commit to user
113
tokohnya, novel ini memberikan motivasi kepada siapa saja untuk maju mengejar cita-cita dan mimpi-mimpi.
Tubuhku telah terbanting-banting demi cita-citaku sendiri yang terlalu kuat untuk terus sekolah, terus belajar dan mempelajari sesuatu, serta
dibuat penasaran oleh buku. Itu semua demi satu keyakinan, aku akan bangkit dan meraih mimpi itu demi sebuah cita-cita yang akan kurengkuh
kelakOMDS: 239 – 240.
Sifat Faisal yang berjiwa sosial tinggi, peka dan peduli dengan keadaan di sekitarnya ditunjukkan dengan keprihatinannya terhadap anak alam yang
hidupnya sangat melarat serta tidak sekolah. Ia tidak hanya simpati, ia juga berempati, berkeinginan keras dan berjuang untuk bisa membuat anak alam
mengenyam pendidikan, karena pendidikan adalah fondasi untuk menjalani kehidupan nantinya. Ia juga memperhatikan keadaan masyarakat di sekelilingnya
yang masih banyak warganya yang buta huruf, sehingga ia terjun langsung memberikan pembelajaran membaca dan menulis gratis untuk warga yang buta
huruf. Ia ingin menjadikan kampung Genteng yang tadinya buta huruf menjadi kampung Genteng yang melek huruf OMDS: 18.
Selain itu, Faisal sangat tidak suka dengan perlakuan orang kaya terhadap orang miskin. Dalam novel ini Yok Bek sebagai orang kaya suka memperlakukan
pekerjanya semena-mena. Ia juga memberikan label untuk orang kaya, yaitu orang kaya itu biasanya bersikap sombong dan bicaranya menyakitkan hati
Ayah dari ketiganya bekerja pada Yok Bek, memelihara sapi-sapi itu mulai dari memerah susunya, membersihkan kotorannya, hingga
mencarikan rumput segar. Kadang yok Bek-perempuan Cina itu- berdiri dan berkacak pinggang di hadapan para pekerjanya, dibentak-bentaknya
ayah ketiga temanku itu dengan kasar, bahkan kadang kata-kata makian yang aku tahu, bahasa itu tabu bagi anak-anak. Dari sini aku belajar
pengalaman lagi. Orang kaya bisa seenaknya memperlakukan orang miskin, sebab tubuh mereka telah dibeli untuk menuruti semua perintah
OMDS: 17
e. Alur atau Plot
Menurut Stanton dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 113 plot adalah cerita yang berisi tentang urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa satu disebabkan atau menyebabkan
commit to user
114
terjadinya peristiwa yang lainnya. Herman J. Waluyo 2002: 15 – 19 membagi alur cerita menjadi tujuh bagian, yaitu Exposition paparan awal cerita, Inciting
Moment konflik mulai muncul, Rising Action peningkatan konflik, Complication konflik semakin rumit, Climax puncak konflik, Falling Action
konflik menurun, dan Denouement. Berdasarkan pendapat tersebut, jalinan konflik yang membangun cerita dapat diuraikan sebagai berikut:
1 Novel
LP
Tahapan-tahapan alur dalam novel LP akan diuraikan sebagai berikut: a Eksposition Paparan Awal Cerita
Kisah dalam novel LP diawali dengan paparan ketika hari pertama masuk sekolah, yaitu pagi hari saat pendaftaran siswa baru di SD Muhammadiyah.
Perhatikan kutipan berikut ini: Pagi itu, ketika aku masih kecil, aku duduk di bangku panjang di depan
sebuah kelas. Sebatang pohon filicium yang rindang meneduhiku. Ayahku duduk di sampingku, memeluk pundakku dengan kedua lengannya dan
tersenyum mengangguk-angguk pada setiap orang tua dan anak-anaknya yang berderet-deret di bangku panjang lain di depan kami. Hari itu adalah
hari yang agak penting: hari pertama masuk SD LP: 1.
Sebuah awal cerita yang cukup ringan untuk dijadikan pembuka kisah. Peristiwa hari pertama masuk sekolah merupakan peristiwa yang dialami oleh
semua orang yang pernah sekolah. Semua perasaan campur aduk. Ada cemas, suka, bingung, malu, salah tingkah dan lain-lain. Pada bagian awal mulai
diperkenalkan tokoh dalam novel ini yakni Pak Harfan sang kepala sekolah, Bu Mus ibu guru kelas 1, orang tua siswa, dan beberapa calon siswa. Pada bagian
awal ini mulai diperkenalkan pula latar tempatnya yakni di SD Muhammadiyah yang bangunan sekolahnya sudah doyong seolah akan roboh dan kondisinya
sangat memperihatinkan. b Inciting Moment Muncul Konflik
Pada tahap pemunculan konflik, dapat diungkapkan beberapa peristiwa yang merupakan gambaran bahwa ada suatu masalah yang mulai muncul dari
setiap bagian-bagian cerita.
