75
Pada hakekatnya, posisi dan strategi Ornop dalam menghadapi negara dan mendorong demokratisasi bersifat situasional, tergantung pada konteks
politik yang terjadi. Secara teoretis strategi kontestasi Ornop dalam tata pemerintahan atau menghadapi negara dapat dibagi menjadi 3 tipe: pertama,
konfrontasi melawan negara; kedua, reklaim merebut negara; dan ketiga, engagement berkawan dengan negara, seperti tersaji dalam tabel berikut.
Perbandingan di antara ketiganya diidentiikasi menurut enam kategori berikut: aliran; konsep utama; asumsi dasar tentang negara; pemahaman
atas konteks atau kondisi empirik; tujuan dan agenda; serta metode yang dijalankannya.
89
Peta Strategi Besar Kontestasi Ornop dalam Menghadapi Negara dan Demokratisasi
No Item
Konfrontasi melawan negara Rekalim merebut
negara Engagement berkawan
dengan negara
1 Aliran
Kiri Kiri baru
Konvergensi kanan-kiri kiri tengah atau liberal yang kiri
2 Konsep utama
Gerakan sosial Strong democracy
participatory democracy Good governance atau democratic
goverment, demokrasi deliberatif, governance, publik dan citizenship
3 Asumsi dasar tentang
negara 1 Negara adalah sumber dari segala
sumber masalah; 2 rakyat tidak dapat berbuat salah
Negara telah berubah karena demokratisasi, tetapi ia masih
dikuasai oligarki elite Negara sangat penting dan
dibutuhkan, tetapi kapasitas dan responsivitasnya sangat lemah
4 Pemahaman atas konteks
Kondisi empirik Negara dikuasi oleh penguasa
otoriter, korup dan berpihakpada modal.
Demokrasi dibajak oleh kaum elite. Terjadi krisis dan
involusi demokrasi perwakilan Oligarkis, komitmen politik lemah,
Pelayanan publik buruk, partisipasi warga sangat lemah.
5 Tujuan dan agenda
Melawan negara, meruntuhkan penguasa otoritarian, melawan
kebijakan yang tidak pro rakyat Memperdalam demokrasi dan
merebut jabatan publik untuk mengontrol negara
Membuat negara lebih akuntabel dan responsif, serta memperkuat
Partisipasi warga. 6
Metode yang dijalankan Aksi kolektif. Anti kompromi, tidak
mengenal konsep “duduk bersama” Memperkuat CSOs, gerakan
politik dan representasi Kemitraan, duduk bersama,
konsultasi, komunikasi, negosiasi yang dialogis antara CSOs dan
negara
Tabel di atas menunjukkan bahwa strategi Ornop ternyata semakin kompleks. Menurut hasil riset Soetoro Eko di Aceh 2009 misalnya, OMS
ternyata tidak saja bekerja di level akar rumput yang kental dengan pendekatan
89
Soetoro Eko, Op.Cit., hlm.7-8.
B Pemerintah
Masyarakat A
Ornop
A
1. Melayani 2. Mendidik
3.
Mengorganisir
B
1. Oposisi 2. Merebut
3. Berkawan
Reposisi Peran Strategi Ornop
76
gerakan sosial, namun juga telah merambah ke pendekatan teknokratik dan politik. Terkait proses advokasi, riset Soetoro Eko menemukan bahwa
OMS setidaknya menempuh kerja dalam empat kategori berikut: 1 Kerja- kerja basis untuk memperoleh suara voice, pengetahuan, dan membangun
legitimasi; 2 Kerja-kerja teknokratis atau manajemen pengetahuan dengan pendekatan penelitian dan penyusunan naskah kebijakanresearch based
policy making; 3 Kerja-kerja pengorganisasian gerakan dengan membangun
simpul-simpul jaringan, kampanye media, koalisi dan aksi kolektif; dan 4 Kerja-kerja politik dengan cara menggelar dialog dan lobby kepada para
pembuat kebijakan agar usulan kebijakan dapat masuk. Kerja-kerja advokasi
dengan pendekatan basis, teknokratis, dan politis itu terjelaskan dalam bagan berikut.
90
Menimbang pada kompleksitas alur dan logika kerja advokasi oleh OMS di atas, maka dapat ditegaskan lebih jauh bahwa OMS mempunyai
posisi, bentuk, dan cirikhas yang beragam. Keragaman itu tentu saja sangat bergantung pada pengalaman dan kemampuan masing-masing OMS. Lebih
jauh Soetoro Eko memaparkan bahwa setidaknya ada tiga bentuk OMS yang
kategori pembanding dan pembedanya gerakan, jaringan, dan penyedia layanan mencakup beberapa aspek berikut: level posisi dan tindakan; posisi
berdiri; kekuatan utama yang dimiliki; dan agenda utama.
