commit to user
196
3. Hubungan Intertekstual antara Novel
LP Karya Andrea Hirata dan OMDS Karya Wiwid Prasetyo
Karya sastra tidak begitu saja lahir, melainkan sebelumnya sudah ada karya sastra lain yang tercipta berdasarkan konvensi budaya masyarakat yang
bersangkutan. Dengan demikian, karya sastra itu meneruskan konvensi yang sudah ada ataupun menyimpangi meskipun tidak seluruhnya. Hal ini mengingat
bahwa karya sastra itu karya kreatif yang menghendaki adanya kebaruan, namun tentu tidak baru sama sekali karena apabila sama sekali menyimpang dari
konvensi, ciptaan itu tidak akan dikenal ataupun tidak dapat dimengerti oleh masyarakatnya. Mengenai konvensi sastra yang disimpangi atau diteruskan, dapat
berupa konvensi bentuk formalnya ataupun isi pikiran, masalah, dan tema yang terkandung di dalamnya.
Pembicaraan hubungan intertekstual antara novel LP karya Andrea Hirata dan OMDS karya Wiwid Prasetyo adalah mengenai kesamaan tema di antara
keduanya. Kedua novel sama-sama mengangkat masalah pendidikan yaitu perjuangan orang miskin dalam meraih pendidikan guna mewujudkan cita-cita
mereka. Masalah perjuangan orang miskin dalam meraih pendidikan lebih dahulu diangkat dalam LP 2008 oleh Andrea Hirata. Masalah perjuangan orang miskin
dalam meraih pendidikan kemudian diangkat lagi oleh Wiwid Prasetyo dalam karyanya OMDS 2010. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Wiwid
Prasetyo meneruskan tema yang ditawarkan oleh Andrea Hirata, yakni mengenai pendidikan dan segala permasalahannya.
Novel LP merupakan sebuah novel memoar kehidupan masa kecil Andrea Hirata. LP menceritakan kehidupan masyarakat Melayu Belitong yang hidup di
bawah garis kemiskinan. Perekonomian Belitong yang pada saat itu dipegang mutlak oleh PN Timah yang tidak membagi kekayaan sedikitpun untuk
masyarakat Melayu Belitong kecuali menjadi buruh kasar di perusahaan tersebut. Diceritakan kehidupan sekumpulan anak yang dijuluki Laskar Pelangi dalam
upaya mewujudkan cita-cita di tengah himpitan masalah ekonomi. Dalam novel ini diceritakan berbagai macam kesulitan yang harus dihadapi demi mendapat
pendidikan. Hal ini diwakili oleh tokoh Lintang. Ia merupakan seorang anak
commit to user
197
miskin yang harus bekerja untuk bisa tetap sekolah. Ia harus menempuh jarak delapan puluh kilometer pulang pergi untuk dapat menikmati sekolah.
Pada masa Andrea Hirata menulis LP, 4 tahun kemudian OMDS terbit yakni di tahun 2009. Begitu halnya dengan LP, novel OMDS juga merupakan
sebuah novel memoar kehidupan masa kecil Wiwid Prasetyo. Wiwid Prasetyo menulis novel ini karena ia terinspirasi setelah membaca novel LP. Ia kemudian
mengumpulkan remah-remah ingatan masa kecilnya, dan menulis novel serupa, yakni Novel OMDS.
Apabila dalam LP digambarkan hegemoni PN Timah yang menguasai perekonomian di Belitong, maka dalam novel OMDS hegemoni perekonomian
dipegang oleh seorang pemilik peternakan sapi terbesar di Semarang. Apabila dalam LP terdapat sekumpulan anak yang dijuluki Laskar Pelangi, maka dalam
novel OMDS digambarkan kehidupan sekumpulan anak yang dijuluki Anak Alam di sebuah Kampung di Semarang. Ayah ketiganya bekerja sebagai buruh di
peternakan sapi tersebut. Mereka harus bekerja serabutan untuk bisa sekolah, karena memang orang tua mereka tidak memungkinkan untuk membiayai
sekolahnya. Mereka matia-matian memperjuangkan sekolahnya demi meraih cita- cita, untuk bisa keluar dari jerat kemiskinan ini.