commit to user
115
Tahap pemunculan konflik dimulai dengan kecemasan Bu Mus dan Pak Harfan karena murid baru yang mendaftar baru sembilan orang. Padahal
Depdikbud Sumsel mempersyaratkan minimal harus ada 10 murid baru, kalau tidak SD Muhammadiyah akan ditutup. Hal ini menimbulkan kecemasan bagi dua
orang guru tersebut, orang tua dan kesembilan murid baru, karena ini berarti akan memupus harapan mereka. Cita-cita kandas akibat sekolah ditutup tepat ketika
mereka ingin sekolah. Perhatikan kutipan berikut: Para orangtua mungkin menganggap kekurangan satu murid sebagai
pertanda bagi anak-anaknya bahwa mereka memang sebaknya didaftarkan pada para juragan saja. Sedangkan aku dan agaknya juga anak-anak yang
lain merasa amat pedih: pedih pada orang tua kami yang tak mampu, pedih menyaksikan detik-detik terakhir sebuah sekolah tua yang tutup justru
pada hari pertama kami ingin sekolah, dan pedih pada niat kuat kami untuk belajar tapi tinggal selangkah lagi harus terhenti hanya karena kekurangan
satu murid. Kami menunduk dalam-dalam LP: 5.
Pemaparan masalah lainnya yang dapat dicermati dari peristiwa dalam novel ini adalah ketika anak-anak SD Muhammadiyah Gantong mengeluh kepada
Bu Mus mengapa sekolahnya tidak seperti sekolah lain. Pada kesempatan lain, karena masih kecil tentu saja, kami sering
mengeluh mengapa sekolah kami tak seperti sekolah-sekolah lain. Terutama atap sekolah yang bocor dan sangat menyusahkan saat musim
hujan LP: 31.
Secara implisit, munculnya masalah yang dihadapi tokoh ini sebagai akibat dari kemiskinan yang melanda masyarakat Belitong pada waktu itu.
Kemiskinan yang sudah menjadi endemi. Para orang tua lebih rela menyerahkan anknya pada juragan-juragan daripada menyekolahkan anaknya yang berarti
mengikatkan diri pada biaya sekolah. Gambaran kemiskinan inilah yang mengawali jalinan cerita novel LP.
c Ricing Action Penanjakan Konflik Penanjakan konflik terjadi ketika Pak Harfan sudah berputus asa dengan
jumlah siswa yang mendaftar di SD Muhammadiyah dan bermaksud memberikan pidato terakhir sebagai perpisahan sekaligus penutupan sekolah.
Pak Harfan menghampiri orang tua murid dan menyalami mereka satu persatu. Sebuah pemandangan yang pilu. Para orangtua menepuk-nepuk
commit to user
116
bahunya untuk membesarkan hatinya. Mata Bu Mus berkilauan karena air mata yang menggenang. Pak Harfan berdiri di depan para orangtua yang
wajahnya muram. Beliau bersiap-siap memberikan pidato terakhir LP: 6.
Masalah kemiskinan yang mengawali konflik dalam novel ini kemudian diuraikan lebih mendetail dalam bab-bab berikutnya. Pengarang menyoroti
perbedaan keadaan ekonomi antara kaum borjuis dan masyarakat Melayu Belitong. Kaum borjuis yang tinggal di kawasan Gedong dengan segala macam
fasilitas yang mewah dan serba lengkap, sangat mencolok jika dibandingkan dengan keadaan masyarakat Melayu Belitong yang serba miskin, serba tidak
mampu. Jangankan untuk sekolah, untuk hanya makan saja terkadang tidak terpenuhi. Kesenjangan sosial yang sangat mencolok. Perhatikan kutipan berikut
ini: Belitong dalam batas kuasa eksklusif PN Timah adalah kotapraja
Konstantinopel yang makmur. PN adalah penguasa tunggal Pulau Belitong yang termasyur di seluruh negeri sebagai Pulau Timah. Nama itu tercetak
di setiap buku geografi atau buku Himpunan Pengetahuan Umum pustaka wajib sekolah dasar. PN amat kaya. Ia punya jalan raya, jembatan,
pelabuhan, real estate, bendungan, dok kapal, sarana telekomunikasi, air, listrik, rumah-rumah sakit, sarana olahraga- termasuk beberapa padang
golf, kelengkapan sarana hiburan, dan sekolah-sekolah. PN menjadikan Belitong- sebuah pulau kecil- seumpama desa perusahaan dengan aset
triliunan rupiah. Hanya beberapa jengkal di luar lingkaran tembok tersaji pemandangan kontras seperti langit dan bumi. Berlebihan jika disebut
daerah kumuh tapi tak keliru jika diumpamakan kota yang dilanda gerhana berkepanjangan sejak pencerahan revolusi industri. Di sana, di luar lingkar
tembok Gedong hidup komunitas Melayu Belitong yang jika belum punya enam anak belum berhenti beranak pinak LP: 50.
