Transformasi Sosial Ornop di Jawa

42 ended , namun juga menegaskan adanya pengalaman historis spesiik dalam suatu wilayah tertentu. 15 Jika transformasi sosial dikontekstualisasikan dalam kelembagaan Ornop, maka itu berarti bahwa muncul bentuk konstruksi baru dari Ornop itu yang lebih kompleks. Bentuk baru itu muncul dari relasi sosial dengan masyarakat sekitar, dan selalu berakhir terbuka terhadap berbagai perubahan di sekitarnya. Namun kendati bentuk itu telah berubah, Ornop tersebut tetap memposisikan nilai pengalaman historisnya sebagai ruhspirit penanda identitas keberadaan Ornop itu. Dalam ilustrasi sederhana, transformasi sosial dapat digambarkan bahwa bahan dasar dan isi content, acuan nilaispirit sama, namun bungkus casing saja yang berbeda atau berubah. 16 Pengertian itu juga dekat dengan proses metamorfosa dalam siklus hidup ulat – kupu-kupu.

B. Peran Strategis Ornop dalam Penguatan Masyarakat Sipil

Berikut ini akan dibahas lebih lanjut perihal peran strategis Ornop dalam penguatan masyarakat sipil di Indonesia ini. Mengawali uraian, penting ditimbang kembali tiga pertanyaan kritis berikut: pertama , siapakah sebenarnya Ornop terlebih ketika tahu bahwa pemerintah, parpol, korporasi juga marak mendirikan “Ornop”?; kedua , apakah Ornop memang masih strategis?; ketiga, kalau memang Ornop masih strategis, apa alasan dan buktinya? Terkait dengan ketiga pertanyaan itu, ada pertanyaan mendasar lainnya yang perlu diajukan juga di sini. Selama Ornop mengorganisir masyarakat, pernahkah ditanyakan kepada masyarakat tentang siapa sesungguhnya yang disebut sebagai pemerintah itu dan siapa pula Ornop? Penting diketahui sejauh mana pemahaman masyarakat tentang dua istilah tersebut pemerintah dan non pemerintah. Di Indonesia, dua konsep itu kadang kaburkurang begitu jelas. Karenanya sangat penting untuk menjelaskan beda dari keduanya. Selain kepada masyarakat, para pegiat Ornop juga perlu menegaskan diri jika sewaktu-waktu berbaku sapa dengan orang-orang dari sektor negara atau pemerintah yang mungkin tengah hadir di lingkungan mereka. Dalam hal ini, para pegiat Ornop perlu menegaskan siapa mereka dan apa peran mereka sebenarnya. Ada banyak aktivitas Ornop yang selama ini dilakukan sebenarnya tidak jelas. Misalnya, seberapa jauhkah peran pegiat Ornop dapat masuk ke sektor negara. Batasan ini bagaimanapun juga sangatlah penting terutama untuk membantu para pegiat itu sendiri untuk menentukan sampai seberapa jauh kontribusi substansial yang mungkindapat mereka lakukan. Dengan kata lain, batasan itu 15 Bryan S. Turner, The Cambridge Dictionary of Sociology, London: Cambridge University Press, 2006, hlm. 456. 16 Penjelasan sederhana dari transformasi sosial ini dilihat visualisasinya dalam ilm Transformer. Bahan dasarnya sama-sama besi, namun ia bisa berubah bentuk menjadi apapun dan kapanpun. Di sana ada sifat lentur, beradaptasi sesuai kebutuhan sekitar, namun secara hakiki ia tetap berakar pada pengalaman historisitasnya. 43 berkonsekuensi pula pada derajat tertentu atas kontribusi substansial mereka. Tolok ukur atas kontribusi substansial tentu saja membutuhkan perumusan di kalangan pegiat Ornop itu sendiri. Dengan demikian, jejaring Ornop dapat merancang panduan audit organisasi untuk kepentingan pengembangan para mitra atau anggota jejaring yang ada. Dalam beberapa waktu terakhir ini, banyak pegiat Ornop yang terlibat sebagai calon danatau partisan untuk penggalang dukungan dalam Pemilu Kepala Daerah Pilkada. Ornop perlu memperjelas dan mempertegas pilihan sikap dan posisi mengenai isu-isu kontemporer semacam itu. Boleh jadi mereka perlu merumuskan semacam kode etik code of conduct mengenai itu. Hal itu tentu saja untuk menghindari berbagai tudingan klise yang sumir bahwa Ornop tak ubahnya seperti stasiun untuk menggambarkan ruang transit sementara tempat berlalu-lalangnya para pencari kerja, demi mengejar kemapanan yang kesemuanya akan berujung pula pada kemenentuan certainty di atas. Pada tingkatan sederhana saja, para pegiat tidak jarang dibuat bungkam oleh masyarakat yang