36
sebatas mengikuti berbagai peluang yang menguntungkan dirinya saja. Secara ideal, dorongan dan motif melakukan pengembangan kapasitas
dan transformasi itu mestinya berasal dari internal Ornop itu sendiri, dan bukan external drive
. Jika dorongan itu muncul dari internal kelembagaan, hampir dapat dipastikan bahwa Ornop tersebut telah memiliki perencana strategis dalam
organisasinya. Ornop yang telah memiliki sistem semacam ini memiliki banyak peluang untuk menjalankan program pelayanan dengan baik. Inilah yang
dimaksudkan sabagai Ornop yang berbasis pada ideologi yang jelas, namun tanpa mengabaikan tuntutan profesionalisme dalam program-program pelayanannya
kepada masyarakat. Ornop yang strategis dan berkelanjutan sebagai proponen
kunci bagi gerakan sosial yang dinamis. Jika dirinci lebih jauh, berikut ini adalah gambaran tentang Ornop ideal menurut sejumlah Ornop lokal di Indonesia:
12
a. Bekerja untuk Rakyat b. Kreatif dalam mengembangkan program
c. Memiliki sistem, mekanisme, aturan, dan komunikasi yang jelas
d. Memiliki legitimasi yang kuat dan jelas dari pemangku kepentingan e. Ingin selalu belajar dan mengembangkan kapasitas
f. Mandiri secara politis dan ekonomi g. Berkesinambungan
h. Mampu mengelola sumberdaya yang dimiliki
Sayangnya, banyak kalangan Ornop di Indonesia melakukan program pengembangan kapasitas itu bukan dari dalam dirinya sendiri, tetapi lebih
digerakkan oleh keinginan pihak eksternal. Tidak jarang, kehendak untuk melakukan pengembangan kapasitas itu datang dari kalangan donor. Ituah
ironi yang terjadi padabanyak Ornop di Indonesia. Implikasi dampak dari kondisi semacam itu tentu dapat gampang ditebak. Kondisi itu tentu akan
berpengaruh pada kualitas dan kemanfaatan pengembangan kapasitas yang dilakukannya. Jarang tercapai kapasitas yang memadai atau bahkan handal
jika motif untuk melakukan perubahan itu datang dari pihak luar. Tak akan berakar pula jika pengembangan kapasitas itu ditetapkan oleh organisasi
yang orientasi, mekanisme, dan sistem kelembagaannya masih simpang siur. Organisasi yang limbung dan sekadar mengekor semacam itu juga tak akan
mampu menginternalisasikan pengetahuan, nilai, dan ketrampilan yang didapat dari pengembangan kapasitas tersebut. Hampir dapat dipastikan, kapasitas itu
hanya di tataran permukaan saja tanpa berdampak apapun bagi perbaikan dan penyempurnaan organisasi.
12
Kriteria NGOs ideal ini merupakan hasil rumusan dari NGOs mitra KIA di Wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dikutip dari Rumusan Hasil Diskusi Pertemuan Mitra KIA ke-5 di Anak Wayang
16 Februari 2007
37
Tersadari bahwa hingga kini, Ornop masih menghadapi banyak kendala untuk menempatkan pengembangan kapasitas ini sebagai kebutuhan internal
kelembagaan. Kendati pun kesadaran tentang pentingnya atas pengembangan kapasitas itu sudah mereka miliki, namun beberapa keterbatasan tetap menjadi
kendala untuk mewujudkan hal itu. Berbagai keterbatasan itu di antaranya adalah ketidakjelasan ideologi organisasi, terbatasnya sumber pendanaan, tiadanya
orientasi dan perencanaan strategis, terbatasnya jejaring, dan lain sebagainya. Agar tidak berkutat dalam jebakan kendala tersebut, kalangan Ornop tentu
dapat menginisiasi terobosan program pengembangan kapasitas dalam forum kebersamaan para mitra. Berangkat dari semangat kebersaman tersebut
diharapkan dapat menghadirkan ruang pendalaman deepening ideologi dan spirit Ornop menuju organisasi gerakan sosial yang strategis dan berkelanjutan.
Wadah itu dapat dimaknai pula sebagai jejaring Ornop untuk bersama-sama mengembangkan diri dan mensikapi berbagai tantangan perubahan baik di
tingkat nasional maupun global.
