Perkembangan Fisik Dampak Kekerasan Seksual terhadap Perkembangan Anak (Studi Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual di Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera Utara)

permasalahan yang dialami oleh anak korban kekerasan seksual baik upaya pendampingan, rehabilitasi maupun upaya-upaya lain yang diperlukan untuk menangani permasalahan korban. Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara mendalam dan observasi langsung ke lapangan itu juga diperoleh berbagai data-data untuk dapat di analisis melalui pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dari data yang telah terkumpul, penulis coba membagi dalam beberapa bagian poin-poin terkait permasalahan yang ingin diuraikan dengan memasukkan petikan wawancara dari informan serta narasi penulis tentang data-data tersebut.

5.1 Perkembangan Fisik

Salah satu konsekuensi dari tindakan Sexual abuse terhadap anak adalah dapat menimbulkan kerusakan maupun akibat yang lebih luas pada kesehatan fisik seorang anak. Pada penganiayaan seksual dapat terjadi luka-luka fisik seperti luka memar, rasa sakit, gatal-gatal didaerah kemaluan, pendarahan dari vagina atau anus, infeksi saluran kencing yang berulang, maupun keluarnya cairan dari vagina. Sering pula didapati korban menunjukkan gejala sulit untuk berjalan atau duduk dan terkena infeksi penyakit kelamin bahkan bisa terjadi suatu kehamilan Suyanto, 2010 : 100. Selain berdampak pada terjadinya luka fisik ataupun kerusakan yang lebih luas pada kesehatan fisik, dampak perkembangan fisik lainnya yang bisa kita lihat dari anak korban kekerasan seksual adalah perilaku anak sehari-hari. Seperti teori yang dikatakan oleh Elizabeth B.Hurlock dimana ia mengatakan bahwa perkembangan fisik seorang anak akan mempengaruhi perilaku anak sehari-hari baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, perkembangan fisik seorang anak menentukan keterampilannya dalam bergerak. Dan secara tidak langsung, pertumbuhan dan Universitas Sumatera Utara perkembangan fisik akan mempengaruhi bagaimana anak memandang dirinya sendiri dan bagaimana ia memandang orang lain. Ini akan tercermin dari pola penyesuaian diri anak secara umum yang akan memberikan warna tersendiri pada perkembangan pribadi anak Hurlock, 1993 : 114. Laila Tul Amsiah atau yang biasa dipanggil Laila, merupakan bocah berusia 9 tahun yang memiliki paras manis dengan kulit berwarna kuning langsat. Rambutnya yang lurus dan memiliki panjang hingga menutupi leher sering ia biarkan tergerai dalam beraktifitas sehari-hari. Secara fisik sepintas Laila terlihat seperti anak normal lainnya, ia mampu bermain dengan lincah bersama teman-temannya. Namun jika kita semakin mengenalnya barulah kita tahu bahwa Laila kerap mengalami sakit dibagian perutnya. Laila mendapatkan kekerasan seksual selama hampir 2 tahun. Kekerasan seksual itu pertama kali ia terima ketika Laila duduk dibangku kelas 1 SD. Akibat kekerasan seksual yang dialaminya, ia sempat mengalami kondisi fisik yang cukup buruk. Laila sering mengalami nyeri dibagian perut yang juga menyulitkan ia dalam berjalan. Dahulu beberapa kali ia terlihat memegangi perut ketika berjalan untuk mengurangi rasa sakitnya. Selain itu ia juga mengalami kesulitan ketika membuang air kecil. Ia sering merasakan nyeri didaerah sekitar kemaluannya ketika ia membuang air kecil. Hal itu ia rasakan selama beberapa bulan dan menyulitkannya dalam beraktifitas. Berikut penuturan Laila mengenai kondisinya saat itu: “ Dulu aku sering sakit, sakitnya aku pas mau kencing, kalau mau kencing payah, kesakitan aku. Udah gitu kalau jalan aku susah, perutku sakit sampek dua bulan. Dulu aku kalau jalan perutku kupegang soalnya sakit. Aku dirumah aja waktu sakit, susah kalau jalan”. Hal ini juga