III METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2010 sampai September 2011 dilaksanakan di tiga tempat yaitu 1 Laboratorium Pengolahan, Kimia, serta
Biokimia Pangan dan Gizi, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB; 2 Laboratorium Pengolahan, Kimia Pangan, dan Hewan Coba, Puslitbang Gizi
dan Makanan, 3 Laboratorium Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pati tapioka
termodifikasi polifenol adalah tapiokapati singkong Manihot utilisima, teh hijau Camellia sinensis jenis peko super dan daun jambu biji Psidium guajava
merah muda sebagai sumber polifenol. Pati tapioka diperoleh dari pabrik tapioka di Ciluer-Bogor. Teh hijau kering jenis peko super varietas gambung diambil dari
Kebun Percobaan Pasir Sarongge Cianjur dan daun jambu biji diambil dari daerah Cilebut-Bogor. Daun jambu biji merah yang diambil adalah bagian pucuk dan dua
helai daun muda di bawahnya. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis proksimat, total polifenol,
serat pangan, dan daya cerna pati meliputi akuades, K
2
SO
4
, HgO, H
2
SO
4
pekat, H
3
BO
3
, NaOH-Na
2
S
2
O
3
, HCl 0.02N, kertas saring Whatman no.42, kapas, heksana, etanol 95, NaOH 1N, reagen Foline Ciocalteu, Natrium karbonat,
standar asam galat,
Tikus yang digunakan untuk uji in vivo adalah tikus Sprague dawley jantan sebanyak 36 ekor, umur sekitar 2 bulan berat badan 175-250 g yang
diperoleh dari Puslitbang Biomedis, BALITBANG DEPKES RI. Bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi tikus menjadi diabetes adalah streptozotocin.
enzim termamil, pepsin dan pankreatin, enzim protease, HCl, enzim amiloglukosidase, DNS asam dinitrosalsilat, etanol, aseton, petroleum
eter, dan buffer natrium fosfat.
Bahan-bahan yang digunakan untuk ransum tikus meliputi ransum standar, ransum perlakuan, kasein, minyak jagung, vitamin, mineral mix, selulosa, dan pati
tapioka. Untuk pengukuran glukosa darah tikus diperlukan darah tikus, sedangkan
untuk aktivitas enzim Superoksida Dismutase SOD dan kadar malonaldehid MDA diperlukan organ hati, larutan PBS Phosphat Buffer Saline, HCl, larutan
TEP tetraetoksipropana, buffer Natrium-bikarbonat, xantin oksidase, dan buffer kalium fosfat. Bahan yang digunakan dalam mengukur profil lipid meliputi serum
darah tikus, kit pereaksi kolesterol AMS Diagnostics, kit pereaksi trigliserida AMS Diagnostics, dan kit pereaksi HDL Daichii Pure Chemical.
Untuk analisis histologi pankreas, bahan yang diperlukan adalah larutan NaCl fisiologis 0.9, larutan buffer formalin 10, alkohol 70, 80, 90,
95, alkohol absolut, xylol, aquades, paraplast, pewarna Hematoxylin-Eosin, bahan perekat preparat, NaHPO.12H
2
O, NaHPO.2H
2
3.2.2. Alat
O, NaCl, NaOH, HCl, timerosal, deionized water, antibodi monoklonal insulin Sigma 12018, kit
pereaksi immunohistokimia dan es batu.
Alat yang digunakan untuk analisis kimia diantaranya erlenmeyer, labu takar, gelas piala, labu lemak, kertas saring, desikator, timbangan analitik,
penangas air bergoyang, pipet, vortex, cawan porselen dan tutupnya, cawan pengabuan dan tutupnya, desikator, penjepit cawan, oven, tanur pengabuan,
Soxhlet dengan kondensor, labu Kjeldahl, penangas listrik, dan spektrofotometer. Untuk pemeliharaan tikus diperlukan tempat makan dan minum, kandang,
dan peralatan membuat ransum. Alat untuk analisis aktivitas enzim antioksidan, lipid darah, dan histologi meliputi tabung sentrifus, sentrifus, wadah plastik,
pengaduk, mortar, glukometer dan stripnya, tabung ependorf tertutup, mikropipet, termos es, refrigerator, gunting, pisau, silet, botol bertutup, automatic tissue
processor, tissue embedding console, penangas, mikrotom, plate panas, staining
jar, corong gelas, stopwatch, magnetik stirer, mikrotip, label, keranjang preparat, gelas objek, gelas penutup, mikroskop dan kamera digital mikroskop serta
software digital image J .
