Konsolidasi Ekternal Jejaring Masyarakat Sipil

69 terhadap donor. 63 Relasi dengan donor misalnya, pandangan umum selama ini beranggapan bahwa donor hanya menjalin relasikomunikasi personal dengan orang-orang tertentu contact person saja dalam suatu organisasi. Pandangan itu tentu harus mulai diubah. Relasi donor pada dasarnya adalah relasi kelembagaan, bukan perorangan. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berkomunikasi dengan donor. Misalnya yang terkait dengan persoalan program, donor dapat berkomunikasi dengan Manajer Program, bukan hanya dengan Direktur Eksekutif saja. Melalui komunikasi yang hangat, siapapun dapat memiliki kesempatan yang sama dengan donor. Cara-cara komunikasi semacam itu pun dapat dipelajari. Melalui komunikasi yang hangat dan terbuka dengan donor, Ornop dapat menuturkan berbagai kendala yang muncul. Tidak menutup kemungkinan aneka perubahan internal organisasi pun dapat dengan ringan dan mudah disampaikan kepada donor. Hanya saja tetap perlu bersikap taktis ketika hendak menuturkan perkara- perkara internal yang krusial. Berbasis pada nilai kejujuran donor pun boleh jadi akan dapat menerima dan memahami dengan baik, sekurang-kurangnya dapat proporsional. 64 Berbagai pilihan kebijakan sebagai bentuk adaptasi di sisi internal- ekternal organisasi terhadap tuntutan konsolidasi demokratis itu tentu saja harus melibatkan partisipasi seluruh personil kelembagaan yang ada. Dalam hal ini, dewan pengawas atau dewan pembina pun perlu mempertimbangkan dan memberikan masukan bagi pilihan aksi yang akan diambil dan ditetapkan oleh eksekutif dan seluruh stafnya. Selain itu, organisasi juga harus memberikan pemahaman tentang kebijakanmekanisme internal-eksternal kelembagaan itu kepada segenap personil organisasi. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi keseimbangan antara perkembangan yang ada di tingkatan internal maupun eksternal organisasi. Jika dikaji lebih jauh, ada beberapa kendala bagi organisasi masyarakat sipil dalam berjejaring. Beberapa kendala yang sering dijumpai di antaranya: 1. Alokasi dana yang besar untuk berjejaring; 2. Terjadinya kesenjangan antara lembaga besar dan lembaga kecil lembaga besar cenderung egois, sementara lembaga kecil cenderung ingin mendapatkan akses sumber daya semata; 3. Jejaring hanya inisiatif segelintir orang saja atau tekanan-tekanan tertentu yang ujung-ujungnya sekadar menjawab persoalan pragmatis; 4. Senjangnya kapasitas antara organisasi dalam jejaring tersebut; 5. Jejaring sering mengatasnamakan lembaga, namun realitasnya justru didominasi personal; sehingga jejaring sering tak berfungsi dan sulit dicari titik temunya lantaran dominasi individu yang jauh dari basis nilai jejaring; 65 6. Kurangnya 63 Ibid 64 Tanggapan Pdt. Djoko YPL 65 Ibid 70 keterbukaan untuk membincang persoalan keuangan secara transparan dan ujung-ujungnya memicu saling curiga di antara anggota jejaring; 66 7. Dalam jejaring seringkali tidak ada tindak lanjut program, kalau pun berjalan biasanya hanya menjelang proyek berakhir. 67 Terlepas dari kendala-kendala tersebut di atas, interdependensi di antara anggota jejaring organisasi masyarakat sipil tetaplah mutlak diperlukan. Bagaimanapun juga jejaring tetap harus diperjuangkan kendati membutuhkan waktu dan proses yang panjang untuk mensinergikan segala sesuatunya. 68 Dengan berjejaring, keberadaan organisasi-organisasi kecil— yang mungkin memiliki kemauan yang besar dan kuat untuk berkembang tapi energinya terbatas—pun dapat terakomodir. 69 Sebagai wujud kebersamaan, jejaring tentu saja menuntut keterbukaan. Spesiikasi masing-masing lembaga merupakan kekayaan yang butuh disikapi dan dikelola dengan kedewasaan. 