commit to user
99 digunakan pada tari srimpi memiliki motif batik yang khusus digunakan di
keraton. Berdasarkan keberangan yang ada, tari Srimpi Ludiramadu diparkirakan
menggunakan dua bentuk tata rias dan busana, yaitu bentuk jamangan atau bentuk
sa nggul ka dha l menek
. Menurut Hardjonagoro, pada dasarnya tari Srimpi Ludiramadu menggunakan bentuk rias dan busana
sa nggul ka dha l menek, gelug gedhe
. Tradisi lain yang berlaku di keraton, bahwa jamang selalu disimpan di dalam istana raja dimungkinkan bahwa busana jamangan hanya boleh
dipergunakan dalam pertunjukan di istana raja. Setelah Hamengkunagara III dinobatkan menjadi raja Paku Buwana V, diperkirakan tari Srimpi Ludiramadu
mulai menggunakan tata rias dan busana jamangan Wahyu Santoso Prabowo, Wawancara, 8 Desember 2011
4.3.3 Bentuk Sanggul Kadhal Menek
Yang dimaksud dengan
sanggul ka dha l menek
adalah sejenis tata sanggul rambut berbentuk lilitan yang melingkar dari bagian belakang bawah kepala
sampai bagian atas kepala ubun-ubun. Jenis tata sanggul ini dilengkapi dengan:
jungkat ka dha l
melengkung,
centhung
logam permata,
ja mbul
,
cundhuk mentul
,
koka r bros
,
boroka n
tiga kembang tanjung dari logam, dan
giwa ng
. Busana yang dikenakan adalah
pa meka k
mekak yang dilengkapi dengan
ilat-ilatan, slepe, sa mpur, ka lung
, dan
gela ng, dhodhotan
. Kain yang digunakan adalah kain samparan bermotif
lereng,
dapat juga batik yang terpenting batik.
commit to user
100
4.3.4 Bentuk Jamangan
Jenis busana
ja manga n
ditandai dengan pemakaian
ja ma ng
pada kepala penari yang dilengkapi dengan:
cundhuk mentul, cundhuk jungkat, ja mbul, ga rudha mungkur,
dan
sumping
. Kelengkapan busana lainnya menggunakan
pa meka k
mekak yang dilengkapi dengan
ila t-ilatan, slepe, sa mpur
,
kelat bahu, gela ng
, dan
ka la ng
.
Pa meka k
memiliki fungsi untuk menutup bagian tubuh penari, Kemudian pada bagian bawah, penari mengenakan kain batik jarit
bermotif
lereng
, yang pada bagian tungkai berbentuk
sa mpa ra n
. 4.3.5
Perubahan Pada Vokabuler Gerak Tari Srimpi Ludiramadu
Pada umumnya ada kesamaan pola susunan Tari Srimpi gaya Surakarta, yaitu maju beksan, beksan, dan mundur beksan. Meskipun demikian, hampir
setiap pola susunan Tari Srimpi memiliki struktur rangkaian vokabuler gerak yang berbeda. Hal ini tampak pada urutan vokabuler gerak yang digunakan.
Demikian juga Tari Srimpi Ludiramadu, pola susunan tarinya memiliki bentuk khusus yang berbeda dengan Tari Srimpi yang lain. Pada pokoknya,
bentuk khusus itu terlihat pada penggunaan jenis vokabuler tertentu dalam bentuk rangkaian geraknya. Bentuk khusus yang melekat pada penggunaan jenis
vokabuler gerak Tari Srimpi Ludiramadu padat maupun utuh terdapat pada beksan bagian pertama dan beksan bagian kedua. Yang terdapat pada beksan
bagian pertama adalah vokabuler gerak
beksa n la ra s
dan
beksa n linca k gaga k
, sedangkan yang terdapat pada beksan bagian kedua adalah vokabuler gerak
engkyek
ludira dan sangga nampa ukel adumanis.
commit to user
101
4.3.5.1 Beksan Laras
Berpijak dari keterangan S. Ngaliman bahwa Tari Srimpi memiliki
beksa n la ra s
yang berbeda-beda tergantung pada jenis tari Srimpi itu sendiri. Misalnya, Tari Srimpi Anglir mendung, larasnya
la ra s
Anglir mendung, Tari Srimpi Sangupati menggunakan
la ra s
Sangupati. Dengan demikian,
beksa n la ra s
pada Tari Srimpi Ludiramadu menjadi bentuk khusus yang tidak ada pada Tari Srimpi
yang lain. Hal tersebut tampak pada pelaksanaan geraknya.
4.3.5.2 Lincak Gagak
Seperti yang dituliskan pada
Wedha pra da ngga
sebagai berikut: Beksan ngadeg dumugi ngajengaken gong, lajeng dipun senggaki saha
keplok alok. Beksan pecat miring lajeng genjot pinjalan utawi prenjakan, dipun senggaki keplok imbal angadasih Pradjapangrawit 1990:111.
Terjemahan : penari berdiri didepan gamelan disoraksi atau ditepuk tangan, penari jinjit seleh jinjit seleh dengan dikeploki atau tepuk tangan dan
akhirnya sampai ada perpindahan gerak. terjemahan penulis Secara Jelas ungkapan di atas menunjukkan bentuk khusus yang melekat
pada vokabuler ini. Pelaksanaan gerak
lica k gaga k
sendiri yang didukung oleh
ga ra p gendhing
karawitan tari berupa
keplok a lok
. 4.3.5.3
Engkyek Ludira
Pada dasarnya vokabuler
engkyek
juga sering digunakan pada Tari Srimpi yang lain, namun pada Tari Srimpi Ludiramadu memiliki bentuk pelaksanaan
gerak yang berbeda. Perbedaan itu tampak pada unsur pendukung pelaksanaan gerak yang berupa bidang tubuh yang bergerak, properti
sa mpur
atau unsur rangkaian geraknya.
commit to user
102
4.3.5.4 Sangga Nampa Ukel Adumanis
Sangga nampa ukel adumanis hanya ada pada susunan tari Srimpi Ludiramadu sekarang jumlahnya dikurangi, hitungan dipersingkat, pemadatan
supaya durasi waktu sesuai, praktis, dan menghibur penonton, penikmat seni tari tradisi.