3.3. Tahapan Penelitian
Penelitian dibagi menjadi 4 tahap Tabel 4. Tahap pertama adalah ekstraksi teh hijau dan daun jambu biji, tahap kedua adalah pembuatan pati
tapioka termodifikasi polifenol dan uji daya cerna secara in vitro, tahap ketiga uji in vivo
pengaruh tapioka termodifikasi polifenol terhadap profil lipid darah tikus dan terhadap aktivitas antioksidan hati tikus, serta tahap keempat adalah uji in
vivo aktivitas hipoglikemik dan histologi pankreas tikus diabetes yang diberi
tapioka termodifikasi polifenol.
Tabel 4. Tahap penelitian dan analisis
Tahap Tujuan penelitian
Tahapan Analisis
Hasil analisis
1 Menghasilkan
ekstrak teh hijau, ekstrak daun jambu
biji Pembuatan
ekstrak teh hijau, ekstrak daun
jambu biji dan analisis sifat
kimianya Total fenol dan
aktivitas antioksidan
ekstrak teh hijau dan daun jambu
biji. Total fenol dan
aktivitas antioksidan ekstrak teh hijau dan
daun jambu biji.
2 Menghasilkan
tapioka termodifikasi
polifenol dengan daya cerna rendah.
Pembuatan tapioka
termodifikasi polifenol dan
analisis daya cernanya.
Proksimat, serat pangan, dan daya
cerna pati modifikasi.
Data proksimat kadar air, abu,
protein, lemak dan karbohidrat, serat
pangan, dan daya cerna pati.
3. Menguji pengaruh
tapioka termodifikasi
polifenol terhadap profil lipid darah
TG, HDL, LDL, kolesterol tikus
diabetes dan aktivitas antioksidan
hati tikus. • Persiapan tikus,
induksi streptozotocin.
• Pengamatan berat badan
BB dan konsumsi
ransum tikus.
• Analisis serum darah dan hati
hati tikus • Pengamatan
berat badan tikus setiap 2
hari sekali dan jumlah ransum
yang dikonsumsi
setiap hari
• Analisis profil lipid darah dan
antioksidan hati Rata-rata
kenaikanpenurunan berat badan tikus
Rata-rata ransum yang dikonsumsi tiap
kelompok perlakuan Kadar kolesterol TG,
HDL, LDL, aktivitas enzim SOD dan
kadar MDA
4 Menguji aktivitas
hipoglikemik dan mendapatkan
gambaran histologi pankreas tikus
diabetes yang diberi tapioka
termodifikasi polifenol.
Analisis serum darah tikus dan
analisis histologi jaringan
pankreas. • Analisis glukosa
darah 2 hari sekali.
• Analisis histologi
jaringan pankreas
• Rata-rata kenaikan penurunan glukosa
darah tikus. • Luas pulau
Langerhans dan kepadatan sel beta
pankreas per 5 bidang pandang.
3.3.1. Penelitian Tahap 1: Ekstraksi Teh Hijau dan Daun Jambu Biji
3.3.1.1. Ekstraksi Teh Hijau dan Daun Jambu Biji Tahap ini diawali dengan pembuatan bubuk dan ekstrak teh hijau kering
dan daun muda jambu biji merah kering, masing-masing dilakukan menggunakan metode Widowati 2007 dan Nantitanon et al. 2010 yang dimodifikasi Gambar
3. Setelah itu dilanjutkan dengan ekstraksi teh hijau dan daun jambu biji, masing- masing dilakukan dengan kondisi ekstraksi optimum hasil penelitian Widowati
2007 dan metode Nantitanon et al. 2010. Gambar 4.
