Epilog: Membangun Sinergi untuk Penguatan Masyarakat Sipil Indonesia

80 masyarakat. Perubahan itu jelas membutuhkan waktu. Karenanya harus ada konsistensi strategi kelembagaan sebagai bentuk perjuangan dalam melakukan perubahan di masyarakat. Ornop perlu berkaca secara kritis tentang siapa sesungguhnya yang memberi legitimasi atau “cap” atas keberadaannya sebagai pilar utama OMS. 97 Dengan cara itu, kalangan Ornop dapat menguliti problem kejumudan kemandegan sinergisitas antara dirinya dengan organisasi rakyat di tingkat akar rumput. Prakarsa melacak kembali reinventing jati diri Ornop adalah keniscayaan yang tak terhindarkan di tengah-tengah pusaran perubahan yang fundamental. Ornop perlu memperluas forum atau jejaring yang ada selama ini guna mentautkan perannya dengan berbagai elemenunsur masyarakat lainnya. Reinventing itu seoptimal mungkin harus menjawab seputar problem identitas, fragmentasi, positioning, kapasitas, legitimasi. 98 Ketiga , gagasan dan inisiasi konsolidasi masyarakat sipil itu secara mendasar harus mampu menjawab fragmentasi kepentingan, isu, dan elemen sektoral. Ranah konsolidasi itu sendiri mesti dipertimbangkan limitasinya semisal pada satuan wilayah tertentu yang memang dianggap layak dan mungkin dilakukan, sebutlah di tingkat kabupaten. 99 Selain agar lebih mengakar dan tak ahistoris, limitasi ranah konsolidasi ini penting untuk menghindari langgam dan gaya Ornop yang suka hit and run setiap menghadapi kendalakebuntuan pengorganisasian maupun pemberdayaan masyarakat. Keempat , pembatasan ranah konsolidasi itu sebenarnya hendak menegaskan bahwa Ornop juga perlu mengambil opsi realistis dan proporsional seturut takaran kapasitas dan kemampuan lembaganya. Misalnya kemampuan apa saja yang dimiliki Ornop untuk mengubah kebijakan di tingkat nasional maupun lokal. Sumber daya apa saja yang dimiliki Ornop agar dapat menegosiasikan apa diinginkannya, apa yang diinginkan donor, dan apa yang diinginkan masyarakat. 100 Kejujuran menakar diri adalah pilihan bijak dan adil bagi Ornop sendiri maupun jejaring masyarakat sipil yang hendak dikonsolidasi. Dengan semangat kejujuran, jejaring dapat berbagi ruang dan peran sesuai kemampuannya masing-masing. Tanpa perlu saling menipu diri hipokrit, jejaring masyarakat sipil dapat mengkompromikan berbagai macam kesepakatan demi tergapainya kemenangan bersama. Kelima , selain jujur menakar diri, Ornop juga harus mempelajari dan memahami secara rinci konteks masyarakat lokal sebagai basis rujukan bagi proses penguatan masyarakat sipil. Mengetahui seberapa besar sumber daya lokal dan sumber daya gerakan social capital dan political capital yang dimiliki masyarakat merupakan stok pengetahuan yang sangat berharga bagi Ornop 97 Andreas Subiyono 98 Roem Topaimasang 99 Roem Topaimasang 100 Roem Topaimasang 81 untuk merumuskan rencana strategis ke depan. Berbasis stok pengetahuan itu, Ornop dapat merencanakan jangkauan perubahan dan perluasan proses konsolidasi masyarakat sipil maupun beragam elemen pro-demokrasi secara terukur. Konteks komunitas itulah yang harus diidentiikasi dan dianalisis sebagai bahan untuk mengawal perubahan. Dengan itu pula, masyarakat juga dapat menegaskan perubahan yang diharapkan dan dicita-citakannya. Keenam , konsistensi Ornop untuk memegang nilai-nilai populis perlahan namun pasti akan melahirkan, meminjam Antonio Gramsci, sosok intelektual organik yang siap menjadi pagar betis bagi rakyat yang