Kendati forum tersebut kemungkinan beranggotakan Ornop yang sangat beragam baik dalam cakupan isu dan besarannya, namun dapat disepakati
adanya kesamaan spirit dan idealisme untuk mewarnai gerakan sosial yang mereka lakukan dalam berbagai isu dan segementasinya. Melalui kebersamaaan,
mereka mengeksplorasi gagasankonsep dengan memapar secara bersama- sama berbagai masalah aktual dan kontekstual. Kesemuanya mereka kemas
dalam isu-isu bersama yang ditetapkan bersama juga. Dengan cara itu, mereka dapat saling menguatkan dan membantu di antara Ornop yang tergabung
dalam kebersamaan tersebut. Orientasi utamanya adalah mendekatkan diri pada
masyarakat yang mereka layani. Pendek kata, kebersamaan itu sebagai wahana sekaligus metode pembelajaran bersama antar Ornop. Berbagai isu dan muatan
dalam pengembangan kapasitas yang diselenggarakan secara bersama oleh para
mitra tersebut akan diuraikan lebih lanjut dalam Bab III. Bagaimanapun juga, pengembangan program pengembangan kapasitas mitra ICCOKIA adalah
bagian yang tak terpisahkan dari upaya merespon berbagai tantangan perubahan jaman. Utamanya hal yang terkait dengan daya upaya kalangan Ornop untuk
mempertahankan epistemic community
-nya, sekaligus mengkonsolidasikan isu- isu gerakan sosial yang telah digarap selama ini. Proses akhir dari itu semua
dijadikan titik pijak untuk menyusun langkah-langkah strategis dan mengambil posisi strategis untuk menginisiasi berbagai praksis gerakan sosial di masa depan.
39
Dalam momentum terkandung dua kemungkinan dalam kesertamertaan. Di satu sisi ada peluang ketidakmenentuan uncertainty dan di lain sisi ada peluang
kemenentuan certainty. Keterlekatan embededness keduanya adalah bagian yang tak terpisahkan dari apa yang sering diistilahkan sebagai momentum itu. Momentum
adalah peristiwa yang menghampar segala kemungkinan di antara kemenentuan dan ketidakmenentuan itu.
Maka terkait dengan upaya merebut momentum, ibarat organisme hidup, rasa gerah kalangan Ornop itu penting untuk mendinamisir tubuh yang tambun.
Badan pun tak lumpuh atau terbunuh oleh kegemukan. Tidak jarang pula rasa gelisah diperlukan agar neuron otak giat bekerja. Malfungsi saraf dapat terhindarkan
olehnya. Pun rasa cemas dapat menjadi penanda baik bagi tumbuhnya nalar kritis
yang senantiasa mengguncang setiap wujud kemapanan. Dalam hal ini, aspek kesenantiasaan dalam momentum adalah kehendak bertaruh menerobos berbagai
ketidakmenentuan uncertainty menjadi situasi yang “menentu” certainty. Kendati
sesaat “yang menentu” tercapai, ia telah serta merta pula mengandung “orok ketidakmenentuan” berikutnya. Itulah gambar karikatur dialektika peristiwa yang
tak berkesudahan. Meminjam istilah ilsuf Alfred North Whitehead tokoh Filsafat Proses itulah yang biasa disebut sebagai proses asimptotis asymptotic.
13
A. Transformasi Sosial Ornop di Jawa
Seperti tersebut di atas, prioritas pertama program pengembangan kapasitas ini adalah prioritas pada aspek pemikiran dan pembelajaran. Pada
prioritas pertama ada dua hal utama yang hendak disasar yaitu: pertama , integrasi
visi dan misi lembaga kepada pemangku kepentingan internal Ornop dan kedua mengkaji kembali perlunya perencanaan strategis pada masing-masing lembaga.
Karenanya, tema transformasi sosial merupakan bagian dari upaya kalangan Ornop untuk memutakhirkan daya releksiitas atas proses kerja di masyarakat.
13
Menurut Collin English Dictionary, istilah asimptotis merujuk pada pengertian tentang suatu fungsi, rangkaian, atau formula untuk melakukan pendekatan terhadap suatu nilai atau kondisi yang
ada, sebagai suatu variabel atau lambang yang memuat pendekatan variabel pada “suatu batasan”, yang sejatinya tak terbatas.
BAB III
Pengembangan Kapasitas sebagai Proses Belajar
40
Alih-alih menjadi kebiasaan habit yang terlembagakan, pemutakhiran
releksi kerja-kerja di tingkat praksis semacam itu lebih tepat dikategorikan sebagai kelangkaan dalam kalangan Ornop. Kebiasaan hanya terjadi di sebagian
kecil Ornop saja. Banyak kalangan Ornop di Indonesia lebih tersibukkan oleh
berbagai aktivitas harian, mingguan dan bulanan berikut capaian pragmatis yang mesti mereka penuhi. Banyak pegiat Ornop tersandera oleh kegiatan proyek dan
program di lembaganya. Berbagai aktivitas itu menyita waktu dan tenaga mereka.
Praktis, kecil peluang mereka untuk memposisikan kegiatan penyegaran wacana dan releksi aksi sebagai prioritas dalam organisasi. Dalam situasi semacam itu,
tidaklah mengherankan jika para pegiat atau pegiat Ornop kurang dapat berikir secara jernih apakah yang telah mereka lakukan itu on the right track atau tidak.