diperkuat melalui penuturan Ibu Irianti yang juga sebagai uwak Laila . Ia mengatakan bahwa Laila sempat mengalami pendarahan yang keluar melalui Universitas Sumatera Utara kemaluannya. Wajah Laila pucat, perut Laila juga sempat membuncit dan sering kali sakit sehingga menyulitkan Laila ketika berjalan. Kondisi ini kemudian membuat laila sering absen dari sekolah karena harus tinggal dirumah sehingga Laila banyak mengalami ketertinggalan dalam pelajaran sekolahnya. Namun saat itu pihak keluarga tidak menduga bahwa Laila mengalami kekerasan seksual. Pihak keluarga hanya berfikir bahwa Laila memiliki sakit magh. Berikut penuturan ibu Irianti yang juga merupakan uwak dari Laila : “ Dia sempat dirawat inap di puskesmas sebelum ketauan cuma waktu itu dikira magh, karena kan gak divisum, jadi gak diperiksa kemaluannya. Parahya memang sebelum ketauan, cuma sesudah ketauan pun masi sakit, perutnya membesar, sakit, inveksi gitu, udah gitu kemaren dia sempat pedarahan juga. Kalau jalan susah, sampek agak ngesot-ngesot gitu, tiap jalan perutnya dipegang Laila karena sakit.Terakhir kami bawak ke puskesmas, tapi dokternya gak berani, mesti kita lapor dulu ke polisi katanya, Cuma dia bilang juga kalau ini inveksi dari dalam”. Ketika ditanyakan mengenai bagaimana Laila memandang kondisi fisiknya saat itu, Laila menuturkan bahwa pada saat itu ia merasa takut dimarahi oleh ibunya selain itu kondisi fisiknya juga membuat Laila malas untuk pergi kesekolah. Dan ketika ditanyakan apakah ia malu akan kondisi fisiknya saat itu, Laila hanya mengangguk dan ketika ditanyakan alasannya Laila tidak mampu memberikan alasan dan hanya menjawab “Ya, malu ajalah” sambil tersenyum kecil. Hingga saat ini, kekerasan seksual yang diterima Laila masih menyisakan dampak pada kondisi fisik Laila. Ketika ditanyakan kepada ibu Sumarni selaku orang tua Laila mengenai dampak kekerasan seksual yang masih dirasakan Laila hingga saat ini, ia mengatakan bahwa sesekali Laila masih merasakan sakit diperutnya yang menyulitkan Laila untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Jika penyakit Laila kambuh ia akan mengalami nyeri dibagian perut dan kesulitan untuk berjalan sehingga ia lebih memilih untuk berbaring dirumah daripada bermain dengan teman-temannya. Selain Universitas Sumatera Utara itu, sakit yang dialami Laila juga mengakibatkan Laila kerap tidak mampu merasakan ketika ia ingin membuang air. Laila beberapa kali pernah mengompol dan buang air besar di celana begitu saja tanpa ia mampu menahannya. Berikut penuturan ibu kandung Laila tersebut : “Ampek sekarang pun masik mau kumat, kadang kami bawak ke puskesmas kalau sakit. Nantik kalau perutnya kambuh ya dirumah aja dia, golek aja, kalau jalankan sakit. Udah gitu kalau sekarang agak aneh, terkadang dia gak terasa kalau mau kencing atau berak. Kalau sekarang, terkadang mau dia berak atau kencing dicelana pas lagi main-main atau lagi tidur. Trus kalau ditanyak, dia cuma bilang gak terasa Laila mak”. Namun hal itu tidak terjadi setiap hari, ketika sakit diperut Laila tidak kambuh, ia terlihat mampu bermain normal dengan teman-temannya. Ia mampu berlari kesana kemari dengan sangat riang tanpa terlihat kesakitan. Meskipun begitu ketika anak-anak yang lain membeli jajanan yang mereka suka, Laila terlihat enggan membeli jajanan yang sembarangan. Laila lebih selektif memilih jajanan dikarenakan takut berakibat pada perutnya meskipun sesekali ia tetap tergiur ketika melihat jajanan yang dibeli oleh teman-temannya yang lain. Menurut penuturan tetangga sekitarnya kondisi Laila sekarang sudah lebih membaik daripada sebelumnya. Hal itu juga dibernarkan oleh ibu Suarni yang mengatakan bahwa kondisi Laila sekarang sudah mampu bermain dengan teman- temannya, ia juga terlihat