Subtema pada kedua novel adalah percintaan. Di dalam novel LP percintaan terjadi antara Ikal dan Aling. Ikal jatuh cinta pertama kali ketika
kegiatan membeli kapur tulis di toko Sinar Harapan. Di sana ia melihat kuku-kuku cantik. Ia terpesona melihat keelokan kuku-kuku tersebut dan ingin melihat wajah
pemilik kuku-kuku cantik itu. Ketika melihat A Ling, Ikal langsung jatuh cinta pada pandangan pertama, dan ternyata selama ini A Ling pun juga
memperhatikannya. Dalam novel OMDS percintaan terjadi antara Pambudi dan Kania.
Pambudi dan Kania adalah teman sekelas di SD Kartini. Pambudi jatuh cinta kepada Kania karena jiwa pemberani Kania. Kania dengan berani membela ketiga
Anak Alam yang sedang diolok-olok teman sekelas. Dari peristiwa ini Pambudi menaruh simpati terhadap Kania. Pambudi mengutarakan cintanya kepada Kania,
dan Kania pun tidak menolaknya.
commit to user
198
Subtema yang lain adalah persahabatan. Di dalam novel LP persahabatan yang terjalin yaitu antara kesepuluh anggota Laskar Pelangi dan Flo. Diceritakan
dalam novel ini sebuah jalinan persahabatan di antara sepuluh orang anak yang dijuluki Laskar Pelangi, karena kebiasaan mereka melihat pelangi secara bersama-
sama. Kesepuluh anak tersebut yaitu Ikal, Lintang, Mahar, Sahara, Harun, A Kiong, Kucai, Trapani, Samson, dan Syahdan. Kesepuluh anak ini bersahabat
sejak pertama masuk SD. Sebuah persahabatan yang indah. Semua individu punya karakteristik tertentu. Lintang Si jenius, Samson Si Pria perkasa, Trapani Si pria
flamboyan, Kucai yang oportunis dan bermulut besar, Sahara yang temperamental, Harun Si Pria santun dan murah senyum, Mahar sang seniman, A
Kiong yang sangat naif, Syahdan yang tak punya sense of fashion, serta Ikal yang memang berambut Ikal.
Dalam novel OMDS persahabatan yang terjalin yakni antara ketiga Anak Alam Pambudi, Yudi, dan Pepeng dan Faisal. Meskipun mempunyai status
sosial ekonomi yang berbeda, mereka tetap bersahabat dengan baik. Faisal yang rendah hati, mempunyai kepedulian yang tinggi, suka menolong, dan bertekad
kuat. Pambudi si gigi kelinci dan berambut jagung yang mempunyai jiwa pemimpin, seorang pribadi yang dewasa, polos, apa adanya, keras kepala dan
bertekad kuat. Yudi yang berwajah lucu bertahi lalat, berambut ikal dan mempunyai kecacatan tubuh, yakni kulitnya albino, putih pucat seperti sapi,
banyak bintik-bintik merah seperti kulit babi. Pepeng yang berwajah aneh dan merupakan pribadi yang polos. Mereka rela berkorban satu sama lain dan setia
kawan. Faisal yang berasal dari keluarga mampu, selalu memikirkan nasib teman- temannya dan mengusahakan pendidikan untuk teman-temannya tersebut.
Terkait dengan tokoh dan penggambarannya dalam novel LP mempunyai kesamaan dengan tokoh serta cara penggambaran tokoh dalam OMDS. Teknik
karakterisasi kedua novel menggunakan teknik yang sama yaitu menggunakan metode langsung dan metode tidak langsung. Baik itu LP maupun OMDS karakter
tokoh tidak selalu digambarkan secara gamblang dan terperinci tetapi dapat diketahui dari dialog antartokoh dan deskripsi pengarang secara langsung.
commit to user
199
Baik novel LP maupun OMDS sama-sama mengisahkan sebuah persahabatan di antara tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh utama dalam LP antara lain
sepuluh anggota Laskar Pelangi Ikal, Lintang, Mahar, Syahdan, kucai, Borek, A Kiong, Sahara, Trapani, dan Harun serta Flo; sedangkan dalam OMDS
persahabatan terjadi antara anak alam Pambudi, Yudi, dan Pepeng serta Faisal dan Kania. Dari deskripsi itu terlihat bahwa baik novel LP maupun OMDS sama-
sama menceritakan sebuah jalinan persahabatan. Tokoh utama yang menjadi bahan perbandingan yaitu tokoh Ikal dan
Faisal. Secara fisiologis, tokoh utama dalam kedua novel memiliki jenis kelamin yang sama yakni laki-laki Ikal dan Faisal. Secara psikologis tercermin watak
tokoh utama yaitu berkemauan keras. Keduanya memiliki kemauan yang keras dalam bercita-cita dan mewujudkan cita-citanya itunya. Keduanya tidak mudah
menyerah dengan nasib. Keduanya senantiasa berusaha melakukan yang terbaik demi mewujudkan mimpi-mimpinya.
