Perubahan Bentuk, Fungsi, Dan Makna Tari Srimpi Ludiramadu SAWITRI S701008007

(1)

commit to user

i

PERUBAHAN BENTUK, FUNGSI,

DAN MAKNA TARI SRIMPI LUDIRAMADU

Tesis

Untuk Memenuhi Persyaratan

Mencapai Derajad Magister Program Studi Kajian Budaya

Minat Utama : Perubahan Sosial Budaya

Oleh : SAWITRI S701008007

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

v

MOTTO

Berdirilah di jalan-Nya, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu.

(QS. AL. Mujadillah:11)

Cita-cita dapat terwujud berawal dari mimpi, dan dibarengi dengan doa dan usaha yang tidak mengenal putus asa.

(Penulis)

“Makin besar dan mulia suatu tujuan yang akan dicapai, makin jauhlah jalannya dan makin banyak rintangannya menuju kepada cita-citanya itu”


(3)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk :

1. Drs. Narman, MM, Kepala Sekolah SMA N 1 Mojolaban

2. Drs. Djiwandono, M.Pd, dan Nurnaningsih, S.S, M.Hum selaku Kaprodi, dan Sekprodi Bahasa dan Sastra Daerah Universitas Bangun Nusantara Sukoharjo

3. Sukinem Yoko Suparto, Ibunda yang sangat saya cintai dan hormati serta

Ayah yang telah tiada

4. Agus Mariyadi, Varageta Leileta Ramadhani dan Nadeo Gibran Pandu Ramadhan


(4)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Perubahan Bentuk, Fungsi dan Makna Tari Srimpi Ludiramadu”, untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan studi pada Universitas Sebelas Maret Surakarta Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Program Studi Kajian Budaya di Surakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, niscaya penulisan ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.Pd, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Riyadi Santoso, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum, selaku Pembimbing I, yang dengan tekun

dan sabar telah memberikan pengarahan serta petunjuk yang sangat berharga

4. Dr. Warta, M.Hum, selaku Pembimbing II, yang penuh perhatian dalam memberikan bimbingan sejak awal hingga selesainya penulisan Tesis ini

5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Pengampu Program Kajian Budaya

Pascasarjana Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Wahyu Santoso Prabowo, S.Kar, M.S, memberikan informasi sejarah

asal-usul dan keberadaan Tari Srimpi Ludiramadu di era sekarang.

7. I Nyoman Chaya, S.Kar, M.S, dengan sabar memberikan data yang


(5)

commit to user

viii

8. I Nyoman Putera Adyana, S.Kar, M.Hum, dengan ikhlas memberikan data

yang membantu terselesainya tesis dan memberikan dorongan yang berarti bagi penulis

9. Seluruh teman seperjuangan angkatan 2010 Program Studi Kajian Budaya

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

10.Civitas Akademika Program Studi Kajian Budaya Pascasarjana Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

11.Sukinem Yoko Suparto, Ibundaku tercinta yang telah memberikan

dorongan

12.Agus Maryadi, Suamiku tercinta yang banyak berkorban demi

terselesainya studi penulis di Perguruan Tinggi

13.Anak-anakku tercinta Varagetha Leiletha Ramadhani, Nadeo Gibran

Pandu Ramadan

Dan segenap rekan yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, yang telah turut memberikan dorongan bagi terwujudnya tesis ini. Semoga amal dan kebaikan beliau-beliau dapat berkenan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini jauh dari kata sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis mahasiswa Program Studi Kajian Budaya Universitas Sebelas Maret dan umumnya bagi pemerhati Seni Tradisi.

Surakarta, Februari 2012

Sawitri S701008007


(6)

commit to user

ix

ABSTRAK

Perubahan Bentuk, Fungsi, dan Makna Tari Srimpi Ludiramadu (Sawitri,

2012, 246 halaman). Tesis, S.2, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Kajian Budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta merupakan salah satu varian kebudayaan Jawa yang kaya akan bentuk seni tradisi klasik. Surakarta yang berdampak pada keberadaan seni tradisi keraton. Oleh sebab itu penelitian ini untuk mengetahui sejarah dan asal-usul Tari Srimpi Ludiramadu dan perubahan dalam masyarakat pendukungnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk, fungsi, dan makna sebelum berubah dan setelah mengalami perubahan termasuk faktor-faktor yang membuat dampak dalam perubahan. Selain itu juga untuk mengetahui proses perubahan dan mengetahui bentuk, fungsi, dan makna. Tari Srimpi Ludiramadu dalam rangka untuk pengembangan wawasan ilmu pengetahuan dibidang seni, dan khususnya untuk melihat keanekaragaman budaya di Indonesia. Manfaat yang lain sebagai identifikasi diri dan sebagai komunikasi lewat kebudayaan.

Penelitian ini menggunakan metode diskriptif kualitatif yang dilandasi oleh tiga teori, yaitu estetika, teori perubahan sosial, dan teori struktural fungsional. Teori estetika digunakan untuk melihat masyarakat Jawa khususnya Surakarta melihat kebudayaan khususnya pada seni tradisional klasik lewat seni pertunjukan tari. Teori strauktural untuk melihat dan menjelaskan perubahan fungsi seni tradisi klasik pada masyarakat pendukungnya dan teori perubahan sosial budaya untuk mengungkap keberadaan seni tradisi keraton yang mengalami perubahan pada makna sehingga mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap seni tersebut dan untuk memberikan warna penelitian kajian budaya (culture studies).

Untuk memperoleh data dilakukan tiga cara : observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Lokasi penelitian secara kewilayahan berada di wilayah Propinsi Jawa Tengah khususnya Karesidenan Surakarta yang meliputi Kabupaten Sukoharjo, Sragen, Boyolali, Karanganyar.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Seni Tradisi Klasik Keraton dapat mengalami pada perubahan pada bentuk, fungsi, dan makna. Perubahan pada bentuk disebabkan pada kebutuhan fungsi pertunjukan tari untuk pementasan sebagai pariwisata budaya, festifal seni, misi kesenian, materi perkuliahan, materi anak SMK, pekan seni pertunjukan, dan apresiasi seni. Bentuk berubah juga pada pengurangan vokabuler-vokabuler gerak dengan cara dirubah dengan proses pemadatan tari, pengurangan pada sekaran-sekaran, intensitas gerak. Pada iringan mengalami perubahan pada pengurangan gendhing-gendhing yang dirasa terlalu diulang-ulang dengan proses pemadatan fungsi ritus / ritual akhirnya berubah. Perubahan juga terjadi pada rias dan busana karena menyesuaikan fungsi untuk acara yang akan dipentaskan misal untuk acara dikeraton dan di luar keraton mengalami perbedaan yang sangat mencolok di luar lebih untuk kebutuhan praktis, ekonomis dan provan sehingga kebutuhan mistis / religius tidak ada. Perubahan juga terjadi pada durasi waktu pementasan yang awalnya 2-3 jam sampai hanya 15-18 menit.


(7)

commit to user

x

Adapun faktor yang mempengaruhi dan berdampak pada perubahan pada faktor internal, penonton dan seniman serta faktor eksternal, politik, ekonomi, sosial, konotasi, dan teknologi sehingga keberlanjutan Tari Srimpi Ludiramadu tidak lepas dari kalangan pemerhati / pecinta budaya untuk berupaya melestarikan sehingga unsur pelaku seni, penonton, penyelenggaraan, dan tokoh masyarakat serta masyarakat Jawa sangat penting.

Seni Tradisional Klasik yang berwujud Tari Srimpi Ludiramadu kehadirannya selain untuk hiburanyang estetik (indah), namun juga untuk pengungkapan makna yang religius, sakral, magis tergantung masyarakat yang memaknai dan kembali pada individu masyarakat.

Perkembangan kehidupan Tari Srimpi Ludiramadu yang mengangkut pelestarian seni diawali pada tahun 1970. Adapun perkembangan yang berdampak perubahan menyangkut bentuk, fungsi, dan makna. Pada bentuk berdampak adanya perubahan bentuk penyajian, pengurangan seka ra n-seka ran, gerak. Bentuk sajian yang hadir untuk berbagai kepentingan dan fungsi yaitu pariwisata, materi kuliah, lomba, apresiasi seni, dan festifal. Pada fungsi sebagai hiburan untuk berbagai keperluan pada lingkup yang lebih luas. Pada makna, berdampak makna yang semakin menipis bahkan tidak bermakna, dengan hadirnya nuansa berbagai kepentingan pribadi dan golongan serta kalangan akademika.

Kata kunci : Seni Tradisional Klasik Keraton, Perubahan, Bentuk, Fungsi dan Makna


(8)

commit to user

xi

ABSTRACT

The Change of Form, Function, and Meaning of Srimpi Ludiramadu Dance

(Sawitri, 2012, 246 pages). Thesis, S.2, Faculty of Letters and Fine Arts, Cultural Study, Surakarta Sebelas Maret University.

Surakarta is one variant of Javanese cultures rich of classical traditional art form. Surakarta affects the existence of court traditional art. For that reason, this research aims to find out the history and origin of Srimpi Ludiramadu Dance and the change of its supporting community.

This research aims to find out the form, function, and meaning before and after changing including the factors contributing to the change. In addition, it also aims to find out the process of change and to find out the form, function and meaning of Ludira Srimpi Dance in the attempt of developing insight into art field and particularly of seeing the cultural variability in Indonesia. Another advantage of this research is as self identity and as the communication means through culture.

This research employed a descriptive qualitative method based on three theories: esthetic, social change, and structural functional. The esthetic theory was used to see the Javanese society particularly Surakarta to see the cultural particularly the classical traditional art through dance performance art. The structural theory to see and to explain the change of classical traditional art function in its supporting community and the social cultural change theory to reveal the existence of court traditional art undertaking change of meaning thereby affecting the community’s perspective on the art and coloring the culture studies.

To collect the data, three methods were used: observation, interview, and library study. The research was taken place in Central Java Province, particularly Surakarta Residency including Sukoharjo, Sragen, Boyolali and Karanganyar Regencies.

Based on the result of research, it could be concluded that the Court Classical Traditional Art can change in form, function, and meaning. The change of form was due to the need for dance performance function as the cultural tour, art festival, art mission, lecture material, vocational middle school material, performing art fair, and art appreciation. The form also changed in the reduction of movement vocabularies, by means of compressing the dance, reducing seka ra n, and movement intensity. In the term of accompanying music, it changed by reducing the gendhing considered as too much repeated with the process of ritual function compression. The change also occurred in makeup and fashion to adjust with the function of event that would be performed, for example, for the event inside or outside the court that had large difference because that for outside the


(9)

commit to user

xii

court was more for practical, economic and profane needs so that there was no mystical and religious need. The change also occurred in duration of performance from 2-3 hours to only 15-18 minutes.

The factors affecting and contributing to the change included internal factor: spectator and artist, and external factors: political, economical, social, connotation, and technology so that the sustainability of Srimpi Ludiramadu Dance was not separated from the cultural lovers to attempt to preserve it so that art performer, spectator, organization, and public figure as well as Javanese society were very important.

The existence of Classical Traditional Art in the form of Srimpi Ludiramadu Dance, in addition to be an esthetical (beautiful) entertainment, served to reveal the religious, sacred, and magic meanings depending on the community defining it and returned back to the individual society.