d Complication Konflik Makin Rumitt Pada tahap complication ini, konflik semakin rumit. Kemiskinan yang
melanda masyarakat asli Belitong semakin menjadi-jadi. Sementara itu kekayaan warga Gedong pun juga sama menjadi-jadi. Sehingga jurang kesenjangan sosial
semakin terbentang lebar. Kemiskinan juga tidak lepas melanda semua anggota Laskar Pelangi,
terutama tokoh Lintang. Ia berasal dari keluarga nelayan miskin yang tinggal di pesisir di desa Tanjong Kelumpang. Jarak dari rumah ke sekolah sekitar 80
kilometer pulang pergi yang ditempuh dengan sepeda. Jarak sekolah yang
commit to user
117
sedemikian jauh dan kondisi ekonomi orang tua menjadi permasalahan tersendiri bagi tokohnya.
e Climax Puncak Ketegangan Puncak ketegangan terjadi ketika Lintang putus sekolah. Lintang terpaksa
putus sekolah karena ayahnya meninggal. Kematian ayahnya adalah puncak permasalahan yang akan mengubah jalan hidup Lintang. Sehingga mau tidak mau
ia yang harus menggantikan posisi ayahnya mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Ia yang mempunyai cita-cita tinggi dan mempunyai motivasi belajar
yang luar biasa harus takhluk di tangan nasib. Hal ini membuat duka bagi seluruh anggota Laskar Pelangi dan Bu Mus. Mereka kehilangan sosok sahabat,
pemimpim, guru, seorang teman yang genius luar biasa. Seorang anak laki-laki tertua keluarga pesisir miskin yang ditinggal mati
ayah, harus menanggung nafkah ibu, banyak adik, kakek-nenek, dan paman-paman yang tak berdaya, Lintang tak punya peluang sedikit pun
untuk melanjutkan sekolah. Ia sekarang harus mengambil alih menanggung nafkah paling tidak empat belas orang, karena ayahnya, pria
kurus berwajah lembut itu, telah mati, karena pria cemara angin itu kini telah tumbang. Jasadnya dimakamkan bersama harapan besarnya harapan
besarnya terhadap anak lelaki satu-satunya dan justru kematiannya ikut membunuh cita-cita agung anaknya itu. Maka mereka berdua, orang-orang
hebat dari pesisir ini, hari ini terkubur dalam ironi LP: 430.
Selain itu puncak ketegangan yang kedua adalah ketika PN Timah penguasa eksklusif tambang timah di Belitong lumpuh total. Hal ini dikarenakan
pada tahun 1987 harga timah dunia merosot tajam. Sehingga dalam sekejap PN Timah lumpuh. Seluruh fasilitas produksi tutup, puluhan ribu karyawan terkena
PHK. Pemerintah pusat yang rutin menerima royalti dan deviden miliaran rupiah tiba-tiba seperti tak pernah mengenal pulau kecil ini. Pulau Belitong yang dulu
laksana jutaan ubur-ubur Ctenopore redup laksana kapal hantu yang terapung- apung tak tentu arah, gelap, dan sendirian LP:481 – 482.
Masyarakat pribumi yang memang sudah menahankan sakit hati karena kesenjangan selama puluhan tahun menyerbu Gedong. Mereka menghancurkan
rumah dan menjarah isinya. Bentangan kawat telepon digulung. Kabel listrik yang masih dialiri
tegangan tinggi dikampak sehingga menimbulkan bunga api seperti
commit to user
118
asteroid menabrak atmosfer. Kapal keruk digergaji dan menjadi besi kiloan. Sebuah dinasti yang kukuh dan congkak hancur berantakan
menjadi remah-remah hanya dalam hitungan malam, seiring dengan itu, reduplah seluruh metafora yang mewakili kedigdayaan sebuah perusahaan
yang telah membuat Belitong dijuluki Pulau Timah LP: 484.