70 Secara prinsipil, berjejaring adalah upaya penggalangan kekuatan berbagai macam organisasi dengan cara menggali kesamaan spirit, nilai, kepentingan, dan tujuan untuk menjawab persoalan sehingga terwujud cita-cita bersama. Kendati beragam karakter, namun satunya spirit, nilai, dan tujuan mensyaratkan bahwa setiap anggota jejaring harus saling menghargai dan menerima. 71 Sekecil apapun jejaring biasanya punya apa yang sering disebut sebagai kode etik code of conduct dalam berjejaring. 72 Dengan berjejaring, setiap organisasi berpeluang mendapatkan tambahan pengetahuan, pengalaman, penyadaran, dan pendalaman spirit. Jejaring juga dapat menstimulasi munculnya inisiatif bagi pengembangan kapasitas internal organisasi. 73 Selain itu, jejaring dapat menjadi media yang dapat mencairkan hubungan dan menumbuhkan kesadaran tentang capaian atau cita-cita bersama. 74 Jejaring juga berfungsi untuk mobilisasi sumber daya, penguatan kapasitas dan peluang, memperbesar daya dorong dalam advokasi kebijakan, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, Ornop tidak perlu resah berlebihan ketika sebuah jejaring tidak berlanjut. Dalam takaran tertentu, jejaring sangat ditentukan oleh isu yang digeluti. Maka tidak menutup kemungkin jika ada jejaring yang mengandalkan pada model seleksi alam. 75 Lebih jauh, berjejaring juga dapat menjadi media untuk berbagi 66 Tanggapan Anik Ekasita 67 Tanggapan Lilik YPL 68 Tanggapan Tumiri YKP 69 Pernyataan Vera SPekHAM 70 Tanggapan Pdt. Djoko YPL 71 Tanggapan Christy Ekasita 72 Tanggapan Lilik YPL 73 Tanggapan lilik YPL 74 Tanggapan KH. A. Muhaimin Sheep 75 Indri SPeKHAM 71 sharing pengalaman dan cara pandang atas berbagai hal seperti: 1. Berbagai tantangan konsolidasi di tingkat eksternal dan internal sesuai dengan mandat masing-masing organisasi; 2. Respon atas legal entity yang dipilih dibicarakan bersama atau karena intervensi donor; 3. Sikap terhadap kebijakan donor; 4. Kebijakan internal organisasi dan implementasi program di masyarakat; 5. Menjaga nilai dan spirit organisasi proses internalisasi spirit pada generasi selanjutnya; 6. Berbagai tantangan keberlanjutan organisasi sesuai dengan kemampuan dana atau sumber daya yang dimiliki. 76 Kunci berjejaring sebetulnya lebih didasarkan pada seberapa besar keprihatinan bersama terhadap suatu isu strategis yang menjadi tali pengikatnya, sejauhmana pengorganisasian dilakukan bersama-sama secara sinergis, dan seberapa solid sumber-sumber dana dikumpulkan sesuai dengan idealisme dan komitmen yang telah disepakati bersama. Misalnya yang terkait dengan isu, jejaring harus mampu merumuskan dan mengelola berbagai macam isu strategis yang boleh jadi belum terkelola secara memadai seperti legal drafting , analisis anggaran, pengarusutamaan gender, dll. Selain perlu saling berbagi peran, jejaring tetap saja butuh diperkuat dengan membangun relasi antar personal melalui dialog secara egaliter dengan mengedepankan spirit pembelajar yang senantiasa haus menimba pengalaman dan pengetahuan orang lain. Karenanya demi munculnya ajang releksi, Ornop perlu bersama memikirkan pilihan-pilihan strategis sesuai konteks-konteks tertentu. Kemudian, tema konsolidasi untuk OMS dipilih sesuai konteks perubahan bagi pengembangan konsolidasi jejaring. 