lebih berstamina, dan tidak lagi kesulitan ketika berjalan walaupun sesekali penyakit di perut Laila juga masih kerap kumat dan membuat aktivitas Laila terganggu. Berikut penuturan Ibu Laila: “Kalau sekarang udah mendingan, dibanding dulu si Laila ampek kayak mayat hidup. Badannya kurus, mukaknya pucat, kalau jalan pulang sekolah nampaklah itu dipeganginya perutnya sambil agak tekangkang sama nyeret-nyeret gitu kakiknya. Ampek dulu sebelum ketauan kan, kalau si Laila pulang sekolah ada pernah tetangga yang bilang, ‘eh laila, kau kok ngangkang-ngangkang gitu, kayak habis dikerjain orang aja kau’, Cuma waktu itu kami gak mikir sejauh itu, gak duga kami. Tapi untungnya semenjak udah ketauan itu, sekarang kan dia Universitas Sumatera Utara udah agak lebih gemuk, badannya lebih berisi, mukaknya pun gak pucat lagi. Cuma itulah, palingan terkadang masik mau kumat sakitnya”. Ketika ditanyakan apakah akibat yang dirasakan terhadap kondisi fisik Laila mengganggunya, Laila kemudian menjawab bahwa kondisi fisiknya saat ini cukup mengganggu aktivitasnya. Sakit yang ia rasakan membuatnya harus berbaring dirumah dan tidak dapat bermain dengan temannya. Laila juga mengatakan bahwa akibat sakit yang dialaminya dibagian perut, Laila sering kali mendapat larangan untuk memakan beberapa jenis makanan. Berikut penuturan Laila : “ Kan gara-gara sakit diperutku, aku gak bisa mainlah keluar, kalok main perutku sakit, jadi dirumah ajalah. Kalok jalan aku sakit. Mamakku marah nantik kalok aku jajan es, gak boleh katanya, nantik perutku sakit lagi”. Dari hasil observasi dan wawancara mendalam yang telah dilakukan, dapat kita lihat bahwa kekerasan seksual yang dialami oleh Laila berdampak terhadap perkembangan fisiknya hingga saat ini. Laila kerap merasakan sakit dibagian perutnya yang kemudian akan menyulitkannya ketika berjalan. Ia hanya bisa terbaring dirumah ketika penyakitnya mulai kambuh, dan tidak mampu melakukan aktivitas apapun. Selain itu Laila juga pernah beberapa kali mengompol dan buang air besar dicelana dikarenakan ia tidak bisa merasakan kotorannya keluar ketika ia ingin buang air. Selain Laila, dampak kekerasan seksual juga dirasakan oleh informan selanjutnya yaitu Junita Sari atau yang biasa dipanggil Sari. Seperti halnya dengan Laila, Sari juga merasakan perubahan terhadap kondisi fisiknya akibat kekerasan seksual yang ia alami. Namun perubahan yang dirasakan Sari memang tidaklah separah kondisi fisik yang di alami Laila. Berikut hasil analisis dampak kekerasan seksual terhadap perkembangan fisik yang dialami oleh Junita Sari. Sari adalah anak korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku yang sama dengan Laila Tul Amsiah. Sari dan Laila adalah 2 dari 7 orang anak korban Universitas Sumatera Utara kekerasan seksual yang dilakukan oleh kakek berusia 63 tahun yang bernama Selamat Ketaren. Selamat Ketaren merupakan tetangga dari ketujuh bocah tersebut yang juga berprofesi sebagai buruh tani. Kondisi kekerasan seksual yang dialami Sari tidaklah separah Laila. Laila adalah korban pertama sekaligus yang paling lama diantara ketujuh bocah tersebut. Berdasarkan hasil visum juga terlihat bahwa luka pada selaput dara akibat kekerasan seksual yang dialami Sari tidaklah separah kondisi luka yang dialami Laila. Akibat dari kekerasan seksual yang dialaminya, Sari sempat merasakan sakit dan gatal didaerah sekitar kemaluannya. Ia juga menuturkan bahwa ketika pertama kali ia menerima kekerasan seksual, ia sering merasa kesakitan dan perih didaerah kemaluannya ketika membuang air kecil. Dan ketika Sari mengadukan hal tersebut kepada neneknya. Neneknya kemudian terkejut karena melihat daerah sekitar kemaluan Sari yang memerah. Berikut penuturan Sari mengenai kondisi Fisik yang ia rasakan saat itu: “Aku waktu itu kalau mau kencing perih, sakit, susahlah kalau mau kencing, terus aku nangis bilang sama nenekku. Terus nenekku nanyak ini kenapa, terus aku bilang sama nenek, kalok uwo masuk’in jarinya ke dedekku”. Nenek Marulia yang juga merupakan nenek Sari juga membenarkan bahwa sari sempat merasakan perih dan gatal akibat kekerasan seksual yang dialaminya. Daerah kemaluan sari juga sempat memerah. Beberapa kali Sari pernah menangis dan mengadu padanya karena merasa kesakitan saat membuang air kecil. Namun sewaktu ditanyakan kepada Sari mengenai penyebabnya, awalnya Sari tidak pernah menjawab. Nenek Marulia pun tidak menduga Sari mengalami kekerasan seksual. Ia mengaku tidak pernah berfikir sejauh itu. Awalnya ia hanya berfikir bahwa Sari kurang menjaga kebersihan daerah kemaluannya ketika membuang air. Namun belakangan setelah Universitas Sumatera Utara kasus anak-anak lain terungkap, barulah Sari mengaku bahwa ia telah menerima kekerasan seksual. Berikut penuturan Nenek Marulia : “Dulu si Sari sukak nangis kalau kencing, katanya sakit, perih, terus itulah saya liat, rupanya pas diliat merah disekitar kemaluannya itu. Terus habis itu saya tanyak sama dia, ini kenapa sari, tapi itulah waktu itu dia diam aja. Ya saya fikir cuma gk bersih kalau cebok, sayapun gak mikirlah sejauh itu. Rupanya pas ketauan kawan-kawannya yang lain, barulah dia bilang ke saya kalau dia juga udah dikobelin sama Pak Uwo itu”. Ketika ditanyakan apakah Sari masih merasakan sakit hingga saat ini, sari mengatakah bahwa ia tidak lagi merasa kesakitan ataupun perih ketika membuang air kecil. Sari juga tidak mengalami gangguan apapun terhadap kondisi fisiknya. Hal serupa juga disampaikan oleh Nenek Marulia. Berikut penuturan Nenek Marulia mengenai kondisi fisik sari saat ini: “Ya kalau sekarang udah gak papa, kayak sekaranglah udah gak pernah lagi nangis kalu kencing. Kalau efek apa-apa sih gak adalah, ya kayak biasa aja dia, main-main, gak pernah sakit, paling yang cuman kemaren itu ajalah”. Nenek Marulia juga mengatakan bahwa kondisi fisik Sari yang sempat merasakan perih dan sakit didaerah kemaluannya cukup mengganggu Sari saat itu. Berikut penuturan Nenek Marulia : “ Ya kalau dulu menggangu, dia sukak nangis kalau kencing, kesakitan, ya kan kasian kita liatnya dulu. Tapi kalau sekarang kan udah enggak, ya kalau main- main atau kencing ya normal aja udahan kan”. Saat ini Sari memang terlihat tidak memiliki masalah apa-apa terhadap kondisi fisiknya. Bocah yang bercita-cita ingin menjadi dokter ini terlihat aktif bermain bersama teman-temannya. Dalam sehari, Sari mampu memainkan banyak permainan bersama teman-temannya tanpa terlihat kelelahan ataupun merasa kesakitan. Bocah yang memiliki kulit berwarna gelap ini terlihat semangat ketika bermain alip berondok maupun alip lidi bersama teman-temannya. Dengan mengenakan baju singlet berwarna putih dan rok berwarna hitam, Sari terlihat aktif berlari kesana kemari. Universitas Sumatera Utara Secara kesuluruhan kondisi fisik sari memang tidaklah separah kondisi Laila. Meskipun begitu, ia sempat merasakan gatal dan perih disekitar kemaluannya. Ia juga kerap menangis dan merasa kesakitan ketika membuang air kecil. Selain itu daerah sekitar kemaluan Sari juga terlihat memerah ketika Sari mendapatkan kekerasan seksual. Namun tidak seperti Laila, kondisi fisik Sari cepat mengalami pemulihan dan tidak berakibat panjang sehingga mengganggu aktifitasnya sehari-hari. Selain kondisi Laila dan Sari, informan selanjutnya adalah Juwita Apriani. Juwita adalah remaja berusia 16 tahun yang baru saja menamatkan sekolahnya di bangku SMP. Juwita menerima kekerasan yang dilakukan oleh teman-temannya ketika ia duduk di bangku kelas 3 SMP. Berikut analisis dampak kekerasan seksual