commit to user
59
b. Sudut Pandang
Pada dasarnya sudut pandang dalam karya sastra fiksi diartikan sebagai strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk
mengemukakan gagasan dan ceritanya. Sudut pandang merupakan masalah teknis yang digunakan pengarang untuk menyampaikan makna karya artistiknya untuk
sampai dan berhubungan dengan pembaca. Burhan Nurgiyantoro membagi sudut pandang menjadi tiga yakni sudut pandang persona ketiga “Dia”, Sudut pandang
persona pertama “Aku”, dan sudut pandang campuran 2005: 256 – 271.
1 Novel
LP
Berdasarkan keterangan di atas dapat dikemukakan bahwa novel LP menggunakan sudut pandang persona pertama pertama “Aku” yang berarti
pengarang terlibat dalam cerita secara langsung. Pengarang adalah tokoh yang mengisahkan kesadaran dunia, menceritakan peristiwa yang dialami, dirasakan,
serta sikap pengarang tokoh terhadap orang tokoh lain kepada pembaca. Hal ini tampak dalam kutipan berikut ini:
Pagi itu, ketika aku masih kecil, aku duduk di bangku panjang di depan sebuah kelas LP: 1.
Aku sendiri masih bingung. Terlalu banyak perasaan untuk ditanggung seorang anak kecil dalam waktu demikian singkat. Cemas, senang, gugup,
malu, teman baru, guru baru … semuanya bercampur aduk LP: 12. Dari kutipan di atas terlihat bahwa pengarang selalu menyebut dirinya
“Aku”. “Aku” mengisahkan peristiwa yang dialami dan dirasakannya ketika hari pertama masuk sekolah.
Dalam novel ini, pengarang yaitu Andrea Hirata merupakan pengisah seluruh kejadian yang terdapat dalam novel LP. Di dalam novel ini pengarang
mempunyai nama tokoh “Ikal”. Perhatikan kutipan berikut ini: “Tabahkan hatimu, Ikal….., “ itulah nasihat Trapani pelan padaku. LP:
366 – 367. Bagian lain yang juga menunjukkan bahwa si “aku” bernama Ikal tampak
dalam kutipan berikut: Pak Pos tersenyum menggoda. Beliau mengeluarkan form x13. Tanda
terima kiriman penting.
commit to user
60
“Surat ini untukmu, rambut ikal, cepat tanda tangan di sini, tak ‘kan kuhabiskan waktuku di sekolahmu ini, masih banyak kerjaan, sekarang
musim bayar pajak, masih ratusan SPT pajak harus diantar, cepatlah …”
Pak pos belum puas dengan godaannya. Ada gadis kecil datang ke kantor pos pagi-pagi. Mengirimimu kilat khusus
dalam kota Mungkin asap hio membuatnya sedikit linglung, pakai perangko biasa pun pasti kuantar hari ini. Ia berkeras dengan kilat khusus,
begitu pentingkah urusanmu belakangan ini, ikal mayang?” LP: 280.
Berdasarkan peran, novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama teknik akuan bernama Ikal, namun pada bab terakhir, tokoh aku berganti dengan
tokoh yang lain yaitu Syahdan. Aku bangga duduk di sini di antara para panelis, yaitu budayawan Melayu
yang selalu menimbulkan rasa iri. Sebuah benda segitiga dari plastik di depanku menyatakan eksistensiku:
Syahdan Noor Aziz Bin Syaharani Noor Aziz
Panelis LP: 489. Jadi, dalam kisah ini pengarang menggunakan dua tokoh “Aku” yakni
tokoh “Aku” Ikal dan tokoh “Aku” Syahdan.
2 Novel
OMDS
Novel OMDS gaya penceritaannya menggunakan sudut pandang campuran yakni persona pertama “Aku” dan persona ketiga “Dia” Mahatahu. Sudut pandang
persona pertama yang berarti pengarang terlibat dalam cerita secara langsung. Pengarang adalah tokoh yang mengisahkan kesadaran dunia, menceritakan
peristiwa yang dialami, dirasakan, serta sikap pengarang tokoh terhadap orang tokoh lain kepada pembaca. Seperti kutipan berikut ini:
Aku terus meraut batang lidi hingga batangnya terlihat mengecil dan kurus, aku diam-diam geli mendengar perkataan mereka, ternyata
kebodohan membuat kita gampang tertipu, gampang naik pitam, dan mudah sekali diombang-ambingkan OMDS: 46.
Dari kutipan di atas terlihat bahwa tokoh “Aku” menceritakan apa yang dipikirkannya terhadap tokoh lain kepada pembaca. Ia memberikan penilaian
bahwa kebodohan membuat orang mudah tertipu, mudah naik pitam, dan mudah terombang-ambing.
commit to user
61
Wiwid Prasetyo merupakan pengisah seluruh kejadian yang terdapat dalam novel OMDS. Di dalam novel ini Wiwid mempunyai nama tokoh “Faisal”.
Perhatikan kutipan berikut ini: Napas kelegaan menghampiri kami. Aku yang berada di belakang bisa
menyusul di antara mereka, terengah-engah, dan saling melepaskan lelah di sebuah reruntuhan gedung yang tak terpakai.
“Dasar kamu Sal, payah… Mengambil layangan saja tidak bisa…,” ledek Pambudi.
“Iya Sal, coba kalau aku yang mengambil, kita pulang dengan membawa layang-layang itu dan besok kita akan menantang Mat Karmin yang
sombong itu. “Kali ini, Pepeng ikut-ikutan memarahiku OMDS: 8.
Selain menggunakan sudut pandang persona pertama, pengarang menambahkan lagi dengan teknik sudut pandang persona ketiga “Dia” Mahatahu.
Dengan teknik ini narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia,
dia, mereka. Narator bersifat mahatahu. Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan. Perhatikan kutipan berikut ini:
Aneh, mendengar perintah Mat Karmin, bocah itu seperti robot Jepang yang dikendalikan oleh remote control, selanjutnya ia melangkah
menghampiri pintu dengan rasa perih di duburnya, berjalan tertatih-tatih seperti orang habis sunat, kemudian meninggalkan teman-temannya tanpa
ekspresi. Panji hanya diam, ia membayangkan seisi langit runtuh menimpanya, masa depannya jelas suram, kesedihannya menggelegak,
seluruh air di dalam tubuhnya seakan-akan menghempaskannya ke dalam jurang yang teramat dalam OMDS: 232
Dari kutipan di atas, pengarang berusaha menembusi pikiran Panji dan lebih dari sepuluh orang yang menjadi korban Mat Karmin. Yaitu
menggambarkan bagaimana perasaan Panji setelah disodomi Mat Karmin, dengan membayangkan seisi langit runtuh menimpanya. Pengarang menceritakan betapa
sakit dan hancur perasaan Panji, masa depan yang suram, dan kepedihan tiada akhir serta rasa malu yang akan dipikulnya hingga kelak ia dewasa.
Dari kutipan-kutipan di atas, dapat ditegaskan bahwa pengarang menggunakan sudut pandang campuran yakni mengkombinasikan sudut pandang
persona pertama dengan teknik pengarang “Dia” Mahatahu. Hal ini sejalan dengan pernyataan Herman J Waluyo 2002: 184 – 185 yang menyatakan bahwa
commit to user
62
ketiga jenis metode ini akuan, diaan, dan pengarang serba tahu dapat dikombinasikan oleh pengarang dalam suatu cerita rekaan dengan tujuan untuk
membuat variasi cerita agar tidak membosankan.
c. Penokohan