77 Setelah proses konsolidasi jejaring berjalan baik, setiap organisasi pun harus dapat mencermati secara jeli takaran kebermaknaan, dampak, dan kemanfaatan dari jejaring tersebut. Tak ada formulasi umum untuk mengukurnya. Selain perkaranya kasuistik, setiap organisasi tentu memiliki tolok ukur masing-masing. Namun secara prinsipil, peran jaringan biasanya akan bermanfaat dan berdampak, ketika jejaring itu dirasa memiliki peran strategis bagi organisasi-organisasi yang menjadi anggotanya. Kendati jejaring itu mungkin dibentuk berdasarkan pada relasi personal tertentu profesi, namun tak semestinya itu mengabaikan bingkai kelembagaan organisasinya masing-masing. Biasanya, jejaring juga dapat jauh lebih efektif bila diletakkan dalam basis kelembagaanorganisasi. 78 Kesadaran akan proses berjejaring tentu juga sebagai marka penanda yang tak kalah pentingnya dari hasil capaian output dalam berjejaring itu sendiri. Di sini yang diperlukan adalah kesetiaan, pasalnya tak seorang pun yang mampu menjamin apa yang terjadi selanjutnya nanti. Karenanya proses konsolidasi dan 76 Indri SPeKHAM 77 Ismail LKTS 78 Indri SPeKHAM 72 berjejaring sangat membutuhkan nilai kesetiaan sebagai garda penjaganya. 79

3. Reformulasi Relasi Ornop Pemerintah

Selain konsolidasi internal-eksternal jejaring organisasi masyarakat sipil, hal yang tak kalah krusial untuk senantiasa dimutakhirkan adalah kebutuhan menggagas dan menetapkan posisi positioning organisasi masyarakat sipil saat berhadapan dengan negara. Dalam hal ini perlu menghadirkan kutipan pernyataan Soetoro Eko di muka bahwa organisasi masyarakat sipil yang memperjuangkan demokrasi tidak hanya menghadapi negara yang “keras kepala”, tetapi juga berhadapan dengan elemen-elemen sipil yang menggunakan cara-cara yang tidak demokratis dan tidak beradab. 80 Sejumlah kalangan masyarakat sipil pun meyakini bahwa sistem pemerintah memang tidak memungkinkan masyarakat sipil untuk kuat apalagi berdaya. Karenanya proses engagement pastilah menyita energi Ornop yang cukup besar. 81 Selama ini organisasi masyarakat sipil telah melakukan berbagai macam model pendidikan kritis kepada masyarakat sehingga mereka pun dapat mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah yang tidak melayani atau membela hak-hak dasar mereka. Sekuat apapun perubahan yang dilakukan Ornop akan sia-sia saja jika pemerintah sendiri tetap tidak berubah. Situasi itu tentu saja menyulitkan Ornop untuk memilih antara berkawan atau melawan ketika berhadapan dengan pemerintah. 82 Skeptisisme itu boleh jadi benar. Namun dapat benar pula bahwa skeptisisme itu sendiri justru dilatarbelakangi oleh langgengnya tabiat organisasi non pemerintah yang gandrung chauvinisme , semacam sikap patriotik yang berlebih takaran overdose. Mereka gandrung mengklaim diri sendiri selalu benar sedangkan pemerintah tak lebih dari sekadar pecundang loser. Ornop seringkali tak sadar posisi di saat jaman dan situasinya sudah berubah. Ornop atau OMS harus lebih bijak menyikapisituasi dan konteks yang telah berubah. Mereka perlu melakukan reposisi dan reformulasi peran pada saat menjalin relasi dengan pemerintah. Perlulah mereka mulai mempreteli—atau jika perlu menanggalkan—sikap patriotik berlebihan bahwa hanya kerja-kerja merekalah yang benar dan sempurna, sementara kerja-kerja pemerintah senantiasa penuh borok. Alih-alih membuahkan capaian progresif, pola pikir dan sikap itu justru lebih banyak berkontribusi pada capaian yang deisit. Untuk tak berlanjut involutif, kesabaran mengawal proses bersama masyarakat maupun pemerintah merupakan pilihan terbijak 79 Br. Heri YAPHI 80 Soetoro Eko, Masyarakat Sipil, Negara, dan Demokratisasi di Indonesia, paper Semilokal Mitra KIAICCO di Jawa Tengah dan Yogyakarta, 5-6 Maret 2009, hlm.4. 