsung mereka telah menerapkan aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam membuat pertunjukkan tari, kemasan tari rias, busana,
gendhing,
vokabuelr gerak, waktu yang disesuaikan dengan pertimbangan yang matang dengan menyesuaikan selera pasar. Hal tersebut menjadi indikator
commit to user
139 pengembangan Tari Srimpi Ludiramadu yang dilakukan Keraton serta masyarakat
Jawa.
4.4 Tanggapan Masyarakat Terhadap Perubahan Bentuk, Fungsi, dan
Makna Pada Tari Srimpi Ludiramadu
Perubahan sosial masyarakat terhadap Tari Srimpi Ludiramadu
mengalami perubahan : 4.4.1. Tanggapan masyarakat
Masyarakat sangat menyukai apalagi wisatawan mancanegara merasa terhibur dengan waktu yang singkat dapat mengetahui keberadaan tari keraton
dan dengan biaya yang sangat terjangkau mendapatkan pengetahuan, ilmu dan pengalaman Tari Srimpi Ludiramadu akhirnya hanya sebagai identitas budaya
keraton di era jaman yang modern. Pandangan masyarakat yang mengetahui sejarah Tari Srimpi Ludiramadu yang sakral merasa sangat menyayangkan
karena ritual magis hilang sama sekal ditelan jaman karena harus menyesuaikan tuntutan budaya modern
4.4.1.1 Kalangan masyarakat yang tidak mengerti keberadaan Tari Srimpi
Ludiramadu bersikap santai, netral dan tidak peduli tari keraton dapat keluar tembok keraton bahkan ada yang acuh tak acuh karena merasa
tidak berpengaruh untuk kehidupan masyarakat 4.4.1.2
Perubahan masyarakat memaknai dari simbol-simbol pada Tari Srimpi Ludiramadu sebagai dua makna yaitu bisa denotasi dan konotasi
dengan mengaitkan penanda dengan aspek-aspek kultural yang lebih