Perubahan Pola Kemitraan Ornop

97 bahwa input yang diberikan tidak memberikan dampak yang signiikan bagi proses perubahan.Apa penyebabnya dan mengapa semua hal di atas dapat terjadi? Itulah pertanyaan besar yang perlu dijawab oleh kalangan Ornop kita saat ini. Menyoal tentang itu, berbagai kalangan penggiat berpendapat bahwa realitas itu secara faktual terjadi dan dialami oleh banyak Ornop di Indonesia. Salah satu aspek yang turut memicu persoalan itu adalah ketidakmampuan Ornop menolak tawaran intervensi program dari donor yang berlebihan, sampai- sampai Ornop yang bersangkutan sulit untuk memadukan program tersebut kedalam strategic plan organisasi yang sudah berjalan secara reguler. 112 Tawaran program dari donor semacam itu dapat dibaca sebagai pilihan dilematis bagi kalangan Ornop, 113 antara pilihan pragmatis yang seringkali terpaut kalkulasi strategis dan materiil berjangka pendek dan pilihan ideologis sebagaimana yang diamanatkan dalam visi dan misi organisasi. Dengan kata lain, implementasi program di kalangan Ornop sering tidak berdasar pada perencanaan strategis kelembagaan. Dalam konteks ini, perlu disadari kalangan Ornop perlu membedah ulang keterkaitan banyak aspek yang melingkupinya, terutama aspek spirit dan nilai lembaga. Saat penyusunan program misalnya, Ornop perlu menyiapkan tools assessment yang memuat aspek spirit dan nilai organisasi. Sistem Planning, Implementation, Monitoring, and Evaluation PIME semestinya mengacu pada sistem nilai tersebut. Demikian pula halnya, ketika Ornop bersangkutan menyusun proposal program. Seoptimal mungkin Ornop perlu mengacu sistem nilai dengan menyertakan perangkat analisis yang didasarkan pada basis pengalaman kekaryaan lembaga. Singkatnya, spirit dan nilai harus menjadi pondasi lembaga dan merupakan faktor penting yang harus diaplikasikan dalam tools assesment , sejak tahapan rancangan, implementasi, capaian akhir, hingga dampak program yang hendak dituju. 114 Berbagai kasus menunjukkan kalangan Ornop seringkali hanya membuat program tanpa menganalisis nilai dan spirit sehingga banyak hal yang tidak nyambung. Hal itu sering dijumpai Ornop mengalami kesulitan dalam membahasakan arah program-program yang telah berjalan terutama program reguler dan program non-regulerproyek. 115 Pencantuman nilai dan spirit organisasi itu sendiri membutuhkan konsistensi dan ketegasan sikap secara kelembagaan. Dengan demikian, orientasi tidak tersandera oleh berbagai kepentingan pragmatis jangka pendek, entah dari donor ataupun berbagai aktor lain yang terkait. Dibutuhkan sinergi antara 112 Vera Spekham, dalam diskusi Perubahan Pola Kerjasama Organisasi non Pemerintah di Indonesia. 113 Agus LKTS 114 Putri YAPHI 115 Emma AWI 98 kepercayaan diri berbasis spirit lembaga dengan donor yang mengintrodusir program tertentu. Kendala yang seringkali dihadapi adalah siapa yang berperan manjaga spirit itu. Motif personal individu-kah, personil-personil yang duduk di manajemeneksekutif-kah, ataukah seluruh individu dalam organisasi? Secara ideal, nilai dan spirit itu harus dijaga seluruh individu dalam organisasi tersebut. Akan jauh lebih sempurna jika itu ditopang oleh sistem dan mekanisme yang memungkinkan berkembangnya karakter kolektif yang mengacu pada nilai dan spirit organsiasi. Dengan demikian semua pemangku kepentingan berpeluang untuk menginternalisasi sekaligus mengeksternalisasi nilai dan spirit yang menjadi pondasi kediriannya maupun kelembagaannya tersebut. Pada akhirnya, konsistensi dan sinergisitas nilai dan spirit di level kolektif kelembagaan dapat terrealisir. 