Komposisi Kimia Pati Tapioka Termodifikasi

amiloglukosidase. Oleh karena itu, metode analisis daya cerna dengan enzim tunggal akan menyebabkan terjadinya hidrolisis yang tidak sempurna sehingga hasil uji daya cerna pati in vitro sering tidak konsisten Widowati 2007. Oleh karena itu untuk analisis secara in vivo pada tikus dipilih dua pati tapioka termodifikasi dengan daya cerna terendah yaitu pati tapioka termodifikasi ekstrak teh hijau 4 dan ekstrak daun jambu biji 4.

4.2.2. Komposisi Kimia Pati Tapioka Termodifikasi

Penampilan fisik pati tapioka termodifikasi ekstrak teh hijau 4 dan ekstrak daun jambu biji 4 dapat dilihat pada Gambar 7. Pati tapioka termodififkasi baik dengan ekstrak teh hijau maupun daun jambu biji merah 4 memiliki warna putih lebih gelap krem atau putih kekuningan jika dibandingkan pati tapioka alami. Gambar 7. Pati tapioka alami, tapioka termodifikasi ekstrak teh hijau dan daun jambu biji 4 Kandungan kimia tapioka yang termodifikasi dengan ekstrak teh 4 dan ekstrak daun jambu 4 dapat dilihat pada Tabel 8. Kadar air dan abu antara pati tapioka alami dan tapioka termodifikasi berbeda nyata p 0.05 Lampiran 8 9. Kadar air pati tapioka alami 16.07 lebih tinggi daripada kadar air pati tapioka termodifikasi ekstrak teh hijau 4 4.24 dan kadar air pati tapioka termodifikasi ekstrak daun jambu 4 5.27. Kadar air pati tapioka Tapioka Alami Tapioka + ekst.teh 4 Tapioka + ekst.d.jambu 4 termodifikasi ini lebih rendah karena setelah melalui proses perendaman dengan ekstrak daun jambu dan teh hijau, pati termodifikasi mengalami pengeringan dengan intensitas dan suhu lebih tinggi80 o C serta stabil dibandingkan pati tapioka alami. Kadar air tepung tapioka yang sesuai dengan syarat SNI 01-3451- 2011 maksimal 15 bb. Tapioka alami belum memenuhi syarat tersebut karena dijemur di bawah sinar matahari yang suhunya lebih rendah dan tidak stabil, sehingga mengandung kadar air lebih tinggi. Tabel 8. Komposisi kimia tapioka termodifikasi bk Kadar abu tapioka termodifikasi lebih tinggi dibandingkan pati alaminya. Namun abu ketiga tapioka masih memenuhi syarat SNI 01-3451-2011 maks. 0.60. Tapioka alami memiliki kandungan lemak dan karbohidrat yang tidak berbeda nyata dengan tapioka termodifikasi p 0.05 Lampiran 10-11. Lemak tapioka alami dan modifikasi berkisar antara 0.20–0.29. Penelitian lain melaporkan kadar lemak tapioka sebesar 0.19 Febriyanti dan Wirakartakusumah 1990, 0.26 Pangestuti 2010, sedangkan Pinashti 2011 melaporkan kadar lemak tapioka yang lebih rendah 0.04. Tapioka alami dan modifikasi mengandung karbohidrat yang tinggi 99.19, 98.95, dan 99.55. Penelitian lain mencatat kandungan karbohidrat yang tinggi pada tapioka yaitu 87.52 Febriyanti dan Wirakartakusumah 1990, 98.54 Pangestuti 2010, dan 92.25 Pinashti 2011. Jenis Pati Tapioka Alami Tapioka + ekstrak teh 4 Tapioka + ekstrak daun jambu biji 4 Air 16.07± 0.13 4.24± 0.64 b 5.27± 0.14 a a Abu 0.12± 0.02 0.37± 0.07 a 0.42± 0.01 b Karbohidrat b 99.19± 0.04 98.95± 0.47 a 99.55± 0.03 a Protein a 0.39± 0.01 0.40± 0.03 a 0.17± 0.00 a Lemak b 0.29± 0.02 0.20± 0.03 a 0.21± 0.03 a Serat Tidak Larut a 2.14± 0.21 2.80± 0.07 a 2.52± 0.04 b Serat Larut ab 0.86± 0.05 1.45± 0.19 a 1.12± 0.11 b Total Serat ab 3.00± 0.27 4.25± 0.27 a 3.64± 0.07 b Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata p 0.05 ab Protein pada tapioka termodifikasi ekstrak daun jambu biji berbeda nyata p0.05 Lampiran 12 dengan tapioka alami dan tapioka