Perumusan Masalah Sistematika Penulisan Kekerasan Seksual

dengan tetap memperoleh hak-haknya sebagai anak yang harus dilindungi karena anak merupakan pewaris dan pelanjut masa depan bangsa. Maka atas dasar tujuan memastikan anak menjalani proses tumbuh kembangnya secara maksimal dan tetap memperoleh haknya sebagai seorang anak yang seharusnya juga dimiliki oleh anak korban kekerasan seksual, dengan ini peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui Dampak Kekerasan Seksual terhadap Perkembangan Anak dengan studi kasus anak korban kekerasan seksual yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera Utara.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah yang dapat dirumuskan oleh penulis dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Dampak Kekerasan Seksual terhadap Perkembangan Anak Dalam Studi Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual yang Didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera Utara ?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui dampak kekerasan seksual terhadap perkembangan anak dengan studi kasus anak korban kekerasan seksual yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera Utara.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah a. Bagi Penulis, dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah, menambah pengetahuan dan mengasah kemampuan berfikir Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara penulis dalam menyikapi dan menganalisis permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat khususnya permasalahan sosial anak. b. Bagi Fakultas, dapat memberikan sumbangan yang positif dalam rangka pengembangan konsep - konsep dan teori – teori keilmuan mengenai Permasalahan Sosial Anak yang dikembangkan oleh Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya, serta dapat bermanfaat. c. Bagi Praktisi, dapat menambah wawasan mengenai permasalahan Dampak Kekerasan Seksual terhadap Perkembangan Anak dan mampu memberikan masukan terhadap upaya penanganan sehingga anak tidak kehilangan haknya dan mampu menjalani kembali keberfungsian sosialnya dengan baik. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan uraian teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi operasional. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang digunakan berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti. BAB V : ANALISA DATA Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya. BAB VI : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat dari hasil penelitian. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kekerasan terhadap Anak

Child Abuse 2.1.1 Pengertian Anak Terdapat beragam defenisi anak yang dapat kita temukan dalam beberapa undang-undang ataupun berbagai instrumen tentang anak dan hak asasi manusia lainnya yang di gunakan di Indonesia. Salah satu tema utama dalam perdebatan defenisi anak adalah tentang kapan mulai dan selesainya seseorang disebut anak. Namun, perlu ditekankan disini bahwa Konvensi Hak Anak dalam Save the Children, 2010 : 18 memang tidak menetapkan kapan mulainya seseorang dianggap anak maupun kapan berakhirnya masa anak. Para pedegraf Konvensi Hak Anak KHA menghargai keragaman hukum domestik nasional dalam penentuan kapan mulainya seseorang dianggap anak sehingga menghindari solusi tunggal untuk menjawab itu. Sebagai suatu standar minimal, KHA mempersilahkan tiap-tiap sistem hukum untuk mengaturnya sendiri. Menurut The Minimum Age Convention nomor 138 tahun 1973, pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam Convention on The Rights of Children 1989 yang telah diatifikasi pemerintah melalui kepres no 39 tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun kebawah. Sementara itu UNICEF juga mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0-18 tahun. Undang-undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-Undang perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun Huraerah, 2006 : 19. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Selanjutnya UU No. 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak, juga mendefinisikan anak sebagai seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kemudian UU no 39 1999 tentang HAM dalam pasal 1 ayat 5 menyatakan bahwa anak adalah setiap manusia yanf berusia dibawah 18 delapan belas tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya Save the Children, 2010 : 19.