menanyakan tempat kerja mereka dimana. Kebungkaman itu boleh jadi menjadi penanda yang paling sederhana bahwa Ornop itu memang organisasi “abu-abu” sehingga tidak mudah untuk dijelaskan. Di tengah proses pencarian jati diri, Ornop nampak gagap—boleh jadi juga gagal— menunjukkan aspek eksistensial atas kediriannnya. Dalam penanda sesederhana itu, teronggok persoalan Ornop yang rupanya tak sederhana. Menimbang pada “diri” yang simpang siur itu, Ornop perlu segera menggelar “aksi tanggap darurat” untuk menemukan jati dirinya dan peran strategisnya di masyarakat saat diperhadapkan dengan peran negara. Hal paling krusial adalah perlunya pemahaman yang jelas tentang siapa Ornop dan bagaimanaperan Ornop itu, baik untuk diri mereka sendiri maupun masyarakat. Disadari atau tidak, batasan, kategori, dan penciri atas Ornop saat ini mengalami pergeseran. Pergeseran itulah yang menyebabkan berbagai kalangan sulit untuk memahami penciri identitas Ornop. Munculnya konsep governance tata kelola multi pihak: pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil ataupun engangement sinergi antara masyarakat sipil dan pemerintah, semakin menguatkan kekaburan itu. Kemunculan berbagai Komisi Nasional Komnas di Indonesia paska reformasi adalah salah satu contoh riil. Mungkin lebih mudah menjelaskan tentang kelembagaan seperti DPR, Presiden, Menteri, Pejabat Publik, Militer, MA dan Pengadilan, hingga Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP—satuan tugas yang utamanya bertugas mendisiplinkan Pegawai Negeri Sipil namun dalam praktiknya justru dominan dengan urusan penggusuran PKL dan penertiban PSK—merupakan person lembagabadan terkategorikan dalam sektor pemerintah. Sedkit sulit bila dilanjutkan dengan munculnya Komnas-Komnas. Boleh jadi tidak sedikit kalangan masyarakat yang merasa kebingungan ketika mengkategorisasikan semisal Komnas HAM lembaga yang dibentuk dengan dasar undang-undang 44 yang jelas dengan komisioner mayoritas pegiat Ornop, Komnas Perempuan yang 100 adalah Ornop, Komnas Anak, KPK, dan lain sebagainya. Sebaliknya, di tingkat akar rumput menemu-kenali organisasi seperti PKK, Karang Taruna, P2KP, Kelompok Tani, dan lain-lain yang berada diluar struktur pemerintahan dan dikenal juga sebagai organisasi non pemerintah, padahal mereka adalah organisasi-organisasi masyarakat sipil “bentukan pemerintah”. Lembaga lain yang dikategorikan sebagai organisasi non pemerintah diantaranya adalah, Ormas organisasi massa berbasis keanggotaan, Organisasi Sosial organisasi non politik, tidak punya keanggotaan, dan melakukan berbagai kegiatan sosial semisal Panti Asuhan, Organisasi Keagamaan, dan lain sebagainya. Kelompok-kelompok lain yang mungkin perlu untuk disebut juga adalah berbagai macam yayasan, serikat buruh, serikat tani, organisasi profesi sopir, pedagang, dokter, advokat, dsb dan Ornop juga biasanya dimasukan dalam kategori organisasi masayarakat sipil OMS Jika ditilik berdasarkan tinjauan historis, pada tahun 1943 Mohammad Hatta sendiri pernah mengusulkan sebuah julukan “pengurus negara” bagi pemerintah. Namun julukanistilah itu tidak pernah dipakai sama sekali hingga saat ini. Secara etimologi, istilah pengurus berasal dari kata baku urus atau pengelola berasal dari kata baku kelola sesungguhnya lebih memiliki konotasi yang lebih memuat sifat dan karakter demokrasi ketimbang istilah pemerintah berasal dari kata baku perintah yang cenderung jatuh pada konotasi relasi patron-klien. Dalam bahasa Inggris, konsepsi itu mungkin lebih jelas, dimana government berasal dari kata baku to govern yang berarti mengelola. Dari paparan di atas, tersadari bahwa identitas organisasi non pemerintah dalam perjalanan waktu menunjukkan pola pergeseran yang semakin kompleks. Sebagai sebuah entitas, organisasi masyarakat sipil tidak lagi berciri konvergen melainkan entitas yang semakin divergen. Dalam beberapa tahun terakhir muncul kecenderungan di kalangan Ornop mendirikan koperasi. Namun patut dicatat bahwa kecenderungan itu lebih tepat disebut sebagai kelatahan ketimbang sebagai sebuah program yang