4.3.6 Perubahan makna Tari Srimpi Ludiramadu
Kehidupan sehari-hari kita dihadapkan berbagai permasalaan dalam kehidupan dibidang ekonomi sosial, politik, kebudayaan. Dalam kebudayaan ada
berbagai hal yang melingkupi disekitar kita. Kesenian Kuda Lumping, Reogan, Upacara Tradisi, Kethoprak, Wayang Kulit, Wayang Orang, Tari Tradisi Keraton,
Tari Kerakyatan. Tari tradisi keraton tidak terlepas dari perkembangan dan faktor-faktor pendorong pada perubahan bagitu juga pada makna tari tradisi disini
tidak luput dari perubahan makna tari itu sendiri. Tari Srimpi Ludiramadu salah satu tari yang mengalami perubahan makna ada 2 makna, denotasi sebenarnya,
konotasi tidak sebenarnya atau makna kira-kira pada pemikiran manusia. Tari Srimpi Ludiramadu memiliki makna dijabarkan oleh penulis sebagai
berikut misalnya :
Da k sengguh : da k kira ,
artinya saya kira. Dalam
Ba oesa stra
Djawa disebutkan, sengguh memiliki arti kira-kira, dugaan, perkiraan Prawiraatmadja, 1987:360. Sedangkan
mungguh
dalam pengertian sehari-hari berarti sesuai, selaras pada tempatnya.
Mungguh
juga memiliki arti pantas, patut, mapan.
commit to user
103 Dalam pembicaraan tari Jawa,
sengguh
-
mungguh
dinyatakan dalam beberapa penafsiran. Soeryobrongto mengungkapkan bahwa sengguh berkaitan
erat dengan rasa karakter. Apabila seorang penari telah mampu menampilkan karakter tari yang dibawakannya dengan baik, ia dapat digolongkan penari yang
memiliki sengguh yang baik 1970:13. Secara mendasar pengertian tersebut mengandung penafsiran bahwa sengguh merupakan kemampuan penari untuk
menafsirkan dan rnenampilkan karakter tari dengan baik. Pengungkapan di atas selaras dengan pernyataan S. Ngaliman, bahwa
sengguh merupakan kemampuan rasa penari untuk menampilkan rasa karakter tari yang dibawakannya.
Sengguh
lebih bersifat kedalaman rasa sesuai juga dengan pernyataan Wahyu Santoso Prabowo Wawancara, 8 Desember 2011
Mungguh
dalam pembicaraan tari Jawa memiliki arti keselarasan penerapan sikap dan pola gerak dalam karakter tertentu
empan pa pa n
dalam menerapkan satu pola sikap gerak dalam membawakan suatu tarian. Pada dasarnya kesesuaian
tersebut terkait dengan beberapa hal, yaitu rasa karakter tari, pola gerak yang digunakan, dan
ga nda r
postur tubuh penarinya.
Mungguh
dikehidupan sehari- hari penari harus cantik, seksi, kulit kuning langsat tinggi semampai.
Dengan demikian, pengertian
sengguh-mungguh
dalam kehidupan tari tradisi Jawa berkaitan erat dengan karakter; pola gerak yang digunakan penafsiran
penari yang berupa penghayatan dan penuangannya dalam bentuk pelaksanaan gerak dan gandar penarinya.
Nyoman Chaya menyatakan bahwa sengguh memiliki arti
semu
yang terdapat dalam tari. Artinya,
sengguh semu
merupakan jenis kekuatan ekspresi
commit to user
104 dari satu garap medium yang disampaikan secara halus, karakteristik, dan bersifat
kejiwaan. Misal, dalam tari alus gaya Surakarta ada
greget. Greget
akan tampak apabila bentuk dan gerak yang halus dan gemulai itu mampu menyentuh kejiwaan
secara enak dan pasti. Selanjutnya, perlu digarisbawahi bahwa sengguh merupakan kekuatan ekspresi garap medium Wawancara, 8 Desember 2011 .
Mungguh
oleh Nyoman Chaya dipaparkan sebagai bentuk ketepatan konsep medium dengan karakter yang diinterpretasikan, diinginkan dalam ekspresi
penari. Artinya, konsep gerak setara dengan cara membawakannya. Contohnya,
Duryudana
yang diperankan orang yang berbadan kecil adalah kurang tepat, walaupun secara konsep ia berhasil dalam membawakan karakter
Duryuda na
dilihat dari ekspresinya Wawancara, 9 Desember 2011 Pengungkapan Chaya tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
mungguh
merupakan bentuk kesesuaian antara konsep karakter tari dengan wujud
ganda r
penari. Hal tersebut juga diungkap oleh Humardani bahwa
mungguh
berkaitan erat dengan wujud tari, dalam arti karakter tari berkaitan erat dengan
ga ndar
penari. Dalam penulisan ini penulis mencoba menggunakan
sengguh-mungguh
sebagai dasar pengamatan dan penafsiran terhadap
ka ra kter gera k.
Dengan demikian, penulia lebih menekankan aspek penggrapan gerak yang dapat diamati
secara objektif pada pelaksanaan gerak ataupun sikap gerak. Namun demikian, untuk penafsiran karakter kesan atau rasa gerak penari tetap didasarkan pada
pola penggunaan ragam gerak ataupun sikap gerak yang selalu terkait dengan karakter tertentu.
commit to user
105
4.3.6.1 Penerapan Sengguh-Mungguh dalam Tari Srimpi Ludiramadu
Berdasarkan pengertian di atas,
sengguh-mungguh
pada penulisan ini digunakan sebagai satu pendekatan dalam pengamatan dan penafsiran makna.