terhadap perkembangan fisik yang dialami oleh Juwita. Juwita memiliki paras yang cukup cantik, dengan kulit berwarna putih. Juwita atau yang akrab dipanggil wita ini memiliki tinggi sekitar 154 cm, rambutnya yang panjang sering ia ikat dalam beraktivitas sehari-hari. Ketika pertama kali mendapatkan kekerasan seksual, Juwita mengaku merasakan sakit di daerah kemaluannya dan sedikit sulit berjalan. Selain itu ia juga sempat mengalami demam setelah menerima perlakuan tersebut. Berikut penuturan Juwita : “Waktu pertama kali aja kak, agak susah jalan, sama sakit di daerah kemaluan wita, sempat merah juga kak, baru lama kelamaan sakit demam, habis tidur satu hari baru agak enak’an badannya”. Ketika ditanyakan apakah kondisi fisik yang dialaminya saat itu mengganggu, Juwita mengaku ia sedikit terganggu dengan kondisinya. Namun dikarenakan kondisinya yang kemudian cepat membaik, hal tersebut tidak terlalu mengganggu dan berdampak pada aktivitasnya sehari-hari. Kondisi fisik yang dirasakan Juwita juga sempat membuatnya takut. Ia khawatir jika terjadi sesuatu pada dirinya yang Universitas Sumatera Utara berdampak serius seperti kerusakan dari dalam organ vitalnya ataupun berdampak pada kehamilan. Berikut penuturan Juwita : “Waktu sakit itu takutlah kak, takut ntah kenapa-kenapa, takut ntah rusak gitu kak, sama takut hamillah kak”. Juwita juga menambahkan bahwa kondisi yang dialaminya hanya ia rasakan selama satu hari dan tidak lagi berpengaruh pada kondisi fisiknya saat ini. Juwita tidak lagi merasakan sakit atau gangguan fisik apapun akibat kekerasan seksual yang dialaminya hingga kini. Berikut penuturan Juwita : “Cuma bentar, cuma satu hari itu aja kak, habis tidur itu udah enakan langsung badannya. Kalau sekarang udah enggak sakit lagi kak”. Jika kita analisis dari ketiga kasus yang dialami oleh anak korban kekerasan seksual diatas, dapat kita simpulkan bahwa kekerasan seksual yang dialami oleh anak korban kekerasan seksual tersebut sedikit banyaknya berpengaruh pada kondisi fisiknya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pada kasus Juwita dan Sari, memang terlihat bahwa kondisi fisik mereka tidak berdampak dalam jangka waktu yang lama. Namun jika kita lihat pada kasus Laila, dampak yang ia rasakan pada kondisi fisiknya berlangsung hingga saat ini atau selama kurang lebih 3 tahun. Selain itu, kondisi yang dialami oleh Laila dan Sari akibat kekerasan seksual yang mereka terima juga dirasakan mengganggu aktivitasnya. Pada kasus Sari, ia beberapa kali harus menangis ketika membuang air kecil dikarenakan rasa perih dan sakit yang ia rasakan disekitar kemaluannya. Sedangkan dampak yang lebih parah harus dirasakan oleh Laila, ia sering merasakan sakit diperutnya yang membuatnya sulit untuk berjalan. Bahkan pada kondisi terparahnya Laila juga sempat mengalami pendarahan yang keluar dari kemaluannya. Wajahnya terlihat pucat dan kurus pada saat itu. Ia bahkan harus berjalan terseok-seok sambil memegang perutnya dikarenakan Universitas Sumatera Utara sakit yang ia rasakan. Ia tidak dapat bermain dengan leluasa dan kerap kali absen dari sekolahnya. Hingga saat ini Laila juga kerap merasakan sakit diperutnya yang membuat Laila kesulitan dalam berjalan. Saat ini danpak lain yang harus ia rasakan akibat kekerasan seksual yang ia alami adalah Laila kerap tidak menyadari bahwa kotoran ataupun air seninya keluar ketika Laila ingin membuang air. Sehingga Laila beberapa kali akan mengompol atau membuang kotoran dicelananya. Namun rasa sakit yang ia rasakan saat ini hanya dirasakan Laila ketika penyakitnya kambuh. Selain itu saat ini Laila juga tidak lagi terlihat kurus dan pucat, ia kini terlihat lebih berstamina dan tidak terlalu kesulitan dalam bergerak maupun melakukan aktivitas sehari-hari.