The development of Srimpi Ludiramadu Dance life pertaining to the art preservation was began in 1970. The development affecting the change of meaning, function, and meaning. In the term of form, it affected the change of presentation form, sekaran-seka ra n reduction, and movement. The presentation form present for a variety of interest and functions such as tourism, lecture material, competition, art appreciation, and festival. In the term of function, it served as an entertainment for a wide range of needs. In the term of meaning, the meaning of it increasingly attenuated, in the presence of nuance of various personal and class as well as academician interests.


(10)

commit to user

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Masalah Penelitian ... 9

1.2.1. Identifikasi Masalah ... 9

1.2.2. Pembatasan Masalah ... 9

1.2.3. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1. Tujuan Umum ... 10

1.3.2. Tujuan Khusus ... 11

1.4. Sistimatika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Kajian Pustaka... 14

2.2. Penelitian Terdahulu ... 33


(11)

commit to user

xiv

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Bentuk dan Strategi ... 39

3.2. Sumber Data ... 40

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.4. Validitas Data ... 46

3.5. Teknik Analisis Data dan Penyajian Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1. Asal-Usul dan Proses Penciptaan Tari Srimpi ludiramadu ... 50

4.2. Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Bentuk, Fungsi, dan Makna yang Lama ke makna yang Baru ... 52

4.3. Proses Perubahan Bentuk, Fungsi, dan Makna Lama ke Makna Yang Baru Tari Srimpi Ludiramadu ... 81

4.4. Tanggapan Masyarakat Terhadap Perubahan Bentuk, Fungsi, dan Makna Pada Tari Srimpi Ludiramadu ... 139

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 145

5.1 Kesimpulan ... 145

5.2 Saran ... 149

DAFTAR PUSTAKA ... 150

GLOSARIUM ... 156 LAMPIRAN

NARA SUMBER BIODATA PENULIS


(12)

commit to user

xv

DAFTAR TABEL


(13)

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 38

Gambar 2. Trianggulasi ... 47

Gambar 3. Bagan proses analisis data ... 49

Gambar 4. Gawang Srimpi Ludiramadu ... 91

Gambar 5. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Ma ju Beksan ... 165

Gambar 6. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Seka ra n Jengkeng ... 165

Gambar 7. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Toleha n Menthang Asto ... 166

Gambar 8. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Gera k Engkyek Ludira ... 166

Gambar 9. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Ga wa ng Gingsul ... 167

Gambar 10. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Kebyok Sa mpur ... 167

Gambar 11. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Ma ju Beksan ... 168

Gambar 12. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Duduk Tra psila ... 168

Gambar 13. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Nekuk Sa mpur ... 169

Gambar 14. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Ukel Sebla k Sa mpur ... 169

Gambar 15. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Mentha ng Asta ... 170

Gambar 16. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Ridhong Sa mpur ... 170

Gambar 17. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Kipat Srisik ... 171

Gambar 18. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Beksa n La ra s ... 171

Gambar 19. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Ukel Adu Ma nis ... 172

Gambar 20. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Tra p Netra Kenseran ... 172


(14)

commit to user

xvii

Gambar 22. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Mundur Beksan ... 173 Gambar 23. Srimpi Lagudhempel sajian untuk wisatawan mancanegara di

Bangsal Smarakata Keraton Kasunanan Surakarta ... 174 Gambar 24. Srimpi Sanga pati yang dikenal sebagai “srimpi gelas” gaya

Kasunanan Suakarta ... 174 Gambar 25. Wireng Ba nda yuda sajian tari untuk wisatawan mancanegara di

Bangsal Smarakata Keraton Kasunanan Surakarta ... 175 Gambar 26. Wireng La wung sajian tari kemasan di Bangsal Smarakata

Keraton Kasunanan Surakarta ... 175 Gambar 27. Srimpi Ludira madu sekarang untuk paket wisata di Bangsal

Smarakata Keraton Kasunanan Surakarta ... 176 Gambar 28. Srimpi Ludira madu sekarang untuk penyambutan tamu untuk

upacara pernikahan di Pendopo ISI Surakarta ... 176 Gambar 29. Srimpi Ludira madu sekarang untuk penyambutan tamu untuk

upacara pernikahan di Pendopo ISI Surakarta ... 177 Gambar 30. Srimpi Ludira madu sekarang untuk Pager Ayu Pada saat pasrah

manten untuk upacara pernikahan di Pendopo ISI Surakarta ... 177

Gambar 31. Penari Srimpi Ludira madu sedang melakukan gerakan

jengkeng di depan para tamu undangan di Pendopo ISI Surakarta ... 178 Gambar 32. Penari Srimpi Ludira ma du sedang berfoto bersama kedua


(15)

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Peneliti ... 162

Lampiran 2. Gambar Srimpi Ludiramadu di Keraton ... 165

Lampiran 3. Srimpi Ludiramadu Di Luar Keraton (Pembawaan dan Tugas Akhir Mahasiswa ISI Surakarta dan Siswa SMKN 8 surakarta) ... 168

Lampiran 4. Repertoar Untuk Paket Pariwisata di Keraton Kasunanan Surakarta ... 174

Lampiran 5. Diskripsi Karawitan Tari Srimpi Ludiramadu Utuh Sebelum Mengalami Perubahan ... 179

Lampiran 6. Diskripsi Tari Srmpi Ludiramadu setelah mengalami Perubahan (Pemadatan) ... 188

Lampiran 7. Diskripsi Karawitan Tari Srimpi Ludiramadu Padat ... 195

Lampiran 8. Rekapitulasi Makna dan Fungsi setelah Mengalami Perubahan ... 203

Lampiran 9. Rias dan Busana ... 218

Lampiran 10. Perubahan Fungsi ... 220


(16)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya di bidang kebudayaan yang berwujud Tari, upacara tradisional peninggalan sejarah, peninggalan yang berwujud Tari Tradisional Klasik banyak ragam : misal Bedhaya dan Srimpi yang di dalamnya dengan berbagai ragam bentuk, fungsi, dan makna yang mencerminkan budaya Indonesia yang kental dan mengakar pada keraton.

Kebudayaan merupakan suatu sistem dari tatanan kehidupan manusia, karena kebudayaan suatu masyarakat dengan anggota masyarakatnya sendiri tidaklah terpisahkan sebagai salah satu hasil dari kebudayaan suatu masyarakat adalah kesenian, karena hasil dari masyarakat adalah kesenian itu sendiri tentunya tidaklah terlepas dari berbagai segi tata kehidupan manusia dan masyarakat. Dalam hal ini Umar Kayam menjelaskan sebagai berikut :

“Kesenian tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri masyarakat yang menyangga kebudayaan itu sendiri. Masyarakat yang menyangga kebudayaan dan demikian juga kesenian-mencipta, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru”. (Umar Kayam, 1981:38)

Kesenian dapat dipahami dalam konteks makna sosial yang terkandung didalamnya yang mencerminkan keserasian antara kesenian dengan nilai-nilai yang mendasar atau pandangan hidup masyarakat sebagai mana keberadaan tari tradisi Jawa tidak terlepas dari tatanan kehidupan masyarakatnya, baik yang


(17)

commit to user

2

bersifat sakral atau hubungan manusia dengan sesuatu yang dikeramatkan atau disakralkan / suci maupun profan atau hubungan manusia dengan manusia lain.

Keanekaragaman khasanah kesenian yang berwujud seni tradisi keraton yang mengandung sifat-sifat sakral pada dasarnya terkait dengan adanya ungkapan-ungkapan yang tercipta pada peristiwa-peristiwa upacara yang masih dipengaruhi budaya keraton dan adanya kepercayaan lama.

Tari Tradisional yang kita kenal sekarang terdiri dari Tari Tradisional Surakarta dan Yogyakarta. Menurut karya sastra yang menyertai asal-usul penciptaannya selalu dikembalikan kepada raja-raja yang berkuasa pada saat itu, seperti panembahan senopati, Sultan Agung, Hamengku Buwana dan Mangkunegaran Pakubuwana. Hal in sangat erat kaitannya dengan ciptaan tari yang diciptakan oleh raja memiliki kedudukan yang lebih tinggi, karena dipercaya kedudukan raja bersifat sama seperti dewa, yang berkuasa pada negara makrokosmos dan mikrokosmos (Deliar Noer Penter, 1982:16).

Semua hasil karya seni penciptaannya dikembalikan kepada raja karena raja adalah pusat kekuasaan, raja di atas segalanya. Raja sebagai tokoh besar dinasti Mataram Baru, dianggap sebagai pencipta Tari Tradisional Jawa yang kita kenal sekarang salah satunya Tari Srimpi Ludiramadu (Wahyu Santoso Prabowo, 1990:2).

Tari Srimpi Ludiramadu merupakan salah satu karya seni yang lahir pada masa pemerintahan Paku Buwana IV (1618-1748) Jawa atau 1790-1820 Masehi). Tari ini diciptakan oleh Hamengkunagara III (Putra Paku Buwana IV) setelah naik tahta bergelar Paku Buwana V, memerintah pada tahuun 1820-1823 Masehi).


(18)

commit to user

3

Secara implisit diungkapkan oleh pradja pangrawit bahwa tari Srimpi Ludiramadu diciptakan oleh Hamengkunagara III penciptaannya diawali dengan penciptaan Gendhing Ludiramadu dan dianggap sebagai tari Srimpi yang pertama di Keraton Kasunanan Surakarta (PrajaPangrawit 1990:110-111).

Karya Seni Tari, Karawitan, Sastra, Kriya diciptakan Hamengkunagara III dan karya tari memiliki ciri dan karakter hampir sama. Hal tersebut tidak jauh menyimpang dari pemaparan Herbert Read bahwa karya seni terpengaruh tiga hal, yaitu periode, generasi dan individu seniman (Read 1973:40). Tari Srimpi

Ludiramadu secara konvensional diyakini sebagai salah satu karya

Hamengkunagara III. Kemungkinan memiliki ciri dan sifat yang secara umum melekat pada karya seni yang lahir pada masa Paku Buwana IV. Diungkapkan oleh Pradjapangrawit bahwa hampir sebagian besar karya Hamengkunagara III yang lahir pada masa Pakubuwana IV memiliki rasa halus, gecul dan prenes (lincah, kenes) disini seperti watak kijang yang lincah. Hal ini cenderung dipengaruhi oleh individu seniman (Hamengkunagara III) (Pradjapangrawit 1990:110).

Hasil kebudayaan apalagi yang berhubungan dengan karya selalu berkembang menyesuaikan ruang dan waktu. Tari Srimpi melewati perjalanan sejarah melewati waktu ke waktu hingga zaman kemerdekaan bahkan kini telah memasuki era modern dimana perkembangan dinamika, kehidupan berbudaya mengalami perubahan yang begitu drastis memberi dampak terhadap perkembangan segi-segi kehidupan budaya yang senantiasa harus tunduk pada perubahan nilai-nilai kehidupan zaman.


(19)

commit to user

4

Tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh masuknya unsur budaya asing sekalipun suatu kebudayaan dalam masyarakat tertentu, pasti akan berubah dengan berlalunya waktu. Dalam setiap kebudayaan selalu ada kebebasan tertentu pada para individu memperkenalkan varisai dalam cara-cara berlaku dan variasi itu yang pada akhirnya dapat menjadi milik bersama dengan demikian di kemudian hari menjadi bagian dari kebudayaan (Ihromi, 1981:32).

