Kasus Supir Angkot KPUM Trayek 65 dengan Mandor Kasus Supir Angkot KPUM Trayek 65 dengan Masyarakat Setempat

136 dioperasikannya juga menjadi pemicu kemarahan si pemilik, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kasus ini timbul dari perselisihan Bab III. Perselisihan juga menyebabkan hubungan pemilik dan supir angkot tidak berjalan dengan baik. Supir angkot yang tidak disiplin, tidak tepat waktu membayar setoran, sering bermasalah di lapangan, dan suka berbohong, pemilik angkot yang tidak mengerti kondisi di lapangan, selalu menuntut dan terlalu banyak aturan adalah pemicu timbulnya kasus diantara kedua belah pihak. Cara mengatasi kasus ini adalah biasanya si pemilik akan memberi kesempatan kepada supir angkotnya untuk berubah, dan saling berusaha untuk menjalin hubungan yang harmonis serta kekeluargaan. Cara lainnya adalah mengganti si supir yang bermasalah tadi dengan supir yang lain, atau secara otomatis si supir tersebut mengundurkan diri. Secara kasat mata, kasus seperti ini dianggap sepele, tapi kenyataannya kasus inilah yang paling sering terjadi, dan terlalu sensitif bila dibahas karena berkaitan dengan pribadi individunya. Kasus ini menyebabkan adanya rasa amarah atau kebencian antar aktor yang terlibat karena dipicu hubungan yang tidak baik tersebut.

4.3.4 Kasus Supir Angkot KPUM Trayek 65 dengan Mandor

Mandor yang selalu diuntungkan ini membuat supir angkot merasa kesal. Supir angkot setiap harinya harus memberikan uang untuk mandor sebesar Rp. 4000, padahal bagi supir angkot uang segitu sangat berharga. Bila setiap hari disetor dan dijumlahkan maka penghasilannya lebih banyak dari pada supir angkot. Begitu juga dengan mandor yang merasa kesal bila ada supir angkot yang 137 tidak membayar iuran wajib dan selalu telat dan kurang, dengan alasan setoran belum tercapai. Hal ini lah yang membuat kedua belah pihak berada dalam kasus yang terjadi karena adanya aturan yang tercipta dari KPUM yang menyatakan mandor lebih berwewenang di lapangan dari pada supir angkot. Akhirnya timbul rasa ketidaksukaan antar kedua pihak. Cara menyelesaikan kasus yang terjadi ini biasanya diselesaikan secara kekeluargaan dan kedua pihak dipertemuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi, biasanya ada campur tangan pihak ketiga, yaitu teman-temannya.

4.3.5 Kasus Supir Angkot KPUM Trayek 65 dengan Masyarakat Setempat

Kasus yang lainnya adalah permasalahan dengan masyarakat setempat yang dengan sesuka hatinya memasang tenda sampai ke bagian badan jalan yang dilalui oleh kendaraan. Biasanya yang menjadi permasalahan adalah tenda-tenda pesta perkawinan, acara kematian, acara syukuran dan lain-lainnya yang semuanya adalah hasil dari perbuatan masyarakat setempat. Contohnya di sekitar jalan Ayahanda yang merupakan jalan protokol dan salah satu jalan yang setiap hari dilewati oleh angkutan kota KPUM. Jalan yang tidak terlalu besar ini paling sering masyarakatnya mendirikan tenda untuk acara tertentu. Hal ini mengakibatkan kerugian bagi para supir angkot KPUM 65, yaitu kerugian waktu, karena tenda-tenda menutupi sebagian badan jalan mengakibatkan kemacetan jalan. 138 Angkot KPUM 65 yang tadinya mengejar setoran dan berusaha agar berada di depan angkot yang lainnya menjadi terhambat dan tidak dapat mengejar angkot KPUM 65 lainnya. Inilah yang menjadi permasalahan atau kasus yang perlu juga diperhatikan oleh Pemko Medan. Pemasangan tenda yang sampai memakan sebagian badan jalan ini sebenarnya sudah dilarang oleh Pemko. Kenyataannya tetap saja masyarakat memasang atau mendirikan tenda sampai ke badan jalan. Mahalnya biaya sewa gedung untuk acara, dan tidak mendapat gedung karena sudah disewa orang lain juga menjadi penyebab kenapa masyarakat lebih nyaman memanfaatkan halaman sampai ruas jalan sebagai lahan untuk acaranya. Hasil dari tindakan ini memberikan dampak yang negatif dan kerugian bagi sebagian masyarakat. Angkutan kota KPUM trayek 65 dan kendaraan lain harus memutar arah atau menunggu dengan sabar dikemacetan akibat jalan dipersempit yang tadinya dua arah menjadi satu arah. Maka dari itu lah tidak jarang para supir angkot KPUM 65 juga resah terhadap tindakan masyarakat setempat, waktu mereka jadi terbuang sia-sia dan kesempatan untuk memperoleh penumpang pun jadi berkurang. Bukan hanya untuk sekali dalam sehari saja supir angkot tersebut melewati jalan yang bersangkutan tapi berkali-kali dalam sehari. Alhasil penghasilan yang diperoleh jadi minimum dari pada penghasilan di hari biasanya tanpa ada tenda-tenda. Supir angkot KPUM 65 pun mengalami percecokan dengan anggota keluarga yang mengadakan pesta. Ketidaksenangan supir angkot ini ditunjukkan dengan cara mengeber-ngeber gasnya atau buat ribut dijalan dengan bahasa yang kurang sopan. Tindakan ini dilakukan karena supir 139 angkot tersebut merasa khawatir jika uang besin tidak kembali atau setoran tidak terkejar. Penyelesaian kasus ini adalah tergantung dari kesadaran masyarakat setempat itu sendiri, dan ketegasan dari pemerintah setempat. Masyarakat sadar bahwa pemasangan tenda sudah dilarang oleh Pemko Medan dan dapat menggangu kenyamanan orang lain, maka kasus ini bisa teratasi dan tersaelesaikan.

4.3.6 Kasus Supir Angkot KPUM Trayek 65 dengan Satlantas.