f Falling Action Penurunan Konflik Penurunan konflik terjadi setelah PN Timah gulung tikar. Kehancuran PN
Timah membawa berkah tersendiri bagi masyarakat pribumi Belitong yang selama ini terpinggirkan. Sekarang mereka bebas menggali timah di mana pun mereka
suka di tanah nenek moyangnya dan menjualnya seperti menjual ubi bakar. Ekonomi Belitong yang sempat lumpuh pelan-pelan menggeliat, berputar lagi
karena aktivitas para pendulang LP: 485 – 488. Penurunan konflik yang lain adalah ketika Lintang masuk sekolah untuk
berpamitan dengan teman-teman dan ibu gurunya. Ketika datang keesokan harinya, wajah Lintang tampak hampa. Aku tahu
hatinya menjerit, meronta-ronta dalam putus asa karena penolakan yang hebat terhadap perpisahan ini. Sekolah, kawan-kawan, buku, dan pelajaran
adalah segala-galanya baginya, itulah dunianya dan seluruh kecintaannya. ... semua hati terendam air mata melepas sang mutiara ilmu dari lingkaran
pendidikan. Ketika kami satu persatu memeluknya tanda perpisahan, air matanya mengalir pelan, pelukannya erat seolah tak mau melepaskan,
tubuhnya bergetar saat jiwa kecerdasannya yang agung tercabut paksa meninggalkan sekolah LP: 433.
g Denouement Penyelesaian Novel LP merupakan sebuah novel yang berusaha mengangkat realitas
kehidupan manusia secara nyata. Realitas kehidupan manusia sebagaimana digambarkan melalui tokoh-tokoh anggota Laskar Pelangi adalah gambaran nyata
tentang kehidupan manusia. Lintang yang super genius akhirnya harus putus sekolah karena ayahnya meninggal, sehingga terpaksa ia harus menggantikan
posisi ayahnya mencari nafkah untuk menghidupi ibu, adik-adik, dan saudaranya, yaitu dengan menjadi seorang sopir truk pengangkut pasir gelas LP: 467. Hal ini
merupakan realitas hidup yang banyal dialami oleh anak-anak di Indonesia. Banyak anak-anak Indonesia yang terpaksa membuang jauh-jauh keinginannya
untuk menempuh pendidikan gara-gara kemiskinan yang tak henti merundungnya.
commit to user
119
Akhir cerita dikisahkan mengenai kehidupan para tokoh setelah 12 tahun kemudian. Ketika itu tokoh utama telah menjadi seorang pemuda dan bekerja
sebagai tukang pos di Pulau Jawa. Perhatikan kutipan berikut ini: Setiap pulang kerja aku sering duduk melamun di poko pohon randu, di
pinggir lapangan Sempur, dekat kamar kontrakanku. Menghadap ke Kali Ciliwung aku memprotes Tuhan:
”Ya, Allah, bukankah dulu pernah kuminta jika aku gagal menjadi penulis dan pemain bulu tangkis maka jadikanlah aku apa saja asal bukan pegawai
pos Dan jangan beri aku pekerjaan mulai subuh... Tuhan menjawab doaku dulu persis sama dengan yang tak kuminta LP:
441.
Walaupun sudah menjadi pegawai pos dengan NIP 967275337, Ikal masih memendam obsesi untuk bisa kuliah. Ia ingin kehidupan yang dijalaninya lebih
baik, dengan cara belajar setinggi-tingginya untuk membayar hutang pada sekolah Muhammadiyah, Bu Mus, Pak Harfan, Lintang, Laskar Pelangi, A Ling, serta
Heriot dan Edensor. Maka tak lama kemudian aku telah menjadi mahasiswa. Meskipun hanya
langkah kecil aku merasa telah membuat kemajuan dan sekarang aku dapat menilai hidupku dari perspektif yang sama sekali berbeda. Aku lega
terutama karena aku telah membayar hutangku pada sekolah Muhammadiyah, Bu Mus, Pak Harfan, Lintang, Laskar Pelangi, A Liong,
bahkan Herriot dan Edensor LP: 462.
Selain tokoh Lintang dan Ikal, di akhir cerita juga dikisahkan kehidupan para anggota Laskar Pelangi setelah dewasa. Mahar menjadi seorang penulis dan
budayawan Melayu, Kucai menjadi anggota dewan, Syahdan menjadi ahli telekomunikasi, A Kiong menikah dengan Sahara dan mendirikan sebuah toko
yang diberi nama Sinar Perkasa, Borek menjadi kuli panggul di toko tersebut. Trapani yang sampai dewasa masih sangat bergantung pada ibunya menderita
mother complex LP: 455 – 494. Kejadian yang menjalin plot di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
commit to user
120
Climax e
Complication d
Rising Action c Falling Action f
Inciting Moment b
Exposition a Denouement g
Gambar 3 : Skema Plot Novel LP Karya Andrea Hirata Keterangan:
a Perkenalan tokoh dan latar kejadian di SD Muhammadiyah pada waktu hari pertama masuk
sekolah. b Kecemasan guru SD Muhammadiyah karena murid
yang mendaftar belum lengkap 10, dan pemunculan masalah akibat kemiskinan.