Muncul kesan bahwa para pegiat pun tak ubahnya seperti buruh Ornop. Jika
seperti itu tatarannya, maka hampir dapat dipastikan bahwa sebuah Ornop tidak akan dapat mengidentiikasi apakah kerja-kerja mereka sudah sejalan atau belum
dengan spirit yang terkandung dalam visi dan misinya. Secara prinsipil, releksi yang senantiasa dimutahirkan adalah hal yang
krusial bagi Ornop agar mampu berposisi di tengah pusaran arus perubahan masyarakat dalam lintasan jaman. Proses releksi ini dapat berfungsi sebagai
milestones batu-batu penanda dalam lintasan gerak-perjalanan ber-Ornop. Dengannya dapat dilacak jejak perjalanan di masa lalu, memastikan posisi dan
capaian lembaga saat ini, dan sekaligus dapat merencanakan gerak-langkah dan kerja praksis di masa mendatang. Proses tahapan itulah prasarat dasar sebuah
Ornop dapat melakukan perencanaan strategisnya. Tanpa itu, mustahil bagi Ornop dapat menyusun perencanaan strategis secara memadai.
Layaknya sistem respirasi, proses releksi dapat dianalogikan sebagai proses jeda mengontrol pernafasan take a breath untuk mencapai derajad kesadaran
tertentu. Itu adalah bagian dari pengambilan jarak antara kesadaran dengan pusaran arus realitas sosial yang tak jarang memusingkan. Bereleksi berarti
meletakkan berbagai aspek dari realitas sosial sekitar itu di bawah derajad kendali nalar kesadaran. Dengan releksi, lapis-lapis kesadaran akan secara perlahan
memproses dan mengonstruksi sistem pemosisian diri self positioning system dalam ranah sosial dimana kita terlibat. Peristensi daya releksiitas itu senantiasa
dibutuhkan guna menopang survivalitas kita menghadapi ketidakmenentuan arus perubahan sosial kontemporer.
Maka dalam konteks tersebut, Ornop dapat memaknai releksi sebagai proses pengambilan jarak distancing terhadap praksis yang telah dilakukan
di dalam danatau bersama masyarakat. Dengan begitu, para pegiat dapat mendapatkan jarak pandang yang memungkinkan mereka menilaimengkaji
ulang, memaknai dan mentautkannya dengan basis nilai, spirit, ideologi sebagaimana termaktub dalam visi dan misi lembaga.
Angin perubahan acap membawa sejumlah terminologi dan konsep baru sebagai penanda pergeseran paradigma atas teks sekaligus konteks yang
41
melatarinya. Maka dibalik pergeseran itu sendiri, kalangan Ornop sebagai bagian dari entitas jejaring masyarakat sipil baik lokal dan mondial mau tidak
mau harus memutakhirkan update kapasitas membaca, memahami, maupun
menganalisis berbagai perubahan tersebut. Para pegiat senantiasa dituntut untuk mempertajam kepekaan sensitivity
, daya serap absorpsion, daya analisis analitical capacity atas gerak perubahan sosial tersebut.
Boleh jadi kalangan Ornop sudah sejak lama mengenal Community Organizing pengorganisasian masyarakat ataupun Community Organizer
pengorganisir masyarakat. Namun hal apa yang sebenarnya mendasari para pegiat itu melakukan CO
Community Orgizing? Apa pula yang menjadi tujuan dari CO itu? Perubahan semacam apa yang mereka inginkan? Lantas apa yang
mesti mereka ubah di masyarakat agar perubahan yang mereka maksudkan itu tercapai. Seluruh pertanyaan itu tentu saja jadi gugatan mendasar yang pantas
untuk dipertimbangkan oleh kalangan Ornop ketika menghadapi masyarakat dan jaman yang senantiasa berubah ini.
Rupanya, gempita perubahan teknologi juga telah membawa banjir informasi yang tidak jarang membuat banyak kalangan Ornop kelimpungan.
Beragam istilah seperti advokasi, pemberdayaan, animasi, dan lain sebagainya membanjiri kita. Dalam hal ini, pantaslah jika kita menanyakan lagi bagaimana
istilah-istilah itu dipahami oleh para pegiat Ornop di Indonesia. Seluruh pertanyaan itu penting untuk dijawab oleh kalangan Ornop. Besar kemungkinan
bahwa pemahaman atas istilah-istilah itu berbeda-beda. Namun ada satu hal yang penting ketika penelusuran itu dilakukan dalam bingkai jejaring.