2.1.2 Anak Rawan

Anak rawan pada dasarnya merupakan sebuah istilah untuk menggambarkan kelompok anak-anak yang karena situasi, kondisi, dan tekanan-tekanan kultur maupun struktur menyebabkan mereka belum atau tidak terpenuhi hak-haknya dan acap kali pula dilanggar hak-haknya. Inferior, rentan, dan marginal adalah beberapa ciri yang umum diidap oleh anak-anak rawan. Dikatakan inferior, karena mereka biasanya tersisih dari kehidupan normal dan terganggu proses tumbuh kembangnya secara wajar. Adapun dikatakan rentan karena mereka sering menjadi korban situasi dan bahkan terlempar dari masyarakat displaced children. Sementara itu, anak-anak rawan tersebut tergolong marjinal karena dalam kehidupan sehari-harinya mereka mengalami berbagai bentuk eksploitasi dan diskriminasi, mudah diperlakukan salah dan bahkan acap kali pula kehilangan kemerdekaannya Suyanto, 2010 : 4. Secara konseptual, anak-anak rawan pada awalnya disebut dengan instilah khusus yakni Children in Especialy Difficult Circumtance CEDC. Dalam Guidelnes Pelaporan KHA tahun 1996, istilah CEDC diatas kemudian telah diganti dengan istilah yang disebut Children in need of Special Protection CNSP atau anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus Suyanto, 2010: 4. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Irwanto dalam Suyanto, 2010 : 4, 5 menyebutkan bahwa menurut dokumen PBB, beberapa situasi yang dianggap rawan bagi anak sehingga membutuhkan upaya perlindungan khusus, antara lain adalah : Pertama, jika anak berada dalam lingkungan dimana hubungan antara anak dengan orang-orang disekitarnya khususnya orang dewasa, penuh dengan kekerasan atau cenderung tidak perduli dan menelantarkan. Kedua , jika anak berada dalam lingkungan yang sedang mengalami konflik bersenjata. Ketiga , jika anak berada dalam ikatan kerja -baik formal maupun informal- dimana kepentingan perkembangan dan pertumbuhan anak kemudian tidak memperoleh perhatian dan perlindungan yang memadai. Keempat, jika anak melakukan pekerjaan yang mengandung resiko kerja tinggi seperti diatas geladak kapal, pekerjaan konstruksi, pertambangan, pengecoran, dilakukan dengan zat-zat kimiawi yang berbahaya atau mesin-mesin besar atau jenis pekerjaan tertentu yang jelas-jelas merugikan anak, seperti bekerja dalam industri seks komersial. Kelima, jika anak terlibat dalam penggunaan zat-zat psikoaktif. Keenam, jika anak, karena kondisi fisik misalnya cacat secara lahir atau cacat akibat kecelakaan, latar belakang budaya minoritas, sosial- ekonomi tidak memiliki KTP, akte kelahiran, miskin maupun politis orang tuanya rentan terhadap berbagai perlakuan diskriminatif. Ketujuh, anak yang karena status sosial perkawinannya rentan terhadap tindakan diskriminatif. Kedelapan, jika anak sedang berhadapan dan mengalami konflik dengan hukum dan harus berurusan dengan aparat penegak hukum sesuai pranatanya.

2.1.3 Defenisi Kekerasan terhadap Anak Child Abuse

Menurut Gelles dalam Suyanto, 2010: 28 kekerasan terhadap anak child abuse dapat didefinisikan sebagai peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. Namun demikian perlu disadari bahwa child abuse sebenarnya tidak hanya berupa pemukulan atau penyerangan secara fisik, melainkan juga dapat berupa berbagai bentuk seperti eksploitasi melalui pornografi dan penyerangan seksual, pemberian makanan yang tidak layak bagi anak atau makanan kurang gizi malnutrision, pengabaian pendidikan dan kesehatan education and medical neglect dan kekerasan yang berkaitan dengan medis medical abuse. Sementara itu Barker dalam Huraerah, 2006: 36 mendefinisikan kekerasan terhadap anak adalah tindakan melukai yang berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual, biasanya dilakukan pada orang tua atau pihak lain yang seharusnya merawat anak.

2.1.4 Bentuk – Bentuk Kekerasan terhadap Anak

Terry E. Lawson dalam Huraerah, 2007: 36, psikiater anak mengklasifikasikan kekerasan terhadap anak child abuse menjadi empat bentuk, yaitu: emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse. a. Emotional Abuse Emotional abuse dapat terjadi apabila setelah orang tua mengetahui keinginan anaknya untuk meminta perhatian namun sang orang tua tidak memberikan apa yang diinginkan anak tapi justru mengabaikannya. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional, jika kekerasan emosional tersebut berjalan konsisten b. Verbal Abuse Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Verbal abuse lahir akibat bentakan, makian orang tua terhadap anak. Ketika anak meminta sesuatu, orang tua tidak memberikannya dan malah membentaknya. Anak akan mengingat kekerasan ini jika semua kekerasan verbal ini terjadi pada satu periode. c. Physical Abuse Kekerasan ini terjadi saat anak menerima pukulan dari orang tua. Kekerasan jenis ini akan diingat anak apalagi kekerasan itu meninggalkan bekas. d. Sexual Abuse Terjadi selama 18 bulan pertama dalam kehidupan anak namun ada juga kasus ketika anak perempuan menderita kekerasan seksual dalam usia 6 bulan. Selain itu child abuse juga dapat dikelompokkan kedalam 4 benntuk yaitu : 1. Kekerasan secara Fisik physical abuse, adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda- benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang, atau rotan dan dapat pula berupa luka bakar. 2. Kekerasan secara psikologis psycological abuse, meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, atau film pornografi pada anak. Anak yang mengalami perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladatif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut keluar rumah dan takut bertemu dengan orang lain. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 3. Kekerasan secara seksual Sexual Abuse, dapat berupa perlakuan pra- kontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar melalui kata, sentuhan, gambar visual, ekshibitionism, maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa incest, perkosaan, eksploitasi seksual. 4. Kekerasan secara sosial social abuse, dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak. Sedangkan eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat Huraerah, 2006: 37.