116 Terkait dengan itu, Ornop perlu juga menilik kembali spirit individual sebelum bergabung dalam organisasinya. Kesamaan spirit individual memungkinkan formulasi nilai dan spirit kolektif terbangun secara relatif lebih mudah. 117 Rupanya perkembangan jaman menuntut Ornop untuk mereposisi dirinya—terlebih ketika diperhadapkan dengan posisi pemerintah—dalam kancah perjuangan mewujudkan kesejahteraan masyarakat itu. Jika sekilas ditilik, terjadi pergeseran yang signiikan: dari gerakan-gerakan sosial berspirit charity untuk pemenuhan basic need bergeser menjadi gerakan sosial berspirit penyadaran kritis dan pemberdayaan empowerment untuk mewujudkan basic right kesadaran bahwa kebutuhan dasar adalah hak. Berbagai model pendekatan itu telah dimodiikasikan dan diadopsi oleh banyak kalangan termasuk diantaranya adalah kalangan pemerintah sendiri. Kendati telah diambil alih oleh berbagai kalangan dan organisasi, bukan berarti bahwa Ornop harus kehilangan posisi, arah, apalagi garis idealismenya. Hal yang terpenting adalah kepastian dari karakter dan arah mandat dari Ornop itu sendiri. Penting kiranya bagi Ornop untuk menakar dan berkaca diri seputar mandat, karakter, potensi, yang dimilikinya. Ornop juga perlu menimbang posisi dan porsi peran apa yang paling utama untuk dipilih dan dikedepankan. Konsistensi dan pemahaman akan pilihan tersebut harus dilandasi pada pondasi nilai dan spirit yang dihidupinya. Jika sudah menyentuh tingkat implementasi, para pengambil kebijakan harus memahami sungguh-sungguh pentingnya mekanisme demokrasi yang berorientasi pada pengambilan keputusan bersama tanpa mengesampingkan akar mandat kelembagaan yang diembannya. 118 Nampak jelas dari seluruh paparan di atas, dunia tak terstruktur laiknya dongeng. Ornop diperhadapkan pada sederet panjang keniscayaan: kendala dan tantangan jaman. Patut disadari bahwa itulah senjang antara idealisme dan 116 Indri Spekham 117 Emma AWI 118 Agus LKTS 99 realitas yang meskipun berjarak namun tetap berpeluang untuk dioptimalisasi titik temunya. Harus tetap diakui bahwa realitas menghampar bahwa Ornop terkendala pada persoalan SDM yang tak ideal sekaligus dana yang cupet. Suka tidak suka, mau tidak mau, itulah tantangan faktual Ornop kita saat ini. Prakarsa ideal kelembagaan akan menemukan sinergi ketika jejaring Ornop juga menopang berbagai daya upaya itu. Spesialisasi bidang di jejaring Ornop dapat disinergikan dan dikomunikasikan bersama agar tercipta perubahan yang dicita- citakan, utamanya yang menyasar pada kesejahteraan masyarakat warga civil society yang jauh lebih luas dan hakiki. 119 Keutuhan proses reposisi Ornop bagaimanapun tertumpu juga pada epistemic community dan jejaring Ornop yang mampu menopang nilai spirit dan idealisme yang diperjuangkan di seluruh medan pelayanan. Dalam hal ini, epistemic community seperti para mitra tentu saja sangat berpeluang sebagai wahana yang dapat berkontribusi pada penguatan nilai dan spirit organisasi masing-masing mitra.