Dengan pendekatan
sengguh-mungguh
sebagai dasar interpretasi dalam makna gerak, diharapkan dapat ditemukan kesesuaian antara interpretasi makna gerak.
Untuk itu penulis mencoba menafsirkan
sengguh-mungguh
secara leluasa dalam langkah memaknai suatu makna Tari Srimpi Ludiramadu.
Penerapan
sengguh-mungguh
dalam makna gerak dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Sengguh Jeneng
Sengguh jeneng
dimaksudkan sebagai penafsiran nama vokabuler gerak. Dengan demikian akan dipaparkan beberapa penafsiran, yaitu: a nama
diuraikan berdasarkan arti leksikonnya, b pengungkapan makna simbolistidak sebenarnya dari nama vokabuler gerak. Pemaparan di atas
didasarkan pada kenyataan bahwa nama vokabuler pada tari Jawa memiliki makna simbolistidak sebenarnya. Pengambilan nama vokabuler
gerak dan istilah pelaksanaan gerak, biasanya didasarkan pada rasa makna gerak, juga diambil dari gerak-gerak alamiah. Nama vokabuler gerak,
misalnya: lincak gagak,
mba ntheng ga mbul, nga la p sa ri.
Jenis istilah pelaksanaan gerak misalnya
ngga nggeng kanyut, prenja k tina ji. mba nyu mili, mucang ka ngina n.
Ada juga beberapa vokabuler gerak yang memiliki makna simbolis, misalnya:
semba ha n
laras, dan
a ngkring.
commit to user
106 b.
Penyampaian deskripsi pelaksanaan gerak. c.
Analisis gerak untuk mengungkap kesan rasa gerak yang didasarkan pada pelaksanaan gerak beserta komponen-komponen garap yang mendukung
pelaksanaan gerak. Selanjutnya, mengenai makna gerak lebih diarahkari pada beberapa
vokabuler gerak Tari Srimpi Ludiramadu, yang memiliki pada spesifikasi gerak.
4.3.6.2 Penapsiran Makna denotasi dan Konotasi Beksan Laras
Beksa n la ras
dilakukan setelah sembahan. Gerak ini dilakukan dalarn posisi berdiri.
La ra s
memiliki arti indah, menawan.
La ra s
juga memiliki pengertian disesuaikan, ditimbang-timbang Prawiraatmadja 1980:92.
Dalam tari tradisi, nama beksan
la ra s
memiliki makna simbolistidak sebenarnya. Inti beksan adalah selalu ingat,
ma nemba h
kepada Yang Maha esa.
La ras
artinya ditimbang-timbang. Secara keseluruhan beksan
la ra s
memiliki makna bahwa manusia harus selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
sebelum bertindak selalu dipertimbangkan baik dan buruknya perbuatan itu. Dalam
Wedhata ya
diungkapkan, bahwa laras dalam tari memiliki dua pengertian. Pertama, laras dalam arti menyesuaikan gerak tubuh sesuai dengan
karakter tari yang dibawakan.
La ra s
ini biasa disebut laras
wa dhag pa ngla ra sipun ba da n priba di
Yang kedua,
la ra sa n batin,
berupa kreativitas yang terbentuk oleh kemampuan jiwa, sehingga mampu mewujudkan karakter
rasa tari yang dikehendaki. Pengugkapan di atas menundukkan bahwa
la ra s
mengandung makna keserasian antara wujud lahir
wira ga
dengan sisi kejiwaan rasa ataupun
commit to user
107 karakter. Dengan demikian, laras merupakan bentuk ungkap keserasian, yang
secara mendasar melekat pada konsep budaya Jawa, seperti yang diungkapkan oleh Clara Brakel,
la ra s
merupakan ungkapan keserasian dalam konsep budaya Jawa 1991:20. Selanjutnya
la ra s
dan serasi dalam konsep budaya Jawa hampir selalu berhubungan dengan bentuk-bentuk karawitan
,
kehalusan, baik dalam etika maupun estetika bentuk kesenian selalu mengekspresikan bentuk-
bentuk yang halus dan indah. Hal ini juga disinggung oleh Franz Magnis-Suseno yang secara implisit meriyatakan bahwa dalam budaya Jawa pengekspresian
keindahan cenderung dalam bentuk yang halus, karena orang Jawa cenderung menganggap bahwa sesuatu yang halus itu indah 1984:213.
Beksa n la ras
biasanya memiliki karakter luruh, halus, dan lembut, Hal ini tanpak pada setiap pelaksanaan gerak yang halus, tenang, dan terkendali. Seperti
yang diungkapkan oleh Clara Brakel bahwa hampir seluruh gerak tari putri lebih mengekspresikan keindahan, kelembutan yang disertai pengekangan dan
pengendalian gravitasi tubuh 1991:20. Menurut S. Ngaliman, istilah
la ra s
diambil dari khasanah karawitan. Selanjutnya dijelaskan, beksan laras yang sering disebut dengan
joged la ra s
disebut juga
joged merong,
karena terletak pada bagian
gendhing merong
antara
buka
dan
ingga h.