5.2 Perkembangan Intelektual

Dokumen yang terkait

Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Korban Kekerasan Seksual Pada Anak Dampingan Yayasan Pusaka Indonesia

3 35 153

KORBAN KEKERASAN SEKSUAL: STUDI KASUS PENYIMPANGAN SEKSUAL TERHADAP ANAK Korban Kekerasan Seksual: Studi Kasus Penyimpangan Seksual Terhadap Anak Di Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta.

0 2 16

KORBAN KEKERASAN SEKSUAL STUDI KASUS PENYIMPANGAN SEKSUAL TERHADAP ANAK Korban Kekerasan Seksual: Studi Kasus Penyimpangan Seksual Terhadap Anak Di Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta.

0 2 11

Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Korban Kekerasan Seksual Pada Anak Dampingan Yayasan Pusaka Indonesia

0 0 17

Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Korban Kekerasan Seksual Pada Anak Dampingan Yayasan Pusaka Indonesia

0 0 2

Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Korban Kekerasan Seksual Pada Anak Dampingan Yayasan Pusaka Indonesia

0 0 9

Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Korban Kekerasan Seksual Pada Anak Dampingan Yayasan Pusaka Indonesia

0 0 42

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekerasan terhadap Anak (Child Abuse) 2.1.1 Pengertian Anak - Dampak Kekerasan Seksual terhadap Perkembangan Anak (Studi Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual di Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera Utara)

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Dampak Kekerasan Seksual terhadap Perkembangan Anak (Studi Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual di Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera Utara)

0 1 12

DAMPAK KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK (Studi Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual di Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera Utara)

0 0 10