136 dioperasikannya juga menjadi pemicu kemarahan si pemilik, seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya bahwa kasus ini timbul dari perselisihan Bab III. Perselisihan juga menyebabkan hubungan pemilik dan supir angkot tidak berjalan
dengan baik. Supir angkot yang tidak disiplin, tidak tepat waktu membayar setoran, sering bermasalah di lapangan, dan suka berbohong, pemilik angkot yang
tidak mengerti kondisi di lapangan, selalu menuntut dan terlalu banyak aturan adalah pemicu timbulnya kasus diantara kedua belah pihak.
Cara mengatasi kasus ini adalah biasanya si pemilik akan memberi kesempatan kepada supir angkotnya untuk berubah, dan saling berusaha untuk
menjalin hubungan yang harmonis serta kekeluargaan. Cara lainnya adalah mengganti si supir yang bermasalah tadi dengan supir yang lain, atau secara
otomatis si supir tersebut mengundurkan diri. Secara kasat mata, kasus seperti ini dianggap sepele, tapi kenyataannya kasus inilah yang paling sering terjadi, dan
terlalu sensitif bila dibahas karena berkaitan dengan pribadi individunya. Kasus ini menyebabkan adanya rasa amarah atau kebencian antar aktor yang terlibat
karena dipicu hubungan yang tidak baik tersebut.
4.3.4 Kasus Supir Angkot KPUM Trayek 65 dengan Mandor
Mandor yang selalu diuntungkan ini membuat supir angkot merasa kesal. Supir angkot setiap harinya harus memberikan uang untuk mandor sebesar Rp.
4000, padahal bagi supir angkot uang segitu sangat berharga. Bila setiap hari disetor dan dijumlahkan maka penghasilannya lebih banyak dari pada supir
angkot. Begitu juga dengan mandor yang merasa kesal bila ada supir angkot yang
137 tidak membayar iuran wajib dan selalu telat dan kurang, dengan alasan setoran
belum tercapai. Hal ini lah yang membuat kedua belah pihak berada dalam kasus yang
terjadi karena adanya aturan yang tercipta dari KPUM yang menyatakan mandor lebih berwewenang di lapangan dari pada supir angkot. Akhirnya timbul rasa
ketidaksukaan antar kedua pihak. Cara menyelesaikan kasus yang terjadi ini biasanya diselesaikan secara kekeluargaan dan kedua pihak dipertemuan untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi, biasanya ada campur tangan pihak ketiga, yaitu teman-temannya.
4.3.5 Kasus Supir Angkot KPUM Trayek 65 dengan Masyarakat Setempat
Kasus yang lainnya adalah permasalahan dengan masyarakat setempat yang dengan sesuka hatinya memasang tenda sampai ke bagian badan jalan yang
dilalui oleh kendaraan. Biasanya yang menjadi permasalahan adalah tenda-tenda pesta perkawinan, acara kematian, acara syukuran dan lain-lainnya yang
semuanya adalah hasil dari perbuatan masyarakat setempat. Contohnya di sekitar jalan Ayahanda yang merupakan jalan protokol dan salah satu jalan yang setiap
hari dilewati oleh angkutan kota KPUM. Jalan yang tidak terlalu besar ini paling sering masyarakatnya mendirikan tenda untuk acara tertentu. Hal ini
mengakibatkan kerugian bagi para supir angkot KPUM 65, yaitu kerugian waktu, karena tenda-tenda menutupi sebagian badan jalan mengakibatkan kemacetan
jalan.
138 Angkot KPUM 65 yang tadinya mengejar setoran dan berusaha agar
berada di depan angkot yang lainnya menjadi terhambat dan tidak dapat mengejar angkot KPUM 65 lainnya. Inilah yang menjadi permasalahan atau kasus yang
perlu juga diperhatikan oleh Pemko Medan. Pemasangan tenda yang sampai memakan sebagian badan jalan ini sebenarnya sudah dilarang oleh Pemko.
Kenyataannya tetap saja masyarakat memasang atau mendirikan tenda sampai ke badan jalan. Mahalnya biaya sewa gedung untuk acara, dan tidak mendapat
gedung karena sudah disewa orang lain juga menjadi penyebab kenapa masyarakat lebih nyaman memanfaatkan halaman sampai ruas jalan sebagai lahan
untuk acaranya. Hasil dari tindakan ini memberikan dampak yang negatif dan kerugian
bagi sebagian masyarakat. Angkutan kota KPUM trayek 65 dan kendaraan lain harus memutar arah atau menunggu dengan sabar dikemacetan akibat jalan
dipersempit yang tadinya dua arah menjadi satu arah. Maka dari itu lah tidak jarang para supir angkot KPUM 65 juga resah terhadap tindakan masyarakat
setempat, waktu mereka jadi terbuang sia-sia dan kesempatan untuk memperoleh penumpang pun jadi berkurang. Bukan hanya untuk sekali dalam sehari saja supir
angkot tersebut melewati jalan yang bersangkutan tapi berkali-kali dalam sehari. Alhasil penghasilan yang diperoleh jadi minimum dari pada penghasilan di hari
biasanya tanpa ada tenda-tenda. Supir angkot KPUM 65 pun mengalami percecokan dengan anggota keluarga yang mengadakan pesta. Ketidaksenangan
supir angkot ini ditunjukkan dengan cara mengeber-ngeber gasnya atau buat ribut dijalan dengan bahasa yang kurang sopan. Tindakan ini dilakukan karena supir
139 angkot tersebut merasa khawatir jika uang besin tidak kembali atau setoran tidak
terkejar. Penyelesaian kasus ini adalah tergantung dari kesadaran masyarakat
setempat itu sendiri, dan ketegasan dari pemerintah setempat. Masyarakat sadar bahwa pemasangan tenda sudah dilarang oleh Pemko Medan dan dapat
menggangu kenyamanan orang lain, maka kasus ini bisa teratasi dan tersaelesaikan.
4.3.6 Kasus Supir Angkot KPUM Trayek 65 dengan Satlantas.