Sari terlihat tidak mengalami kesulitan dalam berinteraksi maupun berkomunikasi dengan teman-temannya. Ia juga tidak terlihat mengalami masalah dalam
mengungkapkan fikiran maupun pendapatnya.
5.5 Perkembangan Hubungan Sosial
Alisyahbana mendefenisikan Hubungan Sosial sebagai cara-cara individu bereaksi terhadap orang-orang di sekitarnya dan bagaimana pengaruh hubungan itu
terhadap dirinya. Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam Arti, dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan
sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul
dengan orang-orang di lingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Apabia lingkungan sosial itu baik maka anak akan mencapai perkembangan sosialnya
secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan yang kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, atau pembiasaan terhadap anak
dalam menerapkan norma maupun tata karma cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti perasaan minder, senang mendomiasi orang lain, egois, senang
menyendiri, kurang memiliki tenggang rasa, kurang mempedulikan norma dalam berperilaku.
Perkembangan intelegensi Laila membuat lingkungan disekitarnya sering menganggap ia bodoh. Selama proses wawancara dilakukan, Laila sempat
mendapatkan perkataan yang menyatakan ia bodoh ketika ia salah atau terlihat tidak mengerti dengan pertanyaan yang diajukan. Dalam aktivitas sehari-hari Laila juga
Universitas Sumatera Utara
kerap mendapatkan perkataan-perkataan seperti : “Bodoh kali kau Laila”, “ada kurasa o’on - o’onnya anak ini”, ataupun “memang udah ada lari – larinya anak ini”. Dan
ketika mendapatkan perkataan itu Laila hanya terlihat diam tanpa memperdulikan perkataan tersebut dan tetap melanjutkan aktivitasnya.
Laila juga kerap dijauhi dan diolok-olok oleh lingkungan sekitarnya. Hal itu terbukti ketika peneliti datang untuk melakukan observasi, salah satu ibu dilingkungan
sekitar tempat tinggalnya mengatakan bahwa beberapa anak-anak disana malas untuk bermain dengan Laila karena mereka menganggap kondisi Laila yang bodoh. Anak-
anak lain juga terlihat beberapa kali mengolok-olok Laila, namun ia hanya terlihat sedikit malu sebelum kemudian tidak menghiraukan perkataan teman-temannya dan
kembali bermain. Menurut penuturan ibu Irianti, Laila menjadi lebih sering bergaul dengan anak-
anak dibawah usianya akibat perkembangan intelektual Laila yang terganggu. Anak- anak seusianya kerap menjauhi Laila dan menganggap Laila sebagai anak yang bodoh.
Berikut penuturan ibu Irianti : “Sekarang karena sering gak nyambung itu, mainnya pun sama anak-anaklah
jadinya, sama anak-anak kecil, anak-anak yang belom sekolah. Ya kawan- kawan seumurannya pun malas main sama dia. ”.
Selain pola hubungan sosial Laila terhadap teman-temannya yang berubah,
Laila juga menunjukkan perubahan dalam melakukan pola hubungan sosial dengan lawan jenisnya. Semenjak kekerasan seksual yang dialaminya, Laila cenderung
menunjukkan ketertarikan lebih terhadap lawan jenis. Hal tersebut juga terlihat dalam pola hubungan sosial yang dibangun oleh Laila. Menurut penuturan ibu Irianti,
perubahan yang terlihat dalam diri Laila adalah perubahan pola interaksinya terhadap lawan jenis. Semenjak kekerasan seksual yang ia alami, Laila lebih cenderung agresif
terhadap lawan jenis dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Laila kerap
Universitas Sumatera Utara
mengganggu atau terlihat senang ketika berinteraksi dengan lawan jenisnya terutama lelaki paruh baya. Berikut penuturan ibu irianti :
“ Jadi mentellah dia sekarang kalau sama laki-laki. Pernah ada yang lagi ngangon kambing tterus dibilang sama dia, ‘paklek, aku lagi sendiri lo’. Terus
kalau digodain sama anak lajang, dibilang itu cowokmu kan, senyum dia malu- malu, udah gitu jadi sukak begaya dia sekarang, kayak cepat dewasalah
jadinya”. Berdasarkan penuturan diatas dapat kita tarik point penting bahwa kekerasan
seksual yang diterima oleh Laila memiliki dampak terhadap perkembangan hubungan sosialnya. Pada perkembangan hubungan sosial Laila, ia terlihat kurang bisa berbaur
maupun menyesuaikan diri dengan teman-teman seumurannya. Intelektual Laila yang lebih tertinggal serta ketakutan yang ia miliki membuat Laila tidak mudah masuk dan
meleburkan diri dengan teman-teman seusianya. Hal itu kemudian membuat Laila cenderung lebih memilih melakukan penyesuaian dengan anak dibawah umurnya.