Karena itu, setlap tari srimpi memiliki nama beksan larasjoged laras yang berbeda. Nama beksan larasnya sesuai dengan nama
gendhing
yang dipergunakan.
commit to user
108
Beksa n la ra s
dalam susunan tari Srimpi Ludiramadu memiliki dua bentuk: 1 bentuk beksan laras yang memiiiki struktur pelaksanaan gerak yang sama
dengan bentuk beksan laras sawit. Beksan laras di atas merupakan ciri khas beksan laras ludira. Pada
pokoknya, gerak beksan laras ludira tersebut tersusun atas gerakan nekuk ngenceng lengan kiri yang disertai gerakan kepala berupa
tolehan
dan gerakan
leyek
. Sikap dan gerak kepala
toleha n
berupa sikap dan arah pandangan mata, menunjukkan penerapan gerak kepala dan pandangan mata yang digunakan pada
tari putri berkarakter
a lus luruh.
Ini tampak pada pelaksanaan sikap arah pandangan luruh yang meliputi antara ruang gerak tangan biasanya
sipat ba hu
ataupun sipat jari tangan. Pola dan sikap gerak lengan yang selalu bergerak pada ruang gerak antara di bawah dada susu sampai di atas pinggang, dengan
pola sikap tangan
ngra yung
, merupakan penerapan pola sikap dan gerak tari putri berkualitas alus. Hal ini juga tampak pada pola sikap dan gerak tubuh
leyek
yang berupa pemindahan gaya gravitasi tubuh secara perlahan dan mengalir. Gerak
leyek
ini merupakan penerapan bentuk laras
muca ng kanginan
karena
muca ng ka ngina n
yang layak digunakan oleh tari putri yang berkualitas alus. Pola gerak dan sikap kaki yang berupa sikap tanjak kanan dan sikap
a deg
dua tumit berimpitan dengan ruang gerak selebar kain yang digunakan, serta penggunaan pola sikap adeg
ta mba k ba ya
dan sikap
ta nja k ta mba k sa mpur,
merupakan penerapan aturan dan pola gerak tari putri berkualitas alus. Sikap dan gerak lengan kiri berupa nekuk dan
ngenceng
yang dilakukan dengan tempo mengalir secara lambat dengan sikap tangan
ngra yung
, lebih
commit to user
109 memungkinkan rasa halus, lembut. Kesan ini juga didukung arah
tolehan
dan pandangan mata yang dilakukan searah dan selalu menyertai gerakan lengan.
Seperti yang diungkapkan S. Ngaliman bahwa arah dan pandangan mata yang dilakukan tersebut merupakan aspek penting untuk membentuk rasa tenang, halus,
dan luruh. Hal itu berkaitan erat dengan ketajaman pandangan mata dan srah pandangan mata yang selalu menyertai gerakan lengan dalam upaya pengendalian
gerak dan pembagian irama gerak Wawancara
,
9 Desember 2011 Sikap dan gerak
leyek
yang dilakukan dengan tenang, lambat dengan posisi tungkai
dhengket
tumit berhimpitan, merupakan ekspresi rasa keputrian yang anggun dan lemah gemulai, menjadikan gerak
leyek
cenderung mengungkapkan kesan ras halus dan lembut. Hal ini juga diungkapkan oleh Clara Brakel:
Dalam gaya putri semua gerak-gerik tubuh cenderung bersifat mengayun, baik gerak-gerik rnenyamping, atau ke atas dan ke bawah, dengan cara
bergantian melentur dan merenggang lutut, atau mengayun berat tubuh ke suatu sisi. Kesan umum yang dikehendaki oleh gaya gerak-gerik demikian
ialah memperagakan pengekangan, ketenangan, dan kelembutan 1991:86. Dari pelaksanaan gerak, berupa pengulangan gerak lengan yang diikuti
gerakan kepala serta gerak
leyek
, lebih memantapkan kesan rasa halus, lembut. Bahkan pelaksanaan gerak
la ra s
tersebut di atas lebih cenderung menambah rasa
regu,
ini didukung dengan pelaksanaan gerak secara bersamaan dan rampak, dengan
wiled
yang sama. Menurut Wahyu Santoso Prabowo, gerak
la ra s
Ludiramadu memiliki rasa ungkap halus, dan lebih mantap Wawancara, 9 Desember 2011. Oleh Nyoman
Chaya, laras Ludiramadu lebih dirasakan memiliki rasa anggun, dan lembut Wawancara, 9 Desember 2011. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
commit to user
110 disimpulkan bahwa
la ras
Ludiramadu mengungkapkan rasa halus, anggun, dan lembut.
Secara utuh kesan rasa halus, dan lembut tersebut secara auditif didukung bentuk
gendhing
karawitan tari yang rasa
gendhingnya
halus. Sebagaimana diungkapkan dalam
Wedha pradangga . Gendhing
Ludiramadu termasuk
gendhing a lus
dan
prenes
4.3.6.3 Beksan Lincak Gagak
Secara harfiah
linca k ga ga k
berarti meloncat-loncat tetapi dengan langkah yang kecil-kecil langkah kaki tidak terlalu jauh atau sangat dekat. Kata lincak
berarti meloncat. Lincak-lincak = meloncat-loncat. Dalam
Ba oesa stra Dja wa
disebutkan, lincak berarti meloncat, lincak-lincak artinya meloncat-loncat
mumbul.
Nglincak artinya meloncat berpindah tempat tetapi tidak jauh dan tidak tinggi.
Linca k gaga k gaga k linca k
artinya 1 meloncat dari tangan menuju ke tempat hinggap seperti burung galatik yang sedang belajar terbang;
2 berpindah-pindah tempat tetapi dengan langkah loncatan kecil. Pada
Wedha pradangga gera k linca k gaga k
disebut dengan
genjot pinja la n
atau
prenja ka n
Pradjapangrawit 1990:111. Istilah gerak ini didukung pernyataan Clara Brake1 bahwa pada darsarnya pelaksanaan
gera k linca k ga ga k
sama dengan pelaksanaan
gera k gencot pinja la n
atau
prenja ka n
1991:136—160. Persamaan tersebut tampak pada sikap kedua tangan, langkah kaki, dan gerakan kepala.
