153 dengan para pengusaha angkot. Para pengusaha angkot menyediakan armada
angkotnya dan menunggu izin trayek dari Pemko melalui pihak Dishub, akibatnya jumlah angkot tidak seimbang dengan masyarakat yang menggunakan jasa
angkutan tersebut. Pada akhirnya para supir angkot terpaksa kejar-kejaran dengan angkot lainnya demi mencari penumpang.
Keberadaan angkot di Medan harus lebih direalisasikan lagi demi menghindari terjadinya kesemrawutan dan ketidakseimbangan armada. Perkotaan
dapat berkembang dengan baik bila sektor transportasi berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Sayangnya, keberadaan angkutan kota di daerah
pelosok atau pinggiran masih belum terjangkau, masyarakat yang ada di daerah pelosok merasa kesulitan dalam melakukan aktifitasnya sehari-hari. Mereka harus
jalan beberapa meter dari tempat tinggalnya untuk memperoleh sarana angkutan kota, contohnya di daerah pinggiran Sunggal, Marelan, dan lain-lain. Angkutan
kota merupakan sarana yang terpenting bagi masyarakat yang berada di daerah pelosok atau pinggiran Kota Medan. Kenyataannya malah angkutan kota
berkembang dengan pesat di daerah Kota Medan, yang sebagian besar masyarakatnya sudah beralih menggunakan kendaraan pribadi sepeda motor,
mobil, becak bermotor, dan taksi.
4.5 Analisa Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian, penulis menganalisa bahwa angkutan kota KPUM berbeda pengoperasainnya dengan angkutan kota lainnya, sistem pengoperasian
KPUM tidak lepas dari aturan koperasi, yang didasarkan oleh aturan Negara.
154 Angkot KPUM mempunyai 93 trayek, salah satunya trayek 65. Angkot trayek 65
mempunyai aturan main yang berbeda dengan angkot KPUM lainnya, di lapangan para supir angkot dan mandor KPUM 65 menciptakan aturan bebas waktu
berdasarkan kesepakatan bersama. Berdasarkan kondisi aturan-aturan yang berlaku tersebut mengakibatkan timbulnya aturan tak tertulis yang biasa disebut
aturan main. Aturan-aturan yang tercipta ini akhirnya menimbulkan berbagai kasus.
Kasus-kasus yang terjadi dalam pengoperasian angkot KPUM trayek 65 tidak hanya terjadi antar supir angkot dan penumpang, tetapi berdasarkan hasil
penelitian penulis menemukan bahwa lebih banyak terjadi kasus antar supir angkot dengan pemilik angkot 65, mandor, masyarakat setempat, dan pihak
Satlantas. Penulis juga menemukan bahwa preman setempat tidak lagi ikut serta dalam pengoperasian angkot 65, preman setempat yang biasanya melakukan
kutipan liar sudah tidak ada lagi. Preman setempat tidak banyak ikut campur lagi dalam pengoperasian angkot KPUM trayek 65, karena ada aturan yang melarang
pihak tersebut terlibat. Secara aktual aturan tertulis seperti aturan Negara tidak berjalan
sebagaimana mestinya, seperti pihak Satlantas menyalahgunakan aturan tersebut demi kepentingan pribadi, dan angkot menjadi salah satu korban akan
ketidakjelasan aturan tersebut. Mereka harus mengeluarkan uang yang jumlahnya telah ditentukan Satlantas. Dalam hal ini, mandor lah yang turun tangan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi oleh angkot trayeknya. Satlantas dan mandor membuat kesepakatan tertentu untuk menyelesaikan masalah yang telah terjadi,
155 dan akhirnya tercipta lagi aturan main di lapangan. Situasi kemajemukan hukum
dalam pengoperasian angkot ini lah yang membuat beberapa pihak ikut terlibat di dalamnya, pada akhirnya ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan.
156
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan