Konsolidasi Internal Organisasi Konsolidasi Organisasi Masyarakat Sipil OMS dalam Proses Demokratisasi

65 sarana prasarana untuk proses pembelajaran. 48 Dalam hal ini hasrat menjadi pembelajar eiger to learn mesti terinternalisasi di kalangan para dewan itu sendiri. Tak terhindarkan para dewan juga harus mempelajari dan memahami beragam isu yang digeluti oleh organisasinya semisal governance , HIVAIDs, gender mainstreaming, pengorganisiran masyarakat, relasi dengan donor, dan lain sebagainya. Sangat mungkin para dewan itu sendiri sama sekalit tidakbelum memahami isu-isu tersebut. 49 Karenanya proses pembelajaran itu perlu difasilitasi secara memadai oleh organisasi, semisal dengan menyediakan berbagai referensi yang terkait dengan isu-isu yang relevan dengan visi dan misi organisasi. Dari proses itu, para dewan dapat berperan optimal sesuai dengan spesiikasi perannya masing-masing. Praktis, keterlibatan dewan dalam organisasi tidak sekadar bertugas menerima dan membaca dokumen laporan pertanggungjawaban beberapa hari menjelang rapat pertanggungjawaban eksekutif saja, namun sedapat mungkin juga harus turut terlibat dalam pengawasan implementasi program eksektutif di tingkat basis, dengan cara turun ke lapangan. 50 Tersadari memilih dewan juga bukan persoalan mudah. Tidak sedikit organisasi yang merasa kebingungan untuk merancang sistem pemilihan rekruitmen ini. 51 Organisasi perlu menerapkan sistem, tata aturan, standar rekruitmen untuk itu. Hanya saja setiap organisasi perlu merumuskan sendiri kriteria para calon dewan yang dibutuhkan oleh organisasinya. Kriteria itu misalnya bagaimana orang yang akan bergabung harus memahami gender, model kerja, mekanisme, dan spirit OMS, serta mempunyai kapasitas tertentu lainnya untuk mendorong pengembangan lembaga. Terkait dengan hal itu, seringkali pengumuman rekruitmen melalui pengumuman terbuka tidak membuahkan hasil. Pemanfaatan informasi dari jejaring justru memiliki tingkat keberhasilan yang lebih besar. 52 Dalam hal ini, organisasi perlu menyepakati dan mendalami bagaimana kriteria dan model pendekatan untuk mengetahui karakter spesiik calon dewan, eksekutif, ataupun staf yang akan dipilih. 53 Organisasi dapat menentukan beberapa kriteria seperti riwayat pengalaman kerja, kapabilitas, kompetensi, integritas, kepribadian, kesanggupan, komitmen, dan lain sebagainya. Jika kriteria sudah disepakati bersama dalam organisasi hal yang penting lainnya adalah perlunya membangun jejaring seluas-luasnya untuk menjaring informasi. Dengan jejaring dan relasi yang luas maka akan memudahkan organisasi untuk 48 Tanggapan Br. Heri YAPHI 49 Testimoni Endang Sheep Indonesai 50 Testimoni KHA. Muhaimin Sheep Indonesia 51 Tanggapan Lilik YPL 52 Tanggapan Ismail LKTS 53 Tukar pengalaman Tumiri YKP 66 melobi calon dewan calon staf yang diinginkan. Kendati demikian tetaplah penting untuk tetap menjaga historisitas organisasi. 