81 Vera SPeKHAM 82 Putri YAPHI 73 bagi OMS. 83 Rasa saling percaya trust harus mulai dibangun dengan cara merancang suatu pola relasi yang mengedepankan sikap saling menghargai, berbagi tugasperan di antara masyarakat sipil dan pemerintah. Pola relasi itu tentu saja berkorelasi dengan pilihan mekanismenya. Misalnya saja, donor menawarkan aneka program kepada Ornop berupa bantuan sosial bersifat hibah, tender beeding, penanaman modal investment, dan lain sebagainya. Tak dipungkiri, model investasi itu terkadang mengandung muatan intervensi donor dalam bidang ekonomi maupun politik. Kendati demikian, Ornop dapat secara optimal memanfaatkan momentum yang muncul dari tawaran donor tersebut. Diharapkan momentum itu dapat memberi perubahan dan perbaikan kualitas internal Ornop itu sendiri, masyarakat, maupun pemerintah. Oleh karenanya, pelibatan Ornop tidak dapat hanya sekadar sekedar komplemen saja. Melainkan pelibatan itu harus berhasil membuka ruang bagi Ornop agar berkembang lebih baik, sehingga terbuka peluang yang lebih besar bagi tercipatanya engagement Ornop dengan pemerintah pula. 84 Saat memilih engagement dengan pemerintah pun, Ornop sendiri perlu senantiasa melakukan uji konsistensi, transparansi, dan akuntabilitas untuk tak terperangkap pada slogan belaka. Beban tugas organisasi masyarakat sipil memang terasa berjibun. Civitas organisasi masyarakat sipil dikepung tuntutan kapasitas di berbagai lini: intelektualitas, managemen, dan praksis. Mungkinkah dalam segenap keterbatasan sumberdaya, organisasi masyarakat sipil mampu merespon tuntutan pengembangan kapasitas di tiga lini itu secara berimbang? 85 Itulah pekerjaan rumah bagi Ornop yang senantiasa dicari jawabannya seturut konteks masa. Jika ketiga lini kapasitas itu ditelusuri lebih jauh, maka kita akan mendapati lima rincian kapasitas yang mesti dimiliki Ornop seperti tersaji dalam tabel berikut: 86 83 Pengembangan fasilitasi diskusi oleh Soetoro Eko 84 Ibid. 85 Pernyataan Indri SPeKHAM 86 Soetoro Eko, Masyarakat Sipil, Negara, dan Demokratisasi di Indonesia, paper Semilokal Mitra KIAICCO di Jawa Tengah dan Yogyakarta, 5-6 Maret 2009, hlm.13. 74 Komponen Kapasitas Ornop No Komponen Kapasitas OMS DeskripsiIndikator 1 Kapasitas internal, baik indi- vidu maupun organisasi • Kapasitas institusional organisasional mencakup ketersediaan rencana strat- egis organisasi, SOP dalam manajemen SDM dan keuangan • Kapasitas individual mencakup kemampuan staf dalam hal penelitian, fasilitasi, menulis, mengorganisir, analisis kebijakan, dll. 2 Manajemen Pengetahuan Kapasitas penelitian, koleksi literatur, tradisi diskusi, kepemilikan atau jaringan ahli, database informasi, sharing pengetahuan, materi pembelajaran, publikasi yang dilakukan 3 Pengembangan kapasitas terhadap mitra Kemampuan fasilitasi, pelatihan, materi pembelajaran. 4 Pengorganisasian Kemampuan mendampingi komunitas, menggalang jaringan sosial, kemitraan, aliansi strategis, menumbuhkan modal sosial komunitas, dan sebagainya 5 Advokasi kebijakan Kemampuan analisis kebijakan, menulis naskah kebijakan dan legal drafting, membangun opini publik, lobby terhadap pengambil kebijakan, dll. Memang, prasyarat menjadi OMS yang kuat bukan soal keberanian atau idealisme belaka melainkan kemampuan dan kompetensi yang memadai pula. Argumen itu paralel dengan teori klasik gerakan sosial yang harus mengandung noise keramaian massa dan knowledge pengetahuan. Hal itu separalel juga dengan petuah yang mengatakan bahwa teori tanpa aksi itu berarti onani, sementara aksi tanpa teori itu berarti impotent lumpuh. OMS karenanya harus mewujudkan keseimbangan itu jika ingin kuat. 87 Tak lagi memadai ketika Ornop hanya sekadar berperan melayani layaknya peran ataupun tugas yang mestinya dilakukan oleh pemerintah. Maka agar tak mengambil peran dan tugas-tugas pemerintah semacam itu, Ornop