c Keputusasaan Pak Harfan akan nasib sekolah Muhammadiyah dan kesenjangan sosial yang
semakin lebar. d Masalah kemiskinan yang melingkupi anggota
Laskar Pelangi, terutama Lintang. e Lintang putus sekolah, PN Timah lumpuh.
f Setelah PN Timah lumpuh, perekonomian Belitong menggeliat. Lintang berpamitan kepada guru dan
teman-teman. g Kehidupan anggota Laskar Pelangi ketika dewasa.
commit to user
121
2 Novel
OMDS
Tahapan-tahapan alur dalam novel OMDS diuraikan sebagai berikut: a Eksposition Paparan Awal Cerita
Cerita dalam novel OMDS dimulai dengan penceritaan kemeriahan musim layang-layang di kampung. Cerita awal berlangsung siang hari ketika sekumpulan
anak-anak kampung bermain layang-layang. Permainan layang-layang yang dibagian akhirnya menimbulkan kekacauan karena layang-layang yang putus dan
hinggap di kabel listrik. Anak-anak berebut meraih layang-layang dengan menggunakan galah. Tak ayal aliran listrik terputus dan sontak warga marah.
Musim layang-layang telah tiba. Di kampung kami, jika musim layang- layang tiba, langit tiba-tiba penuh dengan hiasan warna-warni. Layang-
layang yang terbuat dari kertas minyak dan ditarik dengan benang gelasan itu ada yang berbentuk ikan dengan mata yang bisa berkedip-kedip, ular
naga, barongsai, capung, Superman, bahkan ada yang berbentuk Gatotkaca OMDS: 5.
Pada paparan awal ini, pengarang sudah coba memperkenalkan tokoh-
tokoh yang ada dalam cerita, yaitu Faisal, Pambudi, Yudi, Pepeng, Koh A Kiong, serta Mat Karmin. Diperkenalkan pula tempat terjadinya cerita ini, yakni di
Semarang lebih tepatnya di Kampung Genteng. Kampung Genteng merupakan tempat tinggal Faisal dan Gedong sapi yang merupakan tempat tinggal Anak
Alam sebutan yang diberikan Faisal untuk Pambudi, Yudi, dan Pepeng. Pengarang mulai menceritakan persahabatan mereka. Diceritakan setelah mereka
berempat Faisal, Pambudi, Yudi, dan Pepeng kalah merebut layang-layang mereka sangat terpukul, karena niatnya untuk balas dendam ke Mat Karmin gagal.
Mereka ingin membeli layang-layang tapi tidak punya uang, akhirnya mereka memutuskan untuk membuat sendiri layang-layangnya OMDS 5 – 10.
Faisal kemudian mencari buku untuk dijadikan panduan untuk membuat layang-layang. Pada saat membaca buku itu, Faisal baru sadar kalau Anak Alam
tidak bisa membaca karena memang tidak sekolah. Kemudian mereka mencoba berguru kepada penulis buku itu secara langsung, yaitu Ki Hajar Ladunni yang
tinggal di Gogik Ungaran. Di perjalanan mereka bertemu dengan Candil. Ia kemudian mengantar mereka ke rumah Ki Hajar Ladunni. Akhirnya mereka sudah
commit to user
122
sampai di rumah yang bertuliskan ”Ki Hajar Ladunni”. Karena Anak Alam tidak bisa membaca, mereka menurut saja ketika dipermainkan Candil dengan
mengatakan bahwa rumah Ki Hajar Ladunni masih beberapa kilo lagi. Tapi karena Faisal bisa membaca, ia tidak terjebak dengan permainan Candil. Setelah
berputar-putar cukup lama, mereka kembali ke rumah tadi, dan baru sadar kalau mereka dipermainkan. OMDS: 25 – 50.
b Inciting Moment Muncul Konflik Pengalaman dibohongi ini terjadi karena mereka buta huruf, tidak bisa
membaca papan nama yang ada di atas pintu. Di sini mulai disinggung-singgung ketidakbisaan anak alam dalam hal membaca, sehingga mengakibatkan mereka
mudah dibohongi. Mereka tidak bisa membaca karena memang mereka tidak sekolah. Mereka tidak bisa sekolah karena memang kondisi ekonomi keluarga
mereka yang tidak memungkinkan. Jangankan untuk sekolah, untuk makan saja terkadang masih susah.
Anak alam berasal dari keluarga buruh yang teramat miskin, orang tuanya seumur hidup mengabdi pada Yok Bek, pemilik peternakan sapi di Gedong sapi.
Hidup mereka serba kekurangan, rumah mereka sempit serta kumuh, sungguh berbeda dengan kondisi rumah Yok Bek OMDS: 16 – 18.