54 Dari jejaring organisasi dapat mencapai proses pendewasaan dengan cara menimba pengalaman- pengalaman yang sudah ada. 55 Sistem rekruitmen organisasi semacam itu juga sangat diperlukan dalam penyeleksian personil calon pimpinan maupun staf di tingkatan eksekutif suatu organisasi. Konsolidasi spirit staf di internal organisasi dapat diidentiikasi sejak rekruitmen itu. Di sanalah rekam jejak proses konsolidasi berada. Proses orientasi dan penilaian spiritnilai segenap personil organisasi dapat teridentiikasi dengan sistem rekruitmen itu. 56 Bagi calon staf misalnya, sistem seleksi dapat dimulai juga dari sistem magang volunteer yang sifatnya terbuka terhadap keterlibatan orang-orang dari beragam latar belakang profesi. Selain dapat menjadi proses awal pengenalan awal atas nilai-nilai dan spirit dasar organisasi, sistem magang itu penting untuk menjadi dasar penilaian awal sebelum bergabung penuh dalam organisasi terkait. Komunikasi antar relawan para dewan ini perlu dibangun dan difasilitasi sehingga menjadi media untuk menjaga hubungan dan komunikasi. Proses interaksi di antara mereka akan menstimulasi proses pembelajaran. Kendati pun boleh jadi terasa keras namun tetap jika dikemas dalam semangat belajar. Hal yang paling utama adalah perlunya saling membantu memberikan perspektif dan kesadaran sehingga dapat memperkaya cara berpikir dan proses pembelajaran bersama tersebut. Bagaimanapun juga, tidak ada kata instan dalam proses pembelajaran dan penguatan spirit dan komitmen bagi seluruh personil organisasi. Proses itu juga sangat erat kaitannya dengan manajemen waktu dalam organisasi. Konsolidasi internal organisasi bagaimanapun juga harus mencakup lembaga maupun program. 57

2. Konsolidasi Ekternal Jejaring Masyarakat Sipil

Kasus-kasus di atas hanyalah segelintir contoh tantangan dinamika internal organisasi masyarakat sipil. Selain tantangan internal tersebut, proses demokratisasi pun menghadirkan tantangan eksternal yang tidak ringan bagi organisasi masyarakat sipil. Jika kita menimbang pada dinamika eksternal- internal, masih ada banyak hal yang belum terkomunikasikan di berbagai organisasi masyarakat sipil di Indonesia. Beragam latar belakang organisasi pun turut memicu kebingungan. Di kalangan pegiat sendiri meyakini bahwa tingkat kepercayaan antar OMS dapat dikatakan masih relatif lemah, 54 Tukar Pengalaman Hariris Dewan Pengurus YAPHI 55 Tanggapan Pdt. Djoko YPL 56 Tanggapan Frans Dewan Pembina Sheep Indonesia 57 Tanggapan Hariris YAPHI 67 keterlibatan lebih banyak terkait dengan panggilan sebatas idealisme saja. Situasi itu tentu bukan hanya menyangkut persoalan teknis melainkan juga perkara pola pikir dan sikap. 58 Maka tidaklah berlebihan jika muncul pesimisme yang terepresentasikan dalam pertanyaan berikut: “Adakah konsolidasi Organsiasi Masyarakat Sipil itu? Bukankah dalam realitasnya mereka lebih terfokus pada upaya mencari makan sendiri-sendiri? 59 Tidaklah berlebihan jika Ornop mau merenungkan pandangan pesimistik itu. Namun bijak pula bila mau melihatnya dari sudut lain yang lebih proporsional. Pelacakan dapat dimulai dari suatu fakta bahwa setiap organisasi tentu ada motivasidorongan moralkomitmen yang mengikat seluruh civitas dalam organisasi. Maka pertanyaan yang relevan untuk dikedepankan di sini adalah: “Apakah kendaraan dan orientasi yang dipilih oleh organisasi-organisasi itu sama?” Seringkali, OMS khususnya Ornop terbiasa menggunakan dasar pelayanan sebagai alasan utama organisasi. Karenanya harus diketahui seperti apa kendaraan dan arah organisasi yang hendak dituju dengan mempertimbangkan konsekuensi logis dan pilihan moralnya. Alur perjalanan proses secara organisatoris pun penting dipetakan. 