secara profesional harus mengembangkan diri seturut lima komponen kapasitas organisasi masyarakat sipil di atas. Dalam hal ini Ornop juga butuh strategi baru dalam engagement berkawan dengan negara. Ornop dapat mengoptimalkan strategi baru dengan cara mengorganisir masyarakat untuk mendapatkan akses pelayanan pemerintah. Sedangkan melalui engagement, Ornop harus seoptimal mungkin dapat duduk bersama dengan pemerintah tanpa mengurangi independensi diri. Pilihan itu mengimplikasikan bahwa kita tidak dapat selamanya melayani masyarakat. Tak selamanya pula masyarakat dapat tergantung kepada Ornop. Masyarakat juga perlu menyadari adanya perubahan peran dan strategi Ornop itu. Maka kerja-kerja dengan masyarakat juga harus diformulasikan ulang sesuai dengan reposisi peran dan strategi tersebut: dari yang semula berposisi sebagai opisisi danatau merebut berubah menjadi berkawan dengan pemerintah lihat gambar reposisi peran dan strategi Ornop berikut. 88 87 Soetoro Eko, Op.Cit., hlm.12. 88 Paparan Soetoro Eko dalam diskusi dengan aktivis-aktivis organisasi Mitra KIA. 75 Pada hakekatnya, posisi dan strategi Ornop dalam menghadapi negara dan mendorong demokratisasi bersifat situasional, tergantung pada konteks politik yang terjadi. Secara teoretis strategi kontestasi Ornop dalam tata pemerintahan atau menghadapi negara dapat dibagi menjadi 3 tipe: pertama, konfrontasi melawan negara; kedua, reklaim merebut negara; dan ketiga, engagement berkawan dengan negara, seperti tersaji dalam tabel berikut. Perbandingan di antara ketiganya diidentiikasi menurut enam kategori berikut: aliran; konsep utama; asumsi dasar tentang negara; pemahaman atas konteks atau kondisi empirik; tujuan dan agenda; serta metode yang dijalankannya. 89 Peta Strategi Besar Kontestasi Ornop dalam Menghadapi Negara dan Demokratisasi No Item Konfrontasi melawan negara Rekalim merebut negara Engagement berkawan dengan negara 1 Aliran Kiri Kiri baru Konvergensi kanan-kiri kiri tengah atau liberal yang kiri 2 Konsep utama Gerakan sosial Strong democracy participatory democracy Good governance atau democratic goverment, demokrasi deliberatif, governance, publik dan citizenship 3 Asumsi dasar tentang negara 1 Negara adalah sumber dari segala sumber masalah; 2 rakyat tidak dapat berbuat salah Negara telah berubah karena demokratisasi, tetapi ia masih dikuasai oligarki elite Negara sangat penting dan dibutuhkan, tetapi kapasitas dan responsivitasnya sangat lemah 4 Pemahaman atas konteks Kondisi empirik Negara dikuasi oleh penguasa otoriter, korup dan berpihakpada modal. Demokrasi dibajak oleh kaum elite. Terjadi krisis dan involusi demokrasi perwakilan Oligarkis, komitmen politik lemah, Pelayanan publik buruk, partisipasi warga sangat lemah. 5 Tujuan dan agenda Melawan negara, meruntuhkan penguasa otoritarian, melawan kebijakan yang tidak pro rakyat Memperdalam demokrasi dan merebut jabatan publik untuk mengontrol negara Membuat negara lebih akuntabel dan responsif, serta memperkuat Partisipasi warga. 6 Metode yang dijalankan Aksi kolektif. Anti kompromi, tidak mengenal konsep “duduk bersama” Memperkuat CSOs, gerakan politik dan representasi Kemitraan, duduk bersama, konsultasi, komunikasi, negosiasi yang dialogis antara CSOs dan negara Tabel di atas menunjukkan bahwa strategi Ornop ternyata semakin kompleks. Menurut hasil riset Soetoro Eko di Aceh 2009 misalnya, OMS ternyata tidak saja bekerja di level akar rumput yang kental dengan pendekatan 89 Soetoro Eko, Op.Cit., hlm.7-8. B Pemerintah Masyarakat A Ornop A 1. Melayani 2. Mendidik 3. Mengorganisir B 1. Oposisi 2. Merebut 3. Berkawan Reposisi Peran Strategi Ornop