Seni tradisi sebagai bentuk karya seni warisan budaya telah mengalami proses perjalanan yang panjang sudah barang tentu dalam perjalanannya banyak mengalami perubahan an perkembangan sesuai dengan zaman. Seperti disebutkan Humardani dalam buku “kumpulan kertas tentang tari”:….

Kesenian kita, juga tari tradisi sekarang, yaitu kegiatan kita dalam kehidupan kesenian sekarang, demikian adalah dan tidak dapat lain dari kegiatan budaya kita sekarang, yaitu kami dan kontemporer sifatnya. Kesenian sebagai wujud garap medium merupakan sarana bagi seniman dalam menyampaikan pesan atau pengalaman jiwa kepada orang lain. Dengan demikian wujud/bentuk dan kehidupannya tidak akan dapat dipisahkan dengan manusia sebagai pelaku budaya pada zamannya.

Seperti halnya pada tari tradisi sebagai salah satu cabang seni tradisi, keberadaan dan kehidupannya akan selalu menyesuaikan dengan kehidupan manusia pada zamannya. Bertolak dari pemikiran tersebut diatas tari tradisi yang hidup sekarang merupakan kesinambungan atau kelanjutan dari tradisi masa lampau dalam hal ini adalah tari tradisi kraton untuk itu pengkajian atau pembahasan masalah tari tradisi baik dari segi konsep maupun wujud garapnya tidak akan dapat dilepaskan dari akarnya, yaitu tradisi masa lampau.

Kehidupan Tari tradisi kita mengenal bentuk, jenis garap, fungsi yang ada pada Tari Srimpi (Srimpen). Bentuk garap tari mulanya lahir dan berkembang


(20)

commit to user

5

dilingkungan kraton. Tari Srimpi yang ditarikan empat orang penari putri dengan rias dan busana sama yang merupakan kerabat keraton, disebutkan Nanuk Rahayu dalam buku laporan penelitian tentang “Tari Tradisi Keraton”. Pada perjalanan waktu Tari Srimpi kini menyebar dan hidup subur diluar tembok keraton, bahkan kini banyak srimpen yang disusun oleh seniman-seniman muda diluar tembok keraton tembok keraton diantaranya Srimpi Singasari disusun Dwi Maryani, Srimpi Rarasati disusun Dewi Kristianti, Srimpi Jayaningsih, disusun oleh Sunarno dan lain-lain.

Seni yang awalnya hidup didalam tembok keraton menyesuaikan zaman karena seni cenderung fleksibel sehingga bentuk, fungsi dan maknapun mengalami berbagai perubahan begitu juga perkembangan yang terjadi pada Srimpi Ludiramadu yang banyak mengalami perubahan.

Kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa setiap karya seni tidak dapat diepaskan dengan lingkungan sosial budaya. Dengan kata lain bahwa antara senman, kaya seni dan masyarakat ada pengaruh timbal balk dan tak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini juga berlaku dalam dunia pewayangan. Dapat dikatakan bahwaseni selalu menyertai perjalanan hidup manusia sepanjang sejarah tidak mungkin ditemuan kehidupan masyarakat tanpa seni, demkan ula seni tanpa makna sosial, sampai dengan saat ini (Read dalam Sutopo, 1991:2.)

Perkembangan Seni Tari Keraton dewasa ini menunukkan kecenderungan lebih subur ke arah hiburan dibanding dengan aspek siritual (kejiwaan yang kreatif). Perkembangan penyajian Tari Srimi Ludiramadu yang demkian elah


(21)

commit to user

6

dimulai sejak + setelah 1945 dan sekitar tahun 1970 pemerintahan tidak lagi ditangan raja melainkan pemerintah /walikota.

Modernisasi merupakan proses yang mengadaptasi institusi-institusi yang berkembang dalam sejarah kepada fungsi-fungsi yang berubah dengan cepat yang mencerminkan pertumbuhan pengetahuan manusia, suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya (Notosusanto, 1985:51) berbagai masalah timbul akibat proses modernisasi. Dalam warisan budaya tradisioal tejadi perongrongan, sehingga menimbulkan ketidakpastian fundamental dibidang norma dan nilai. Oleh sebab itu masyarakat yang mengalami perubahan sosial yang cepat menyebabkan warganya kehilangan identitasnya, atau menurut Sartono Kartodirjo masyarakat kita sedang kebingungan.

Pergaulan kebudayaan makin hari semakin komplek dan cenderung mengarah globalissi sehingga muncul kekhawatiran bahwa bentuk-bentuk kesenian tradisional kemungkinannya akan tenggelam dilanda arus informasi, komunikasi, dan globalisasi yang pada gilirannya bangsa itu akan kehilangan jati dirinya. Produk karya seni berbeda dengan produk jasa atau barang-barang komoditi. Kalau produk jasa/industri harus selalu berotientasi atau menurti selera pasar global, apakah karya seni termasuk seni Tari Tradisi harus demikian. Seni Tari Tradisi merupakan pengungkapan ekspresi jiwa manusia yang mendalam yang diwujudkan dalam gerak.

Perubahan itu disebabkan faktor-faktor modernitas dan globalisasi selain itu faktor seniman sendiri yang menghendaki perubahan karena kebutuhan misal Srimpi Ludiramadu sebagai tari yang digunakan untuk materi kuliah, misi


(22)

commit to user

7

kesenian, apresasi seni, upacara penyambutan tamu (upacara perkawinan), pariwisata budaya. Pemadatan yang dilakukan oleh ASKI dan PKJT atas prakarsa Humardani. Perubahan yang terjadi dapat diamati pada bentuk, fungsi, makna Tari Srimpi Ludiramadu yang berubah pada susunan tari, susunan karawitan, dan waktu penyajian, seperti diungkap oleh Nanuk, bahwa perubahan menyebabkan operubahan bentuk yaitu penggunaan vokabuler gerak, susunan tari, dan beberapa unsur garab lainnya perubahan yang melekat pada penggunaan vokabuler gerak meliputi vokabuler gerak pada susunan tari, penggarapan volume, tempo, irama dan tekanan gerak tari. Hal ini akan berkaitan dengan penggarapan karawitan tari dan waktu penyajiannya, walaupun penyajian tidak semua gerak berubah (1982:22).

Kemajuan teknologi komunikasi membuat jarak dunia semakin kecil dan kebudayaan-kebudayaan yang semula tumbuh dan berkembang di lingkungannya sendiri tetapi sekarang terjadi percampuran dan silang budaya. Hal itu terjadi oleh karena pengaruh kebudayaan industri yang progresif berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknlogi.

Kehidupan kesenian juga tidak luput dari pengaruh kebudayaan modern, dan tidak jarang bentuk-bentuk kesenian diciptakan untuk keperluan pasar, artinya kesenian itu disajikan mementingkan unsur hiburan dangkal. Demikian pula dalam pertunjukan Tari Tradisional itu juga terjadi. Pertunjukan Tari Tradisi sekarang ini ada kecenderungan mengikuti selera pasar dan cenderung pada hal-hal yang glamor (mewah/wah) dan mengabaikan nilai estetis (keindahan). Kita maklumi bahwa seniman tari dan penari memiliki hak untuk mempertahankan


(23)

commit to user

8

hidupnya, namun demikian mereka perlu mengembangkan wawasan seni yang positif, yaitu bahwa seni merupakan ekspresi jiwa yang estetis.

Dengan adanya perubahan bentuk, fungsi, dan makna Tari Srimpi Ludiramadu sehingga banyak pertanyaan yang perlu diungkap pada Tari Srimpi Ludiramadu mengalami berbagai hal dengan faktor-faktor yang mendrong terjadi perubahan pada bentuk, fungsi, dan makna sebagaimana disebutkan pradjapangrawit. Dalam Tari Srimpi Ludiramadu memiliki sifat dan watak alus, gecul, prenes, Wedha pradanggo. (Pradjapangrawit 1990:110)

Sehubungan dengan hal di atas, perlu adanya studi yang membahas Tari Srimpi Ludiramadu mengalami perubahan disebabkan aspek-aspek apa saja dan bentuk, fungsi, dan makna setelah mengalami perubahan apakah mempengaruhi kelangsungan dan perkembangan pada Tari Srimpi Ludiramadu. Fenomena yang terjadi dalam jagad seni tari tradisi sekarang ini mengisyaratkan adanya pergeseran cara pandang masyarakat baik para seniman dan penari serta pelaku budaya.

Bertolak dari latar belakang penulisan di atas, penulis ingin mengetahui lebih mendalam mengenai perubahan bentuk, fungsi dan makna Tari Srimpi Ludiramadu yang dipengaruhi berbagai aspek perubahan. Perubahan yang dialami Tari Srimpi Ludiramadu membuat keeksisan dan keberadaan Tari Srimpi Ludiramadu diharapkan menjadi lebih baik atau sama sekali tidak memiliki pengaruh baik didalam atau diluar tembok keraton.


(24)

commit to user

9

1.2Masalah Penelitian

1.2.1. Identifikasi Masalah

Penelitian Tari Srimpi Ludiramadu sebenarnya sudah banyak yang menulis yang dihasilkan oleh para ilmuan. Perhatian para ilmuan pada umumnya masih ditujukan pada perubahan bentuk tarinya. Akan tetapi untuk mengungkap pengetahuan pada Tari Srimpi Ludiramadu serta perubahan pada bentuk, fungsi, dan makna yang tersimpan dalam kebudayaan Jawa yang ditulis pada gendhing srimpi ludiramadura dan dinamai srimpi ludiramadu masih sedikit.

Analisis mengenai bentuk, fungsi, dan makna salah satu usaha untuk menutupi kekurangan dari berbagai penelitian Tari Srimpi Ludiramadu yang mengalami perubahan bentuk, fungsi, dan makna untuk melihat seberapa pengaruh dalam perubahan yang terjadi pada makna yang terkandung dalam mitos Tari Srimpi yang sakral di keraton dengan melakukan pendekatan pada bentuk, fungsi, dan makna. Bahwa disini perubahan sosial budaya dapat diungkap dengan perubahan makna yang terjadi pada bentuk gerak, rias, costum, perubahan fungsi pertunjukan, dan juga tanggapan masyarakat mengenai makna itu di era yang sekarang.

1.2.2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, permasalahan yang berkaitan dengan Tari Srimpi Ludiramadu yang sesungguhnya ada perubahan pada bentuk, fungsi, dan makna dan disitu secara tidak sadar masyarakat Jawa merubah semua makna yang ada pada bentuk, fungsi, dan makna sehingga perlu diketahui dengan


(25)

commit to user

10

menggunakan analisis makna yang berhubungan dengan mitos dari Roland Barthes dan perubahan pada segi sosial budaya oleh William, sehingga penelitian ini lebih ditekankan pada analisis yang berhubungan pada bentuk, fungsi, dan makna yang menggunakan teori perubahan sosial budaya, estetika, mitos, struktural fungsional, dan perubahan oleh Micheal Foucault.

1.2.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah asal-usul dan proses penciptaan Tari Srimpi Ludiramadu?