60 Pertanyaan yang tak kalah penting untuk diajukan terkait proses konsolidasi internal-eksternal organisasi masyarakat sipil ini adalah: Apakah yang membuat organisasi bertahan hidup dan berjuang? Apa yang sebenarnya akan dikonsolidasikan? Apakah proses konsolidasi itu hanya sebatas pada relasi ataukah sampai pada tingkatan aksi? Terlepas dari berbagai pertanyaan itu, patut untuk dicatat di sini bahwa konsolidasi bukanlah sebuah proses penyeragaman. Konsolidasi adalah proses mensinergikan berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap organisasi masyarakat sipil demi tercapainya cita-cita bersama. 61 Menyoal jejaring, Ornop mesti menimbang ulang apakah itu merupakan pilihan strategis ataukah sekadar mengekorikut-ikutan saja lantaran tuntutan realitas sosial yang sedang trend yang ditandai dengan maraknya koalisi, forum, konsorsium, dll. Alih-alih didasari oleh kebutuhan dasar ataupun pilihan strategis, banyak organisasi masyarakat sipil memilih berjejaring lebih karena dorongan motif sempit, misalnya berpamrih mendapat kucuran dana dari donor. Bagaimanapun juga, berjejaring mesti didasari oleh kebutuhan dasar atau pilihan strategis organisasi. Dengan demikian opsi berjejaring itu seoptimal mungkin merujuk pada basis spiritual internal organisasi. Selain itu, pilihan berjejaring itu pun sangat ditentukan oleh kapasitas sumberdaya 58 Pernyataan Br. Heri YAPHI 59 Pernyataan Tumiri YKP 60 Paparan Andreas Subiyono Sheep Indonesia 61 Ibid 68 manusia dengan kualitas tertentu. Pemilihan sumber daya manusia yang berkualitas tentu saja tidak selalu ditentukan jumlah dana yang ada di organisasi. Proses itu dapat dimulai dari ketersediaan sumberdaya yang ada dan lebih pada investasi sumberdaya manusianya. Selain itu, organisasi perlu mengantisipasi beberapa hal berikut: 1. Hindari agar organisasi tidak terbiasa mengandalkantergantung pada kemampuan berjejaring di pundak satu orang saja; 2. Hindari membuat kebijakan yang berorientasi akumulasi aset kekayaan lembaga; 3. Hindari sistem regulasi yang bias kebijakan pimpinan dan tidak demokratis; 4. Hindari basis sumberdaya yang sebatas menekankan pada proyek dan tidak menyentuh aspek-aspek dasar kelembagaan; 5. Hindarkan klaim dan sikap eksklusif, misalnya membangun kebenaran otoritas pengetahuanwilayah strategi, dan lain sebagainya. Kelima poin itu penting menjadi panduan organisasi dalam merancang jejaring masyarakat sipil yang kuat dan handal. Jika kembali menilik trend di era 1970-an hingga awal 2000, organisasi- organisasi masyarakat sipil mengalami euforia bantuan luar negeri, meskipun sebetulnya itu seringkali jadi gugatan fundamental atas wujud independensi organisasi masyarakat sipil itu sendiri. Hal itu tentu berbeda dengan kondisi lima tahun terakhir yang jelas-jelas telah sangat berubah situasinya. Menimbang pada situasi akhir-akhir ini, lantas bagaimanakah Ornop mesti menyikapinya? Akankah Ornop sekadar menjadi penonton proses pembangunan yang dijalankan pemerintah saja? Ataukah Ornop perlu melihat relasi kerja sama di satu sisi saja, dengan mendorong diri untuk menginisiasi konsolidasi program dan konsolidasi masyarakat sipil secara luas? 62 Menyadari hal tersebut, setidaknya Ornop dapat mempertimbangkan beberapa hal berikut: pertama , perlunya kajian tentang ada atau tidaknya pengalaman berjejaring sebagai strategi konsolidasi baik secara manajerial maupun pengalaman teknis tertentu. Misalnya saja terkait penyediaan layanan services provider atau distribusi pelayananservices distribution , seberapa besar