Selanjutnya UU No. 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak, juga mendefinisikan anak sebagai seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kemudian UU no 39 1999 tentang HAM dalam pasal 1 ayat 5 menyatakan bahwa anak adalah setiap manusia yanf berusia
dibawah 18 delapan belas tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya Save the Children, 2010 :
19.
2.1.2 Anak Rawan
Anak rawan pada dasarnya merupakan sebuah istilah untuk menggambarkan kelompok anak-anak yang karena situasi, kondisi, dan tekanan-tekanan kultur maupun
struktur menyebabkan mereka belum atau tidak terpenuhi hak-haknya dan acap kali pula dilanggar hak-haknya. Inferior, rentan, dan marginal adalah beberapa ciri yang
umum diidap oleh anak-anak rawan. Dikatakan inferior, karena mereka biasanya tersisih dari kehidupan normal dan terganggu proses tumbuh kembangnya secara wajar.
Adapun dikatakan rentan karena mereka sering menjadi korban situasi dan bahkan terlempar dari masyarakat displaced children. Sementara itu, anak-anak rawan
tersebut tergolong marjinal karena dalam kehidupan sehari-harinya mereka mengalami berbagai bentuk eksploitasi dan diskriminasi, mudah diperlakukan salah dan bahkan
acap kali pula kehilangan kemerdekaannya Suyanto, 2010 : 4. Secara konseptual, anak-anak rawan pada awalnya disebut dengan instilah
khusus yakni Children in Especialy Difficult Circumtance CEDC. Dalam Guidelnes Pelaporan KHA tahun 1996, istilah CEDC diatas kemudian telah diganti dengan istilah
yang disebut Children in need of Special Protection CNSP atau anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus Suyanto, 2010: 4.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Irwanto dalam Suyanto, 2010 : 4, 5 menyebutkan bahwa menurut dokumen PBB, beberapa situasi yang dianggap rawan bagi anak sehingga membutuhkan upaya
perlindungan khusus, antara lain adalah : Pertama, jika anak berada dalam lingkungan
dimana hubungan antara anak dengan orang-orang disekitarnya khususnya orang dewasa, penuh dengan kekerasan atau cenderung tidak perduli dan menelantarkan.
Kedua , jika anak berada dalam lingkungan yang sedang mengalami konflik bersenjata.
Ketiga , jika anak berada dalam ikatan kerja -baik formal maupun informal- dimana
kepentingan perkembangan dan pertumbuhan anak kemudian tidak memperoleh
perhatian dan perlindungan yang memadai. Keempat, jika anak melakukan pekerjaan yang mengandung resiko kerja tinggi seperti diatas geladak kapal, pekerjaan konstruksi,
pertambangan, pengecoran, dilakukan dengan zat-zat kimiawi yang berbahaya atau mesin-mesin besar atau jenis pekerjaan tertentu yang jelas-jelas merugikan anak,
seperti bekerja dalam industri seks komersial. Kelima, jika anak terlibat dalam penggunaan zat-zat psikoaktif. Keenam, jika anak, karena kondisi fisik misalnya cacat
secara lahir atau cacat akibat kecelakaan, latar belakang budaya minoritas, sosial- ekonomi tidak memiliki KTP, akte kelahiran, miskin maupun politis orang tuanya
rentan terhadap berbagai perlakuan diskriminatif. Ketujuh, anak yang karena status sosial perkawinannya rentan terhadap tindakan diskriminatif. Kedelapan, jika anak
sedang berhadapan dan mengalami konflik dengan hukum dan harus berurusan dengan aparat penegak hukum sesuai pranatanya.
2.1.3 Defenisi Kekerasan terhadap Anak Child Abuse