2. Bagaimanakah faktor-faktor yang mendorong perubahan pada bentuk, fungsi dan makna dari lama yang ke baru?

3. Bagaimanakah proses perubahan bentuk, fungsi, dan makna Tari Srimpi Ludiramadu?

4. Bagaimanakah tanggapan masyarakat terhadap perubahan bentuk, fungsi, dan

makna Tari Srimpi Ludiramadu

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perubahan budaya pada masyarakat tradisi yang keberadaan di keraton yang mengalami perubahan bentuk, fungsi, dan makna sering perkembangan waktu sekarang dalam pengembangan seni tradisi dapat digunakan untuk pariwisata budaya, festifal,


(26)

commit to user

11

resepsi pernikahan, pertunjukan tari. Pada dasarnya seni tradisi untuk dapat menemukan dan memperjelas perubahan dalam rangka memperkaya budaya nasional sebagai bagian dari kerja keilmuan dalam upaya mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang kebudayaan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian dengan arah kajian budaya (culture studies) ini bertujuan untuk menemukan jawaban atas rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:

1.3.2.1. Untuk mengetahui asal-usul dan proses penciptaan Tari Srimpi Ludiramadu

1.3.2.2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mendorong perubahan bentuk, fungsi dan makna yang baru

1.3.2.3. Untuk mengetahui proses perubahan bentuk, fungsi, dan makna yang baru 1.3.2.4. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap perubahan bentuk,

fungsi, dan makna Tari Srimpi Ludiramadu.

1.4Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan digunakan adalah sebagai berikut:

Pertama, menjelaskan dasar pemikiran yang menjadi tonggak yang diperlukan dalam penelitian dan merupakan landasan untuk pembahasan bab-bab berikutnya. Pembahasan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Dalam latar


(27)

commit to user

12

belakang masalah dijelaskan alasan-alasan mengapa perubahan bentuk, fungsi, dan makna Tari Srimpi Ludiromadu dapat dipaparkan latar belakang masalah dengan menjelaskan perubahan bentuk, fungsi, dan makna Tari Srimpi Ludiromadu perlu diteliti. Dari latar belakang yang ada kemudian dirumusan masalah selanjutnya menentukan tujuan penelitian yang ingin dicapai sesuai rumusan masalah yang ada. Manfaat penelitian berisi harapan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya kajian budaya. Dalam sistimatika tulisan berisi tentang rincian isi yang akan disajikan dalam penulisan.

Kedua, pada bab dua, tinjauan pustaka terdiri dari kajian pustaka, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran. Kajian pustaka merupakan konsep-konsep teori sesuai dengan perubahan bentuk, fungsi, dan makna dalam penelitian ini. Penelitian terdahulu berisi perbandingan penelitian dengan tema yang sama mengenai Tari Tradisional Srimpi Ludiramadu namun berbeda fokus masalahnya berbeda kerangka pemikiran menjelaskan arah dan kerangka pemikiran dalam penelitian ini.

Ketiga, pada bab tiga, metode penelitian dari bentuk dan strategi, sumber data, teknik pengumpulan data, validitas data, teknik analisis dan penyajian data. Bentuk yang diambil adalah diskriptif dengan strategi stulegi studi kasus tunggal. Dalam sumber data akan dijelaskan data diperoleh dari sumber mana saja dan bagaimana teknik pengumpulan data dilakukan dalam penelitian ini. Setelah data diperoleh kemudian dilakukan validitas data sebelum data disajikan.


(28)

commit to user

13

Keempat, pada bab empat, hasil penelitian dan pembahasan berisi tentang hasil penelitian yakni gambaran umum Tari Srimpi Ludiramadu, pencipta tari, sejarah penciptaan tari, faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan masyarakat. Data-data tersebut kemudian dianalisis menggunakan konsep teori sesuai dalam bab dua tinjauan pustaka.

Kelima, pada bab lima, penutup berisi kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya. Saran disampaikan dengan harapan dapat bermanfaat bagi pengembangan seni dan budaya Jawa.

Halaman berikutnya daftar pustaka dan lampiran dimana dalam halaman tersebut dituliskan sumber-sumber rujukan yang diambil dalam penelitian ini, lampiran pendukung penelitian yang berupa dokumentasi/foto yang berkaitan dengan penelitian ini dan daftar informan.


(29)

commit to user

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka

Kajian tentang Tari Srimpi Ludiramadu yang dilakukan dalam disiplin ilmu kajian budaya merupakan kajian mengenai perubahan bentuk, fungsi, dan makna sebagai sebuah simbol budaya masyarakat di luar keraton. Dalam kajian ini tidak mengandalkan pengertian srimpi, bentuk srimpi secara umum atau perwujudan srimpi dalam bentuk penyajian saja, tetapi dikembangkan lebih lanjut pada pemahaman konsep-konsep yang menyertai dan teori-teori yang digunakan.

2.1.1. Makna Simbolik Tari Srimpi Bagi Masyarakat Tradisi

Geertz dalam studinya tentang konsep kebudayaan menunjukkan dengan cukup konsisten bahwa konsep kebudayaan selalu terdiri dari dua bagian utama yaitu kebudayaan sebagai sistem pengetahuan, sistem makna dan sistem nilai. Bagian pertama dinamakan aspek kognitif kebudayaan, sedangkan bagian lainnya dinamakan aspek evaluatif kebudayaan.

Aspek kognitif ini sebagai sebuah bentuk sentasi dinamakan model of, sedangkan aspek representasi dinamakan model for. Model yang pertama model of mempresentasikan kenyataan yang ada, seperti halnya dalam hal ini adalah Tari Srimpi Ludiramadu di keraton Surakarta yang memiliki struktur gerak, pola lantai, costum, rias adalah rias pada Tari Tradisi Jawa yang memerankan gerak adalah manusia. Sebaliknya sistem nilai atau evaluatif berupa model for tidak merepresentasikan suatu kenyataan yang sudah ada melainkan suatu kenyataan


(30)

commit to user

15

yang masih harus dibentuk atau diwujudkan dalam arti sebuah Tari Srimpi Ludiramadu dalam kelompok seniman, koreografer atau kesenian sebagai pariwisata budaya, apresiasi seni, yang harus dibanun atau diwujudkan.

Disini suatu struktur non simbolis atau struktur fisik (Tari Srimpi Ludiramadu) harus disesuaikan dengan struktur simbolis berupa pariwisata budaya, festifal seni, apresiasi seni bukan pada kapasitas penghayatan seni melainkan disesuaikan seniman dan koreografer yang menata dan yang menggunakannya. Sistem simbol memungkinkan interpretasi. Adapun titik pertemuan antara pengetahuan dan nilai yang dimungkinkan oleh simbol dinamakan makna (system of mea ning). Melalui makna sebagai suatu instansi perantara maka sebuah simbol dapat menerjemahkan seperangkat nilai menjadi suatu sistem pengetahuan (Geertz, pengantar Kleden, 2008: XIV-XV).

Kata simbol berasal dari kata Yunani symbolis yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada orang lain (Herusatoto, 2000:17). Lebih lanjut Herusatoto mengartikan sim dapat diartikan penyatuan dua hal yang lebih menjadi satu. Dalam simbolisme subyek menyatukan dua hal yang menjadi satu. Simbul dan simbolisasi dapat diartikan dua macam pemikiran yang menjadi satu yang imanen (Van Peursen, 1976). Dirasa pada diri manusia serba terkurung, masih terpengaruh unsur lain. Di pihak lain ada pemikiran yang mengatakan bahwa simbol itu transenden dan dalam dialog dengan yang lain akan ditemukan jawaban. Menurut pandangan pihak ini simbol tidak hanya berdimensi horisontal imanen melainkan juga berdimensi transjenden, dapat dikatakan wilayah simbol berdimensi metafisika (Sumiyati, 1989:3).


(31)

commit to user

16

Berapa pakar antropologi termasuk Hans J. Daeng (2000) menyetujui pendapat Ernst (assier bahwa manusia-manusia disebut a nima l symbolicum. Hal ini karena manusia sesuai struktur anatominya mempunyai reseptor dan sistem efektor. Sistem reseptor berfungsi menerima rangsangan dari luar. Sedangkan sistem efektor berfungsi sebagai pareaksi terhadap rangsangan dari luar. Kedua sistem itu dalam satu ikatan yang sama disebut lingkaran fungsional binatang. Lingkaran fungsional itu dapat berubah secara kuantitatif maupun kualitatif. Faktor itulah yang membedakan manusia dengan binatang.

Oleh karena itu manusia dalam kehidupannya banyak menggunakan simbol-simbol (Sumiyati, 1989:2). Micheal Faucault menekankan pada bahwa manusia berkomunikasi dengan sesama menggunakan tanda-tanda dan kode-kode yang tersusun secara realitas yang diciptakan oleh penari, pencipta tari, penonton, dan penghayat. Memahami suatu karya tidak akan terlepas dari bentuk karya itu sehingga digunakan untuk komunikasi dengan sesama dan sebagai penunjuk yang berisikan tentang pengetahuan, (dalam Budiman, 2004:55-57)

Perubahan juga dipopulerkan oleh Micheal Foucault dalam pandangannya perubahan yang diterima oleh masyarakat merupakan sebuah kebenaran (Foucault, 2002:143) secara umum manusia berada dibawah kekuatan kekuasaan yang lebih tinggi dan bagai terpenjara adanya aturan-aturan sebagai pengontrol dari masyarakat. Kata perubahan memiliki prospektif yang sangat beragam terkait dengan disiplin tertentu karena adanya pandangan yang berbentuk kekuasaan sehingga mampu untuk mentransformasi keyakinan dari masyarakat bahwa perubahan itu benar. Meurut Chrish Braker (2008:83) bahwa Micheal Foucault


(32)

commit to user

17

telah menyatukan perubahan yang ada dimasyarakat yang juga yang terjadi pada kalangan penguasa sehingga dapat merubah pandangan masyarakat sehingga makna obyek nanti akan berpengaruh pada perubahan sosial masyarakat hal ini sebagai struktur yang bergerak dalam praktek sosial budaya sehingga adanya kekuasaan yang mengontrol pergerakan sosial budaya masyarakat. Hal ini disebabkan adanya kebenaran yang diyakini yang membentuk individu-individu yang saling mempengaruhi dan akhirnya perubahan itu benar-benar fakta dan patut untuk ditiru dan dijalankan di masyarakat.

Perubahan sesuai dengan perkembangan manusia atau masyarakat disesuaikan dalam alam pikiran anggota kelompok, perubahan pada perilaku pada awalnya dilarang tetapi pada suatu saat kemudian diperbolehkan. Proses perubahan berawal adanya daya pikir dan motivasi anggota kelompok sosial dalam usaha menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan menjelaskan tentang fungsi kebudayan bagi masyarakat sebagai hasil karya dari perilaku, nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya yang berada dibalik perilaku manusia yang tercermin dalam perilaku kebudayaan William A Haviland, (1988:331). Dalam pandangan Soedarsono 1989-1990 bahwa perubahan yang dialami pada seni pertunjukan Jawa merupakan masa transisi beranjak pada segi masa lampau yang dikemas terkait dengan usaha pengembangan budaya untuk keberadaan kebudayaan agar tetap lestari walaupun mempengaruhi perubahan pada bentuk, fungsi, dan makna pada tari tradisi Jawa cenderung sebagai satu gejala komersialisasi seni budaya.


(33)

commit to user

18

Karya Tari Srimpi Ludiramadu menggambarkan putri yang memiliki watak seorang prajurit. Ditarikan empat orang gadis yang menggunakan busana yang sama dan melakukan gerak yang sama pula, Tari Srimpi Ludiramadu berwatak prajurit : “beksa n engga l wa u ka pa ringa n na ma beksan srimpi, punika a gga mba ra ken putri a wata k pra jurit.” (Praja Pangrawit, 1965:24). Terjemahan dari serat : tari diberi nama srimpi, menggambarkan empat penari putri yang berkarakter prajurit.