3.3.1.2. Analisis Kadar Total Fenol Metode Folin-Ciocalteu Sato et al. 1996,
diacu dalam Nantitanon et al. 2010 yang dimodifikasi
Total fenol diukur berdasarkan kemampuan reagen Folin-Ciocalteu campuran fosfomolibdat dan fosfotungstat dalam mereduksi gugus hidroksi dari
fenol. Inti aromatis pada senyawa fenol gugus hidroksi fenolik dapat mereduksi fosfomolibdat dan fosfotungstat menjadi molibdenum yang berwarna biru.
Kandungan fenolik total dalam tumbuhan dinyatakan dalam GAE Gallic Acid Equivalent
yaitu jumlah kesetaraan miligram asam galat dalam 1 gram sampel. Ekstrak pekat sampel dilarutkan dalam etanol absolut hingga diperoleh
konsentrasi akhir 0.2 mgmL. Sebanyak 20 µL larutan ekstrak dalam etanol dicampurkan dengan 45 µL reagen Folin-Ciocalteu dan didiamkan 3 menit.
Sebanyak 135 µL Na
2
CO
3
Kadar total polifenol mg GAE100 mg ekstrak = 2 g100 mL ditambahkan ke dalam campuran,
divorteks dan disimpan di tempat gelap pada suhu ruang, 2 jam dan divorteks. Absorbansinya dibaca dengan spektrofotometer pada 750 nm. Asam galat
digunakan sebagai standar sehingga satuannya dinyatakan dalam mg GAE100 mg ekstrak. Kurva standar dibuat menggunakan asam galat 0-130 µgml. Kadar
total polifenol dihitung berdasarkan persamaan garis yang diperoleh dari kurva standar. Absorbansi yang diperoleh diplotkan pada kurva standar. Kadar total
polifenol dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 750 nm S = slope kemiringan pada kurva standar
Fp = faktor pengenceran W = berat sampel mg
A x Fp S x W
Gambar 3. Proses pembuatan bubuk teh hijau Widowati 2007 dan daun jambu biji merah muda kering Nantitanon 2010 yang dimodifikasi.
Gambar 4. Proses ekstraksi bubuk teh hijau Widowati 2007 dan daun jambu biji merah kering Nantitanon 2010.
Bubuk daun jambu biji merah muda
kering Daun jambu biji merah muda segar
diblansir air mendidih, 30 detik direndam air es, 15 menit
ditiriskan Dikeringkan 20 jam, 50
o
C Teh hijau kering
Penggilingan dengan dish mill Pengayakan 32 mesh
Bubuk teh hijau kering
Ekstrak teh hijau Bubuk teh hijau kering
ditambah air 1:10 bv diekstrak dalam waterbath goyang
pada 85
o
C, 8 menit
disentrifus 2000 rpm Disaring vakum dg saringan 200 mesh
Ekstrak daun jambu biji merah
Bubuk daun jambu biji merah kering ditambah air mendidih 1:6 bv
Diekstrak 3kali dalam ultrasonicbath, 10 menit pada suhu ruang
dipekatkan dengan rotavapor 58–62
o
Brix, 80
o
C
3.3.1.3. Aktivitas Antioksidan, Metode DPPH Kubo et al. 2002 yang
dimodifikasi
Untuk mengukur aktivitas antioksidan adalah dengan mereaksikan sampel dengan radikal bebas DPPH, buffer asetat dan etanol dalam methanol sehingga
terbentuk warna ungu. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil. Tingginya aktivitas antioksidan pada sampel akan ditunjukkan oleh banyaknya DPPH yang
direduksi yang terlihat dengan semakin pudarnya warna ungu. Warna yang terbentuk dibaca dengan spektrofotometer pada 517 nm. Trolox digunakan
sebagai standar yang merupakan analog vitamin E yang larut dalam air. Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam satuan TEAC Trolox Equivalent Antioxidant
Capacity. Analisis dilakukan dengan memasukkan 1 ml buffer asetat 100 mM pH
5.5, 1.87 ml etanol dan 0.1 ml radikal bebas DPPH 1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl
3 mM dalam metanol ke dalam tabung reaksi. Kemudian sebanyak 0.03 ml larutan sampel ditambahkan ke dalam tabung tersebut, divorteks dan
diinkubasi pada 25
o
Sebagai kontrol digunakan 0.03 ml aquades sebagai pengganti sampel. Kemudian absorbansinya diukur pada 517 nm. Standar digunakan adalah Trolox
C, selama 20 menit.
