Sistematika Buku DILEMA PENINGKATAN KAPASITAS ORNOP YSI
12
konseptual dan wacana tentang pengembangan kapasitas capacity building; kedua
, notulensi diskusi tematis, pertemuan mitra, dan konsultasi bilateral. Alur dan tahapan mulai dari refrensi, workshop, pertemuan mitra, hingga konsultasi
bilateral merupakan satu kesatuan tema dalam benang merah peningkatan kapasitas menuju Ornop yang berkelanjutan. Ketiga
, referensi-referensi yang diinput dalam setiap tema tersebut seperti materi presentasi berupa power
point dan makalah; dan keempat , laporan-laporan perkembangan progress report
dari program Pengembangan Kapasitas. Laporan tersebut meliputi beberapa macam laporan seperti laporan untuk lembaga donor, laporan evaluasi internal,
dan laporan konsultasi bilateral. Sesungguhnya kerangka besar buku ini sudah dapat dicermati sejak
awal paparan, yaitu diskursus seputar pengembangan kapasitas. Selain akan menguraikan materi-materi pokok tentang pentingnya pengembangan kapasitas
Ornop di Indonesia, pada bab berikutnya dipaparkan sejumlah lesson learned yang muncul dalam proses berdiskursus di antara Ornop. Berbagai pelajaran
berharga tersebut akan tercantum di dalam box khusus. Hal itu perlu ditempuh untuk memperoleh best practice
dari implementasi program. Dengan demikian, buku ini merupakan narasi pengalaman bersama beberapa Ornop untuk
menghidupi tradisi knowledge management dan epistemic community di lingkup dunia aktivis Ornop di Indonesia.
Tersadari bahwa saat ini muncul trend baru seputar knowledge management. Sayangnya banyak kalangan—terutama private sector—terjatuh pada perangkap
manajerial saja, yang lebih cenderung bias pada aspek tangible asset belaka. Untuk tak terjatuh pada perangkap serupa, buku ini berupaya mengangkat knowlegde
management yang tidak semata mencakup tangible asset melainkan juga mengupas berbagai aspek intangible asset
. Dalam konteks dan terminologi kalangan Ornop, intangible asset
itu berkaitan erat dengan aspek-aspek paradigma, ruhspirit, nilai- nilai profetis, dan lain sebagainya.
Secara garis besar pengembangan kapasitas itu mengusung empat prioritas yaitu : pertama
, prioritas pada aspek pemikiran dan pembelajaran; kedua, perioritas pada aspek tindakan; ketiga
, priotas pada aspek keberadaan; dan keempat, prioritas keberlanjutan. Bila keempat prioritas itu disederhanakan maka beberapa aspek
pengembangan kapasitas itu menyangkut soal ideology, mind set, know-how, hingga how to. Dengan berpijak pada seluruh proses tahapan program pengembangan
kapasitas itu, maka bab-bab yang ada di buku ini akan tersistematisasi sebagai berikut: pada Bab I Pendahuluan buku ini berusaha memberikan latar belakang
para pemangku kepentingan, dinamika dan tahapan program pengembangan kapasitas mulai dari prakarsainisiasi, agenda, dan proses umum yang terjadi.
Sehingga pembaca dapat dihantar pada kontek dan relevansi peningkatan kapasitas Ornop di Indonesia. Bab II—yang bertitel Menuju Ornop Strategis
dan Berkelanjutan: Realita vs Utopia?—akan lebih banyak memaparkan tentang apa strategi dan metodologi yang dipakai dalam program pengembangan
13
kapasitas, mengapa itu dipakai, dan sampai seberapa jauh harapan atas perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada para mitra Ornop.
Rincian bagian pada Bab II meliputi Bagian Pertama akan banyak mengupas tentang seluk beluk Program Pengembangan Kapasitas yang memaparkan
berbagai aktivitas, metode asistensi, pelilaian organisasiorganisational scan, skema program. Bagian Kedua menguraikan berbagai tantangan dan kendala Ornop
untuk memilih jalan idealismenya. Bagian Ketiga , secara lebih rinci memaparkan
problematika Ornop sebagai gerakan sosial. Bagian Keempat , akan memerinci lagi
salah satu prasyarat pokok bagi terformulasikan Ornop yang berkelanjutan, yaitu bangunan kemitraan yang setara. Bagian Kelima
, akan menutup seluruh paparan Bab II dengan mengajukan gambar ideal Ornop menurut versi Ornop lokal
yang berupaya memadukan dua hal mendasar yaitu antara pelayanan berbasis ideologispirit dengan tuntutan profesionalitas.
Pada Bab III, yang berjudul Pengembangan Kapasitas Ornop: Learning Process
, merupakan paparan berbagai materi pengembangan kapasitas yang telah diklasiikasikan sesuai dengan apa yang telah ditempuh dalam program
pengembangan kapasitas tersebut. Misalnya saja tentang perubahan mindset, dimana itu menjelaskan tentang proses pengembangan kapasitas SDM yang
berimplikasi pada perubahan orientasi organisasi. Pada bab ini juga banyak
dibahas masalah prioritas pengembangan kapasitas organisasi, terutama aspek pemikiran dan pembelajaran organisasi yang mencakup dua pokok bahasan
yaitu: internalisasi dan transformasi visi-misi organisasi kepada seluruh para pemangku kepentingan internal yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan
kajian ulang atau penyusunan perencanaan strategis organisasi. Secara lebih rinci Bab III akan dipilah ke dalam tiga bagian. Bagian pertama Transformasi Sosial
Ornop di Jawa akan menjelaskan peran strategis Ornop dalam penguatan
masyarakat sipil berikut rincian tentang berbagai aspek ilosoi, strategi dan metodologinya. Bagian kedua tentang Konsolidasi Organisasi Masyarakat Sipil
dalam Proses Demokratisasi merupakan upaya untuk memaparkan berbagai peluang dan tantangan internal-eksternal di kalangan Ornop dalam menghadapi
dinamika demokratisasi di Indonesia. Bagian ketiga tentang: Membangun Sinergi untuk Penguatan Masyarakat Sipil Indonesia merupakan diskripsi yang berusaha
memerinci langkah-langkah nyata dengan mensinergikan berbagai kekuatan dan elemen jejaring masyarakat sipil. Bagian keempat
, akan memaparkan epilog berikut catatan kritisnya.