2.2 Kekerasan Seksual

Sexual Abuse Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga. Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu. Selain itu kekerasan anak secara seksual dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibisionism, maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa incest, perkosaan, eksploitasi seksual. Menurut Resna dan Darmawan dalam Abu Huraerah, 2006: 61, tindakan penganiayaan seksual dapat dibagi atas tiga kategori yaitu perkosaan, incest dan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara eksploitasi. Dalam ekspoitasi termasuk diantaranya prostitusi dan pornografi. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut : a. Pemerkosaan Pelaku tindak pemerkosaan biasanya adalah pria. Perkosaan biasanya terjadi pada suatu saat dimana pelaku biasanya lebih dahulu mengancam dengan memperlihatkan kekuatannya kepada anak. Jika anak diperiksa segera setelah perkosaan, maka bukti fisik dapat ditemukan seperti air mata, darah, dan luka memar yang merupakan penemuan mengejutkan dari penemuan akut suatu penganiayaan. Apabila terdapat kasus pemerkosaan dengan kekerasan terhadap anak, akan merupakan suatu resiko terbesar karena penganiayaan sering berdampak emosi tidak stabil. b. Incest Didefenisikan sebagai hubungan seksual atau aktivitas seksual lainnya antara individu yang mempunyai hubungan dekat, yang perkawinan diantara mereka dilarang hukum ataupun kultur. Incest biasanya terjadi dalam waktu yang lama dan sering menyangkut suatu proses terkondisi. c. Eksploitasi Eksploitasi seksual meliputi prostitusi dan pornografi, dan hal ini cukup unik karena sering meliputi suatu kelompok secara berpartisipasi. Hal ini dapat terjadi sebagai sebuah keluarga atau diluar rumah bersama beberapa orang dewasa dan tidak berhubungan dengan anak-anak dan merupakan suatu lingkungan seksual. Pada beberapa kasus meliputi seluruh keluarga ibu, ayah, dan anak-anak dapat terlibat dan anak-anak harus dilindungi dan dipindahkan dari situasi rumah. Hal ini merupakan situasi patologi dimana kedua orang tua sering terlibat kegiatan seksual dengan anak-anaknya dan mempergunakan anak-anak untuk prostitusi dan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pornografi. Ekspoitasi anak-anak membutuhkan intervensi dan penanganan yang banyak scara psikiatri. Selain itu Tower juga melakukan pembagian jenis kekerasan seksual berdasarkan identitas pelaku. 1. Familial Abuse Familial Abuse atau Incest merupakan sexual abuse yang masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti orang tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, termasuk dalam pengertian incest. 2. Extrafamilial Abuse Extrafamilial Abuse, dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban, dan hanya 40 yang melaporkan peristiwa kekerasan. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa disebut pedophile, yang menjadi korban utamanya adalah anak-anak. Pedophilia diartikan ”menyukai anak-anak”.

2.3 Perkembangan Anak

Dokumen yang terkait

Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Korban Kekerasan Seksual Pada Anak Dampingan Yayasan Pusaka Indonesia

3 35 153

KORBAN KEKERASAN SEKSUAL: STUDI KASUS PENYIMPANGAN SEKSUAL TERHADAP ANAK Korban Kekerasan Seksual: Studi Kasus Penyimpangan Seksual Terhadap Anak Di Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta.

0 2 16

KORBAN KEKERASAN SEKSUAL STUDI KASUS PENYIMPANGAN SEKSUAL TERHADAP ANAK Korban Kekerasan Seksual: Studi Kasus Penyimpangan Seksual Terhadap Anak Di Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta.

0 2 11

Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Korban Kekerasan Seksual Pada Anak Dampingan Yayasan Pusaka Indonesia

0 0 17

Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Korban Kekerasan Seksual Pada Anak Dampingan Yayasan Pusaka Indonesia

0 0 2

Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Korban Kekerasan Seksual Pada Anak Dampingan Yayasan Pusaka Indonesia

0 0 9

Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Korban Kekerasan Seksual Pada Anak Dampingan Yayasan Pusaka Indonesia

0 0 42

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekerasan terhadap Anak (Child Abuse) 2.1.1 Pengertian Anak - Dampak Kekerasan Seksual terhadap Perkembangan Anak (Studi Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual di Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera Utara)

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Dampak Kekerasan Seksual terhadap Perkembangan Anak (Studi Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual di Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera Utara)

0 1 12

DAMPAK KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK (Studi Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual di Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera Utara)

0 0 10