Ditinjau dari aspek sosiologis, watak dari tokoh utama dalam kedua novel tersebut yaitu sama-sama punya jiwa sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap
sesama. Tokoh Ikal dalam novel LP digambarkan sangat menaruh perhatian dan peduli dengan keadaan Lintang. Ia sangat prihatin dengan kondisi Lintang, ia
terpaksa putus sekolah karena perekonomian keluarganya yang tidak memungkinkan. Ikal sangat menyayangkan hal ini, karena Lintang adalah seorang
yang superjenius yang harus memupus mimpinya karena keadaan. Sedangkan dalam novel OMDS tokoh Faisal sangat peduli dengan nasib ketiga anak alam
Pambudi, Yudi, dan Pepeng. Ia memperjuangkan nasib ketiga anak alam agar bisa sekolah. Karena sekolah adalah jembatan untuk bisa mewujudkan cita-cita.
Amanat yang diperoleh dari kedua novel ini mempunyai persamaan yaitu untuk jangan takut bermimpi dan bercita-cita serta harus berusaha keras untuk
mewujudkan mimpi-mimpi itu bagaimana pun terbatasnya keadaan. Dari novel LP, pesan ini diperoleh dari tokoh Lintang. Ia berasal dari keluarga nelayan
miskin yang tinggal di pesisir desa Tanjong Kelumpang. Jarak antara rumah ke sekolahnya delapan puluh meter pulang pergi yang ditempuhnya dengan
bersepeda. Kemiskinan dan jarak rumah dan sekolah yang sangat jauh tidak
commit to user
200
mengendurkan semangatnya untuk menuntut ilmu. Di tengah kemiskinan yang melandanya, ia tetap bersemangat dan bercita-cita menjadi matematikawan.
Sedangkan dari novel OMDS, pesan ini diperoleh dari ketiga Anak Alam yakni Pambudi, Yudi, dan Pepeng. Ketiganya berasal dari keluarga miskin.
Bapaknya bekerja sebagai buruh di sebuah peternakan sapi. Ketiganya tetap berkemauan bersekolah walaupun hal ini mengharuskan mereka belajar sambil
bekerja untuk membiayai sekolahnya. Keterbatasan tidak menghambat langkah mereka dalam menggapai mimpi.
Alur novel LP dan OMDS mempunyai persamaan yaitu sama-sama menggunakan alur maju atau progresif. Plot ini dimulai dari tahap eksposition,
Inciting moment, ricing action, complication, climax, dan denouement. Pengarang menyusun peristiwa-peristiwa yang ada berdasarkan hubungan sebab-akibat
kausalitas. Pradopo dalam Suwardi Endraswara, 2003: 133 menyatakan prinsip
dasar intertekstualitas: “Karya hanya dapat dipahami maknanya secara utuh dalam kaitannya
dengan teks lain yang menjadi hipogram. Hipogram adalah karya sastra terdahulu yang dijadikan sandaran berkarya. Hipogram tersebut bisa
sangat halus dan juga sangat kentara. Dalam kaitan ini, sastrawan yang lahir berikut adalah reseptor dan transformator karya sebelumnya. Dengan
demikian, mereka selalu menciptakan karya asli, karena dalam mencipta selalu diolah dengan pandangannya sendiri, dengan horison dan atau
harapannya sendiri”.
Mengacu pendapat di atas, maka jelaslah sekarang bahwa LP merupakan sebuah karya hipogram, yaitu karya yang melatarbelakangi penciptaan karya
selanjutnya. Sementara itu, OMDS disebut dengan karya transformasi karena mentransformasikan teks-teks yang menjadi hipogramnya.
4. Nilai Pendidikan Novel