91
90
Soetoro Eko, Op.Cit., hlm.11
91
Soetoro Eko, Op.Cit., hlm.12
Alur Logika Kerja Advokasi OMS
77
Posisi, Bentuk, dan Cirikhas OMS
Gerakan Jaringan
Penyedia layanan service provider
Level posisi dan tindakan
Mulai dari bawahgrass roots lalu
melakukan scaling up Berada di levelmeso
menengah,yang melakukan linkup terhadap berbagai OMS
Berada di atas, yangbelajar dari bawahdan dari tengah.
Posisi berdiri Berada “di belakang”organisasi
rakyat. Berada “di tengah”yang men-
jadi simpuljaringan Ornop Berada “di depan”yang
menyediakan ruang-ruang parapihak, dan menjali-
nhubungan dekatdengan pemerintah.
Kekuatan utama yang dimiliki
Lebih populis, pengorganisasian dan
pendidikan rakyat Simpul visi, informasi
dan jaringan Manajemen
pengetahuan atau keahlian teknokratis
Agenda utama Mendidik dan mengorganisir
rakyat untuk mengubah sistemkebi-
jakan pemerintah Pertukaran informasi dan pem-
bentukansimpul koalisi untuk advokasi kebijakan
Mengumpulkan dan menebar
pengetahuan, menjadi konsultan
kebijakan pemerintah
Dari seluruh paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan jaman berikut konteks sosial politik telah menuntut perubahan posisi dan
strategi OMS dalam menghadapi negara dan mendorong demokratisasi. Tak terhindarkan lagi bahwa para pegiat Ornop tak lagi cukup berada di luar
teriakkan demokratisasi. Lebih dari itu, mereka harus masuk ke dalam pagar atau ke dalam sistem, dengan cara merebut kekuasaan. Dengan kata lain,
para pegiat harus melakukan perubahan dari gerakan sosial social movement ke gerakan politik political movement
, atau dari pengorganisasian masyarakat community organizing bergerak menuju pengorganisasian politik political
organizing.
92
E. Epilog: Membangun Sinergi untuk Penguatan Masyarakat Sipil Indonesia
Pada paparan di atas dapat ditarik beberapa pemahaman penting yaitu: pertama
, di tengah semakin kuatnya tuntutan konsolidasi demokrasi masyarakat sipil dalam satu dekade terakhir, inisiatif pengembangan kapasitas organisasi
merupakan ketidakterhindaran yang mesti dipikirkan sedari dini dan secara sungguh-sungguh. Membangun atau mengembangkan kapasitas mestinya
tidak dapat dipandang sekedar wacana untuk menjustiikasi program-program yang sedang atau telah dikerjakan. Namun patutlah disayangkan ketika inisiatif
pengembangan kapasitas Ornop justru berasal dari pihak di luar organisasi utamanya jejaring atau bahkan donor ketimbang didasarkan pada kebutuhan
dan keputusan internal organisasi itu sendiri.
93
Kedua , Ornop rupanya menghadapi berbagai tantangan serius untuk
92 Soetoro Eko, Op.Cit., hlm.5.
93 Andreas Subiyono
78
memperkuat dirinya sebagai kekuatan transformatif di masa depan. Alih-alih membangun sinergi dengan multi pemangku kepentingan di jejaring masyarakat
sipil yang lebih luas, Ornop seringkali telah tersandera lebih dulu oleh konlik internal kelembagaannya. Dalam kondisi seperti itu, energi lebih terkuras untuk
mengkonsolidasikan diri dalam “cangkang organisasi” ketimbang menyinergikan berbagai kekuatan jejaring masyarakat sipil.
Ketiga , tersadari selama 3 dekade 1970 – 2000 Ornop atau organisasi
masyarakat sipil di Indonesia dimanjakan oleh berlimpahnya donasi donor internasional. Selain melahirkan persoalan ketergantungan Ornop, era fund
booming telah berkontribusi pada infantilitas mental Ornop di era paceklik donasi donor internasional, yang termanifestasi setidaknya dalam kurun lima
tahun terakhir.