®
6-Hydroxy-2, 5, 7, 8-tetramethylchroman-2-carboxylic acid 0; 1.25; 2.5 dan 5 mM sehingga satuannya dinyatakan dalam TEAC. Penurunan absorbansi
menunjukkan adanya aktivitas scavenging atau aktivitas antioksidan.
3.3.2. Penelitian Tahap 2: Pembuatan Pati Tapioka Termodifikasi Polifenol. 3.3.2.1. Pembuatan Pati Tapioka Termodifikasi Polifenol
Setelah diperoleh ekstrak teh hijau dan ekstrak daun jambu biji merah, dilanjutkan dengan pembuatan pati tapioka termodifikasi. Alur pembuatan tapioka
termodifikasi polifenol dapat dilihat pada Gambar 5. Untuk mendapatkan pati tapioka termodifikasi polifenol, tapioka direndam
selama 6 jam dalam larutan ekstrak teh hijau dan ekstrak daun jambu biji 58- 62°Brix.. Setelah direndam pati ditiriskan dan dikeringkan dalam oven 80
o
C, 4 jam hingga kadar air maksimal 13. Evaluasi sifat kimia dilakukan untuk tapioka
termodifikasi ekstrak polifenol teh hijau dan daun jambu biji dengan konsentrasi
masing-masing 4, 6, dan 8 6 sampel. Sifat kimia yang dianalisis meliputi serat pangan, dan daya cerna. Berdasarkan evaluasi sifat kimia akan ditentukan 2
pati tapioka termodifikasi polifenol yang memiliki daya cerna terendah untuk digunakan pada penelitian tahap 2.
Gambar 5. Pembuatan pati tapioka termodifikasi untuk uji hipoglikemik dan analisis kimianya
3.3.2.2. Analisis Proksimat AOAC 1995
Pengujian analisis proksimat terdiri dari analisis kadar air, abu, protein,
lemak, sedangkan karbohidrat diperoleh dengan cara “by difference”. Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven, analisis kadar abu dengan
pengabuan kering, analisis kadar lemak dengan metode Soxhlet, dan analisis kadar protein dilakukan dengan metode Mikro-Kjeldahl.
Digoyang selama 6 jam, 200 rpm, T ruang Ditiriskan
Dikeringkan dalam pengering oven T 80
o
C , ±4 jam sampai kadar air maks 13
2 pati tapioka termodifikasi terpilih
Serat pangan dan daya cerna
Pati Tapioka
Ditambah ekstrak cair teh hijau 58-62°Brix 0, 4, 6, dan 8
Tapioka:larutan = 1 : 1 Ditambah ekstrak cair daun jambu
biji 58-62°Brix 0, 4, 6, dan 8 Tapioka:larutan = 1 : 1
Pati tapioka termodifikasi ekstrak daun jambu biji 0, 4, 6, dan 8
Pati tapioka termodifikasi ekstrak daun teh hijau 0, 4, 6, dan 8
3.3.2.3. Analisis Kadar Serat Pangan Metode Enzimatis AOAC 1995
Analisis kadar serat pangan dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan enzim termamil, pepsin dan pankreatin. Residu yang merupakan serat pangan
yang tidak larut dicuci dengan etanol dan aseton, kemudian dikeringkan. Filtrat yang merupakan serat larut diendapkan dengan etanol, kemudian disaring dan
dikeringkan. Pengukuran serat pangan dibagi menjadi tiga tahap yaitu persiapan sampel, pengukuran serat pangan tidak larut, dan pengukuran serat pangan larut
.