Tari Srimpi Ludiramadu berkarakter agung, berwibawa dan halus menurut pendapat Tasman juga memiliki rasa sigra k, gagah dan prenes. Penyusunan Tari Srimpi Ludiramadu, Hamengkunagara III dibantu oleh abdi dalem La ngen Mata ya Kadipaten. Hamengkunagara III secara langsung memberikan contoh dan tuntunan pada proses latihan Tari Srimpi Ludiramadu dalam Soemantri Soemosapoetra, (1956:25).

Bentuk merupakan isi dari tari misal bentuk gerak, bentuk rias, kostum dan juga pada bentuk pola lantai penari serta tempat yang digunakan untuk menari pada Tari Srimpi Ludiramadu. Pada Tari Srimpi Ludiramadu bahwa tari ini hidup dan berkembang pada lingkungan keraton sejajan dengan tari-tari srimpi yang lainnya misal :

1. Srimpi Ludira madu 2. Srimpi Dhempel 3. Srimpi Gandha kusuma 4. Srimpi Anglir Mendung 5. Srimpi Lobong


(34)

commit to user

19 6. Srimpi Bonda n

7. Srimpi Ta meng Gita 8. Srimpi Ga mbir Sa wit 9. Srimpi Glondongpring 10.Srimpi Sangupati

Pada Tari Srimpi Ludiramadu terdapat pada buku serat pasinden bedha ya srimpi oleh sastra kartika (1985:419) dapat diungkap srimpi-srimpi yang sering dipentaskan untuk pelestarian dan pengembangan karya seni tari tradisi. Nama Srimpi diambil dari nama gendhing (iringan yang mengiringnya), ada juga pinciptaanya misal srimpi ludiramadu dengan gendhing ludiramadura, srimpi dhempel gendhing dhempel, srimpi lobong dengan gendhing lobong dan Srimpi Glondong Pring dengan gending juga glondong pring dan lain sebagainya.

Penari Srimpi ada empat penari yang memiliki nama masing-masing yaitu Ba ta k, Gulu, Dha dha dan Buncit. Nama tersebut menurut pandangan orang Jawa ada kaitan dengan bagian tubuh manusia. Ba ta k digambarkan sebagai kepala yang

mewujudkan pikir dan jiwa, Gulu menunjukkan bagian leher; Dha dha

menunjukkan bagian dada dan buncit menunjukkan bagian organ bawah yaitu dubur atau anus (organ pengeluaran).

Manusia hidup pada kenyataannya dipengaruhi empat nafsu yang saling berebut. Adakalanya nafsu supiah mempengaruhi nafsu aluamah, nafsu aluamah mempengaruhi nafsu mutmainah, nafsu-nafsu tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang. Di dalam makalah Koes Murtiah 23 Juli (1991:3) menyebutkan bahwa Tari Srimpi juga mengandung sifat “edukatif” ialah manusia sedapat


(35)

commit to user

20

mungkin harus dapat mengendalikan nafsu yang kurang baik agar tidak mempengaruhi hidup manusia.

Perilaku yang kurang baik pada Tari Srimpi Ludiramadu pada saat gerakan perang, panahan, menggambarkan bahwa manusia terpengaruh nafsu yang kurang baik, manusia harus berusaha menambah keyakinan serta kepercayaan, bahwa sesungguhnya manusia harus dapat berperilaku seimbang sehingga tidak dikuasai hawa nafsu jahat.

Di samping itu jumlah empat pada penari srimpi juga bisa dihubungkan dengan kelahiran manusia, menurut kepercayaan orang Jawa/falsafah Jawa bahwa pajupat diartikan dengan yang mengelilingi hidup manusia, pancer atau yang ada di tengah / pusat diartikan manusia. (Nanik Sri Hartini, 1988:10-11). Sebetulnya manusia sejak lahir dan menghirup udara yang pertama kali ia tidak sendiri tetapi sudah memiliki saudara; yaitu :

1. Ka kang ka wah, sebagai saudara tua atau kakak karena lahir terlebih dahulu. 2. Adi a ri-a ri, adalah adik, karena ari-ari lahir setelah bayi

3. Getih putih (darah putih) 4. Getih a ba ng (darah merah)

Jumlah empat pada srimpi ludiramadu bahwa empat melambangkan napsu yang terdapat dalam diri manusia, yaitu :

1. na fsu a ma ra h : manusia memiliki sifat mudah marah sulit mengendalikan emosi sehingga grusa grusu (tergesa-gesa) memutuskan berbagai hal atau masalah, cepat mengambil tindakan tanpa berfikir yang matang.


(36)

commit to user

21

2. na fsu a lua ma h : manusia biasa sulit menyeimbangkan kehidupan didunia dan akhirat. Kebutuhan di dunia kadang lebih dipentingkan dibanding kehidupan di alam kela nggenga n (kekal). Nafsu serakah pada diri manusia sulit dikendalikan apalagi minimnya iman pada diri manusia

3. na fsu supiah : manusia memiliki sifat pelupa (lupa dengan yang menciptakan / Tuhan akhirnya bersikap sombong, congkak selalu merasa dirinya pintar, cantik, yang paling kaya, dan lain-lain).

na fsu mutmainah : manusia harus memiliki sifat mutmainah sebagai penyeimbang sikap-sikap yang diatas sehingga kehidupan akan seimbang dan manusia akan sabar dengan segala cobaan, rintangan dan berbagai permasalahan yang dihadapi sehingga hidup didunia dipersiapkan dengan baik apalagi kehidupan yang akan datang (akhirat).

2.1.2. Tari Srimpi Ludiramadu Bagian Konsep Tradisi Besar

Konsep tradisi besar menurut Umar Kayam dalam Anis Sujana, 2007 menggambarkan sebagai kebudayaan yang berada didalam keraton yang menciptakan karya-karya dan kebudayaan adalah Raja dan kerabat keraton atau putra-putri raja (Sujana, 2007:263). Tari Srimpi Ludiramadu masuk pada budaya keraton yang tradisi besar karena kebudayaan yang berasal dari raja dan hidup dan proses penciptaan tari ada di keraton.

Tari srimpi dikatakan budaya keraton karena yang menciptakan Tari Srimpi Ludiramadu adalah hasil karya Hamengkunagara III lahir pada pemerintahan Paku Buwana IV. Pada masa itu beliau belum naik tahta sehingga bergelar Hamengkunagara III. Ini dapat disimak pada Wedha pradangga yang


(37)

commit to user

22

secara eksplisit menyebutkan sebelum menjadi raja, Hamengkunagara III banyak menciptakan karya seni : “Ingkang Sinuhun wau wiwit ka la dereng jumeneng nata sa mpun kathah iya san-iya sa n uta wi a nggitan da lem”. Terjemahan : sinuwun memiliki bakat dalam penciptaan seni tari, rupa, sastra sebelum naik tahta menjadi raja dan kemampuan sudah kelihatan dari karya-karya yang diciptakannya. (Pradjapangrawit, 1990:11). Ungkapan ini secara lisan dikuatkan oleh K.R.T.Hardjonagoro yang menyatakan bahwa hampir sebagian besar karya Paku Buwana V. Karya-karya Hamengkunagara III lahir pada masa pemerintahan Paku Buwana IV : artinya, karya-karya tersebut diciptakan oleh Paku Buwono V semasa menduduki jabatan Pa ngera n Adipati Anom / Putra Ma hkota (Wahyu Santoso Prabowo, Wawancara 5 Desember 2011). Berdasarkan pernyataan tersebut pada pemaparan selanjutnya penulis cenderung menggunakan sebutan Hamengkunagara III setelah menjadi raja dengan gelar Paku Buwana V.

Kegiatan berkesenian Hamengkunagara III dapat terungkap di

Wedha pra da ngga sebagai berikut :

Kacariyos kala raksih jumeneng kanjeng gusti pangeran adipati anom, saben pasewakan ing dinten senen miwah kemis, saderengipun miyos dalem, kanjeng gusti kapareng lenggah ing bangsal pradangga nunggil abdi dalem niyaga, lajeng angasta rebab utawi sanesipun ingkang dados kepareng dalem. Cakipun alus ang rawit sarwa miraos. Ananging manawi ingkang rama (sampeyan balem ingkang dinuhun Paku Buwana IV) sampun katinga/lenggah ing kajogan prabasuyaso, kanjeng gusti wau anggenipun angasta (nabuh) lajeng kadamel-damel radi kaduk sembrana. Yen nuju ngasta bonang lajeng dipun imbalkacengkukaken ngantos gobyog sangat, adamel cingakipun ingkang sami sowan ing plataran, sami noleh tumuju ing bangsal pradangga. Sareng mangertos yen ingkang ngasta bonang kanjeng gusti, lajeng sami tumungkul ajrih (Pradjapangrawit, 1990:1170.

Terjemahan : pada saat masih bergelar putra mahkota/pangeran muda setiap ada latihan karawitan yang dilaksanakan setiap hari senin dan kamis.


(38)

commit to user

23

Pangeran muda selalu duduk ditempat pangrawit (nayogo) dan memegang rebab dan alat musik yang lainnya. Kemampuan memainkan alat-alat karawitan Jawa dibuat sedikit salah dan ceroboh disaat ayahanda Pakubuwana IV sudah duduk dikursi singgasana/kursi kebesaran. Pangeran megang bonang dipukul keras sampai orang lain kaget bahkan jantungan, ternyata setelah dilihat pangeran muda yang memainkan, abdi dalem tidak berani menasehati.

Pada sumber yang sama karya Hamengkunagara III memiliki corak ini dipandang sebagai corak baru pada masa pemerintahan Paku Buwana IV. Kemudian dianut pada periode berikutnya. Misalnya, bentuk garap imba l (pergantian) pada instrumen bonang yang kemudian dijadikan pa nuta n pada bentuk kesenian periode berikutnya, oleh Pradja Pangrawit diungkapkan sebagai berikut :

Ingkang punika mula bukanipun wonten lagu bonangan imbal (imbal-imbalan) saha gendhing geculan sarta bonang imbal-imbalan wau kaangge nabuhi nayuban (lelangen tayuban) (1990:118)

Terjemahan : beberapa kali dibunyikan iringan yang lucu disertai bonang

yang berulang-ulang dipukul menyerupai iringan tayuban (tari

tayub/ngibing).

Diungkapkan oleh Wahyu Santoso Probowo bahwa Hamengkunagara III memberikan sentuhan kebaharuan pada hampir setiap karya seni pada masa pemerintahan Paku Buwana IV. Hal ini tampak pada karya Hamengkunagara III, karawitan, tari, sastra ataupun kriya (1965:98). Pemaparan tersebut ditegaskan oleh Dipokusumo bahwa pada masa pemerintahan Paku Buwana IV hampir seluruh kriya seni yang ada adalah karya Hamengkunagar III. Bahkan karya Paku Buwana IV mendapat pengaruh dari karya Hamengkunagara III dan juga karya Hamengkunagara III dipersembahkan sebagian besar untuk Paku Buwana IV (Wahyu Santoso Prabowo, Wawancara, 5 Desember 2011)


(39)

commit to user

24

Penciptaan karya seni Hamengkunagara III dalam bentuk gendhing

(iringan gamelan Jawa), misal : Sendhon, Ba nca k, Sa ntiswa ra (gendhing treba ng), gendhingga mbir sa wit (Pradja Pangrawit, 1990:113).