94
Era paceklik donasi ini jelas telah mencelekkan mata bahwa Ornop di Indonesia gagal lantaran terlambat menyiapkan peta jalan menuju
kemandirian sejak dini. Alih-alih merumuskan strategi menuju kemandirian dan melakukan pengembangan kapasitas pegiat sejak dini, Ornop justru terlena oleh
fund booming . Tak pelak lagi, Ornop nampak tergagap, tergopoh, dan limbung
menyongsong paceklik donasi. Akumulasi risiko dan ancaman yang beradu kerentanan dalam pola ketergantungan selama tiga dekade benar-benar telah
pecah menjadi “bencana” berikut situasi darurat bagi Ornop di Indonesia saat ini.
Keempat , perubahan strategi penyaluran donasi dari donor internasional ini
sontak memicu pergeseran ideologi, isu, metode pendekatan di kalangan Ornop. Efek domino dari perubahan kebijakan donor internasional pun bunkanlah
problem enteng atau sepele. Beberapa waktu terakhir muncul kecenderungan kuat bahwa fragmentasi antar Ornop berikut jejaringnya berlangsung secara
intensif sekaligus ekskalatif. Melalui cara-cara yang tak sehat terjadi rivalitas, kontestasi, bahkan konlik baku curiga, baku tuding, baku tuduh melalui
kampanye dan propaganda negatif black campaign, black propaganda antar mereka. Gesekan dan fragmentasi itu adalah bagian yang tak terpisahkan dari perbedaan
respon dan strategi mendapatkan sumber-sumber pendanaan yang kian terbatas.
Naga-naganya, watak kompromistis-pragmatis nyaris tak terbendung. Kelima
, di tengah keserba-semrawutan chaos itu, Ornop masih diperhadapkan pada realitas bahwa peran-peran strategisnya selama ini—terkait
94
Pada akhir tahun 2004, multidonor Decentralization Support Facility bersama Bank Dunia melakukan riset tentang efektivitas pendanaan kepada NGOs untuk tujuan reformasi politik
di Indonesia. Riset berkesimpulan bahwa pendanaan kepada NGOs sangat strategis untuk menumbuhkan masyarakat sipil di Indonesia, tetapi tidak efektif untuk mendorong reformasi
pemerintahan governance reform. Akhirnya multidonor pun merekomendasikan untuk menggeser strategi penyaluran donasi, dari civil society irst yang menonjol pada tahun 1998-2004
menjadi state irst sejak 2005 sampai saat ini. Lihat Soetoro Eko, Masyarakat Sipil, Negara, dan Demokratisasi di Indonesia, paper Semilokal Mitra KIAICCO di Jawa Tengah dan Yogyakarta,
5-6 Maret 2009, hlm.4-5.
79
praksis penyadaran dan pemberdayaan masyarakat sipil—telah “diambil alih” oleh korporasi dalam wujud Corporate Social Responsibility
, partai politik, institusi pendidikan, bahkan pemerintah sendiri. Kemerosotan drastis pasokan amunisi
jelas tak memungkinkan Ornop dapat bergerak selincah dulu. Ranah dan ruang gerak praksis kian terkapling dan termutilasi. Lebarnya disparitas sumber daya
semakin membuat Ornop serasa ciut dan kerdil dihadapan pemerintah maupun korporasi. Ciutnya nyali Ornop bak gigil pelanduk diantara kepungan jejulur
mulut singa dan rahang buaya yang tengah menganga.
Keenam , tak hanya berhenti di situ saja, tantangan terberat yang mesti
dihadapi Ornop saat ini adalah otoritarianisme-hegemonik dari rejim fundamentalisme pasar yang multi-rupa. Watak otoritarian secara gambalng
termanifestasikan dalam berbagai sepak terjang korporasi berbalutkan legitimasi kebijakan negara. Secara telanjang praktik-praktik rejim fundamentalisme pasar
semakin sempurna ketika mereka dapat dengan mudahnya menyusup, menyisir, dan menguras lapis demi lapis sumber ekonomi produktif milik masyarakat.
Kapitalisasi dan komodiikasi telah mengantarkan masyarakat negeri ini ke pintu gerbang kebangkrutan dan keterpurukan.
Menimbang keruwetan itu, lantas bagaimana Ornop mesti bersikap dan merumuskan rencana tindak lanjut terkait agenda membangun sinergi
penguatan masyarakat sipil di Indonesia baik di tingkat lokal dan nasional? Tidak ada tips sederhana ataupun resep instan yang mujarab untuk itu. Hal yang
dibutuhkan saat ini bukan sekadar soal tips ataupun resep teknis menejerial yang teramat banal sebagai titik pijak. Kegagalan telah mengajarkan kepada
kita bahwa berbagai fungsi dan mandat selama ini justru terabaikan lantaran Ornop terjebak dengan indikator-indikator menurut standar manajerial
95
yang sebenarnya tak lebih dari sekadar treadmill.