Persiapan Sampel
Sampel yang telah diekstrak lemaknya dengan pelarut petroleum eter pada suhu kamar selama 15 menit ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat 0.1 M pH 6. Penambahan buffer dimaksudkan untuk menstabilkan ezim termamil. Sampel
ditambahkan 100 µl termamil lalu dipanaskan sambil ditutup dan diinkubasi T=10
o
Sampel didinginkan, kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan ditambahkan HCl 4 M hingga pH 1.5. Sampel ditambahkan 100 mg pepsin, lalu
erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan pada 40 C, selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Tujuan penambahan enzim
termamil dan pemanasan ialah untuk memecahkan pati dengan
menggelatinisasikan terlebih dahulu.
o
C sambil diaduk selama 60 menit. Pengaturan pH hingga 1.5 dimaksudkan untuk mengkondisikan agar aktivitas
enzim pepsin maksimum. Sampel ditambahkan 20 ml akuades dan diatur pH-nya hingga 6.8 dengan cara ditambahkan NaOH. Sampel ditambahkan 100 ml enzim
pankreatin, lalu erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada 40
o
Pengukuran Residu Serat Makanan Tidak Larut
C selama 60 menit sambil diaduk, kemudian sampel ditambahkan HCl kembali hingga pH 4.5.
Selanjutnya sampel disaring sehingga diperoleh endapan yang dicuci dengan menggunakan 10 ml akuades sebanyak 2 kali.
Residu dari hasil persiapan sampel dicuci dengan 10 ml etanol 95 dan 10 ml aseton masing-masing sebanyak 2 kali, lalu dikeringkan pada 105
o
C sampai berat tetap sekitar 12 jam dan dimasukkan dalam desikator kemudian ditimbang
D1. Suspensi yang telah kering diabukan dalam tanur 500
o
Filtrat Serat Makanan Larut
C selama 5 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang I1.
Volume dari filtrat yang diperoleh dari persiapan sampel ditambahkan akuades sampai dengan 100 ml, ditambah 400 ml etanol 95 hangat 60
o
C, dan diendapkan selama 1 jam. Filtrat disaring, kemudian dicuci dengan 10 ml etanol
95 dan 10 ml aseton sebanyak 2 kali. Sampel dikeringkan pada 105
o
C selama 24 jam, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang D2. Sampel yang
telah kering diabukan dengan suhu 500
o
Penetapan Blanko
C selama 5 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang I2.
Analisis ini menggunakan blanko yang diperoleh dengan cara yang sama tetapi tanpa adanya sampel hanya akuades. Nilai blanko harus diperiksa ulang
terutama jika menggunakan enzim dari kemasan yang baru.
Total Serat Makanan
Total serat makanan diperoleh dengan menggunakan serat makanan larut dan tidak larut.