visioner dan ideologis. Tidak sedikit koperasi yang dibentuk Ornop itu lebih didorong oleh kekuatan modal ketimbang manusia. Hal yang memprihatinkan, kalangan Ornop berlomba untuk pamer memiliki koperasi padahal itu dibentuk secara instan. Koperasi itu memang memiliki banyak anggota, namun modal yang dikelola berasal dari donor bukan dari anggota yang bergabung tersebut. Padahal secara gamblang ditegaskan oleh Mohammad Hatta bahwa koperasi merupakan kumpulan orang dan bukannnya kumpulan modal. Dalam pengertian itu berarti, cikal bakal koperasi yang benar adalah kumpulan orang-orang yang menghimpun modal bersama untuk kepentingan bersama di antara anggotanya. Proses pembentukan koperasi itu berawal dari adanya perkumpulan orang–orang dan dari perkumpulan tersebut melahirkanmemunculkan modalaset bersama. Dari spirit dan landasan nilai itu juga lembaga semacam Gramen Bank dapat berkembang dengan baik di Negara 45 Banglades. Dengan proses fasilitasi yang baik, Mohammad Yunus bersama dengan 4 perempuan buta huruf dapat mendirikan koperasi hingga berkembang menjadi Gramen Bank tersebut. Jika ditilik dari kesuksesan Grameen Bank itu, dapat ditegaskan bahwa Koperasi dapat menjadi cara atau wadah karena fungsi terpenting dari koperasi adalah pendidikan dan pengorganisasi masyarakat. Proses membentuk koperasi harus ditempuh melalui pengorganisasian yang butuh waktu maupun kapabilitas. Sejauh pengorganisasin itu baik, maka orang-orang yang terlibat dalam pengorganisasian itu akan dapat membangun kelompok maupun mengumpulkan modal bersama untuk memenuhi berbagai kebutuhan para anggotanya. Selain Gramen Bank di Banglades, ada contoh lainnya yaitu Koperasi di Gurun Sinai Israel yang berhasil menjadi pengekspor jeruk terbesar di dunia. Di Italia, kendati tidak ada pabrik kulit namun produksi dari home industry kulit yang dikelola oleh koperasi nasional mampu menghasilkan devisa terbesar bagi Italia. Selain didukung oleh pengorganisasian yang baik, industri rumahan itu ditopang oleh kebijakan proteksi yang jelas dari negara. Tak jauh beda dengan itu, di Jepang, tidak akan pernah terjadi impor tomat oleh pemerintah tanpa adanya persetujuan dari asosiasi ibu-ibu rumah tangga yang tergabung dalam koperasi. Keberadaan koperasi di Indonesia sudah diatur dalam suatu undang-undang. Jika dilacak akar historis dan ilosoinya, koperasi itu memang telah terbukti sangat kuat. Dari beberapa pengalaman berorganisasi, koperasi juga merupakan organisasi riil dan potensial untuk diinisiasi dan dikembangkan. Kendati demikian, proses pengembangan itu harus merujuk pada terminologi koperasi yang sebenarnya. Sekadar catatan saja bahwa masyarakat desa sudah trauma dengan nama koperasi sehingga perlu metodologi lain tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasar pengorganisiran. Bagimanapun juga, inti pengorganisasian adalah mampu mengumpulkan orang atau warga masyarakat terorganisir. Setelah masyarakat terkumpul atau terorganisir, proses penguatan merupakan langkah lanjutnya. Menyimak berbagai best practice di atas, lantas peran strategis apa yang mesti dilakukan oleh kalangan Ornop di Indonesia dalam menguatkan masyarakat sipil? Tahap pertama untuk dapat menguatkan masyarakat sipil tentu dengan pengorganisasian masyarakat. Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan ketika hendak melakukan pengorganisasian. Pertama , dimanapun tak akan ada masyarakat yang kuat jika tidak diorganisir. Kedua , salah satu basis penguatan masyarakat sipil adalah “produksireproduksi pengetahuan masyarakat lokal itu sendiri”. Dalam hal ini jejaring Ornop harus menyadari tentang pentingnya produksireproduksi pengetahuan lokal ini. Ketiga, pengorganisasian berarti mengorganisir kembali tatanan atau pranata yang ada di masyarakat reorganizing local institution. Dengan kata lain, penguatkan masyarakat sipil berarti memfungsikanmembangun kembali pranata masyarakat. Dalam hal ini, Ornop dapat merujuk pada pepatah-petitih ilsafat China Kuno berikut: “Datanglah ke tengah rakyat. Mulailah dari apa yang mereka punya, apa yang