C. Menata Ulangang Strategi Keberlanjutan Ornop

Menimbang pada titik persimpangan di atas, kalangan Ornop perlu merumuskan kembali strategi keberlanjutan sebagai basis eksistensialnya. Berdasarkan paparan tersebut, kita dapat menarik beberapa hal penting yang dapat diagendakan untuk itu. Setidaknya ada empat langkah berikut untuk menyiapkan strategi keberlanjutan organisasi: Pertama , Ornop harus mulai melihat secara konseptual berbagai aspek kemandirian dari organisasinya. Dari kerangka itulah, civitas Ornop yang bersangkutan dapat mengecek sejauh mana pemahaman atas berbagai aspek, entitas, dan eksistensi organisasi mereka sendiri. Kedua , ketika basis dan posisi eksistensial organisasi sudah dipahami, perlu memikirkan dan merancang tataran eksternal ke depan seperti apa. Akan lebih baik jika yang dicermati dan dipertimbangkan adalah hal-hal yang paling riil. Daftar prioritas kepentingan itu perlu mulai diurai dan dicari jawabnya dengan menimbang berbagai kebijakan agensi terkait, lembaga donor lokal dan internasional, utamanya pelaksanaan program secara langsung. Ketiga , hal yang tak kalah penting untuk dipikirkan adalah seputar langkah- langkah yang harus diambil terkait dengan keberlangsungan sustainability organisasi jika hanya ditilik dari ketersediaan dana. Tentu saja konsep keberlanjutan harus diletakkan dalam kerangka nilai spirit dan eksistensi organisasi sebagaimana telah ditetapkan sebelumnya, sehingga bukan hanya sekadar persoalan ketersediaan dana semata. Kembali perlu dipertegas di sini, hal yang perlu disadari adalah landasan dasar kelahiran dari organisasi. Ornop 119 Joko YPL 100 perlu mengingat 3 pilar organisasi yang berkelanjutan sebagai berikut: 120 Boleh jadi sangat sulit untuk melihat keterkaitan antara strategi keberlanjutan dengan PSAK 45 pada bagan tersebut. Namun, PSAK 45 itu sebagai alat bantu untuk menakar diri internal control atas apa yang telah, tengah, dan akan terjadi dengan melihat kinerja yang tercermin dalam alat bantu itu. Secara simplistis, dapat ditarik pemahaman bahwa PSAK 45 itu adalah salah satu alat bantu yang dijadikan indikator atau tolok ukur untuk melihat keberlanjutan organisasi dari aspek kinerja keuangan lembaga. Menyoal tautan antara keberlanjutan organisasi dan ketersediaan dana, banyak kalangan sering salah kaprah atau berpikir simplistis. Banyak kalangan Ornop beranggapan bahwa persoalan keberlanjutan berbanding lurus dengan soal ketersediaan dana semata. Bagaimanapun juga harus ditegaskan di sini bahwa keberlanjutan tidak hanya sekedar ketersediaan dana. Prioritas utama dari keberlanjutan lembaga adalah kinerja organisasi itu sendiri, bukannya ketersediaan dana. Beberapa Ornop di Indonesia telah berpraktik dalam kerangka pikir yang terakhir ini. Mereka meyakini bahwa dengan membangun citra organisasi, maka mereka akan mendapat dukungan support dari pihak lain. Menurut mereka, kinerja organisasi inilah prioritas utama yang perlu dikembangkan. Aspek penting yang kadang tak terpikirkan bertaut dengan keberlanjutan adalah perihal suksesi pergantian kepemimpinan dalam organisasi. Bagaimanapun juga perlu disadari bahwa suksesi kepemimpinan dalam organisasi merupakan sesuatu yang tak terelakkan, realistis, dan harus dirancang secara jelas, transparan, dan demokratis. Semuanya demi tercapainya target suksesi yang baikmulus. Untuk konteks Indonesia, hanya beberapa Ornop saja yang berani melakukan hal semacam itu. 120 Pembukaan Andreas Subiyono dalam Pelatihan dan Lokakaryadan Pengembangan Sistem Tata Kelola Keuangan berdasarkan PSAK-45 untuk Mitra KIAICCO di Jawa Tengah dan Yogyakarta, Hotel Galuh Prambanan, Klaten 101 Persoalan suksesi memang bukanlah perkara mudah. Berdasarkan pengalaman selama ini, suksesi terkendala oleh karena Ornop tidak punya “keberanian” untuk itu atau karena kesulitan mendapatkan orang yang memiliki kualiikasi seturut ketentuan organisasi. 