Program Kemitraan dengan ICCOKIA

8 Pada tingkatan paling lanjut, program pengembangan kapasitas menggeser penekanan pada proses pendalaman deepening . Dalam hal ini, program mendapati tantangan terberatnya. Pasalnya program harus mampu menyasar pada segenap hal yang terkait dengan capaian kelembagaan jangka panjang, yaitu bagaimana mewujudkan Ornop yang berkelanjutan. Dalam substansi keberlanjutan sustainability itu, penekanan program difokuskan pada potensi sumber-sumber daya yang dimilikidapat digali oleh setiap organisasi mitra. Dalam hal ini perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai sumber daya apa saja yang dimilikidapat digali dan dioptimalisasi dari masing-masing organisasi mitra tersebut. Itulah muatan pengembangan kapasitas pada level antara intermediary. Jika secara historis program pengembangan kapasitas itu dirunut kembali, mediasi awal dimulai sejak adanya pembicaraan dengan Klaas Aikes program oficer KIA di Indonesia yang merasa mengalami kesulitan assessment terhadap kemitraan-kemitraan baru. Akhirnya Klaas Aikis secara khusus menghubungi dan meminta Andreas Subiyono direktur SHEEP Indonesia untuk membantu dan menjembatani antara KIA dengan sejumlah Ornop lokal tersebut. Proses pembicaraan itu sendiri memakan waktu yang relatif panjang, yaitu berlangsung pada tahun 2004-2006. Tersadari pada tataran strategis dan pragmatis, banyak Ornop lokal yang mengalami berbagai persoalan seperti persoalan teknis bahasa Inggrisnya, sampai persoalan konseptual, penulisan proposal yang seringkali tidak disertai kerangka konseptual yang kuat. Bertolak pada pertimbangan pragmatis itu maka muncullah sebuah gagasan sederhana tentang bagaimana menjembatani masalah komunikasi. Pada awalnya Ornop lokal yang meminta referensi cukup banyak, seperti diantaranya adalah YAPHI, YPL, YKP, SpekHAM, Anak Wayang Indonesia, YPL, LKTS, Ekasita, PPLM Kalibrantas, Yayasan Palma di Jakarta. Lembaga-lembaga itu kemudian dihimpun dalam proses fasilitasi. Daripada tidak terkoordinasi dan terkomunikasikan dengan baik, Andreas Subiyono mengusulkan diadakannya pertemuan bersama. Harapan ketika itu, jangan sampai organisasi mitra itu nanti hanya sekadar menjadi “pelansir proyek”. Artinya Ornop Indonesia harus punya kerangka konseptual yang jelas dalam kerja dan praksisnya. Komunikasi bersama pun mulai diselenggarakan. Pada akhirnya muncul kesepakatan bersama perihal kebutuhan untuk diselenggarakan program peningkatan kapasitas, agar mereka juga memiliki kemampuan-kemampuan jangka panjang dan menjadi organisasi yang baik dan berkelanjutan. Setelah melalui proses komunikasi yang mendalam dan adanya kepercayaan dari dua belah pihak, maka SHEEP bekerja sama dengan KIA dalam program pendampingan untuk peningkatan kapasitas. Implementasi programpun berlangsung dengan mengemban dua tujua yaitu Pengembangan Kapasitas Capacity Building dan Komunikasi di antara Organisasi Mitra KIA. Dengan program itu, KIA memiliki harapan bahwa di kemudian hari akan terbuka peluang mempunyai mitra yang kuat dan tambahan mitra yang baru di Indonesia, 9 sehingga pelayanan terhadap masyarakat dapat semakin luas. Kendati demikian, hingga saat ini belum pernah ada mitra baru, bahkan dua organisasi mitra dihentikan kemitraannya lantaran persoalan-persoalan internal kelembagaan yang memang tak memungkinkan untuk diakomodir. Tersadari tidaklah mudah untuk menginisiasi program pengembangan kapasitas di antara Ornop lokal. Selain banyak tersibukkan dan terkuras energi untuk memediasi berbagai pernak-pernik konlik internal kelembagaan mitra, pengembangan kapasitas ternyata tidak terlepas dari spektrum kepentingan multipihak di dalam organisasi mitra itu sendiri. Dalam konteks itu, maka menjadi terlampau panjang untuk mendapatkan dampak perubahan transformatif-berkelanjutan melalui pengembangan kapasitas jika di dalam internal kelembagaan sendiri pun belum selesai mengelola konlik internalnya.