Lincak gagak mungkin merupakan gerak yang diambi1 dari gerak yang berasal dari gerak burung gagak yang meloncat-loncat. Gerak ini lebih
commit to user
111 mengekspresikan rasa lincah yang diwarnai dengan gerakan lincak-lincak pada
kaki. Pada pokoknya gerak lincak gagak terdiri atas: a gerak kepala dagu
ke kiri, ke kanan, b
gera k mlurut da n ukel mluma h
, c gerak napak jinjit lincak-lincak. Gerak yang mendominasi pada vokabuler
linca k ga ga k
berupa gerak kaki dan gerak kepala dagu. Sikap gerak kepala berupa gerak dagu ke samping kiri dan kanan dengan
posisi arah pandang serong ke kiri, merupakan penerapan pola gerak tari putri yang berwatak
kenes
misalnya pada tari tledhek, gambyong. Sikap dan gerak kepala tersebut layak disebut
a ndena ya ;
artinya, sikap dan pandangan harus manis,
pasemon sumeh,
bibir bersikap manis
ula t
dan
pa semon
dalam menari harus manis. Dituliskan dalam
Kridhwa yangga , Andena ya punika teges a nda mel ula t dados sa lebetipun beksa keda h ma nis, sumeh, dumunung ing lathi,
netra
Sastrakartika 1925:125. Sikap kedua tangan pada
linca k gaga k
dapat disebut sikap silih asih, pada sikap ini tarigan kiri
ngra yung
, dan tangan kanan
nyempurit
. Bentuk sikap kedua tangan tersebut biasanya digunakan pada tari putri berkarakter
a lus
dan
madya .
Hal ini juga tampak pada ruang gerak kedua tangan tersebut, seperti umumnya tari putri berkualitas alus ataupun
ma dya
. Ruang gerak kedua tangan pada sikap silih asih ini berada di bawah dada susu, dapat dilihat pada kenyataannya kedua
tangan tersebut terletak di depan pusat. Sikap dan gerak langkah kaki lincak- lincak dilakukan dengan pola dan aturan tari putri. Ruang dan kualitas geraknya
sebatas selebar kain yang dikenakan.
commit to user
112 Pelaksanaan gerak
linca k gaga k
secara utuh dapat ditangkap rasa
kenes
,
kema yu, bera g.
Kesan ini didukung oleh gerakan lincak-lincak kedua kaki yang dilakukan dengan cara
na pa k jinjit
secara bergantian. Gerakan tersebut rngan, sehingga menimbulkan kesan lincah. Kesan lincah dan
sigra k
pada gerak kaki cenderung mendukung timbulnya kesan
kenes
, manis. Demikian pula gerakan kepala dagu ke kiri dan ke kanan yang dlakukan dalam posisi miring memiliki
kesan
kenes
. Koordinasi gerak kepala dan gerak kaki dengan beberapa kali pengulangan
secara utuh menambah kesan
kenes
, kemayu. Pengulangan gerak tersebut, terutama dari gerak kaki napak jinjit secara bergantian, menimbulkan gerakan
ayunan yang halus, lembut pada tubuh. Ayunan tubuh yang halus dan atau lembut tersebut, lebih menyakinkan timbulnya kesan manja, sekaligus Juga mendukung
timbulnya kesan rasa
kenes
atau
kema yu
. Kesan rasa Ini terutama timbul dari gerakan kepala dan kaki.
Sikap silih asih yang terdiri dari sikap
ngra yung
tangan kiri dan
nyempurit
tangan kanan merupakan perpaduan sikap tangan yang memiliki watak manis, terutama sekali ada sikap tangan kanan
nyempurit
. Pada sikap lengkung jari-jari tangan tersebut menimbulkan kesan manis. Demikian pula gerakan
ukel
dan mlurut sampur mendukung kesan manis. Kesan ini timbul dari gerakan
ukel
dan lintasan gerak
sa mpur
. Selanjutnya, kesan yang timbl secara utuh pada gerak lincah gagak secara
auditur didukung bentuk karawitan tarinya, baik dari strktur gendhng ataupun garap gendhingnya. Seperti telah diungkapkan pada bab sebelumnya, bahwa
commit to user
113 beksan lincak gagak terdapat pada bagian gendhing inggah. Dijelaskan oleh
Mloyowidodo, gendhing inggah biasanya memiliki watak
seseg, sigra k, binga r.
Bagian ini ditandai dengan perubahan rama, dimulainya
sindhena n, koplok,
dan
a lok.
Bentuk gendhingnya, gerak lincak gerak didukung oleh keplok alok, serta
sengga ka n
yang dilakukan dengan cara
imba l,
seperti yang diungkap pada
Wedha pra da ngga , Beksa n pecat miring, La jeng gnenjot pinja la n, uta wi prenja kan dipun sengga ki keplok imba l a ngadasih
Pradjapangrawit 1990:111. Keplok alok dan senggakan yang dilakukan dengan cara berimbal tersebut,
merupakan paduan variasi ritmis yang memberikan suasana dinamis.
Keplok a lok
dan senggakan dalam kesenian cenderung menampilkan koriotasi dan persepsi
prenes, gecul,
dan
ngglece.