terpinggirkan baik oleh kebrutalan kebijakan negara ataupun hegemoni pasar. Berakarnya spirit de populo ad populum semacam itu harus senantiasa dipupuk dan direplikasi hingga terlembagakan menjadi institusi-institusi sosial transformatif. Meluasnya persistensi praksis penyadaran, pengorganisasian, dan pemberdayaan masyarakat di tingkat basis niscaya mampu membendung tirani pasar, yang daya rusaknya tak kalah dahsyat dari tirani negara. Terbangunnya sinergi di antara jejaring masyarakat sipil itu pun akan berhasil mematahkan mata rantai reproduksi hegemon-hegemon rejim fundamentalisme pasar di negeri ini. Itulah tantangan serius Ornop untuk mengawal proses konsolidasi demokrasi di tengah himpitan paceklik amunisi akibat perubahan haluan donor internasional. 83 BAB IV Capaian Kapasitas Ornop: Paradoks Perubahan Melanjutkan pemaparan beberapa materi pengembangan kapasitas yang belum terulas pada Bab sebelumnya, maka pada bab ini perlu untuk menuntaskannya sebelum catatan kritis terbubuhkan di penghujung tulisan. Sebagai bab penghujung, paparan selanjutnya akan mencoba mengambil sari pati pelajaran berharga dari proses panjang implementasi program pengembangan kapasitas mitra Ornop. Tanpa terkecuali, akan menilik kembali kritik – otokritik atas proses yang dijalankan dalam setiap tahapan proses. Dalam konteks eraepoh yang berubah, munculnya berbagai paradoks dan keniscayaan yang tak terhindarkan. Paradoks dan ironi itulah yang akan menjadi pengalaman dan pengingat yang menarik untuk diulas.

A. Tata kelola Ornop: Sistem Manajemen Keuangan dan Perencanaan,

Implementasi, Monitoring, dan Evaluasi PIME Secara haraiah, tata kelola governance berarti mengendalikan to steer. Maka tata kelola organisasi organization governancedapat dideinisikan secara umum sebagai rangkaian proses perumusan dan pelaksanaan budaya, kebijakan, dan aturan dalam sebuah sistem yang didukung oleh institusi kuat untuk mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengendalian sebuah organisasi. Jabaran makna itu dapat terjelaskan dalam bagan berikut. 101 101 Komisi Konsultasi dan Kemitraan SHEEP Indonesia, Pengantar Tata Kelola Organisasi, hlm.20 84 Dengan demikian, makna tata kelola merujuk pada dua makna: pertama, proses menata berjalannya organisasi berdasarkan nilai dan ilosoi dasar organisasi yang didukung oleh institusi kuat untuk menuju pencapaian visi bersama. Kedua, proses mengelola program sebagai ekspresi dari nilai-nilai dasar dengan menggunakan sumber daya organisasi SDM, keuangan dan non keuangan secara eisien dan efektif. Dengan kata lain, proses mengembangkan tata kelola organisasi yang baik berjalan secara simultan pada keseluruhan aspek tata kelola dengan tingkat capaian yang berbeda-beda. 102 Gambar di atas ingin menegaskan bahwa tata kelola organisasi yang baik harus mencakup setidaknya empat hal: pertama , integritas dan komitmen pada nilai-nilai; kedua , transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan; ketiga, sistem manajemen terpadu yang efektif Perencanaan Implementasi dan Monitoring, dan Evaluasi; dan keempat , kinerja yang berorientasi pada dampak. Bertolak dari bingkai besar tata kelola Ornop diatas, maka pada sub bab berikut secara khusus akan memaparkan dua materi yang dianggap penting dalam proses pengembangan kapasitas ornop. Dua materi semiloka dan lokalatih itu adalah Sistem Manajemen Keuangan: PSAK-45 dan Sistem PIME Planing, Implementation, Monitoring, and Evaluation. 102 Komisi Konsultasi dan Kemitraan SHEEP Indonesia, Tata Kelola Organisasi dan Sistem PIME, hlm.13 85