D. Pengembangan Kapasitas Ornop

Tekait program kemitraan pengembangan kapasitas tersebut, SHEEP terlebih dulu melakukan observasi selama satu tahun, yakni dari tahun 2005- 2006. Melalui observasi itulah kebutuhan pengembangan kapasitas terposisikan sebagai kebutuhan aktual, relevan dan mendesak untuk dilakukan. Pilihan program itu untuk menyasarmenjawab berbagai persoalan riil yang dihadapi oleh organisasi mitra. Strategi pendekatan yang ditempuh pun bukan sekadar pendekatan konvensional namun juga menggunakan strategi alternatif dan harus berfokus pada orientasi dampak. Sebagaimana telah berulangkali diulas sebelumnya bahwa Ornop yang berkelanjutan mensyaratkan berbagai perangkat nilai, spirit, dan ideologi dengan menejemen yang baik dan sehat. Tentu saja itu tidak kalah pentingnya dengan kebutuhan meluaskan daya pikir dan pembelajaran atas dunia praksis dalam Ornop. Sejak awal teridentiikasi kebutuhan bahwa komunikasi intensif dalam kemitraan merupakan satu elemen kunci untuk memperbaiki kualitas kemitraan itu sendiri. Berdasarkan hasil penilaian diperoleh proil singkat mitra yang terlibat dalam program pengembangan kapasitas adalah sebagai berikut:

1. Anak Wayang Indonesia

Anak Wayang Indonesia AWI adalah Ornop yang didirikan di Yogyakarta dan berfokus pada kerja-kerja pengembangan kultural dan penegakan harkat-martabat atau hak-hak anak-anak di sejumlah kampung miskin di wilayah kota Yogyakarta. Para aktivis yang bergabung di sana adalah pegiat yang sangat kreatif dan sangat tahu bagaimana menangani anak-anak. Berdasarkan hasil assessment awal, organisasi ini membutuhkan penguatan terutama yang terkait dengan isu menejemen, administrasi, dan sistem PME, kendati para stafnya tahu pentingnya hal itu tetapi kemampuannya masih sangat terbatas. 10

2. Ekasita

Ekasita adalah Ornop yang berkantor di Surakarta. Organisasi ini berdiri saat terjadi krisis ekonomi tahun 1997-1998. Program Ekasita berfokus pada kerja-kerja pelayanan untuk peningkatan pendapatan keluarga di wilayah pelosok pedesaan di wilayah Solo dan Sukoharjo. Secara khusus, Ekasita mengembangkan misi dan komitmen yang kuat untuk pemberdayaan anak-anak dan perempuan dari keluarga miskin. Berdasarkan hasil assessment awal, organisasi ini membutuhkan penguatan utamanya dalam hal PME, pengembangan program dan kapasitas staf.

3. Palma

PALMA adalah Ornop yang didirikan di Jakarta. Organisasi ini berfokus pada isu pelayanan kepada orang dengan HIVAIDS ODHA di wilayah Jakarta. Berdasarkan hasil assessment awal, organisasi ini membutuhkan asistensi teknis berupa pendampingan mediasi konlik internal kelembagaan, proses pengorganisasian kembali dan perlu dibantu untuk menyusun perencanaan strategis.

4. Pusat Pengembangan Lansia dan Masyarakat PPLM

PPLM adalah forum Ornop yang peduli pada orang lanjut usia di Jawa Tengah yang mempunyai fokus pada pelayanan kesehatan, terutama mendorong pelayanan Posyandu Lansia. Dalam program-programnya PPLM menjalin kerjasama dengan 4 lembaga kesehatan di Semarang, Parakan dan Klampok-Banjarnegara. Asistensi teknis yang dibutuhkan oleh organisasi ini adalah pengembangan kerjasama dengan 4 institusi kesehatan dalam menjalankan program-programnya.

5. Yayasan Pamerdi Luhur YPL

YPL adalah Ornop yang telah lama berdiri di wilayah Jepara. Organisasi ini berfokus pada program pengembangan ekonomi rakyat terutama untuk kaum perempuan melalui usaha ekonomi rumah tangga, program pelatihan untuk kaum muda yang putus sekolah, dan program pendampingan organisasi buruh khususnya di perusahan mebel. Dari hasil assessment awal, kebutuhan mendasar organisasi ini adalah pengembangan sistem PME, pelaporan program, pengembangan kapasitas bagi staf.

6. Yayasan Pengabdian Hukum Indonesia YAPHI

YAPHI adalah organisasi bantuan hukum dan advokasi yang berkembang dengan baik. Organisasi yang berkantor di Solo ini memiliki program dan sumber pendanaan yang memadai. Selain manajemen