commit to user
35
lebih dulu; dan 4 dalam membaca buku teks, pembaca tidak hanya membaca teks itu saja tapi harus membacanya secara berdampingan dengan teks-teks yang
lainnya, sehingga interpretasi pembaca terhadap bacaannya tidak dapat dilepaskan dari teks-teks lain.
Studi intertekstualitas menurut Frow dalam Suwardi Endraswara, 2003: 131 didasarkan beberapa asumsi kritis: 1 Konsep intertekstualitas menuntut
peneliti untuk memahami teks tak hanya sebagai isi, melainkan juga aspek perbedaan dan sejarah teks, 2 teks tak hanya struktur yang ada, tetapi satu sama
lain juga saling memburu, sehingga terjadi perulangan atau transformasi teks, 3 ketidakhadiran struktur teks dalam rentang teks yang lain namun hadir juga pada
teks tertentu merupakan proses waktu yang menentukan, 4 bentuk kehadiran struktur teks merupakan rentangan dari yang eksplisit sampai yang implisit. Teks
boleh saja diciptakan ke bentuk lain: di luar norma ideolog dan budaya, di luar genre, di luar gaya dan idiom, dan di luar hubungan teks-teks lain, 5 hubungan
teks satu dengan yang lain boleh dalam rentang waktu lama, hubungan tersebut bisa secara abstrak, hubungan interteks juga sering terjadi penghilangan-
penghilangan bagian tertentu, 6 pengaruh mediasi dalam interteks sering memengaruhi juga pada penghilangan gaya maupun norma-norma sastra, 7
dalam melakukan identifikasi interteks diperlukan proses interpretasi, 8 analisis intertekstualitas berbeda dengan melakukan kritik melainkan lebih terfokus pada
konsep pengaruh. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa intertekstualitas
merupakan salah satu sarana pemberian makna kepada sejumlah teks, dengan cara membandingkan dan menemukan hubungan-hubungan bermakna antara teks
yang ditulis lebih dulu hipogram dengan teks sesudahnya teks transformasi.
4. Hakikat Nilai Pendidikan
a. Pengertian Nilai Banyak ahli mendefinisikan pengertian nilai. Nilai adalah sesuatu yang
berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai
commit to user
36
sebagai kualitas yang independen akan memiliki ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang dikenai nilai.
Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso 1986 adalah: a Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat
abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi
manusia tidak bisa mengindra kejujuran itu; b Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai
memiliki sifat ideal das sollen. Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang
berharap dan mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan; c Nilai berfungsi sebagai daya dorongmotivator dan manusia adalah pendukung
nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong
untuk bisa mencapai derajat ketakwaan http: uzey.blogspot.com. Konsep nilai merupakan salah satu topik yang penting dalam studi sastra.
Albert Memmi dalam Rien T. Segers mengemukakan alasan bahwa nilai yang dilekatkan pada teks sastra oleh pembaca membedakan teks-teks tersebut dari
bentuk-bentuk wacana yang lain 2000: 61. Sastra sebagai produk kehidupan, mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi, dan sebagainya. Nurseno juga
menambahkan bahwa nilai menjadi dasar pengarang dalam mengembangkan karangannya. Nilai merupakan sesuatu yang dianggap abstrak dan dijadikan
pedoman, serta prinsip- prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku dalam kehidupan serta keterikatan orang terhadap nilai sangat kuat, bahkan bersifat
emosional 2004: 3. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang
berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Konsep nilai menjadi penting dalam studi sastra karena nilai yang dilekatkan pada teks
sastra dapat membedakan teks-teks tersebut dari bentuk-bentuk wacana yang lain. Sastra dan tata nilai merupakan dua fenomena sosial yang saling melengkapi
dalam hakikat mereka sebagai sesuatu yang eksistensial.
commit to user
37
b. Pengertian Pendidikan Secara etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani “Paedagogike”
yang terdiri atas kata “Pais” yang berarti “Anak” dan kata “Ago” yang berarti “Aku membimbing”. Ngalim Purwanto menyatakan bahwa pendidikan ialah
segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Hakikat pendidikan
adalah mendewasakan anak didik, maka seorang pendidik haruslah orang yang dewasa, karena tidak mungkin dapat mendewasakan anak didik jika pendidiknya
sendiri belum dewasa 2000: 11. H.M. Arifin 2000: 7 mengartikan pendidikan sebagai latihan mental,
moral, dan fisik yang bisa menghasilkan manusia berbudaya tinggi maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas kepribadian serta menanamkan
rasa tanggung jawab. Usaha kependidikan bagi manusia menyerupai makanan yang berfungsi memberikan vitamin bagi pertumbuhan manusia.
H.A.R Tilaar 2002: 435 menyatakan bahwa hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia atau proses humanisasi melihat
manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya. Proses pendidikan sebagai proses humanisasi menunjukkan bahwa pendidikan bukanlah suatu yang
telah tertentu given, tetapi merupakan suatu aksi yang berkelanjutan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan H.M. Arifin bahwa dalam masyarakat yang
dinamis, pendidikan memegang peranan yang menentukan terhadap eksistensi dan perkembangan masyarakatnya, hal ini karena pendidikan merupakan proses usaha
melestarikan, mengalihkan, serta mentransformasikan nilai-nilai kehidupan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerus 2000: 8.