1. Sistem Manajemen Keuangan: Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK Nomor: 45

Dalam program pengambangan kapasitas ornop, salah satu kebutuhan yang disepakati bersama adalah Pengembangan Sistem Tata Kelola Keuangan Berdasarkan PSAK -45 Pernyataan Standar Akuntansi Keuanganuntuk Organisasi no Proit. Sangat disadari oleh para mitra bahwa perihal pengembangan tata kelola keuangan sesuai PSAK-45 ini sesungguhnya terasa problematis bagi kalangan Ornop. Namun menimbang berbagai argumen dan desakan dari seluruh mitra sendiri maka program pengembangan kapasitas tentang itu tetap dilakukan. Terlalu panjang jika seluruh materi PSAK-45 itu diurai di sini. Selain persoalan materinya spesiik dan teknis, tak cukup ruang di buku ini untuk menyajikan resep kepiawaian teknis PSAK-45. Oleh karena itu, muatan materi terkait PSAK-45 yang akan diuraikan di sini hanya sejauh yang terkait dengan diskursus kritis di kalangan Ornop perihal konsekuensi kelembagaan oleh munculnya kebijakan pemerintah melalui standard akuntansi yang terepresentasikan dalam PSAK-45 tersebut. Jika Ornop dimintai laporan keuangan oleh donor, maka laporan keuangan yang ditujukan atau diorientasikan untuk kebutuhan pertanggungjawaban kepada donor itu biasanya format dan isinya sesuai dengan ketentuan dari donor saja. Lagi pula antara donor yang satu dengan yang lainnya pun memiliki standarformat dan isi yang berbeda-beda. Laporan keuangan donor sangatlah bervariasi. Terkesan, berbagai alasan itu sangatlah simplistis. Namun jika hendak diitilik dari alasan substansialnya pun, kalangan Ornop mengantongi sejumlah dasar keyakinan bahwa: Pertama , laporan keuangan bukan satu - satunya hal yang mencerminkan kemampuan kelembagaan. Secara prinsipil, kemampuan Ornop terletak pada komitmen dan kemampuan SDM bukan hanya pada laporan keuangan. Kedua , jika logika itu dibalik, “kehendak baik”good will yang tercermin dalam rupa jejaring sosial dan SDM bagaimanapun juga tidak dapat dikuantiisir dalam sebentuk laporan keuangan. Demikian pula “kehendak baik” dalam wujud informasi formal dan informal pun tak akan dapat terlaporkan dalam format laporan keuangan semacam itu. Ketiga , transparansi Ornop tidak harus berupa laporan keuangan yang sesuai dengan PSAK yang sangat kuantitatif. Transparansi dapat termaktub dalam laporan naratif. Bagaimanapun juga berbagai hasil kerja Ornop berikut dampak-dampaknya hanya dirasakan oleh kalangan masyarakat tertentu yang terkait program, atau justru aparat pemerintah yang boleh jadi bertentangan dengan kalangan masyarakat yang terkait program tersebut. Kekhawatiran itu semakin menjadi ketika membayangkan adanya 86 kemungkinan UU ini akan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang bertentanganberseberangan dengan misi dan visi Yayasan entah itu pemerintah ataupun investor. Beberapa ketentuan yang mencemaskan itu tercermin dalam ketentuan berikut: Yayasan yang belum mengumumkan laporan keuangan, dianggap melanggar UU; Yayasan yang belum diaudit. Indonesia IAI mengambil kerangka konseptual bahwa transparansi keuangan lembaga menuntut suatu standar pencatatan dan pelaporan yang konsisten dan dapat dibandingkan. Organisasi maupun para pemangku kepentinganstakeholders dapat mengetahui secara jelas sumber serta cara penggunaan sumber daya yang ada pada lembaga