Perhitungan:
D1 - I1 - B1 Serat makanan tidak larut bk =
100 W
x D2 - I2 - B2
Serat makanan larut bk = 100
W x
Nilai TDF bk = Nilai IDF + SDF Keterangan: Angka 1 menunjukkan berat sampel pada analisis serat makanan
tidak larut dan 2 menunjukkan berat sampel pada analisis serat makanan larut. W = berat sampel g
D = berat setelah analisis dan dikeringkan g I = berat setelah diabukan g
B = berat blanko bebas serat g
3.3.2.4. Analisis Daya Cerna Pati Secara Enzimatis Muchtadi Palupi
1992
Analisis daya cerna pati dilakukan dengan mereaksikan sampel yang mengandung 1 g pati dengan enzim α-amilase. Pati dihidrolisis oleh enzim α-
amilase menjadi maltosa. Maltosa diukur jumlahnya menggunakan
spektrofotometer setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat. Daya cerna pati diukur sebagai jumlah maltosa pada sampel dibagi dengan jumlah maltosa dari
pati murni standar. Sebanyak 1 g tepung atau pati murni dimasukkan dalam erlenmeyer 250
ml, lalu ditambahkan dengan 100 ml air destilata. Wadah ditutup dengan alumunium foil dan dipanaskan dalam wadah waterbath hingga mencapai 90
o
C sambil diaduk. Setelah mencapai 90
o
C, sampel segera diangkat dan didinginkan. Dari larutan tersebut dipipet 2 ml ke dalam tabung reaksi tertutup, lalu
ditambahkan 3 ml akuades dan 5 ml buffer fosfat 0.1 M pH 7. Masing-masing sampel dibuat dua kali, salah satunya adalah blanko. Tabung ditutup dan
diinkubasi pada 37
o
Sebanyak 1 ml campuran hasil inkubasi dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup berisi 2 ml DNS asam dinitrosalsilat. Larutan dipanaskan dalam
air mendidih selama 10 menit, lalu didinginkan dengan air mengalir. Tambahkan 10 ml akuades dan dibuat homogen dengan vorteks, lalu diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 520 nm yang ditunjukkan dari warna oranye-merah yang terbentuk dari reaksi campuran tersebut. Kurva standar diperoleh dari perlakuan
DNS terhadap 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml larutan maltosa murni 0.5 mgml yang ditepatkan menjadi 1 ml dengan akuades.
C selama 15 menit. Larutan diangkat dan ditambahkan 5 ml larutan α-amilase 1 mgml dalam buffer fosfat pH 7 untuk sampel dan 5 ml
buffer fosfat pH 7 untuk blanko sampel. Inkubasi dilanjutkan selama 15 menit.
A - a Daya cerna pati =
100 B - b
x
Keterangan: A = kadar maltosa sampel a = kadar maltosa blanko sampel
B = kadar maltosa pati murni b = kadar maltosa blanko pati murni
3.3.3. Penelitian Tahap 3: Uji In vivo Pati Tapioka Termodifikasi Polifenol
terhadap Profil Lipid Darah Tikus dan terhadap Aktivitas Antioksidan Hati Tikus
3.3.3.1. Persiapan Uji In vivo pada Tikus
Sebelum memasuki tahap ketiga sampai dengan keempat dilakukan tahap persiapan uji in vivo pada tikus. Alur penelitian uji in vivo dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Alur penelitian in vivo pada tikus Tikus yang digunakan adalah tikus jantan putih strain Sprague dawley
umur sekitar 2 bulan dengan bobot badan antara 175-200 g sebanyak 36 ekor. Tikus percobaan kemudian dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, tiap perlakuan
terdiri atas 6 ekor tikus. Tahap persiapan tikus percobaan meliputi masa adaptasi selama 2 minggu dengan pemberian ransum standar dan air minum secara ad
libitum. Pada masa adaptasi tikus diberi cekok dengan antibiotik Amoxillin dan
obat cacing Vermox dengan dosis masing-masing 500 mgkg BB untuk mencegah timbulnya penyakit pada tikus.
Setiap ekor tikus menempati satu kandang dan ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur siklus udara dan cahaya. Semua tikus diberi
ransum secara teratur dan ditempatkan dalam ruangan dengan suhu kamar dan dilengkapi blower untuk menjaga kelembaban lingkungan. Pemberian ransum
dilakukan setiap hari antara pukul 07.00 sampai dengan 09.00 WIB. Jumlah
Induksi streptotozin
45 mgKgBB Pengamatan:
1. Jumlah pakan yang dikonsumsi per hari
per individu per kelompok
2. Berat badan setiap 2 hari sekali
3. Kadar glukosa darah setiap 2 hari sekali
selama perlakuan. Kelompok tikus normal
NN=Pati tapioka alami NJ=Pati tapioka termodifikasi polifenol 1
NT=Pati tapioka termodifikasi polifenol 2
Kelompok tikus diabetes DN=Pati tapioka alami
DJ=Pati tapioka termodifikasi polifenol 1 DT=Pati tapioka termodifikasi polifenol 2
Hari ke 35 terminasi tikus, pengambilan darah, organ hati dan pankreas untuk analisis: 1. Glukosa darah dan profil lipid darah TG, Kolesterol, HDL,
LDL
2. Aktivitas antioksidan, MDA, dan enzim SOD
3.