Ayah dari ketiganya bekerja pada Yok Bek, memelihara sapi-sapi itu mulai dari memerah susunya, membersihkan kotorannya, hingga
mencarikan rumput segar OMDS: 20. Faisal sangat prihatin melihat nasib ketiga sahabatnya yang sudah sebesar
itu tapi belum bisa membaca menulis. Ia kemudian bertekad mengajak ketiga temannya tersebut untuk sekolah, agar tidak buta huruf lagi. Tapi sekali lagi
mereka terbentur dengan masalah dana. Kemiskinan selalu menghantui kehidupan mereka. Jangankan berpikir sekolah, untuk makan saja terkadang masih susah
OMDS: 59 – 66. Faisal mempunyai tekad kuat kuat untuk mengajak ketiga temannya itu
bersekolah. Sehingga ia mengusahakan berbagai cara untuk itu, salah satunya dengan menemui Pak Zainal, kepala sekolah SD Kartini untuk meminta
keringanan biaya bagi ketiga temannya tersebut.hingga kemudian akhirnya anak
commit to user
123
alam bisa sekolah. Keputusan untuk sekolah bukanlah tanpa resiko. Mereka harus membiayai sendiri, dengan cara sekolah sambil bekerja. Hal yang tak pernah
mereka bayangkan sebelumnya. Selama ini yang mereka tahu hanyalah bekerja membantu orang tua untuk makan. Tidak terlintas sama sekali mereka harus
bekerja keras untuk bisa sekolah. Karena sangat mustahil jika mengandalkan penghasilan orang tua yang hanya jadi buruh Yok Bek OMDS: 67 – 82.
Ketika mereka sudah masuk sekolah, mereka pun juga belum lepas dari hambatan. Mereka sering diejek teman-temannya yang notabene berasal dari
keluarga menengah ke atas. Mereka selalu diejek karena orang tua mereka seorang pembantu yang mengabdi untuk Yok Bek. Karena mereka miskin, mereka
dianggap tidak pantas untuk sekolah di SD Kartini. Ini membuat mereka bertiga minder dan sempat down.
”Iya, tapi yang jelas orang miskin seperti kalian tidak pantas sekolah di sini,” sambil berkata begitu Rena tengah asyik membolak-balik sersil Kho
Ping Hoo-nya. Tanpa melihat tampang ketiga anak alam itu, kata-kata Rena telah membuat mereka menjadi minder, angan-angan melambung,
cita-cita setinggi gunung, harapan memeluk rembulan dan memetik bintang di angkasa perlahan-lahan menciptakan mimpi buruk bagi mereka
OMDS: 95 – 96.
c Ricing Action Peningkatan Konflik Yok Bek merupakan seorang pengusaha peternakan sapi di Gedong Sapi.
Ia kaya raya. Ia mempunyai tiga orang pekerja yang tak lain tak bukan adalah ayah ketiga Anak Alam itu. Tiga orang pekerja itulah yang setiap hari mengurus
peternakan, mulai dari membersihkan kandang, memberi makan, memerah susu, dan membuat pupuk dari kotoran sapinya. Gedong Sapi letaknya agak jauh dari
pemukiman warga agar baunya tidak mengganggu warga Kampung Genteng. Tetapi bagaimanapun juga bau itu tetap tercium juga. Hingga kemudian warga
mengadu pada ketua RT agar memperingatkan Yok Bek untuk memindah peternakan sapinya. Masyarakat tidak tahan karena setiap hari mereka harus
melahap bau kotoran sapi OMDS: 123 – 127. Mendengar pengaduan masyarakat itu, Yok Bek sadar bahwa sekarang
zaman sudah berubah. Sudah banyak pribumi yang bersekolah. Mereka tidak dapat dibohongi seperti dulu lagi. Sehingga ketika melihat ketiga Anak Alam
commit to user
124
sekolah, ia tidak suka dan segera memanggil orang tua mereka. Dia menyuruh ketiga orang tua itu untuk melarang Anak Alam sekolah, dengan dalih ia butuh
tenaga banyak serta berjanji di kemudian hari akan menyekolahkan ketiga Anak Alam itu. Ketiga orang tua itu pun bak dicocok hidungnya, mereka menuruti apa
yang diperintahkan Yok Bek. Mereka menyuruh ketiga anak mereka untuk berhenti sekolah saja. Padahal pada saat itu ketiga Anak Alam sedang semangat-
semangatnya sekolah. Harapan mereka untuk sekolah pun pupus lagi. Mereka patah arang dengan cita-cita yang dibangunnya selama ini OMDS: 128 – 140.