Hamengkunagara III selain menciptakan karya yang erupa tari keraton juga menciptakan karya-karya yang lain berupa sastra, keris, gendhing-gendhing tari sampai tari-tari yang bersifat lucu dan gejul. Karya-karya Hamengkunagara yang sampai sekarang diyakini memiliki kreativitas yang sangat tinggi karena diciptakan oleh putra raja, karya-karyanya sebagai berikut:

1. Sastra : Serat Centhini / Suluk Temba ng Ra ra s (Ajaran Agama Islam dan berbagai budaya tradisi Jawa yang meliputi ngelmu (ilmu), gendhing (iringan), beksa n (tari), masakan, petung Ja wa (perhitungan hari), legenda (cerita).

2. Kriya (Undhagi dan Tosa n Aji : Keris/Tosan Aji, topeng, perahu dengan hiasan canthik berwujud patung muka Ra ja ma la setelah selesai, diberi nama Kyai Ra ja ma la dan perahunya disebut Pera hu Ra ja ma la.

3. Ka ra wita n (gendhing-gendhing)/iringan : Gendhing ga mbirsa wit Pa ncera na pelog nem, Ayun-a yun pelog nem, sumya r pelog ba rang, La drang Ma nis pelog lima, Gegot pelog nem, Bribil slendro ma nyura, loro-loro slendro ma nyura .

Gendhing Treba ng : kemba ng ga ya m pelog lima, kaum dha wuk pelog ba ra ng, kidung-kidung pelog barang, dan ka yon pelog ba ra ng. Gendhing treba ng disebut santi swara


(40)

commit to user

25

2.1.3. Tari Srimpi sebagai Tari Sakral

Tari memiliki makna yang sakral karena hidup dan berkembang pada wilayah keraton dan digunakan untuk upacara pada acara-acara penting di keraton, dibilang sakral karena pementasannya selalu menggunakan ritual sesaji yang lengkap misalnya pisang, sa mba l goreng, nasi wuduk, tumpeng, cenggereng, ja da h wa jik, ingkung, dan lain-lain.

Di tempat pertunjukan diberi tempat tungku berbentuk kembang setaman dan juga dupa. Sebelum pertunjukan dimulai ada pawang yang berasal dari keraton menyalakan dupa itu supaya upacara yang ada dikeraton yang menggunakan Tari Srimpi Ludiramadu dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Kesakralannya dikarenakan bahwa tari ini hasil karya putra raja sehingga makna yang ada dalam tari memiliki makna yang sangat dalam. Kesakralan juga dikarenakan pada waktu pementasan raja jumeneng di singgasananya sehingga pada saat pementasan keadaannya hening (sunyi senyap) hal ini membuat kesan suasananya terkesan magis.

2.1.4. Fungsi Tari Srimpi Ludiramadu bagi Keraton

Dalam Keraton Surakarta tari srimpi digunakan untuk wetonan raja ingkang sinuwun sehingga menggunakan prosesi secara lengkap dan sesaji lengkap. Wetonan bagi pihak keraton suatu prosesi yang mutlak di laksanakan karena untuk memperingati hari kelahiran raja ke dunia fana. Sehingga harus selalu di peringati untuk tidak lupa akan kelahiran dan umur yang sudah diberikan kepada-Nya dan sebagai ucapan rasa syukur diberikan nikmat kesehatan yang tidak ternilai sehingga tidak dapat dinilai denang uang dan apapun.


(41)

commit to user

26

Bentuk sesaji dalam wetonan: sesuai guda ngan / urap yang terdiri sayuran kangkung, kenikir, kacang panjang, thokola n (kecambah), wortel, buncis, mba yung dan lain-lain, ayam Jawa (ingkong) harus ayam jantan, telur, jenang a ba ng (merah) dan putih (warna putih), tumpeng menyesuaikan jenis kelamin laki-laki berbentuk kerucut dan perempuan berbentuk ceper (leter), memakai alas dan pisang diletakkan di nampan atau (tampah) selain itu menggunakan sesaji nasi uduk, golong asahan, sa mbel goreng, peyek, serundeng, kerupuk, lentho, a pem ja wa dan lain-lain.

Berfungsi juga untuk penyambutan tamu kerajaan Tari Srimpi Ludiramadu merupakan Tari Klasik keraton yang juga berfungsi untuk penyambutan tamu kerajaan misalkan ada tamu dari kerajaan Malaysia, Belanda bahkan dari kerajaan Yogyakarta ataupun tamu-tamu penting misalnya: Presiden, Menteri pejabat pemerintah, Walikota.

2.1.5. Perubahan Makna dan Fungsi Tari Srimpi Ludiramadu

Kebudayaan tidak dapat terlepas dari ruang dan waktu kebudayaan itu diciptakan, dilestarikan, atau bahkan dirubah (Abdullah, 2006:4). Yang bertujuan untuk orientasi nilai baru dalam bentuk lain yang berhubungan dengan tata ruang yang telah menunjukkan pergeseran kekuasaan dan kepentingan. Kalau kebudayaan sebenarnya memiliki kedudukan yang mapan dan bagus sehingga memiliki kekuatan dominan sehingga dapat sebagai penentu karakter dari suatu bentuk ruang sosial, negara pada akhirnya dapat beralih fungsi dan juga sebagai pengambil peran dengan redivinsi ruang untuk mendukung suatu hubungan kekuasaan, Giddens (dalam Abdullah, 2006:4) menyebut ini sebagai reproduction


(42)

commit to user

27

of loca lity, yaitu suatu proses pendefisian ulang ruang atau bahkan pembangunan ruang dengan tujuan-tujuan untuk menjamin pelestarian dari kekuasaan kelompok yang memerintah.

Dalam perubahan kekuasaan membuat mementingkan kepentingan perseorangan / individual dan kelompok, sehingga berakibat hasil karya kebudayaan dimanfaatkan untuk kepentingan legitimasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Simbol-simbol kebudayaan-kebudayaan kemudian, tidak lagi mendapatkan suatu pengaruh generiknya sebagai pedoman atau acuan bagi tingkah laku. Simbol dan maknanya menjadi suatu obyek yang kehadirannya dihasilkan suatu proses negosiasi yang melibatkan sejumlah konsultasi dengan kepentingan masing-masing. Menurut Friedman dan Miller, (dalam Abdullah, 2006:5) Kebudayaan yang dibentuk kemudian dilihat sebagai budaya diferensial yang tumbuh akibat dari adanya intraksi yang terus menerus mengalami perubahan. Manusia dalam hal ini dapat dikatakan sebagai aktor yang menentukan pilihan-pilihan dan mebuat keputusan-keputusan untuk dirinya sendiri pendapat ingold (dalam Abdullah, 2006:5). Di sisi lain harus diperhatikan secara seksama bahwa di satu sisi pilihan-pilihan yang tersedia selalu sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan, dan disisi lain keputusan harus tunduk dikarenakan tekanan. Dalam hal ini kelas, usia, status, gender, adalah suatu pokok sebagai pusat untuk yang perlu diperhatikan, sehingga makna kebudayaan menjadi suatu yang batas-batasnya tidak tegas tergantung pada posisi struktur masing-masing orang atau kelompok (Abdullah, 2006:6)


(43)

commit to user

28

Kebudayaan tidak dapat lari dari kenyataan bahwa zaman akan terus berkembang kearah yang modern tidak berhenti pada satu titik saja, terjadi perubahan pada bentuk, fungsi dan makna yang awalnya berbentuk dengan durasi waktu + 2 jam, costum pakem, rias alat dan bentuk tradisi ditentukan, sekarang terjadi perubahan menjadi menyesuaikan fungsinya dan maknapun disesuaikan pada siapa dan kebutuhan apa makna digunakan. Tari Srimpi berfungsi sebagai wetonan dan penyambutan tamu beralih menjadi pariwisata budaya, apresiasi, pertunjukan, festifal bahkan untuk upacara mantenan (mantu) bahkan Tari Srimpi dengan garab iringan, costum, rias membuat seni tradisi yang menghibur.

Pada dasarnya bentuk gerak pada tari tradisi memiliki gerak yang diciptakan sesuai dengan kebutuhan sehingga dipengaruhi oleh materi, energi, dan waktu. Menurut Tasman (1996:70) ciri gerak antara lain:

2.1.4.1. Perpindahan materi yang mengandung energi dalam suatu ruang dalam ukuran waktu.

2.1.4.2. Dorongan energi pada suatu materi dalam ruang dan waktu

2.1.4.3. Penggunaan ruang oleh suatu materi yang berenergi dalam ukuran waktu 2.1.4.4. Cara menggunakan waktu dan ruang oleh suatu materi yang bertenaga

Perwujudan kebudayaan, kesenian tradisional juga memiliki peranan atau fungsi yang penting dalam masyarakat pendukungnya. Dengan mengetahui fungsi akan diketahui pula peranannya. Kesenian tradisional memiliki fungsi yang berbeda-beda. Perbedaan itu berhubungan erat dengan sejarah kesenian itu diciptakan. Peran yang dimainkan bersifat sakral, magis dan religius digunakan


(44)

commit to user

29

untuk kepentingan upacara keagamaan, upacara tradisi, seni pertunjukan atau untuk hiburan.

Seni memiliki fungsi yang beraneka ragam untuk kehidupan manusia bahkan bangsa dan negara dan untuk kesejahteraan masyarakat. Seni berfungsi menurut Meriem dalam Jazuki (1994:95) membagi fungsi seni menjadi beberapa bagian, yaitu : (1) Sebagai sarana upacara; (2) Sebagai respon fisik; (3) sebagai hiburan; (4) sebagai sarana komunikasi; (5) untuk persembahan; (6) enjaga keseimbangan membuat harmonisasi dari segi norma dalam masyarakat; (7) pondasi kehidupan institusi sosial; (8) kestabilan budaya; (9) integrasi kemasyarakatan.

Tari tradisi sebagai apresiasi seni, seni pertunjukan, festifal, dan pariwisata dengan mempertimbangkan nilai estetis.

Unity atau keutuhan adalah menunjukkan adanya sesuatu yang utuh, yaitu adanya hubungan yang berarti, bermakna antara semua unsur-unsurnya, yang satu memerlukan kehadiran yang lain, dan saling mengisi.

Intensity atau penonjolan pada bentuk karya seni mempunyai maksud mengarahkan perhatian orang yang menikmatinya kesuatu hal yang dipandang lebih penting dari yang lain. Penonjolan dapat dicapai dengan cara misalnya mengeraskan suara pada musik dan melakukan perubahan kecepatan gerak pada sebuah tari. Dengan terarah, yang akan menimbulkan suatu daya tarik atau kekuatan pada karya. Kekuatan atau penonjolan ini yang akhirnya akan memberikan rasa indah dan juga memberikan ciri pada suatu karya seni.