termodifikasi ekstrak teh hijau. Kandungan protein tapioka termodifikasi ekstrak daun jambu biji lebih rendah 0.17 dibandingkan tapioka alami dan tapioka termodifikasi ekstrak teh hijau 0.39 0.4. Kandungan serat tidak larut, serat larut, dan total serat antara tapioka alami 2.14; 0.86; 3.01 dan tapioka termodifikasi dengan ekstrak teh hijau 2.80; 1.45; 4.26 berbeda nyata p0.05, sedangkan antara tapioka alami dan tapioka termodifikasi dengan ekstrak daun jambu tidak berbeda nyata p0.05 Lampiran 13-15. Hal ini diduga karena pada penambahan ekstrak teh hijau pada pati tapioka akan menyebabkan terbentuknya pati resisten yang dapat terhitung sebagai serat tidak larut. Pada tapioka termodifikasi dengan ekstrak daun jambu kemungkinan juga terbentuk pati resisten tetapi tidak meningkatkan kadar serat tidak larut secara nyata. Beta dan Corke 2004 melaporkan bahwa penambahan polifenol asam ferulat dan katekin pada pati sorghum dan pati beras Peneliti lain melaporkan bahwa kemungkinan ikatan antara komponen fenolik dengan karbohidrat pati adalah ikatan kovalen melalui jembatan eter pada C4 karbohidrat dan jembatan H dapat menyebabkan terbentuknya kompleks antara pati dan polifenol, yang menyerupai kompleks amilosa-lipid. Menurut Sajilata et al. 2006, hidrolisis enzim terhadap kompleks amilosa-lipid dapat menghasilkan pati resisten tipe B. Meskipun dikalangan peneliti masih ada perbedaan pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa kompleks amilosa-lipid justru dapat mengurangi pembentukan pati resisten sedangkan pendapat lain menyatakan sebaliknya yaitu kompleks amilosa-lipid menyebabkan pembentukan pati resisten. + serta interaksi hidrofobik yang sangat penting dalam bentuk kompleks tersebut Bear et al. 1985, diacu dalam Mueller- Harvey et al. 1986. Kompleks antara polifenol dan karbohidrat mengakibatkan perubahan struktur molekul pati sehingga tidak dikenali oleh enzim pencernaan. Bagian yang membentuk kompleks tersebut tidak dapat dicerna dan daya cerna pati menurun Grifiths Moseley 1980; Despandhe Salunkhe 1982. Adanya adsorpsi polifenol secara selektif oleh pati Thompson et al. 1984 dan ikatan tanin katekin dengan leguminosa berpati, kentang, amilosa dan amilopektin akan menurunkan daya cerna pati in vitro Despandhe Salunkhe 1982. 4.3. Profil Lipid Darah dan Aktivitas Antioksidan Hati 4.3.1. Induksi Streptozotocin dan Pengelompokan Tikus Dosis streptozotocin STZ Pada penelitian ini dosis tunggal 65 mgkg BB ternyata terlalu tinggi karena menyebabkan tingginya tingkat kematian pada tikus 90. Oleh karena itu dosis diturunkan menjadi 45 mgkg BB, dengan jumlah tikus yang hidup 67– 83. Setelah induksi STZ berhasil menjadikan tikus diabetes lalu dilakukan pengelompokan tikus Tabel 9. yang paling sering digunakan berkisar antara 40 sampai 70 mgkg untuk tikus berusia 8 sampai 10 minggu Brondum et al. 2005, diacu dalam Wu Huan 2008. Dari berbagai laporan penelitian, banyak peneliti yang menggunakan dosis tunggal STZ 65 mgkg BB. Tabel 9. Kelompok perlakuan tikus untuk uji hipoglikemik Kelompok Tikus Jenis pakan Kode Kelompok Perlakuan Tikus Normal N Pati tapioka N NN Tikus Normal N Pati tapioka + ekstrak daun jambu biji 4 J NJ Tikus Normal N Pati tapioka + ekstrak daun teh hijau 4 T NT Tikus Diabetes D Pati tapioka N DN Tikus Diabetes D Pati tapioka + ekstrak daun jambu biji 4 J DT Tikus Diabetes D Pati tapioka + ekstrak daun teh hijau 4T DJ

4.3.2. Kandungan dan Komposisi Kimia Ransum