d Complication Konflik Semakin Rumit Belum habis duka anak alam karena putus sekolah, Gedong Sapi tempat
orang tua mereka bekerja menggantungkan hidup, didemo warga sekitar karena peringatan yang disampaikan selama ini tidak digubris. Mereka pun bertindak
anarki. Mereka merusak apa saja yang ada di rumah Yok Bek OMDS: 143 – 15. Faisal yang mencoba melerai tindak anarki tersebut malah ikut dipukuli
warga. Akibatnya ia jatuh sakit, akibat benda tumpul yang menghantam kepalanya. Ia kemudian dirawat Pak Cokro, padahal ia sangat tidak suka
kepadanya. Menurutnya Pak Coro adalah seorang dukun gadungan yang kerjaannya adalah membodohi warga. Ia juga biang kerok semua kejadian demo
Gedong Sapi ini. Maka bertambah marahlah Faisal OMDS: 157 – 179. e Climax Puncak konflik
Kehidupan berubah drastis semenjak Gedong Sapi diamuk warga. Yok Bek menjual semua sapi-sapinya. Ia pun hidup ikut anaknya. Hal ini secara
otomatis berimbas pada keluarga ketiga anak alam tersebut, yang notabene mereka selama ini hidup menggantungkan diri dan mengabdi penuh untuk Yok
Bek. Duka anak alam semakin mendalam. Sudah digusur masih ditambah lagi dengan putus sekolah.
Mereka sempat terkatung-katung karena tidak punya rumah. Hingga akhirnya mereka tinggal di bawah kolong jembatan. Mereka harus membanting
tulang untuk bisa bertahan hidup. Di bawah jembatan hingga di bibir sungai, puluhan rumah kumuh semi
permanen berjajar tak rapi. Daerah itu sengaja ditempati oleh tunawisma
commit to user
125
yang bingung mau tinggal di mana, tetapi mereka menjadi berani tinggal dan mendirikan rumah di sana karena banyak yang mengikutinya.
”Kau tinggal di sana Peng...?” ”Iya Sal, habis mau bagaimana lagi... ?
”Sekolahmu?” ”Terpaksa berhenti, karena tak punya biaya, aku harus membantu orang
tua bekerja seadanya...” ”Masih narik becak untuk mengangkuti kelapa kan, Peng?”
”Masih, tapi itu kalau malam, kalau siang hari aku menganggur, terpaksa aku jadi penjual koran di lampu lalu lintas.” OMDS: 188.
Puncaknya lagi ketika warga dihebohkan dengan perbuatan Mat Karmin
yang ternyata seorang pedhopilia. Ia mencabuli anak-anak yang tengah bermain di rumahnya. Hal ini sontak mengundang kemurkaan warga untuk yang kedua
kalinya setelah aksi di Gedong Sapi dulu. Mat Karmin pun digelandang ke balai desa. Rumahnya pun tak lepas dari amuk massa. Massa yang terbakar emosinya
pun merusak rumah Mat Karmin. Tak cukup sampai di situ, mereka membakarnya, abunya dilarung di sungai Banjir Kanal, agar semua hal buruk dari
Mat Karmin ikut lenyap OMDS: 227 – 238. Esok paginya penduduk gempar, banyak orang tua yang merasa
kehilangan anaknya, ada lebih dari sepuluh anak yang dinyatakan hilang, dan semua itu dimulai ketika mereka bermain-main ke rumah Mat Karmin.
Rumah Mat Karmin digedor-gedor, penduduk yang marah tak sabar dan segera mengobrak-abrik seisi rumah, seluruh rak buku dijungkirbalikan,
rumah berdinding papan itu dicincang dengan kapak dan golok. Tak hanya itu, mereka menggebrak kamar pribadi Mat Karmin yang pengap dan
menemukan kejanggalan di sana, bau sperma kering dan beberapa celana dalam laki-laki. Ini semua menjadi barang bukti di kepolisian. Mat Karmin
sendiri dibetot tangannya oleh beberapa anak muda, diikat tangannya ke belakang dengan tali tambang, kemudian digelandang ke balai desa
dengan segenggam sesal yang tak terperi OMDS: 233.
f Falling Action Konflik Menurun Setelah kejadian pengrusakan rumah Yok Bek, Faisal mencari tempat
tinggal Anak Alam. Ternyataa mereka tinggal di kolong jembatan. Mereka pun kemudian berbagi cerita. Faisal sangat prihatin dengan kondisi ketiga Anak Alam
tersebut. Ia prihatin dengan nasib pendidikan ketiga Anak Alam tersebut. Kemudian ia kembali menyemangati ketiganya untuk bisa kembali sekolah
mewujudkan cita-cita mereka yang sempat terputus OMDS: 187 – 194.
commit to user
126
Mereka bertiga akhirnya memutuskan untuk sekolah kembali, dengan beban dua kali lebih berat. Kalau dulu orang tua mereka masih punya penghasilan
dari bekerja kepada Yok Bek, sekarang orang tua mereka tidak bekerja. Otomatis mereka harus bekerja ekstra keras untuk bisa tetap sekolah. Pambudi menjual
koran, Yudhi berjualan pisang goreng, serta Pepeng yang menjadi tukang becak mengangkuti kelapa dari pasar induk ke pasar-pasar yang lebih kecil.