Histologi: pulau Langerhans dan sel beta pankreas
ransum yang diberikan sebanyak ±20 ghariekor. Banyaknya ransum yang dikonsumsi dihitung setiap hari berdasarkan jumlah ransum yang tersisa. Masa
percobaan didahului oleh masa adaptasi selama 2 minggu. Pada masa adaptasi, tikus diberi ransum standar kontrol sebagai makanan dan air sebagai minuman
ad libitum. Setelah masa adaptasi, pemberian ransum dilanjutkan dengan ransum
uji sesuai dengan kelompok tikus. Dengan masa percobaan selama 35 hari. Masing-masing kelompok tikus diberi perlakuan yang berbeda Tabel 6.
Tabel 5. Kelompok perlakuan tikus
Kontrol tikus normal Perlakuan tikus diabetes
KN=Pati tapioka asli KJ=Pati tapioka termodifikasi polifenol 1
KT=Pati tapioka termodifikasi polifenol 2 DN=Pati tapioka asli
DJ=Pati tapioka termodifikasi polifenol 1 DT=Pati tapioka termodifikasi polifenol 2
a. Induksi Streptotozin Pada Tikus Wu Huan 2008
Tikus dibuat menjadi diabetes melalui induksi streptotozin dosis tunggal 45 mgkg BB dengan tahapan sebagai berikut:
1.
2. Sebelum dilakukan induksi dengan streptozotocin STZ, semua tikus
dipuasakan selama 6-8 jam dan air tetap diberikan seperti biasa.
3. Larutan buffer natrium sitrat 50 mM pH 4.5 disiapkan dan 1 ml buffer
tersebut ditempatkan ke dalam setiap tabung mikrosentrifus 1.5 ml dan tutup tabung dengan aluminium foil.
4. Sebelum injeksi, STZ dilarutkan ke dalam larutan buffer natrium sitrat 50
mM pH 4.5 sampai mencapai konsentrasi akhir 10 mgml. Larutan STZ harus disiapkan segar untuk setiap injeksi dan disuntik dalam waktu 5
menit.
5. Induksi tikus dengan STZ dilakukan secara intraperitoneal dengan
menggunakan syringe 3 ml dan jarum 23-G, sebanyak 45 mgkg untuk tiap ekor tikus. Buffer sitrat pH 4.5 disuntikkan dengan volume yang sama
secara intraperitoneal untuk kelompok kontrol. Tikus dikembalikan ke kandang dan diberi ransum dan air sukrosa 10
hingga tercapai glukosa darah puasa yang stabil 150 mgdl selama 3 hari berturut-turut.
b. Pembuatan Ransum AOAC 1995
Pembuatan ransum tikus mengikuti metode AOAC 1995. Pemberian ransum dilakukan setiap hari sebanyak 20 gekor. Komposisi ransum didasarkan
pada perhitungan sebagai berikut:
Vitamin f = 1
Sumber protein yang digunakan adalah kasein dan sebagai sumber lemak adalah minyak jagung. Mineral yang digunakan merupakan mineral mix yang
terdiri dari KI 0.79 g, NaCl 139.30 g, KH
2
PO
4
389.00 g, MgSO
4
anhidrat 53.70 g, CaCO
3
381.40 g, FeSO
4
.7H2O 27.00 g, MnSO
4
.2H
2
O
4
.01 g, ZnSO
4
.7H
2
O 0.55 g, CUSO
4
.5H
2
O 0.48 g, dan CoCl
2
.6H
2
c. Pengukuran Jumlah Konsumsi Ransum dan Berat Badan