Tiga dari empat bagian yang tercakup dalam Bab IV, tetap berlanjut dengan materi-materi pengembangan kapasitas pada tingkatan praksis yang belum diulas
di bab-bab terdahulu. Pada bagian pertama mengupas materi tata kelola Ornop khususnya yang terkait dengan Pengembangan Kapasitas Sistem Tata Kelola
Keuangan dan Sistem Perencanaan, Implementasi, Monitoring dan Evaluasi PIME, untuk bagian kedua akan diparkan materi diskusi seputar Perubahan Pola
Kerjasama Organisasi non Pemerintah di Indonesia yang dihubungkan dengan
14
paparan bagian tiga yang membahas tema Strategi Keberlanjutan Organisasi sebagai diskursus solusi dan inisiatif. Pada bagian empat secara blak-blakan dan
tanpa tedeng aling-aling akan didiskripsikan kisah capaian keseluruhan proses pengembangan kapasitas. Di bagian ini, para mitra hendak menyampaikan
pesan bahwa mereka tidak dapat menampik hadirnya kritik – otokritik sepanjang proses panjang program tersebut merupakan bagian sejarah kehidupan lembaga
yang menyimpan kenangan indah atau pahit saat dibaca ulang. Dalam konteks
jaman yang meleset, munculnya berbagai paradoks adalah keniscayaan yang tak terelakkan. Paradoks, ironi, dan ambiguitas terdalam pada keseluruhan proses
berjalannya program akan diulas dan dituntaskan pada bab penghujung ini. Seluruh program pengembangan kapasitas ini ditempuh dalam dua
proses yang dilakukan secara serta merta dan saling melengkapi. Di satu sisi, proses pengembangan kapasitas diinisiasi dengan mengedepankan penggalian
kebutuhan di setiap mitra, dan di sisi yang lain, kegiatan dilakukan dengan mengelaborasi berbagai gagasan yang telah berkembang seputar isu-isu
pengembangan kapasitas di dunia Ornop. Dalam cakupan yang lebih luas, kedua proses itu tentu saja merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam siklus
ilmu pengetahuan: tesis, antitesis, dan sintesis. Berangkat dari praksis itulah teori baru terlahir untuk menggenapi ataupun menggantikan teori sebelumnya.
Begitu seterusnya.
Dalam konteks siklus epistimologi Ornop tersebut, telah diupayakan agar dapat mengelaborasi gagasan dan pengalaman yang terpapar dengan referensi
yang berpotensi menjadi bahan pembanding. Referensi itu diperoleh dari tulisan Alan Fowler, dengan bukunya “Striking Balance: A Guide to Enhancing the
Effectiveness of Non-Governmental Organisation in International Development “1997; Panduan PME yang diterbitkan oleh ICCO bersama beberapa donor Eropa,
“Bridging PME”: Guidelines for Good Practice in the Planning, Monitoring and Evaluation of Community-Based Development Projects Implemented by Southern Ornop with Support
from European Ecumenical Agencies 2000; dan beberapa literature tentang Strategic
Management for Non Proit Organization; serta beberapa buku tulisan David C. Korten. Kiranya, pantaslah untuk menempatkan beberapa referensi tersebut
sebagai oponen diskursus tentang Ornop yang dapat dipakai acuan pembanding namun selalu dengan kesadaran kritis.
Berbagai sajian yang diekstrakf dari konteks dan dinamika Ornop lokal pada buku ini dengan harapan dapat menginspirasi munculnya berbagai
pengetahuan berbasis pada pengalaman dan konteks lokal. Semua itu ditempuh agar ada pembelajaran untuk tak gampang terjebak pada segenap generalisasi
ilmu yang justru berkecederungan memandulkan—bahkan tidak jarang mematikan—keanekaragaman kecerdasan lokal yang ada di masyarakat. Dengan
tanpa menggantungkan diri pada ilmu pengetahuan yang bersifat generalis
bias konteks Barat, maka perlu dengan kreatif melengkapi dengan perangkat- perangkat sistem pengetahuan yang tidak mencerabut dari sistem sosio-ekologi
15
para Ornop berada. Dengan demikian arah dan orientasinya dapat lebih sensitif terhadap persoalan sosial yang kontekstual sehingga orientasi dan arah rancangan
program berakar pada kebutuhan masyarakat lokal yang dilayani. Pada akhirnya seluruh praksis yang telah dilakukan berandil dan berfaedah pada segenap upaya
berbagai pihak untuk menguatkan posisi strategis masyarakat sipil di Indonesia.
17
Bab II
Menuju Ornop Strategis dan Berkelanjutan: Realita vs Utopia?