tersebut. Dengan penerapan PSAK, diharapkan lembaga dapat mengelola informasi keuangan secara lebih profesional dan informasi yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas. Dalam hal ini, infrastruktur administrasi dan pelaporan yang memadai adalah prasyarat utama bagi organisasi guna mendorong transparansi dan akuntabilitas lembaga. Pada prinsipnya PSAK 45 diterapkan pada keuangan lembaga khususnya lembaga yang berbentuk Yayasan, dan bukan pada keuangan proyek dari Yayasan. Sebelum mendalami sistem baku PSAK 45 itu, lembaga perlu menilai kesehatan keuangannya terlebih dulu, dengan cara mengisi Questionnaire of Financial Management Health. Kesehatan keuangan itu dapat ditilik dari aliran kas cash low. Dari penilaian itu, lembaga dapat mengetahui apa saja yang perlu ditingkatkan dalam sistem keuangannya. Dengan tahapan itu, barulah sistem baku PSAK 45 dikenalkan. 103 Tujuan utama dari pembuatan laporan keuangan berdasarkan PSAK 45 itu adalah menyediakan informasi-informasi yang relevan untuk memenuhi kepentingan para penyumbang, anggota lembaga, kreditur, dan pihak lain yang menyediakan sumber daya bagi lembaga nirlaba untuk ragam informasi penting yang terdapat dalam PSAK-45, lihat box. Dalam takaran praktis, implementasi PSAK-45 memiliki sejumlah manfaat yang cukup penting. Beberapa kemanfaatan itu antara lain: pertama , dengan PSAK-45, sistem keuangan organisasi dapat tertata dengan baik, 103 Wisnu Widjajanto dalam Notulensi Pengembangan Sistem Tata Kelola Keuangan berdasarkan PSAK-45, hlm. 2 87 sehingga organisasi dapat memenuhi kewajiban perpajakannya secara lebih baik pula. Kedua , dengan PSAK-45, organisasi mampu menyediakan data informasi keuangan yang memadai sekaligus bermanfaat bagi para pemangku kepentingan para penerima manfaat, organisasi itu sendiri, pemerintah, donor, dan lain sebagainya. Ketiga, dengan PSAK-45, organisasi dapat mengoptimalisasi kapasitasnya untuk menjadi lembaga yang semakin terbuka. Keempat , jika PSAK-45 dipraktikkan secara konsisten, maka organisasi akan dapat menjamin keberlangsungan pelaporan secara tepat waktu, kualitas informasi lihat box , dan umpan balik yang sangat bermanfaat bagi internal kelembagaan. 104 Jika ditilik dari sudut pandang pengguna, beberapa pihak yang akan sangat terbantu dengan hadirnya kebijakan PSAK 45 ini di antaranya adalah dewan pengawaspembina Ornop dan para donorcalon donor potensial. Dewan pengawas tentu sangat membutuhkan informasi yang tepat waktu agar dapat menjalankan fungsi pengawasan operasional lembaga lewat informasi keuangan. Dengan indikator yang sudah ditetapkan di muka, dapat diperoleh gambaran mengenai kondisi lembaga saat ini. Sementara itu para donor calon donor dari suatu lembaga yang secara terbuka mempublikasikan kondisi keuangannya akan mendapatkan impresi atau kesan yang baik tentang lembaga. Dengan keterbukaan, lembaga dianggap sudah dijalankan dengan profesional. Kendati penerapan PSAK-45 bagi kalangan Ornop mengundang banyak catatan sebagaimana tertera di atas, namun para mitra tetap saja merasa butuh untuk mendalaminya. Selain karena terdorong semangat memutakhirkan pengetahuan dan kapasitas. Mitra menyadari pentingnya menajamkan kapabilitas adaptif-nya atas tuntutan jaman perihal transparansi dan akuntabilitas organisasi. Pada tahapan dan masa tertentu, pemahaman 104 Presentasi Wisnu Widjajanto, Pengembangan Sistem Tata Kelola Keuangan berdasarkan PSAK- 45, hlm.9-11.