dengan baik, selain itu ia juga cukup mampu membawa alur permainan sehingga teman-teman sepermainannya banyak yang mengikuti alur permainan yang ia buat. Ia
juga terlihat melebur dengan teman-temannya dan melakukan komunikasi yang baik selama permainan. Hubungan sosial yang ia bangun dengan lingkungan sekitarnya
tergolong normal, meskipun begitu sari juga kerap mendapatkan ejekan semenjak kekerasan seksual yang ia alami. Namun hal tersebut tidak banyak mempengaruhi
hubungan sosial sari dengan lingkungan sekitarnya. Ia tetap terlihat berani dan nyaman dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.
5.6 Perkembangan Kepribadian
Gordon W. Allport dalam Yusuf, 2004 : 126 mendefenisikan kepribadian sebagai organisasi dinamis dalam diri individu sebagai system psikofisis yang
menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Kepribadian yang tidak sehat ditandai dengan karakteristik seperti mudah marah,
cemas, tertekan depresi, bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain, sulit untuk menghindari perilaku menyimpang meski sudah diperingati atau dihukum, suka
berbohong, hiperaktif, memusuhi semua bentuk otoritas, senang mencemooh, sulit tidur, kurang memiliki tanggung jawab, minim kesadaran beragama, pesimis, dan
kurang bergairah. Kekerasan seksual yang dialami oleh Laila terlihat berpengaruh terhadap
perkembangan kepribadiannya. Laila terlihat menunjukkan ketertarikan lebih terhadap lawan jenis dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Hal itu tentunya juga
berpengaruh terhadap perilaku Laila sehari-hari. Menurut penuturan ibu Irianti, semenjak kekerasan seksual yang dialaminya Laila berubah menjadi pribadi yang lebih
dewasa. Laila terlihat menunjukkan tingkah laku yang seolah-olah memahami maupun
Universitas Sumatera Utara
merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis. Selain itu Laila juga terlihat berani mengganggu dan menggoda lawan jenisnya. Berikut penuturan ibu Irianti :
“ Semenjak kejadian itu jadi lebih dewasa dia, jadi sukak ganggu-gangguin anak lajang udah gitu kalau ditanyak misalnya gimana dia pas sama uwok itu dulu,
nanti dijawabnya sambil senyum-senyum, diciumnya pipiku, bibirku, iniku, sambil ditunjukinnya lah mana aja yang dicium. Udah gitu dibilangnya jugak
kalau dicium si uwok itu merem matanya, kayak ngertilah dia pokoknya, jadi kayak orang dewasa”.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Ibu kandung Laila. Ia juga menambahkan
bahwa sekarang Laila justru terlihat tidak memiliki emosi marah maupun takut terhadap pelaku. Laila beberapa kali menunjukkan tingkah laku yang aneh. Laila
beberapa kali terlihat bertingkah seolah-olah sedang menghubungi pelaku sambil menanyakan keberadaan pelaku dan menirukan gaya sepasang kekasih yang sedang
berkomunikasi melalui handphone. Berikut penuturannya : “Iya sekarang dia jadi kayak lebih mentel, udah gitu yang aneh dulu pernah dia
beberapa kali kayak lagi nelfon pak uwok itu, dia bilang, ‘uwok lagi dimana? Laila kangenlah’“.
Selain itu, perkembangan intelektual Laila yang terhambat serta kemampuannya
untuk menyesuaikan diri yang kurang begitu baik juga membuat Laila berubah menjadi pribadi yang lebih pendiam dan kurang bergairah dibandingkan dengan anak-anak
seusianya. Laila terlihat enggan menanggapi situasi lingkungannya, baik ketika bermain maupun dalam interaksi sehari-hari.
Selain pada Laila, dampak kekerasan seksual juga terlihat pada perkembangan kepribadian Juwita. Juwita terlihat lebih tertutup dan menyendiri semenjak kekerasan
seksual yang ia alami. Rasa takut, malu, dan bersalah yang dirasakan Juwita membuat ia lebih enggan untuk berinteraksi dengan orang lain. Juwita lebih banyak memilih
berada dirumah daripada berinteraksi maupun bermain bersama teman-temannya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam memandang masalahnya, Juwita masih sering dihantui rasa menyesal dan bersalah. Kekerasan seksual yang ia alami, membuat Juwita kerap kali merasa
pesimis terhadap masa depannya. Ia juga merasa bersalah karena telah mengecewakan kedua orang tuanya. Hal itulah yang kemudian menjadi motivasi bagi Juwita untuk
bangkit dari masalahnya. Berikut penuturan Juwita : “Sampek sekarang terkadang Wita masih sering mikir gitu gimana masa depan
Wita nanti, masih ada nggak yang mau nerima Wita lagi. Kalau udah kefikiran ampek mau nangis, cuman Wita tahan gitu. Udah gitu Wita sering ngerasa kalau
Wita kan udah ngecewain orangtua, jadi mulai sekarang wita gak mau ngecewain lagi. Itulah yang jadi motivasi Wita palingan sekarang kak, wita gak
mau ngecewain orang tua Wita lagi”. Rasa bersalah itu kemudian membuat Juwita enggan untuk terbuka atau
menyampaikan pendapat dan fikirannya kepada kedua orang tuanya. Selain lebih tertutup dengan lingkungan sekitarnya, tempramen Juwtita juga lebih meningkat pasca
kekerasan seksual yang ia alami. Menurut penuturan ibu kandung Juwita, Juwita terlihat lebih mudah emosi dan tempramental setelah kekerasan seksual yang ia alami,
Juwita terlihat lebih mudah tersinggung dan merasa terganggu dalam interaksinya sehari-hari.
Berbeda dengan kondisi Laila dan Juwita, kondisi perkembangan kepribadian Sari terlihat tidak mengalami perubahan pasca kekerasan seksual yang ia alami.
Menurut penuturan nenek Marulia, tidak terlihat perubahan dalam tingkah laku Sari sehari-hari. ia tetap bermain normal dan berinteraksi dengan baik terhadap
lingkungannya. Ia tidak memiliki kecenderungan untuk melanggar norma ataupun aturan yang ada. Selain itu emosi Sari juga terlihat stabil dan tidak memiliki
kecenderungan seperti menjadi lebih pemarah, pemurung ataupun emosi lainnya.
Universitas Sumatera Utara
5.7 Perkembangan Moral