Selain itu, ketertarikan terhadap lawan jenis yang lebih meningkat membuat Laila kerap melakukan tindakan penyesuaian yang lebih dewasa daripada anak-anak
seusianya yang masih cenderung takut dan malu. Hal ini juga berdampak pada tingkah laku sosial Laila terhadap lawan jenisnya. Ia terlihat beberapa kali menunjukkan
perilaku seperti menggoda ataupun menunjukkan ketertarikan terhadap lawan jenis . Pada kondisi Juwita dapat kita lihat bahwa akibat kekerasan seksual yang ia
alami, Juwita menjadi lebih tertutup dan senang menyendiri daripada melakukan interaksi dengan teman-temannya. Awalnya Juwita memang memiliki ketakutan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar akibat kekerasan seksual yang ia terima. Hal itu sempat membuat Juwita enggan untuk pergi ke sekolah. Namun respon
lingkungan bermain Juwita yang baik membuat Juwita mudah kembali menyesuaikan diri dengan teman-temannya. Ia mengaku tidak lagi mengalami masalah dalam bergaul
Universitas Sumatera Utara
maupun melakukan hubungan sosial dengan teman-temannya. Ia juga mengaku bahwa semenjak kejadian tersebut, Juwita lebih dekat dengan teman-temannya.
Meskipun begitu, ketakutan dan trauma yang dirasakan Juwita membuat ia enggan keluar rumah dan berinteraksi lebih dengan orang lain terutama lawan jenisnya.
Hal itu juga dibenarkan oleh ibu kandung Juwita, ia mengatakan bahwa semenjak kekerasan seksual yang dialami Juwita, ia menjadi lebih enggan keluar rumah.
Meskipun begitu ia menambahkan bahwa sesekali teman Juwita tetap datang dan berkunjung untuk bermain dan berinteraksi dengan juwita. Berikut penuturannya :
“ Semenjak kejadian itu dia lebih malas keluar, yah dirumah ajalah, saya pun
gak terlalu ngasi soalnya saya takut, paling liat-liat orangnya jugalah. Cuman ya datang jugalah kawannya sesekali main-main kerumah”.
Pada kondisi Sari, ia terlihat tidak mengalami perubahan maupun kesulitan
dalam melakukan penyesuaian terhadap lingkungannya akibat kekerasan seksual yang ia alami. Dalam kesehariannya, Sari tergolong anak yang mudah menyesuaikan diri
dengan teman-temannya. Lingkungan bermain Sari juga terlihat berbaur dengan dirinya dan menerima Sari sebagai salah satu bagian dari mereka.
Hal itu juga dibenarkan oleh nenek Marulia. Menurut nenek Marulia, hubungan sosial sari dengan lingkungan sekitarnya terlihat tidak begitu berubah semenjak
kekerasan seksual yang dialaminya. Sari tetap terlihat bermain dengan normal berasama teman-temannya sehabis pulang sekolah hingga sore hari. Berikut penuturan
nenek Marulia : “ Gak ada yang berubah, ya biasa aja. Main sama kawan-kawannya. Ya kawan-
kawannyapun yang itu-itu aja juga, gak ada kayak diijauhi atau lebih pendiam ya nggak ada. Mainnya pas pulang sekolahlah sampek sore, atau ya pas libur’.
Berdasarkan observasi yang dilakukan dalam penelitian ini juga terlihat bahwa
dalam kesehariannya Sari tidak terlihat mengalami masalah ataupun gangguan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sari mampu diterima oleh lingkungan bermainnya
Universitas Sumatera Utara
dengan baik, selain itu ia juga cukup mampu membawa alur permainan sehingga teman-teman sepermainannya banyak yang mengikuti alur permainan yang ia buat. Ia
juga terlihat melebur dengan teman-temannya dan melakukan komunikasi yang baik selama permainan. Hubungan sosial yang ia bangun dengan lingkungan sekitarnya
tergolong normal, meskipun begitu sari juga kerap mendapatkan ejekan semenjak kekerasan seksual yang ia alami. Namun hal tersebut tidak banyak mempengaruhi
hubungan sosial sari dengan lingkungan sekitarnya. Ia tetap terlihat berani dan nyaman dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.
5.6 Perkembangan Kepribadian