Kembalinya mereka ke sekolah disambut hangat oleh Bu Mutia dan teman-teman sekelasnya. Mereka pun kembali bersama-sama belajar, menjalani
segala suka duka sekolah sambil bekerja. Pada bagian ini diceritakan teman-teman sekelas Anak Alam yaitu Karisma yang malas, Rena yang tinggi hati, Guruh sang
ketua kelas, dan lain-lain. Hingga tak terasa mereka sudah bersekolah hampir satu tahun dan sebentar lagi akan menempuh ujian kenaikan kelas. Mereka
mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian ini. Mereka ingin membuktikan bahwa di tengah kondisi yang serba sulit ini mereka masih bisa berprestasi. Di sisi
lain Karisma yang malas tidak mau belajar sedikit pun. Akibatnya ketika ujian berlangsung ia tidak dapat mengerjakan. Yang lebih parah lagi Rena kepergok
mencontek. g Denouement Penyelesaian
Perjuangan keras belajar sambil bekerja akhirnya membuahkan hasil. Anak Alam yang di tengah situasi serba sulit masih punya semangat belajar yang
tinggi bisa naik ke kelas dua dengan nilai yang memuaskan. Kharisma yang kerjanya hanya bermalas-malasan tidak naik kelas. Begitu juga Rena, selama ini ia
dikenal sebagai seorang siswa yang cantik, kaya, pintar, tapi karena kepergok mencontek ia jadi tidak naik kelas. Kania, yang juga berasal dari keluarga kurang
mampu, berhasil meraih juara satu paralel, disusul kemudian Faisal diurutan kedua. Atas prestasinya, Faisal berkesempatan mengikuti lomba olimpiade
eksakta yang akan menjadi pintu gerbang meraih golden tiket menuju ke SMP akselerasi. Benar kata pepatah ’siapa yang menanam akan mengetam’. Orang
meraih sesuatu, setimpal dengan apa yang sudah diusahakan. Siapa yang menyangka, aku mendapat kenikmatan yang bertubi-tubi,
selain sekolah ini. Lomba Olimpiade Eksakta yang akan menjadi pintu gerbang meraih golden tiket menuju ke SMP Akselerasi, tentu ini
commit to user
127
kesempatan emas yang tak boleh dilewatkan, kesempatan yang hanya diberikan oleh orang-orang seberuntung aku OMDS: 439 – 430.
Kejadian yang menjalin plot di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Climax e
Complication d
Rising Action c Falling Action f
Inciting Moment b
Exposition a Denouement g
Gambar 4 : Skema Plot Novel OMDS Karya Wiwid Prasetyo Keterangan:
h Perkenalan tokoh dan latar kehidupan para tokohnya.
i Anak Alam tidak bisa membaca karena tidak sekolah.
j Akhirnya Anak Alam bisa sekolah, namun mendapat tentangan dari Yok Bek.
k Gedong Sapi tempat orang tua ketiga Anak Alam bekerja didemo warga.
l Anak alam sudah tidak punya rumah lagi dan tinggal
di kolong
jembatan. Mat
Karmin menyodomi anak-anak di kampung Genteng.
m Faisal membantu Anak Alam untuk bisa sekolah lagi. Anak Alam sekolah sambil bekerja.
n Perjuangan keras belajar sambil bekerja akhirnya berbuah manis.
commit to user
128
Plot dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan sudut tinjauan atau kriteria tertentu. Burhan Nurgiyantoro 1995: 153 – 154 membagi
plot berdasarkan kriteria urutan waktu menjadi dua macam plot, yaitu alur maju progresif dan alur mundur regresif atau flash back. Alur maju atau progresif,
terjadi jika cerita dimulai dari awal, tengah, dan akhir terjadinya peristiwa; alur mundur atau regresif atau flash back, alur ini terjadi jika dalam cerita tersebut
dimulai dari akhir cerita atau tengah cerita kemudian menuju awal cerita. Berdasarkan kriteria ini, novel LP dan OMDS beralur maju atau progresif.
Karena peristiwa-peristiwa yang dikisahkan dalam novel LP dan OMDS bersifat kronologis, peristiwa yang pertama diikuti oleh atau menyebabkan terjadinya
peristiwa yang kemudian. Atau, secara runtut cerita dimulai dari tahap paparan awal, konflik mulai muncul, peningkatan konflik, konflik semakin rumit, puncak
konflik, konflik menurun, dan penyelesaian.
f. Amanat