(45)

commit to user

30

Complexity atau kerumitan yang ada pada suatu karya seni menurutnya juga merupakan salah satu yang menyebabkan karya seni menjadi lebih bermutu. Kerumitan dapat dihadirkan dengan cara diantaranya membuat adanya hal-hal yang menjadikan sesuatu menjadi kontras, seperti kuat dan tidak kuat, seimbang dan tidak seimbang. Keseimbangan dalam bentuk karya seni terjadi oleh adanya dua bagian yang sama seperti misalnya tubuh manusia, pinang dibelah dua, sayap kupu-kupu dan sebagainya. Keseimbangan semacam ini dapat memberikan rasa tenang juga memberi kesan stabil. Sebalinya kerumitan juga dapat dihadirkan oleh adanya ketidak seimbangan, yang menimbulkan kesan tidak stabil dan ada rasa dinamis, seolah-olah akan berubah, berkesan akan bergerak. Dengan faktor inilah ketidakseimbangan juga mempunyai daya tarik bagi orang yang menyaksikannya. De Witt H. Parker (1945) menyebutkan, keseimbangan sebagai sebuah prinsip bentuk estetik adalah persamaan dari elemen-elemen yang bertentangan atau berlawanan.

Dalam keseimbangan yang dimaksud, walaupun elemen-elemen tersebut bertentangan, namun yang satu memerlukan kehadiran yang lain dan secara bersama-sama menciptakan kesatuan. Seperti halnya dalam tari berpasangan yang masing-masing bergerak ke arah yang berlawanan, dan bertentangan, perbedaan ini untuk mencapai keseimbangan dalam ruang.

Unsur penonjolan atau intensity yang dapat memberikan kekuatan pada karya seni yang dikemukakan monroe ini digunakan untuk mengkaji nilai estetik yang ada pada seni Tari Srimpi Ludiramadu. Unsur keutuhan (unity) dan unsur kerumitan (complexity) digunakan untuk melihat bentuk dan makna Tari Srimpi


(46)

commit to user

31

Ludiramadu dari yang sebelum berubah sampai yang sudah mengalami perubahan

pada vokabuler-vokabuler gerak, perubahan sekaran-sekaran gendhing,

pengurangan pada waktu pertunjukan, rias dan busana yang sudah menyesuaikan pada kebutuhan pertunjukan untuk pariwisata budaya, untuk misi kesenian, untuk festifal, untuk resepsi dalam pernikahan dan lain-lain.

Perubahan yang terjadi pada tari juga dapat diungkap menggunakan teori tentang mitos menurut Barthes, pengertian mitos yang ada dalam Tari Srimpi Ludiramadu yang diungkapkan dalam simbol-simbol memang memiliki tugas untuk memberikan justifikasi alamiah kepada maksud-maksud historis, tetapi masyarakat sebagai pengguna, pelaku, pencipta diberikan hak untuk memberikan makna dan menggunakan makna, sehingga masyakakat pengguna dan penikmat Tari Srimpi Ludiramadu diberikan wewenang untuk memaknai makna yang ada dalam Tari Srimpi Ludiramadu. (Barthes, 1972:155).

Hal itulah yang menjadi dasar tanda merupakan yang bergerak dan dipahami dari benda yang dikonsepkan untuk memahaminya. Pemaknaan tanda dari Saussure dengan mengacu pada “oposisi” (baik x buruk) dari setiap benda akan menentukan eksistensinya cara ini dapat dimungkinkan terjadi interpretasi yang hanya dugaan semata. Semiotika menjadi ilmu yang sangat luas karena tanda-tanda dapat bergerak kemana saja. Disekeliling kehidupan, akan ditemukan banyak sekali tanda bergerak, sejauh manusia itu mencermatinya. Apapun bisa menjadi tanda ketika adanya hubungan fenomena dengan fenomena lain membentuk makna.


(47)

commit to user

32

Masyarakat merupakan yang menciptakan tanda sehingga akan terbentuk tanda baru Ferdinand de Saussure (1993:146) memahami bahwa bahasa yang ada pada Tari Srimpi Ludiramadu yang akan tercipta makna merupakan warisan yang akan selalu turun temurun sebagai bahasa primer dan juga bahasa sekunder. Seiring dengan perkembangan jaman akan selalu berubah-ubah menyesuaikan adanya panata sosial, kesepakatan pada masyarakat akhirnya akan merubah pemikiran masyarakat dan terjadinya perubahan pada sosial budaya masyarakat.

Karya tari merupakan realitas yang telah direkonstruksi oleh pencipta kekuatan tanda-tanda yang diungkapkan oleh makna sehingga dapat ditelaah secara mendalam sehingga dapat mengacu pada teori sosial dalam masyarakat. Sebuah karya tari juga akan memunculkan makna yang baru sebagai upaya persebaran pengetahuan sebagai kebebasan penonton, penghayat, dan masyarakat pada umumnya yang sama sekali tidak tahu tentang kebudayaan keraton khususnya tari keraton. Hal ini dapat diungkap dengan teori semiotika tanda.

Teori struktural fungsional Talcot Persons, digunakan untuk melihat keberadaan bentuk dan fungsi seni Tari Tradisional Klasik pada masyarakat pendukungnya. Teori sistem sosial ini menganggap, masyarakat merupakan sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan, Herbert Spenser menyebut masyarakat adalah laksana organisme hidup, untuk itu Spenser membahas masyarakat sebagai suatu organisme hidup sebagai berikut :


(48)

commit to user

33

2. Semakin besar suatu struktur sosial semakin banyak pula bagian-bagiannya seperti halnya dengan sistem biologis

3. Tiap bagian didalam tubuh organisme biologis maupun organisme sosial memiliki fungsi dan tujuan tertentu

4. Dalam sistem organisme maupun sistem sosial, perubahan pada suatu bagian

akan mengakibatkan perubahan pada bagian lain dan akhirnya di dalam sistem secara keseluruhan

5. Bagian-bagian walaupun saling berkaitan merupakan suatu struktur mikro yang dapat dipelajari secara terpisah (Margaret M. Polomo, 1994: 23-25)

Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung satu sama lain-lain. Apabila salah satu bagian tidak bekerja, maka sistem tersebut akan terganggu karena tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Seni Tari Tradisi sebagai suatu wujud yang dibentuk oleh kesatuan unsur-unsur tertentu, dan tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Demikian pula Tari Tradisi sebagai bagian dari kebutuhan hidup manusia. Fungsi dan makna sebagai penolong kehidupan masyarakat yang merupakan unsur yang terlibat kedalam sistem kehidupan seni dalam masyarakat.

2.2. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Pujiani (1987) yang berjudul Tari Srimpi Ludiramadu sebagai analisis gerak dan karakter garap padat. Tari yang berdurasi lama dapat dipadatkan menjadi singkat dengan mengurangi gerak dan vokabuler yang ada


(49)

commit to user

34

dan mengurangi sekaran-sekaran pada gendhing. Dalam tata garap iringan dan gerak tari, karena dapat digarap berdasarkan proses pemadatan dengan pengurangan di bagian maju beksan, beksan dan mundur beksan menggunakan pendekatan struktur garap medium gerak dan musik iringan.

Penelitian tersebut membahas vokabuler gerak tari srimpi yang berdurasi lama dibuat lebih singkat dengan perubahan struktur dan medium gerak sedangkan penelitian ini, yang mengkaji. Tari Srimpi Ludiramadu sebagai perubahan sosial budaya dikarenakan adanya perubahan rias, busana, fungsi, dan makna. Pada penelitian ini akan mengkaji secara keseluruhan perubahan pada bentuk, fungsi dan makna dikarenakan berbagai faktor kebutuhan dan fungsi dan mengikuti selera masyarakat dan penonton baik untuk kepentingan apresiasi, festifal, seni pertunjukan sampai kepentingan pariwisata.

Hasil penelitian Soedarsono (1989/1990) berjudul Seni Pertunjukan Jawa Tradisional dan Pariwisata di daerah Istimewa Yogyakarta, membahas tentang pariwisata budaya di daerah Yogyakarta seni pertunjukan sebagai sarana pariwisata budaya. Pada penelitian ini seni tradisi keraton difungsikan atau beralih fungsi sebagai produck pariwisata. Dipaparkan berbagai jenis tari tradisi yang berbentuk bedhaya, srimpi, wireng. Pada penelitian ini seniman/koreografer sebagai pencipta industri dalam produck pariwisata budaya sehingga keraton serta seniman mendapatkan kesejahteraan dengan peningkatan pendapatan tidak hanya sebagai seniman yang eksis dibidang seni melainkan dapat memperhatikan dan melestarikan budaya.


(50)

commit to user

35

Penelitian tersebut menggunakan pendekatan pada bentuk, fungsi seni tradisional yang dipaket sebagai pariwisata budaya menggunakan teori estetika dari Thong Maguet dan Teori Komodifikasi.

Kebudayaan dalam antropologi dikatakan sebagai sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan ningrat (1993:5) berpendapat bahwa dalam kebudayaan ada tiga wujud yaitu : (1) sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. (2) sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dan masyarakat, (3)sebagai benda-benda dan hasil karya manusia. Dari ketiga wujud kebudayaan itu jelas bahwa, wujud pertama adalah buddah dari akal dan budi manusia, wujud kedua adalah tindakan manusia, dan yang ketiga merupakan buah atau hasil dari karya manusia. Kebudayaan terdiri dari tujuh usnur : (1) sistem religi dan upacara keagamaan ; (2) sistem dan organisasi masyarakat; (3) sistem pengetahuan; (4) bahasa; (5) kesenian; (6) sistem mata pencarian; (7) sistem teknologi dan peraturan (Koentjoroningrat, 1993:2)

Koentjaraningrat (1980:31) dalam suatu teori evolusi sosial universal mengatakan bahwa manusia selalu bergerak ke arah kemajuan, sehingga di dunia ini telah berkembang dari tingkat sederhana ke tingkat yang makin tinggi serta kompleks. Hal ini tentunya kita kaitkan dengan perkembangan dalam dunia seni pertunjukan, yaitu terkait dengan keinginan manusia untuk menyesuaikan dengan perkembangan budaya yang makin mengglobal, termasuk didalamnya upaya


(51)

commit to user

36

menciptakan sebuah paket-paket khusus yang dikemas untuk komsumsi wisatawan yang berakar dari Seni Tradisional Jawa.

Pradjapangrawit dalam Wedhapradangga mengungkapkan tradisi besar yang berlaku atas raja-raja Jawa di Surkarta dalam berkesenian. Sumber in banyak menyampaikan informasi sejarah yang disusun berdasarkan penuturan lisan / gotek diciptakan gendhing, gamelan, tari, ataupun wayang, mengbahis karakteristik karya dengan periode, generasi, dan individu senimannya. Sumber ini membantu penulis memahami kehidupan kesenian Hamengkunagara III pada Masa Paku Buwana IV.

Nasib seni tradisi menjelang era tinggal landas sebuah laporan penelitian yang ditulis oleh R.M. Soedarsono dalam jurnal ilmu-ilmu humaniora yang diterbitkan oleh Gajah Mada University Press tahun 1991. Dalam laporan penelitian diuraikan secara panjang lebar keberadaan seni pertunjukan Indonesia, termasuk seni tari tradisi. Membahas tentang seni tradisi dari suatu masyarakat itu sendiri dan produk seni yang dibuat oleh suatu kelompok masyarakat untuk masyarakat lain oleh J. Maquet, yaitu : a rt by destination dan a rt of occulturation.

Soemantri Soemasaportra dalam buku Sunan Sugih mengungkap riwayat kehidupan Hamengkunegara III lengkap dengan biografi, aktivitas dalam ketatanegaraan, dan aktivitas dalam berkesenian. Diperoleh data mengenai gambaran umum kehidupan kesenian pada zaman Paku Buwana IV serta bentuk dan corak karya seni Hamengkunagara III yang lahir pada masa Pak Buwana IV, didalam kebudayaan tidak ada sifat yang selalu tepat karena menyesuaikan laju keadaan jaman dimana kebudayaan itu ada dan diciptakan.