Dari proses itu, Ornop akan mendapatkan hal yang mungkin tidak diduga kebermaknaan dan kebernilaiannya. Intinya, pengalaman masing-
masing Ornop itu merupakan kekayaan dan dapat menjadi pembelajaran yang berharga. Paling tidak dapat membantu jejaring Ornop itu untuk menemukan
sesuatu yang prinsipil. Salah satunya adalah ditemukannya jati diri, posisi, dan peran dari Ornop yang bersangkutan dalam konteks kehidupan masyarakat.
Dari pengalaman “mencari dan menemukan” itu Ornop memiliki peluang yang lebih besar untuk memperoleh suatu rumusan yang familiar dalam proses
pengorganisasian di masyarakat berdasarkan mandat visi dan misi masing- masing lembaga.
14
Dari upaya penemuan kembali reinventingdi tataran akar rumput itulah yang memungkinkan tercapainya apa yang biasa dikenal sebagai transformasi
sosial. Ada begitu banyak teori dan konsep seputar transformasi sosial ini, namun dalam pengertian umum gagasan transformasi sosial ini merujuk pada
proses munculnya bentuk konstruksi baru masyarakat yang lebih kompleks more complex
, lintasan-dependen path-dependen, dan berujung terbuka open
14
Uraian dikembangkan dari pengantar diskusi oleh Andreas Subiyono dalam Workshop Transformasi Sosial Mitra KIA di Jawa, Wisma Kagama, 14-15 Februari 2008.
42
ended , namun juga menegaskan adanya pengalaman historis spesiik dalam
suatu wilayah tertentu.
15
Jika transformasi sosial dikontekstualisasikan dalam kelembagaan Ornop, maka itu berarti bahwa muncul bentuk konstruksi baru dari Ornop itu yang
lebih kompleks. Bentuk baru itu muncul dari relasi sosial dengan masyarakat sekitar, dan selalu berakhir terbuka terhadap berbagai perubahan di sekitarnya.
Namun kendati bentuk itu telah berubah, Ornop tersebut tetap memposisikan nilai pengalaman historisnya sebagai ruhspirit penanda identitas keberadaan
Ornop itu. Dalam ilustrasi sederhana, transformasi sosial dapat digambarkan bahwa bahan dasar dan isi content, acuan nilaispirit
sama, namun bungkus casing saja yang berbeda atau berubah.
16
Pengertian itu juga dekat dengan proses metamorfosa dalam siklus hidup ulat – kupu-kupu.
B. Peran Strategis Ornop dalam Penguatan Masyarakat Sipil
Berikut ini akan dibahas lebih lanjut perihal peran strategis Ornop dalam penguatan masyarakat sipil di Indonesia ini. Mengawali uraian, penting
ditimbang kembali tiga pertanyaan kritis berikut: pertama , siapakah sebenarnya
Ornop terlebih ketika tahu bahwa pemerintah, parpol, korporasi juga marak mendirikan “Ornop”?; kedua
, apakah Ornop memang masih strategis?; ketiga, kalau memang Ornop masih strategis, apa alasan dan buktinya? Terkait dengan
ketiga pertanyaan itu, ada pertanyaan mendasar lainnya yang perlu diajukan juga di sini. Selama Ornop mengorganisir masyarakat, pernahkah ditanyakan kepada
masyarakat tentang siapa sesungguhnya yang disebut sebagai pemerintah itu dan siapa pula Ornop? Penting diketahui sejauh mana pemahaman masyarakat
tentang dua istilah tersebut pemerintah dan non pemerintah. Di Indonesia, dua konsep itu kadang kaburkurang begitu jelas. Karenanya sangat penting
untuk menjelaskan beda dari keduanya.
Selain kepada masyarakat, para pegiat Ornop juga perlu menegaskan diri jika sewaktu-waktu berbaku sapa dengan orang-orang dari sektor negara atau
pemerintah yang mungkin tengah hadir di lingkungan mereka. Dalam hal ini, para pegiat Ornop perlu menegaskan siapa mereka dan apa peran mereka sebenarnya.
Ada banyak aktivitas Ornop yang selama ini dilakukan sebenarnya tidak jelas.
Misalnya, seberapa jauhkah peran pegiat Ornop dapat masuk ke sektor negara. Batasan ini bagaimanapun juga sangatlah penting terutama untuk membantu
para pegiat itu sendiri untuk menentukan sampai seberapa jauh kontribusi
substansial yang mungkindapat mereka lakukan. Dengan kata lain, batasan itu
15
Bryan S. Turner, The Cambridge Dictionary of Sociology, London: Cambridge University Press, 2006, hlm. 456.
16
Penjelasan sederhana dari transformasi sosial ini dilihat visualisasinya dalam ilm Transformer. Bahan dasarnya sama-sama besi, namun ia bisa berubah bentuk menjadi apapun dan kapanpun. Di
sana ada sifat lentur, beradaptasi sesuai kebutuhan sekitar, namun secara hakiki ia tetap berakar pada pengalaman historisitasnya.