Dengan perubahan mind set itu maka dapat disisipkan beberapa catatan berikut sebagai bahan untuk merumuskan rencana tindak lanjut ke depan. Pertama
, hal utama yang mesti ditekankan di sini adalah bahwa Ornop harus memulai
untuk mengarusutamakan indikator-indikator menurut ukuran masyarakat dan bukan tolok ukur manajerial sendiri yang cenderung rabun myopic. Oleh karena
itu, peningkatan kapasitas maupun pilihan pendekatan harus disesuaikan dengan konteks terbaru atau terkini maupun dinamika persoalan yang dihadapinya.
Pendek kata, jika ingin membangun masyarakat sipil yang kuat Ornop harus merubah kerangka berpikir dan tidak bergantung pada standar dan indikator
lembaga yang dipaksakan oleh donor.
96
Kedua , para pegiat Ornop harus mafhum bahwa perubahan yang
sesungguhnya dimaksudkan bukanlah sekadar perubahan pragmatis dan fungsional belaka, namun harus sampai pada perubahan struktur sosial
95
Andreas Subiyono
96
Roem Topatimasang
80
masyarakat. Perubahan itu jelas membutuhkan waktu. Karenanya harus ada konsistensi strategi kelembagaan sebagai bentuk perjuangan dalam melakukan
perubahan di masyarakat. Ornop perlu berkaca secara kritis tentang siapa sesungguhnya yang memberi legitimasi atau “cap” atas keberadaannya sebagai
pilar utama OMS.
97
Dengan cara itu, kalangan Ornop dapat menguliti problem kejumudan kemandegan sinergisitas antara dirinya dengan organisasi rakyat di
tingkat akar rumput. Prakarsa melacak kembali reinventing jati diri Ornop adalah keniscayaan yang tak terhindarkan di tengah-tengah pusaran perubahan yang
fundamental. Ornop perlu memperluas forum atau jejaring yang ada selama ini guna mentautkan perannya dengan berbagai elemenunsur masyarakat lainnya.
Reinventing itu seoptimal mungkin harus menjawab seputar problem identitas, fragmentasi, positioning, kapasitas, legitimasi.
98
Ketiga , gagasan dan inisiasi konsolidasi masyarakat sipil itu secara mendasar
harus mampu menjawab fragmentasi kepentingan, isu, dan elemen sektoral. Ranah konsolidasi itu sendiri mesti dipertimbangkan limitasinya semisal
pada satuan wilayah tertentu yang memang dianggap layak dan mungkin
dilakukan, sebutlah di tingkat kabupaten.
99
Selain agar lebih mengakar dan tak ahistoris, limitasi ranah konsolidasi ini penting untuk menghindari langgam
dan gaya Ornop yang suka hit and run setiap menghadapi kendalakebuntuan pengorganisasian maupun pemberdayaan masyarakat.
Keempat , pembatasan ranah konsolidasi itu sebenarnya hendak menegaskan
bahwa Ornop juga perlu mengambil opsi realistis dan proporsional seturut takaran kapasitas dan kemampuan lembaganya. Misalnya kemampuan apa saja
yang dimiliki Ornop untuk mengubah kebijakan di tingkat nasional maupun lokal. Sumber daya apa saja yang dimiliki Ornop agar dapat menegosiasikan
apa diinginkannya, apa yang diinginkan donor, dan apa yang diinginkan masyarakat.
100
Kejujuran menakar diri adalah pilihan bijak dan adil bagi Ornop sendiri maupun jejaring masyarakat sipil yang hendak dikonsolidasi. Dengan
semangat kejujuran, jejaring dapat berbagi ruang dan peran sesuai kemampuannya masing-masing. Tanpa perlu saling menipu diri hipokrit, jejaring masyarakat
sipil dapat mengkompromikan berbagai macam kesepakatan demi tergapainya kemenangan bersama.
Kelima , selain jujur menakar diri, Ornop juga harus mempelajari dan
memahami secara rinci konteks masyarakat lokal sebagai basis rujukan bagi proses penguatan masyarakat sipil. Mengetahui seberapa besar sumber daya
lokal dan sumber daya gerakan social capital dan political capital yang dimiliki masyarakat merupakan stok pengetahuan yang sangat berharga bagi Ornop
97
Andreas Subiyono
98 Roem Topaimasang
99 Roem Topaimasang
100 Roem Topaimasang