prioritasproporsi untuk jaringan, pelayanan, atau gerakan tersebut? Kedua, perlunya kajian tentang sejauh mana peran strategis yang dapat diemban dalam jejaring kemitraan global. Apakah hanya sekadar menjalankan pelayanan saja ataukah sampai harus mempertanggungjawabkan sumberdaya yang dipergunakan dalam proses pelayanan itu? Ketiga , perlu penilaian kritis atas relasi organisasi yang terbangun terkait jejaring kemitraan global? Dan keempat , perlunya pembelajaran dari adanya proses berbagi pengalaman antar organisasi-organisasi masyarakat sipil yang ada. Hal itu penting untuk mengetahui berbagai macam perbedaan persepsicara pandang mereka 62 Ibid 69 terhadap donor. 63 Relasi dengan donor misalnya, pandangan umum selama ini beranggapan bahwa donor hanya menjalin relasikomunikasi personal dengan orang-orang tertentu contact person saja dalam suatu organisasi. Pandangan itu tentu harus mulai diubah. Relasi donor pada dasarnya adalah relasi kelembagaan, bukan perorangan. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berkomunikasi dengan donor. Misalnya yang terkait dengan persoalan program, donor dapat berkomunikasi dengan Manajer Program, bukan hanya dengan Direktur Eksekutif saja. Melalui komunikasi yang hangat, siapapun dapat memiliki kesempatan yang sama dengan donor. Cara-cara komunikasi semacam itu pun dapat dipelajari. Melalui komunikasi yang hangat dan terbuka dengan donor, Ornop dapat menuturkan berbagai kendala yang muncul. Tidak menutup kemungkinan aneka perubahan internal organisasi pun dapat dengan ringan dan mudah disampaikan kepada donor. Hanya saja tetap perlu bersikap taktis ketika hendak menuturkan perkara- perkara internal yang krusial. Berbasis pada nilai kejujuran donor pun boleh jadi akan dapat menerima dan memahami dengan baik, sekurang-kurangnya dapat proporsional. 64 Berbagai pilihan kebijakan sebagai bentuk adaptasi di sisi internal- ekternal organisasi terhadap tuntutan konsolidasi demokratis itu tentu saja harus melibatkan partisipasi seluruh personil kelembagaan yang ada. Dalam hal ini, dewan pengawas atau dewan pembina pun perlu mempertimbangkan dan memberikan masukan bagi pilihan aksi yang akan diambil dan ditetapkan oleh eksekutif dan seluruh stafnya. Selain itu, organisasi juga harus memberikan pemahaman tentang kebijakanmekanisme internal-eksternal kelembagaan itu kepada segenap personil organisasi. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi keseimbangan antara perkembangan yang ada di tingkatan internal maupun eksternal organisasi. Jika dikaji lebih jauh, ada beberapa kendala bagi organisasi masyarakat sipil dalam berjejaring. Beberapa kendala yang sering dijumpai di antaranya: 1. Alokasi dana yang besar untuk berjejaring; 2. Terjadinya kesenjangan antara lembaga besar dan lembaga kecil lembaga besar cenderung egois, sementara lembaga kecil cenderung ingin mendapatkan akses sumber daya semata; 3. Jejaring hanya inisiatif segelintir orang saja atau tekanan-tekanan tertentu yang ujung-ujungnya sekadar menjawab persoalan pragmatis; 4. Senjangnya kapasitas antara organisasi dalam jejaring tersebut; 5. Jejaring sering mengatasnamakan lembaga, namun realitasnya justru didominasi personal; sehingga jejaring sering tak berfungsi dan sulit dicari titik temunya lantaran dominasi individu yang jauh dari basis nilai jejaring; 65 6. Kurangnya 63 Ibid 64 Tanggapan Pdt. Djoko YPL 65 Ibid