121 Ada ciri pembeda yang cukup menyolok dalam dua kendala tersebut: antaran tidak ada good will dan adanya good will dari organisasi bersangkutan untuk melakukan suksesi. Kendala pertama lebih banyak disebabkan oleh tiadanya niat, sementara kendala kedua lebih dikarenakan kelangkaan SDM yang lolos proses kualiikasi semacam it and proper test. Misalnya saja sangat sulit mendapatkan orang yang paham dan berpihak pada mandat visi dan missi organisasi. Tidak kalah sulitnya untuk mendapatkan seorang calon pemimpinpengurus yang memiliki kapasitas yang mumpuni dapat menguasai berbagai lini. Sekadar catatan saja, ada begitu banyak Ornop yang juga belum memiliki model acuan untuk proses transisi semacam itu. Padahal aspek suksesi kepemimpinan leadership dan kepengurusan adalah aspek lain yang juga turut menentukan keberlanjutan organisasi. Memang tidak mudah untuk mencari staf atau dewan board yang sesuai dengan harapan nilai, visimisi organisasi. Kebanyakan mereka yang masuk atau bergabung mempunyai nilai berbedalain dari harapan organisasi. Tidak jarang dari mereka hanya sekadar mencari kerja saja, karenanya sangat sulit untuk diajak membangun nilai. Hal serupa tidaklah mudah melakukan suksesi pemimpinpengurus yang benar-benar berkomitmen kuat pada visi dan missi organisasi, terlebih yang bernuansa ideologis. Transfer pengetahuan bagaimanapun juga relatif lebih mudah ketimbang transfer nilai. 122 Tingginya disparitas komitmen nilai antar personil dalam suatu organisasi tentu saja akan berpengaruh pada kinerja maupun keberlanjutan organisasi yang bersangkutan. Implikasi dampaknya dapat berupa kerentanan dalam beragam wajah: friksi, ketidaksinkronan, kelabilan dalam berbagai aspek personalia dan sistem kelembagaannya. Bongkar pasang personil adalah problem yang paling jamak di dunia Ornop. Yang tak kalah jamaknya adalah tidak berfungsinya peran pengurus ataupun peran dewan board , dan masih banyak lagi kasus lainnya. Bagaimanapun juga harus ada perimbangan peran antara eksekutif pengurus dan dewan. Dewan semestinya memberikan kontrol yang memadai atas kinerja pengurus. Berdasarkan pengalaman banyak Ornop, dewan hanya sekadar sebagai alat legitimasi ketimbang badan pengawasan. Demi keberlanjutan organisasi, maka sudah semestinya praktik semacam itu harus diakhiri. Agar suatu organisasi dapat sehat, maka didalamnya harus dibangun kinerja yang baik, dengan cara membangun sistem dan mekanisme kelembagaan yang konsisten. Terlalu besar risikonya bagi organisasi jika mengabaikan itu. Soal 121 Putri YAPHI 122 Suparna LKTS 102 akuntabilitas misalnya saja, tidak hanya sekedar persoalan remeh seputar neraca perimbangan antara pemasukan dan pengeluaran dana saja. Bagaimanapun juga itu harus sampai pada mekanisme perencanaan, kontrol dan pertanggungjawaban dana secara transparan. Dalam konteks itu, maka baik jajaran pengurus eksekutif maupun para dewan board harus menjalankan peran masing-masing secara konsisten sesuai mandat organisasi. 123 Secara ideal, transparansi itu sendiri merupakan bagian melekat dalam sistem kelembagaan. Transparansi tidak akan didiskusikan hanya pada saat collapse , namun secara jelas harus dipraktekkan sejak awal sesuai mekanisme yang sudah disepakati. Hal terpenting adalah bagaimana kesiapan membuat pertanggungjawaban atas apa yang dikelola. Namun hal inipun harus diatur dalam sebuah mekanisme yang dikelola secara jelas. Bagaimana mengekspresikan kebebasan sebagai suatu sistem adalah dengan membangun kebiasaan dan mengkerangkakan itu semua dalam sebuah sistem. Berbagai kasus menunjukkan bahwa ketidakjelasan dan ketidakkonsistenan dalam suatu organisasi disebabkan lebih karena tidak adanya pihak yang mengontrol aturan main di dalam organisasi tersebut. Secara prinsipil, aturan main toh dapat diatur dengan mudah, misalnya dengan adanya ADART. Kendati demikian, mekanisme aturan ini harus dipahami dengan jelas dan jangan hanya menjadi alat penyelesaian pada saat terjadinya kasus atau persoalan saja. Menyoal rekruitmen pengurusdewan dalam suatu Ornop memang merupakan proses yang penting untuk dipikirkan. Secara konseptual, dinamika organisasi yang terjadi paska rekruitmen akan