Dengan demikian,
keplok a lok
lebih dekat dengan rasa
bera g
,
prenes
, dan mungkin juga kemayu pada bentuk tarinya. Menurut I Nyoman Chaya,
gera k linca k gaga k
memiliki ungkap rasa
bera g, kenes
Wawancara, 9 Desember 2011. Wahyu Santosa Prabowo menyatakan bahwa
gera k linca k
gagak lebih mengungkapkan rasa
kenes
yang mantap, bahkan lebih mendekati rasa
kenes wa dhag
. Karena, gerakan
linca k gaga k
pada tari Srimpi Ludiramadu, secara ritmis manampilkan rasa wadhag antara ritmis gerak dan ritmis
keplok a lok imba l
nampak tebal dan
mungkus
Wawancara, 9 Desember 2011. Selanjutnya Wahyu Santoso Prabowo berpendapat bahwa
linca k ga ga k
pada tari Srimpi Ludiramadu menampilkan rasa
kenes
Wawancara, 9 Desember 2011. Dengan demikian, gerak
linca k ga ga k
pada tari Srimpi Ludiramadu memiliki ungkap rasa
kenes, kema yu, bera g
.
commit to user
114
4.3.6.4 Beksan Engkyek Ludiramadu
Menurut Soedarsono, vokabuler gerak
engkyek
pada tari putri gaya Surakarta 1986:41. Tari Srimpi Ludiramadu juga menggunakan vokabuler
eng- kyek
, namun
engkyek
pada tari ini memiliki bentuk rangkaian gerak serta pelaksanaan gerak yang berbeda dengan bentuk
engkyek
pada umumnya. Oleh karena itu,
engkyek
yang digunakan pada susunan tari Srimpi Ludiramadu disebut
engkyek
ludira. Pelaksanaan gerak di atas, struktur gerak
engkyek
ludira pada pokoknya terdiri dari: a gerak kepala yang terdiri atas gerak
toleha n
dan
gedheg
; b gerak lengan kanan
nekuk ngenceng
: c gerak tungkai
mendha k
dan
njujut mancat
kaki kiri; d pengolahan properti berupa penggunaan
sa mpur
, yaitu
miwir sa mpur, cul sa mpur,
kipat sa mpur,
serta
sebla k sa mpur
. Gerak engkyek Ludiramadu secara utuh memiliki kecenderungan yang kuat
menimbulkan kesan rasa manis,
kenes, bera g, kema yu
,
ga la k.
Mengenai rasa karakter gerak tersebut juga dinyatakan oleh Wahyu Santoso Prabowo bahwa
engkyek
lebih mengungkapkan rasa
kema yu
, galak Wawancara, 9 Desember 2011
Secara visual kesan yang dipaparkan di atas didukung oleh pelaksanaan gerak
engkyek
Ludiramadu. Gerak
nekuk ngenceng
lengan kanan yang dilakukan dengan miwir sampur menimbulkan kesan
luwes
,
kewes.
Kesan rasa ini lebih mantap dengan dukungan sikap
mendha k
pada waktu melakukan gerak
nekuk
lengan kanan dan sikap mancat kaki kiri
njujut
, pada waktu ngenceng
miwir sa mpur
dengan disertai
toleha n
ke kanan searah dengan gerakan lengan.
Kiba san
commit to user
115 dan
kipat sa mpur
yang dilakukan pada awal gerakan menimbulkan kesan
sigra k, kenes
. Gerakan leher
pa ca k gulu
yang dilakukan dalam posisi sikap
ngenceng
memberi, sentuhan rasa
kenes
,
kema yu
pada gerak
engkyek
Ludiramadu. Gerak
pa ca k gulu
yang dilakukan tersebut disebut
pa ca k gulu ganil
, biasa digunakan pada tari putri yang memiliki watak
la nya p, mbra ya k,
kenes. Karena itu, rangkaian gerak ini lebih cenderung memiliki rasa dan watak
kenes
. Selanjutnya gerak
cul sa mpur
melepas sampur yang dilakukan bersama gerak mendhak memberikan aksen tekanan rasa seleh tersendiri bagi gerak
engkyek
ludira. Tekanan rasa seleh tersebut lebih memantapkan sentuhan rasa yang timbul dari rangkaian
nekuk ngenceng
lengan kanan yang disertai gerakan kepala
pa ca k gulu ga nil
. Seblak nampur yang mengakhiri gerakan
engkyek
ludira memberikan sentuhan rasa
keres, sigra k
. Hal ini timbul dari
kiba sa n sa mpur
. Aspek kerampakan dan kebersamaan yang timbul dari pelaksanaan gerak
secara kelompok lebih mendukung rasa
sigra k
dan
berag
dalam gerak
engkyek
ludiramadu. Secara visual, kerampakan gerak kelompok tersebut selain didukung oleh pelaksanaan gerak secara serentak dan bersama-sama juga didukung oleh
penggunaan garap ruang posisi gawang
jejer wa ya ng.
Posisi
ga wa ng jejer wa ya ng
lebih memungkinkan kerampakan gerak kelompok dapat diamati secara lebih
ga mbla ng,
sehingga sentuhan rasa sigrak dan berag akan lebih menyentuh secara mantap. Pada posisi gawang jejer wayang dapat diamati secara jelas sikap
dan gerak yang dilakukan oleh penari, sejak dari sikap dan gerak kepala, lengan,
commit to user
116 tangan, tungkai, kaki, maupun pengolahan dan penggunaan properti. Terutama
sekali pada pengolahan dan penggunaan sampur, posisi sikap dan gerak menunjukkan kekurangkompakan penari dalam melakukan gerak
cul sa mpur
lepas sampur Sisi auditif berupa karawitan tari menjadi komponen pendukung yang kuat
untuk lebih memungkinkan timbulnya sentuhan rasa
sigra k
,
bera g
. Ini terwujud oleh bunyi
kema na k
dan
keplok
yang secara auditif membentuk tempo gerak melalui ritme yang diwujudkan.