(52)

commit to user

37

Karya tari keraton identik dengan bentuk, fungsi dan makna baik kekinian maupun makna yang telah ada sejak jaman dulu, dalam mengungkap hal tersebut perubahan yang berupa gejala sosial budaya, struktur gerak/vocabuler bentuk gerak tari keraton Surakarta. Struktur ekonomi tradisional masyarakat Jawa pada masa lalu menurut Levi-Straus dalam (Ahim Saputra, 2006:445). Disitu seni tradisional yang berasal dari keraton identik adanya hal diatas berupa bentuk, fungsi dan makna pada tari.

Soedarsono, RM Depdikbud, (1989/1990) dalam tulisannya memaparkan kehidupan Seni Pertunjukan Jawa Tradisional berkenaan dengan perkembangan pariwisata. Menunjukkan keberadaan Seni Pertunjukan Jawa dalam masa transisi yang dianggab mengalami perubahan pada fungsi dan nilai yang terkandung didalamnya. Dari segi bentuknya sudah mulai beranjak pada segi masa lampau yang dikemas terkait dengan usaha pengembangan pariwisata sehingga dapat mempengaruhi perubahan pada bentuk, fungsi, dan makna pada Tari Tradisi Jawa karena industri pariwisata sebagai satu gejala komersialisasi seni budaya.


(1)

commit to user

144

Perwujudan Tari Srimpi ludiramadu di masa sekarang sudah tidak ada pementasan yang digunakan yang memiliki hubungan dengan unsur kekuasaan atau pemerintahan seperti masa lampau. Hal ini karena keraton hanya sebagai tempat melestarikan nilai-nilai dan butir-butir budaya Jawa saja. Tari Srimpi Ludiramadu setelah mengalami pemadatan pada tahun 1970 sekarang sudah digunakan untuk tujuan pariwisata budaya selain itu lebih bertujuan ke hiburan dengan sering diadakannya festifal seni, lomba seni, misi kesenian baik yang diadakan secara nasional maupun secara internasional.

Pertunjukan Tari Srimpi Ludiramadu yang sekarang dengan menghilangkan vokabuler-vokabuler gerak yang dirasa tidak perlu karena adanya pengulangan-pengulangan gerak tetapi tetap menggunakan gerak maju beksan, beksan, dan mundur beksan walupun didalamnya sudah berubah untuk menyesuaikan kebutuhan dimana tari itu berfungsi. Kreativitas seniman pada masa sekarang yang memegang peran penting dalam melestarikan budaya, dan makna yang sekarang ada adalah siapa orang yang memaknai sehingga makna hanya pada tingkatan seseorang yang menandai makna itu dan siapa yang menciptakan makna sehingga dapat kita ketahui siapa yang menciptakan karya akan menciptakan makna itu pula. Di era yang sekarang Tari Srimpi Ludiramadu melambangkan keberadaan manusia yang modern yang cenderung pada kehidupan yang praktis, instan dan ekonomis serta mementingkan pada segi hiburan.


(2)

commit to user

145

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Keberadaan seni tradisional klasik yang pada awalnya hidup dan berkembang di dalam keraton pada dasarnya merupakan kehidupan kultural yang sudah berakar secara turun-temurun yang menjadi salah satu perwujudan budaya. Rentangan sejarah keberadaan keraton sampai sekarang melatarbelakangi kehidupan masyarakat Jawa yang berada disekitar keraton untuk ikut berperan dalam kegiatan berkesenian sampai hasil karya seni yang notabene berada di dalam keraton dapat keluar dari dalam keraton sehingga menjadikan seni yang klasik yang bersifat magis, sakral, religius berubah mengikuti arus zaman.

Dari perubahan bentuk, fungsi, dan makna tari kajian tentang Tari Tradisional Klasik yang berupa Srimpi Ludiramadu, penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut.

Kedua, yang berkaitan dengan perubahan bentuk, yang terdiri dari vokabuler gerak dengan bagian maju beksan, beksan dan mundur beksan dengan pengulangan pada sekaran-sekaran beksa n la ra s, linca k gaga k, engkyek ludira , sa ngga na mpa ukel a du ma nis yang dilakukan berulang-ulang dipadatkan sehingga tidak terjadi pengulangan pada vokabuler gerak seperti sebelum berubah. Perubahan bentuk gerak tradisi juga pada kecepatan / tempo mengalami peningkatan pada tempo setiap gerakan, waktu berubah dikarenakan pemadatan gerak dan kecepatan pada tempo sekarang + 15-18 menit. Iringan yang berupa


(3)

commit to user

146

karawitan dengan garap gendhing yang mengulang-ulang dipadatkan : percepatan tempo dalam gendhing membuat kesan Tari Srimpi Ludiramadu lebih kenes, tregel karena penari menyesuaikan gerak dengan iringan. Bentuk rias Tari Srimpi Ludiramadu sekarang menggunakan kosmetik buatan pabrik berbeda pada zaman dulu waktu tari masih dalam keraton. Keberadaan la nges (angus) tinta cina, jambe (nginang), lulur dari beras dan kunir serta pandan berubah ke product buatan pabrik. Pupur (bedak) lipstik (benges), pensil alis (cela k), eye shadow (pemerah pipi dan lulur dengan berbagai merk. Busana untuk menari Tari Srimpi banyak mengalami perubahan dari gelung gedhe, dhodhotan (pa kaian ta ri / kemben / ja rit). Aksesoris rambut, kepala, gela ng, kalung, semua dibuat lebih menarik dengan penyesuaian kebutuhan profan, penambahan batu-batu warna-warni, kaca-kaca gemerlap, bulu-bulu untuk kiasan kepala, ja rit sinja ng (kain bawahan untuk menari) tidak lagi harus warna coklat, hitam dengan motif menyesuaikan sendiri dan kemauan penari dan seniman, lereng menyesuaikan penari gemuk atau langsing. Perubahan fungsi, Tari Srimpi Ludiramadu berfungsi untuk pariwisata, misi kesenian, festifal, seni pertunjukan, pekan seni, apresiasi seni, dan untuk penyambutan tamu waktu resepsi pernikahan. Tari Srimpi Ludiramadu mengalami perubahan pada makna pada awalnya sakral, magis, religius berubah menjadi tidak sakral bahkan tidak bermakna.

Pertama : Perubahan bentuk, fungsi, dan makna dapat terjadi karena ada hal yang mempengaruhi sehingga perubahan pada Tari Srimpi Ludiramadu yang awal penciptaannya di dalam keraton dapat ke luar keraton selain itu faktor yang mempengaruhi tidak hanya sekedar mempengaruhi tetapi menimbulkan dampak


(4)

commit to user

147

pada perubahan bentuk, fungsi, dan makna. Adapun faktor internal, yaitu adanya tuntutan dari masyarakat yang sifatnya alami, karena dirasakan monoton dan menjemukan selain itu pihak seniman berkeinginan menayangkan kreativitas dan faktor eksternalnya adalah enonomi, politik, komunikasi, teknologi, pariwisata. Sebagai temuan bentuk, fungsi, dan makna pada Tari Srimpi Ludiramadu diperuntukkan pada tahapan pariwisata, hiburan, hanya sekedar sebagai apresiasi seni.

Ketiga : Keberlanjutan Seni Tari yang berwujud Srimpi Ludiramadu merupakan bagian perjalanan budaya yang sangat ditentukan oleh seniman dan masyarakat pendukungnya. Dalam mencermati hal tersebut, ada tiga hal yang merupakan penyangga kehidupannya. Unsur penyangga pertama adalah masyarakat sebagai faktor internal, terdiri atas para pelaku seni atau disebut seniman, penonton, penyelenggara (pemilik dana), dan pendukung yaitu kalangan budayawan dan pemerhati seni serta lembaga resmi, kalangan akademika SMKI, ISI Surakarta, Taman Budaya Surakarta Jawa Tengah, Keraton. Keteraturan jalannya sistem yang didukung oleh unsur diatas merupakan salah satu aspek yang menyebabkan supaya Tari Srimpi Ludiramadu akan selalu ada dan berkembang di tengah-tengah keadaan arus zaman yang semakin tidak dapat dikendalikan sehingga mempengaruhi keberadaan kesenian yang bersifat tradisi.

Perkembangan yang terjadi pada Tari Srimpi Ludiramadu yang menyebabkan perubahan pada bentuk, fungsi, dan makna. Dengan adanya perubahan bentuk, fungsi, dan makna, terjadi pula pada akhirnya perubahan pada tujuan yang ingin disampaikan yang berdampak pada perubahan bentuk, fungsi,


(5)

commit to user

148

dan makna. Lewat perubahan yang disajikan mempengaruhi pada pandangan masyarakat dilihat makna didalamnya yang ingin disampaikan.

Mencermati perkembangan seni tradisi keraton yang dapat keluar dari keraton secara teoritis kajian budaya (cultura l studies), telah terjadi perubahan sosial pada masyarakat terbukti adanya perubahan pandangan masyarakat mengenai seni tradisi keraton. Namun demikian adanya perubahan yang disebabkan berbagai faktor pendorong perubahan bukan berdampak negatif saja karena dapat memberikan makna positif bagi perkembangan seni tradisi keaton dapat dinikmati masyarakat umum dan masyarakat dapat ikut serta melestarikannya.

Perubahan sosial masyarakat terhadap Tari Srimpi Ludiramadu mengalami perubahan.

· Tanggapan masyarakat

Masyarakat sangat menyukai apalagi wisatawan mancanegara merasa terhibur dengan waktu yang singkat dapat mengetahui keberadaan tari keraton dan dengan biaya yang sangat terjangkau mendapatkan pengetahuan, ilmu dan pengalaman Tari Srimpi Ludiramadu akhirnya hanya sebagai identitas budaya keraton di era jaman yang modern. Pandangan masyarakat yang mengetahui sejarah Tari Srimpi Ludiramadu yang sakral merasa sangat menyayangkan karena ritual magis hilang sama sekal ditelan jaman karena harus menyesuaikan tuntutan budaya modern.

· Kalangan masyarakat yang tidak mengerti keberadaan Tari Srimpi


(6)

commit to user

149

tembok keraton bahkan ada yang acuh tak acuh karena merasa tidak berpengaruh untuk kehidupan masyarakat

5.2 Saran

Untuk menambah keunikan tari dapat ditambahkan gerakan-gerakan yang unik dengan penjiwaan tari yang maksimal. Menumbuhkan minat generasi muda untuk tetap melestarikan tari tradisi, dibuka kerja sama antara pihak keraton dengan masyarakat luas dengan mengadakan seminar-seminar budaya bagi guru seni tingkat TK, SD, SMP, SMA, SMK, Perguruan tinggi sehingga terjalin komunikasi antara semua pihak, sehingga keberadaan tari tradisi keraton akan selalu ada di tengah perkembangan era globalisasi yang tidak terkendali.

Agar pementasan Tari Srimpi Ludiramadu lebih aktraktif lagi semakin banyak pertunjukan yang diadakan lewat acara festifal tari tradisi, pentas seni budaya, pertunjukan tari supaya masyarakat luas terdorong dan punya krenteg (kemauan) untuk mempelajari tari ini secara sungguh-sungguh sehingga regenerasi penari tradisi akan selalu ada dan Tari Srimpi Ludiramadu akan tetap ada walaupun jaman terus berkembang.