cukup mempengaruhi orang- orang yang bergabung dengan Ornop. Belajar dari pengalaman sebuah Ornop, kualitas orang sangat sulit dideinisikan sebelumnya. Kendati demikian, ada beberapa metode atau pilihan alternatif untuk itu. Alternatif pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan rekruitmen terhadap orang-orang yang memiliki latar belakang profesional. Orang-orang yang telah direkrut itu pada akhirnya pun berproses dan memiliki komitmen sesuai dengan visimisi lembaga. Alternatif kedua adalah melakukan rekruitmen orang-orang yang mempunyai keinginan tinggi untuk bekerja di organisasi sosial. Alternaif ketiga adalah melakukan rekruitmen dari kalangan birokrat yang dapat memahami dan punya spirit yang sejalan dengan organisasi. Alternatif keempat adalah melakukan rekruitmen melalui pemasangan iklan di media. Rekruitmen jenis ini biasanya akan mendapat banyak respon dari peminat. Belajar dari beberapa pengalaman, terjumpai sebuah pelajaran berharga tentang proses rekruitmen tersebut. Ternyata menerima orang-orang dengan latar belakang aktivis tidak jarang justru menimbulkan masalah ketimbang solusi. Walaupun terlihat inovatif, orang-orang yang memiliki latar belakang aktivis terkadang lekat dengan karakter yang tidak sistemik. Hal itu seringkali 123 Lilik YPL 103 berimplikasi pada sifat dekonstruktif bahkan distruktif ketimbang konstruktif. Untuk mengatasinya, organisasi harus mampu memberikan alternatif-alternatif yang rasional agar ada ruang untuk staf membangun kekritisan, termasuk misalnya di kalangan dewan. Catatan terpenting dalam konteks ini adalah bahwa bagaimanapun juga proses paska rekruitmen itu sendiri sangatlah menentukan. Terlalu naif untuk berpikir bahwa awal rekruitmen akan memperoleh orang yang sudah “jadi” atau bahkan “mumpuni” sebagaimana yang diharapkan. 124 Setelah persoalan rekruitmen personalia organisasi dibahas, aspek lain yang tak kalah menentukan pada keberlanjutan organisasi adalah keberadaan indegenous program yaitu semacam kekhasan program sesuai dengan tuntutan kebutuhankonteks lokal warga penerima manfaat. Dengan kata lain, salah satu keberlanjutan juga ditentukan oleh bagaimana cara pemilihan program yang dijalankan Ornop itu sendiri. Kekhasanoriginal program dan menarik itu dapat ditemukan dengan cara melacak kembali lesson learned dari berbagai pendekatan dan praksis pemberdayaan komunitas yang telah mereka lakukan. 125 Keberakaran program di tingkat lokal bagaimanapun perlu mendapat prioritas. Ornop perlu memberi peluang bagi munculnya gagasan original yang kontekstual meski kadang berbeda dari isu-isu pesanan donor internasional sekalipun. Dengan indegenous program yang khas dan kontekstual itu, Ornop dapat menunjukkan kinerja yang baik. Kekhasan program dapat berkonsekuensi pada kekhasan organisasi, dan tidak menutup kemungkinan turut menentukan keberlanjutan organisasi juga. Dari uraian di atas dapat ditarik pemahaman bahwa untuk menginisiasi langkah keberlanjutan organisasi, Ornop perlu memformulasikan perimbangan proses antara prioritas internal tanpa abai terhadap prioritas ekternal pula. Hanya dengan menimbang pada balancing process antara prioritas internal dan prioritas eksternal itulah organisasi berpeluang untuk berkelanjutan. 126 Dengan kata lain, keberlanjutan organisasi harus menimbang berbagai unsur seperti: eisiensi, efektivitas, kepemimpinan leadership, dan relevansi antara visi misi dengan dinamika masyarakat. Berbagai kepercayaan dari para pemangku kepentingan perlu senantiasa dikedepankan. Bagaimana Ornop mengelola berbagai kepercayaan dan mandat itulah yang perlu didiskusikan dan dikaji secara lebih dalam. 127 Menyoal kinerja, Ornop kadang menghadapi persoalan riil seperti berikut. Pada saat ingin membangun kinerja yang tinggi, Ornop membutuhkan kualitas SDM yang memadai. Kualiikasi SDM semacam itu seringkali berkonsekuensi pada standar gaji yang tinggi. Namun biasanya, gaji yang tinggi itu akan ditentang 124 Andreas Subiyono 125 Putri YAPHI 126 Timotius Apriyanto 127 Bonar Saragih