Keplok
yang dilakukan oleh beberapa orang secara bersamaan pada seleh
kethuk
yang selalu bertepatan dengan gerak mendhak maupun
cul sa mpur
memberikan rasa seleh yang mantap pada seleh geraknya. Menurut penuturan lisan, gerak
engkyek
selalu disertai dengan bentuk garap ricikan kendhang yang disebut kendhang
engkyek
. Hal ini berlaku pada setiap gerak
engkyek
yang digunakan secara umum pada tari srimpi maupun bedhaya Mlayawidodo, wawancara 20 Desember 2011
Penafsiran gerak
engkyek
Ludiramadu ini memiliki
sengguh
rasa
kema yu
, galak, atau lebih dekat lagi rasa
bera g
Wawancara 10 Desember 2011. Rasa tersebut menonjol pada gerak
gulu pa ca k gulu ga nil
serta pengolahan sampur yang tersusun dalam rangkaian gerak
engkyek
ludira. Menurut Nora Kustantina Dewi ,
engkyek
Ludiramadu lebih mengungkapkan rasa anggun Wawancara 10 Desember 2011. Menyimak pemaparan di atas, dapat dinyatakan bahwa
engkyek
Ludiramadu memiliki rasa galak,
kenes
,
bera g
, dan anggun.
commit to user
117
4.3.6.5 Beksan Sangga Nampa Ukel Adumanis
Dalam memaparkan pengertian vokabuler ini, penulis membagi menjadi dua kelompok suku kata . Hal ini dilakukan dengan adanya perbedaan bentuk
sikap dan gerak yang melekat pada masing-masing suku kata.
Sa ngga na mpa ukel a duma nis
terdiri dari dua bentuk pelaksanaan sikap dan gerak, yaitu: 1 sikap dan gerak
sa ngga na mpa
, dan 2 sikap dan gerak
ukel a duma nis
. Secara harfiah pengertian sangga nampa dipaparkan sebagai berikut: kata
sa ngga
berarti sanggup,
sa guh,
dari kata nampa berarti menerima Prawiraatmadja 1987: 352.
Aduma nis
berarti bersikap manis, menyenangkan
Ibid. :
334. Secara utuh
sangga na mpa ukel a duma nis
dapat ditafsirkan memiliki makna simbolis yang mengungkapkan sikap sanggup menerima dengan senang hati segala yang
terjadi. Penafsiran ini didasarkan pada kebiasaan pada tari tradisi Jawa, kanan dan kiri selalu diasosiasikan sebagai kebaikan dan kejelekan misalnya, sikap gerak
buwa ng-ba la ng
ditafsirkan sebagai ungkapan bahwa manusia harus membuang dan menghindar dari perilaku yang buruk Yogyataya 1923:4
.
Dalam pembahasan ini
sa ngga na mpa ukel a duma nis
merupakan satu rangkaian gerak. Adapun pelaksanaan sikap dan geraknya adalah sebagai berikut.
Pada pokoknya rangkaian gerakan
sa ngga na mpa ukel a dumanis
terdiri atas: gerakan tubuh
leyek
kanar dan kiri, gerakan
ukel mluma h
kanan kiri secara bergantian, serta
ukel a duma nis
. Pelaksanaan gerak di atas masih mengacu pada dasar-dasar sikap dan gerak tari putri berkualitas alus. Hal ini tampak
pada penataan sikap geraknya. Sikap pandangan mata tajam dengan arah pandang
luruh sipat pundha k
dan jari tangan sejajar sau pandangan dan kedua
commit to user
118 lengan atas merapat pada kedua sisi tubuh dengan ruang gerak
ukel
tangan berada di antara pinggang dan dada di bawah susu; sikap kedua tungkai
mendha k
, lutut, terbuka selebar kain yang dikenakan, tumit berhimpitan. Demikian pelaksanaan gerak ayunan tubuh
leyek
yang dilakukan dengan tempo perlahan dan mengalir menunjukkan penerapan sikap gerak tari putri
dengan kualitas alus
luruh
. Dalam
Kridhwa yangga
sikap dan pelaksanaan gerak tersebut termasuk pada tradisi tari alus, gerakan tubuh rersebut disebut penerapan gerak
muca ng kesisa n
Sastrakartika 1925:114. Secara utuh gerak
sa ngga na mpa ukel a dumanis
cenderung menimbulkan kesan rasa
a lus, manis
, dan
prenes
. Kesan tersebut didukung oleh gerakan
ukel mluma h
, serta gerakan
ukel a dumanis
yang dilakukan dengan sifat gerakan halus. Sifat halus yang melekat pada gerakan
ukel
itu didukung oleh gerakan
leyek
gerakan ayunan tubuh berupa pemindahan gravitasi tubuh dalam tempo mengalir lambat, sehingga rasa halus yang timbul lebih mantap.
Rasa halus tersebut juga timbul dari bentuk sikap dan arah pandangan mata yang
luruh
mengikuti gerakan tangan serta gerakan tubuh. Dari sikap dan arah pandangan mata serta
toleha n
tersebut, dapat diamati bentuk pengendalian gerak tangan yang melintasi ruang gerak pada perut bagian depan antara pinggang
dengan dada. Hal ini merupakan satu bentuk pengendalian gerak untuk tetap berada pada ruang gerak ataupun kualitas karakter rasa.
Sentuhan rasa manis dan
prenes
cenderung timbul dari pengulangan gerak
ukel mluma h
tangan kiri dan kanan secara bergantian dan disertai dengan gerakan
commit to user
119 kepala ataupun tubuh. Kesan ini juga timbul dari gerakan
ukel a dumanis
. Gerakan
ukel a duma ris
tersebut dilakukan dengan memutar tangan dengan sikap
ngithing
, kedua tangan diputar dan kedua pergelangan tangan bertemu sebagai
poros
putarnya. Dari bentuk sikap tangan
ngithing
berputar dalam tempo lamban tersebut
;
timbul kesan rasa manis. Pelaksanaan gerak secara kelompok yang dilaksanakan dengan rampak memberikan sentuhan rasa
prenesnya
lebih mantap. Sisi auditif yang berupa karawitan tari pada bagian ini memiliki rasa
prenes
dalam Rahayu Supanggah 23 Maret 1992:76, dengan demikian lebih mendukung timbulnya rasa,
prenes
,
manis
yang mungkin timbul dari gerak sangga nampa
ukel a dumanis
yang disertai oleh rasa penari itu sendiri. Kesan
prenes, kenes
dalam tari lambat lauk berubah karena penyesuaian-penyesuaian yang tergantung pada seniman berkreasi dan berkreativitas seperti apa. Hal ini
juga berubah sesuai dengan seniman pembuat karya, dibalik ini perubahan juga terjadi pada rias dan budana penari. Karena sifat seniman bahwa manusia selalu
mengembangkan akal dan pikiran sehingga selalu ingin menemukan kebudayaan baru karya baru.
4.3.7 Rekapitulasi Makna Lama Menjadi Makna Yang Baru
Makna yang berada dalam Tari Srimpi Ludiramadu menurut Rolland Barthes :
Barthes is writing were not the death of the writer …. or of the subjct, or yet of the agent, but of the author the juthor. The author, who is not only
taken to be auhority of the meaning of the text, but also, when possesed by authority, possessed by the fact of moral legal supremacy the power to
influence the conduct or action of other, and when authorizing giving legal force to making legally valid. Thus even on the most listeral level of the
dictionary the birth of the reader must be at the cost of the death of the
commit to user
120 author takes on difference resonance Gayatri C, Spivak, dalam Sunardi
2004 : 329.
Kutipan diatas menjelaskan bahwa yang dimaksud kematian
outhor
bukanlah kematian pengarang, namun merupakan pemegang otoritas makna final, makna otentik. Jadi dapat dikatakan bahwa pemegang otoritas makna final atau
makna otentik itu adalah pengarang itu sendiri. Pemberian dan keberhasilan dalam memberikan makna untuk mengetahui
konteks apa teks itu dibuat. Ketika teks dibuat oleh pencipta secara langsung pemegang otoritas makna final, makna otentik adalah pencipta teks, memang
benar bahwa tidak langsung teks berinteraksi dengan pembaca. Ketika interaksi berlangsung pencipta kehilangan otoritasnya sebagai pemegang makna final.
Pernyataan di atas memang benar, namun perlu diingat bahwa dalam konteks apa dan bagaimana teks itu dibuat asih menarik untuk dikaji. Apabila
seorang pembaca memilki keinginan untuk mengetahui dalam konteks apa suatu teks atau karya sastra diciptakan, pembaca harus menanyakan langsung kepada
pencipta teks. Hal inilah seorang pencipta teks masih memiliki otoritasnya yaitu dalam menyampaikan pemaknaan dalam konteks produksinya. Makna teks dapat
dilihat dari tiga sudut pandang yaitu 1 Latar belakang sosio budaya seorang pencipta, 2 Dalam rangka apa atau konteks apa seorang pencipta teks
memproduksi teks itu. Dalam teks ini yang dihasilkan adalah teks Tari Srimpi Ludiramadu. Dapat diungkap bahwa berkaitan dengan pencipta Tari Srimpi
Ludiramadu yang dibahas pada pencipta teks yang pertama, latar belakang pencipta teks Tari Srimpi Ludiramadu dibahas pada latar belakang budaya yang
dimiliki pencipta teks. Kedua, teks yang dihasilkan merupakan teks dalam Tari
commit to user
121 Srimpi Ludiramadu sebagai latar belakang penciptaan Tari Srimpi Ludiramadu
dan siapa penciptaanya. Berbicara latar belakang pencipta teks Tari Srimpi Ludiramadu adalah
penting untuk mengetahui tentang teks yang dihasilkan pencipta berkaitan dengan latar belakang budaya dari teks yang dihasilkan pencipta, hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui konteks produksi teks kidung pujian. Mengenai bentuk tari, diketahui bahwa tari srimpi menggunakan iringan
gendhing
Jawa sebagai kerangka lagu. Hal ini berkaitan dengan latar belakang budaya pencipta teks yang
dituang dalam Tari Srimpi Ludiramadu. Hamengkunagara III atau setelah jadi raja menjadi Paku Buwana IV adalah
nama yang menciptakan teks
gendhing
Srimpi Ludiramadu. Beberapa karya beliau dalam tari, sastra, seni rupa ada beberapa yang digunakan untuk upacara
yang diselenggarakan di Keraton. Pengetahuan dan pengalaman Hamengkunagara III dilahirkan di keluarga
keraton karena beliau putra Raja salah satu andil besar dalam penciptaan karya- karya beliau dalam mengekspresikan perasaan misal : pujian, rasa cinta, marah,
sedih, haru dan lain-lain. Mengacu pada pengertian simbol dan dibalik simbol ada makna yang dapat
diungkap baik tersirat maupun tersurat. The Liang Gie menyebutkan bahwa simbol adalah tanda buatan bukan berwujud kata-kata untuk mewakili atau
menyingkap suatu artian apapun, serta sesuatu hal atau keadaan yang merupakan perantara pemahaman terhadap ssuatu obyek. Budiono Heru Satoto, 1985:11.
Oleh sebab itu dapat kita katakan bahwa simbol merupakan lambang bukan
commit to user
122 berwujud kata-kata, tetapi berupa ciri atau tanda atau ungkapan yang abstrak,
untuk menyatakan sesuatu hal kepada orang lain, serta merupakan perantara pemahaman terhadap sesuatu obyek, mengenai mana simbolik secara umum dan
diungkap lagi menjadi makna kekinian dapat dipaparkan pada beberapa hal : busana, waktu, sesaji sesajen, karawitan, dan penyajiannya.
4.3.8 Pengaruh Perubahan Sosial Budaya pada Tari Srimpi Ludiramadu