Kasus Supir Angkot KPUM Trayek 65 dengan Satlantas.

139 angkot tersebut merasa khawatir jika uang besin tidak kembali atau setoran tidak terkejar. Penyelesaian kasus ini adalah tergantung dari kesadaran masyarakat setempat itu sendiri, dan ketegasan dari pemerintah setempat. Masyarakat sadar bahwa pemasangan tenda sudah dilarang oleh Pemko Medan dan dapat menggangu kenyamanan orang lain, maka kasus ini bisa teratasi dan tersaelesaikan.

4.3.6 Kasus Supir Angkot KPUM Trayek 65 dengan Satlantas.

Kasus dalam pengoperasian angkutan kota KPUM 65 tidak hanya sekedar kasus yang ditimbulkan akibat ulah para supir angkot, atau ulah masyarakat setempat maupun penumpang tapi juga adanya aktor-aktor tertentu yang terlibat dalam kasus tersebut. Berdasarkan penelitian penulis, akhirnya penulis menemukan kasus yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu tentang aturan yang bertolak belakang terhadap aturan formal. Kasus tertentu yang tidak terlihat secara kasat mata oleh kaum awam ini adalah kasus yang dibuat sendiri oleh Satlantas dalam pengoperasian angkutan kota KPUM trayek 65. Kasus ini lahir karena adanya peran serta para aparat kepolisian Satlantas dalam pengoperasian angkutan kota. Di lapangan Satlantas tidak hanya mengatur tata tertib berlalu lintas, tetapi mereka juga berusaha untuk memperoleh pemasukan uang masuk dari pekerjaannya di lapangan. Hal ini dikarenakan pekerjaan mereka yang mengharuskan Satlantas ini terjemur di bawah terik matahari, menghadapi beribu- 140 ribu kendaran, menghirup polusi udara, dan menghadapi masyarakat yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas. Kendaraan-kendaraan yang ada di jalan pun menjadi sasaran para Satlantas termasuk angkutan kota. Berbagai cara dilakukan oleh kepolisian Satlantas untuk memperoleh uang masuk, salah satunya adalah mencari masalah atau kesalahan yang dibuat oleh angkutan kota. Kepolisian Satlantas akan memperhatikan atau melihat angkutan kota mana saja yang belum bermasalah atau mandor dari angkutan kota mana yang belum berhadapan dengan mereka Dishub atau Satlantas. Salah satu contoh angkutan kota yang pernah mengalami kejadian seperti itu adalah angkutan kota KPUM trayek 65. Satu persatu angkutan kota KPUM 65 ditangkapi oleh Satlantas dengan alasan yang tidak jelas kenapa angkutan kota mereka di tangkap, ditilang, ataupun diberhentikan. Yang pada akhirnya para supir angkutan kota ini akan memberitahukan atau menceritakannya kepada mandor yang ada di pangkalan. Mandor yang menangani angkutan kota KPUM trayek 65 ini terjun langsung ke lapangan untuk mencari tahu bagaimana kejadian tersebut dapat terjadi. Setelah itu, mandor akan bertemu dengan pihak yang terkait dan mencari tahu alasan kenapa angkutan kota trayek 65 yang dipegangnya banyak ditilangditangkap. Komunikasi atau perundingan antar kedua belah pihak pun terjadi, yang akhirnya menimbulkan kesepakatan bahwa mandor setiap bulannya memberikan setoran atau uang pemasukan kepada pihak yang terlibat SatlantasDishub. Jumlah berapa uang yang diberikan setiap bulannya tidak diberitahukan secara umum kepada orang-orang yang ada disekitar masalah tersebut. Kesepakatan itu merupakan rahasia antar pihak-pihak tertentu. Hal ini dilakukan guna menjaga 141 nama baik mandor itu sendiri. Mandor tidak mau namanya jelek atau buruk di kontor KPUM. Jika citra atau nama mandor tersebut buruk maka para pihak kantor akan menilai pekerjaan yang ditangani olehnya tidak berjalan dengan baik. Permasalahan di lapangan juga merupakan tanggung jawab para mandor. Bila supir angkutan kota yang ditanganinya tidak memberikan setoran ke mandor berarti sama saja merugikan mandor itu juga. Pemasukkan mandor jadi berkurang, jadi sama saja dengan Satlantas tadi. Kedua belah pihak menjadi saling menguntungkan dan saling mempunyai kepentingan tersendiri yang akhirnya menimbulkan perbuatan korupsi. Padahal yang menjadi korban dalam kasus ini adalah para supir angkutan kota KPUM trayek 65 ini, dimana mereka harus membayar uang damai kepada satlantas agar angkutan yang dikendarainnya tidak ditilang atau membuang waktu yang cukup lama. Paling sedikit pihak yang bersangkutan meminta uang sebesar RP 20.000 dan kadang pun lebih. Para supir merasa uang segitu dapat mengurangi penghasilan mereka sehari, kenyataannya supir angkot ini sekali trip harus mengisi bbm sebanyak Rp 25.000, dan bila uang sebesar Rp 20.000 diberikan begitu saja kepada pihak tertentu maka supir angkot ini berusaha keras lagi untuk mengembalikan uang yang telah dikeluarkannya. Dalam kasus ini harus ada yang menjadi korban dan harus ada yang diuntungkan, dan inilah yang sering terjadi di lapangan. Tidak heran bahwa tidak semua masyarakat mengetahuinya. Masyarakat hanya tahu bahwa angkutan kota di Medan tidak teratur, ugal-ugalan, pengemudinya kasar. Padahal kerasnya 142 pekerjaan mereka, dan adanya persaingan di lapangan mengakibatkan tindakan– tindakan itu terjadi.

4.4 Respon Penumpang terhadap Pengoperasian Angkutan Kota KPUM