Segala sesuatu yang digunakan untuk mendidik harus yang mengandung nilai didik, termasuk dalam pemilihan media. Novel sebagai suatu karya sastra,
yang merupakan karya seni juga memerlukan pertimbangan dan penilaian tentang seninya Rachmat Djoko Pradopo, 1995: 30. Sastra sebagai hasil kehidupan
mengandung nilai-nilai sosial, filosofi, religi dan sebagainya. Sastra tidak lahir begitu saja, melainkan memerlukan proses yang panjang. Sastrawan dalam
menciptakan karyanya tidak saja didorong oleh hasrat untuk menciptakan
commit to user
38
keindahan, tetapi juga berkehendak untuk menyampaikan pikiran-pikiran, pendapat-pendapatnya, dan kesan-kesannya terhadap sesuatu yang nanti sekiranya
dapat diambil manfaatnya oleh pembaca. Nyoman Kutha Ratna 2007: 155 juga menyinggung mengenai aspek
fungsi karya sastra yaitu hampir sebagian besar didominasi oleh aspek etika, yang dijabarkan ke dalam berbagai dimensinya, seperti: pendidikan, pengajaran, dan
berbagai perkembangan masyarakat yang bersifat positif, termasuk agama. Ciri- ciri pendidikan dan pengajaran dan aspek-aspek moral lainnya tentu tidak bisa dan
tidak harus dikeluarkan dari hakikat karya sastra secara keseluruhan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
merupakan proses usaha melestarikan, mengalihkan, serta mentransformasikan nilai-nilai kehidupan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerus.
Dari rumusan mengenai nilai dan pendidikan, maka dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan adalah segala sesuatu yang baik atau pun buruk yang
berguna bagi kehidupan seseorang yang diperoleh melalui sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku untuk meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin.
Nilai-nilai pendidikan dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal diantaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Karya sastra digunakan
sebagai media dalam mentransformasi sebuah nilai termasuk halnya nilai pendidikan.
c. Macam-macam Nilai Pendidikan Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang banyak memberikan
penjelasan secara jelas menngenai sistem nilai. Nilai itu mengungkapkan perbuatan apa yang dipuji dan dicela, pandangan hidup mana yang dianut dan
dijauhi, dan hal apa saja yang dijunjung tinggi. Adapun nilai-nilai pendidikan dalam novel sebagai berikut:
1 Nilai Pendidikan Religius Nilai religius merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta
bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia Uzey: 2010. Kehadiran unsur religi dalam sastra adalah sebuah keberadaan sastra itu sendiri Burhan
Nurgiyantoro, 2005: 326. Atar Semi 1993: 21 menyatakan, agama merupakan
commit to user
39
kunci sejarah, seseorang baru memahami jiwa suatu masyarakat apabila seseorang memahami agamanya. Seseorang tidak mengerti hasil-hasil kebudayaannya,
kecuali bila seseorang paham akan kepercayaan atau agama yang mengilhaminya. Religi lebih pada hati, nurani, dan pribadi manusia itu sendiri.
Sri Sutjiatiningsih menyamakan religius dengan keagamaan. Menurutnya agama memberikan suatu perspektif bagi manusia untuk menafsirkan seluruh
kejadian yang dialaminya setiap saat. Dalam fungsinya sebagai kerangka penafsiran terhadap kenyataan sosial yang bersifat faktual, agama dianggap
sebagai suatu sistem kultural atau sistem budaya. Manusia yang mempercayai dan menghayati ajaran suatu agama akan memperoleh kerangka acuan untuk memberi
makna seluruh kejadian yang dialaminya sepanjang hidup manusia. Agama juga memberikan arti atau makna tentang hakekat dari kenyataan, sekaligus
mendorong manusia untuk berbuat ke arah yang seharusnya dilakukan 1999: 91. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai agama yaitu
nilai yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh anggota masyarakat dan merupakan nilai kerohanian tertinggi serta mutlak
. Nilai ini
bersumber dari masing-masing ajaran agama yang menjelaskan sikap, perilaku, perbuatan, perintah, dan larangan bagi umat manusia.
2 Nilai Pendidikan Moral Moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata
mores ini mempunyai sinonim mos, moris, manner mores atau manners, morals. Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak bahasa Arab atau kesusilaan
yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kata moral ini dalam bahasa Yunani
sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima masyarakat umum tentang sikap, perbuatan,
kewajiban, dan sebagainya. Secara umum moral menyaran pada pengertian ajaran tentang baik buruk
yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya: akhlak, budi pekerti, susila KBBI, 1994 dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 320.
Uzey juga mendefinisikan moral sebagai ajaran yang mengharuskan manusia
commit to user
40
untuk mengetahui hal yang baik dan buruk. Moral didefinisikan sebagai kebiasaan baik yang diwujudkan dalam perilaku 2010.
Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan
hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Moral dalam cerita menurut Kenny dalam Burhan Nurgiyantoro biasanya dimaksudkan sebagai
suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh
pembaca. Ia merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap,
tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab “petunjuk” itu dapat ditampilkan, atau ditemukan modelnya, dalam kehidupan nyata,
sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya 2005: 321.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah karya fiksi ditulis oleh pengarang antara lain untuk menawarkan model kehidupan yang
diidealkannya. Fiksi mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan
tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamanatkan.
3 Nilai Pendidikan Sosial Bondet Wrahatnala 2010 menyatakan bahwa nilai sosial adalah segala
sesuatu yang dianggap baik dan benar, yang diidam-idamkan masyarakat. Agar nilai-nilai sosial itu dapat tercipta dalam masyarakat, maka perlu diciptakan norma
sosial dengan sanksi-sanksi sosial. Nilai sosial merupakan penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang baik, penting, luhur, pantas, dan
mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan dan kebaikan hidup bersama.
Bondet Wrahatnala juga menyebutkan ciri–ciri dari nilai sosial sebagai berikut : 1 Dipelajari melalui sosialisasi; 2 Disebarkan dari individu yang satu
ke individu yang lain, yang merupakan warga masyarakat; 3 Merupakan hasil
commit to user
41
interaksi antar warga masyarakat; 4 Mempengaruhi perkembangan diri seseorang; 5 Pengaruh dari nilai tersebut berbeda pada setiap anggota
masyarakat; 6 Berbeda antara kebudayaan satu dengan kebudayaan yang lain; 7 merupakan bagian dari usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya; 8
cenderung berkaitan antara yang satu dengan yang lain dan membentuk kesatuan nilai. Sedangkan fungsi Nilai Sosial adalah : a Sebagai petunjuk arah bertindak
dan bersikap; b Sebagai pemandu serta pengontrol sikap dan tindakan manusia; c Sebagai motivator.
Mengacu pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan sosial adalah nilai-nilai yang dipelajari melalui sosialisasi dengan
masyarakat yang berfungsi sebagai petunjuk arah bertindak dan bersikap. 4 Nilai Pendidikan Budaya
Keesing sering mengartikan kebudayaan sebagai pola kehidupan masyarakat yang meliputi kegiatan dan pengaturan material dan sosial.
Kebudayaan juga dianggap merupakan kekhususan suatu kelompok manusia tertentu. Dalam pengertian ini, kebudayaan diartikan sebagai pola dari perilaku
pattern of behavior kelompok sosial tertentu dalam Sri Sutjiatiningsih, 1999: 107.
Nugroho Susanto dalam Rosyadi, 1995: 174 menyatakan bahwa sistem nilai budaya merupakan inti kebudayaan. Sebagai intinya, ia akan mempengaruhi
dan menata elemen-elemen yang berada pada struktur permukaan surface structure dari kehidupan manusia, yang meliputi: perilaku sebagai kesatuan
gejala dan benda-benda sebagai kesatuan material. Ahli yang lain juga memberikan batasan, bahwa suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-
konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena
itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatnya
lebih konkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum, dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya itu Koentjaraningrat dalam
Rosyadi, 1995: 174.
commit to user
42
Giddens dalam Sri Sutjiatiningsih, 1999: 90 – 91 menyatakan bahwa nilai budaya merupakan abstraksi dari segala sesuatu yang dianggap bermakna
dan bernilai tinggi dalam kehidupan suatu masyarakat. Nilai budaya itu sifatnya abstrak, berada di alam pikiran kepala-kepala manusia, nilai budaya ada dalam
alam pikiran dari warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan hidup.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan budaya adalah nilai yang bersumber pada kebudayaan manusia yang merupakan
suatu kekhususan suatu kelompok manusia tertentu.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Rasyid Manshur pada tahun 2007 dalam bentuk skripsi dengan judul “Kajian
Intertekstualitas dan Nilai Edukatif Novel Alivia dan Libby Karya Langit Kresna Hariadi Berdasarkan Pendekatan Struktural”. Penelitian tersebut menghasilkan
simpulan berupa: pertama, struktur novel Alivia dan Libby yang meliputi alur, tema, penokohan, latar, sudut pandang, gaya dan suasana cerita, sudah bagus
sehingga pembaca mudah untuk memahaminya. Kedua, persamaan struktur novel Alivia dan Libby terletak pada tema, alur, sudut pandang dan gaya. Perbedaannya
terletak pada penokohan, latar tempat dan suasana cerita. Ketiga, nilai pendidikan dalam novel Alivia dan Libby meliputi nilai pendidikan moral, sosial, religi dan
budaya. Pendekatan penelitian yang digunakan Rasyid Manshur sama dengan
penelitian ini, yakni intertekstualitas. Akan tetapi, ada beberapa perbedaan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian Rasyid Manshur. Penelitian Rasyid
Manshur hanya sebatas menganalisis struktur kedua novel dan persamaan serta perbedaan struktur kedua novel. Sedangkan penelitian ini, tidak hanya berhenti
mengkaji struktur kedua novel dan persamaan serta perbedaan struktur kedua novel, selain itu juga mengkaji hubungan intertekstualitas antara kedua novel,
novel yang menghipogrami dan novel yang mentransformasi.